Tujuh bank sudah menerima panggilan dari pengadilan sebagai bagian dari investigasi skandal manipulasi suku bunga bank, Libor. Ketujuh bank tersebut adalah Barclays, JPMorgan Chase, Citigroup , Deutsche Bank, HSBC dan Royal Bank of Scotland, UBS. Awalnya skandal itu terungkap pertama kali adalah pada waktu Barclays mengaku kepada otoritas pengawasan bank bahwa mereka sejak tahun 2007 berkali-kali menyerahkan laporan suku bunga fiktif kepada panel bank- bank yang menentukan tingkat LIBOR. Skandal ini juga menyebabkan pemberhentian sang chairman (Marcus Agius) dan pemecatan CEO (Robert Diamond).
Teman saya yang bekerja sebagai money broker di Bassel mengatakan kepada saya bahwa standard moral banker sebagai agent of development sudah tidak ada lagi. Banker kini tak ubahnya sebagai hidden criminal group. Mereka tidak peduli lagi soal moral yang menjunjung tinggi kejujuran untuk sebuah kepercayaan ( trust). Mereka hanya peduli bagaimana meningkatkan laba bagi pemegang saham dan pada waktu bersamaan para executive dapat hidup nyaman dengan limpahan fasilitas dan tidak peduli karena itu mereka harus menjadi gerombolan penipu.
Semua pemain uang dan mereka yang terlibat dalam dunia perbankan akan menjadikan LIBOR sebagai benchmark untuk suku bunga jangka pendek. Kebanyakan produk-produk finansial, derivatif, dan bermacam-macam sekuritas, kontrak-kontrak keuangan, seperti kartu kredit, pinjaman, hipotek, dan sebagainya, menggunakan LIBOR sebagai acuan. Diperkirakan ratusan triliunan dollar AS nilai kontrak dan transaksi yang menggunakan LIBOR. Mereka tahu pasti bahwa indicator ini sangat tinggi reputasinya. Ada standard aturan dan hitungan yang ketat untuk menentukan LIBOR. 16 anggota asosiasi perbankan yang dijadikan acuan adalah Perbankan papan atas ( high rate).
Jadi secara moral tidak mungkin ada pelanggaran standarad kepatuhan. Namun, dengan terungkapnya skandal, ternyata LIBOR ditentukan dengan cara seenaknya. Bahkan dilakukan untuk tujuan menipu pasar dan public demi mencari untung. Ini konspirasi antara semua pihak yang terlibat termasuk otoritas. Walau secara hokum pihak otoritas tidak bisa dikatakan terlibat namun secara moral mereka hancur dihadapan public. Terlepas mereka tahu atau tidak namun nyatanya public dirugikan.
Bagaimana sampai public dirugikan? Setiap hari Thomson Reuters, perusahaan penyedia jasa informasi keuangan dan perusahaan, atas nama BBA (British Bankers’ Association ) mengumumkan angka LIBOR (London Interbank Offered Rate) untuk 15 jenis pinjaman yang dibedakan menurut jangka waktu pengembalian (tenor)— dari pinjaman satu hari (over night) sampai satu tahun—dan meliputi 10 jenis mata uang, termasuk dollar AS, euro, poundsterling, dan franc Swiss. Namun laporan itu ternyata membuat orang lain dirugikan.
Ambil contoh Barclays menyerahkan angka suku bunga yang lebih rendah daripada yang seharusnya. Akibatnya public semakin percaya kepada perbankan. Karena bunga rendah sebagai indikasi bahwa perbankan sehat dan ekonomi stabil. Keadaan ini akan mendorong orang untuk meminjam lebih besar dari yang semestinya dan mengambil risiko yang lebih besar dari yang mampu dipikul dan tidak hati-hati dengan berbagai implikasi buruknya. Singkatnya karena data tidak benar itu telah membuat publik terjebak dalam transaksi yang menjadikan mereka sebagai korban penipuan secara sistematis. Yang pasti pihak yang diuntungkan adalah pihak yang tahu bahwa data LIBOR itu tidak benar. Siapa mereka? tentu para bankir dan otoritas.
Apa yang terjadi dalam skandal LIBOR adalah tidak berbeda dengan Skandal CMO ( Collateral mortgage Obligation ) di AS. Skandal LIBOR memalsukan data tentang suku bunga untuk menarik keuntungan sepihak bagi para insider trader. CMO memalsukan data perusahaan untuk memungkinkan S&P dan Moody’s dll menaikkan rating dan akhirnya menipu investor untuk membeli. Memang , laporan itu tidak menjamin seratus persen kebenaran. Itu hanya sebuah indikasi untuk orang bersikap. Namun karena di create oleh lembaga yang punya kredibilitas tinggi dan didukung oleh otoritas Negara maka jadilah itu sebuah kebenaran. Kebenaran yang memungkinkan orang mengambil resiko dan bertarung dengan ketidak pastian akan masa depan.
Setelah semua terjadi, tidak ada yang bisa disalahkan seratus persen. Ini hanyalah moral. Hukumannya hanyalah denda administrasi. Aturan hukum pidana tidak bisa menjerat kejahatan seperti ini. Samahalnya tidak bisa disalahkan rezim Orde Baru bila data statistic makro ekonomi yang mengindikasikan siap tinggal landas namun nyatanya kandas ditengah jalan. Bila besok ekonomi jatuh kelubang krisis , kita tidak bisa menyalahkan rezim sekarang yang meng create data makro economy tinggi untuk dipercaya.
Harus ada keyakinan pada diri kita sendiri bahwa lembaga rating, Pemerintah adalah mereka yang memang tidak pantas dipercaya. Jadi bila terbukti mereka tidak benar, kita harus siap untuk kecewa.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.