Monday, October 5, 2009

Harga dan Pajak



Rakyat itu adalah mereka yang bayar pajak. Selebihnya adalah sampah. Demikian ungkapan mantan Gubernur DKI dulu ketika sedang gencar gencarnya membangun Jakarta. Bang Ali memeng terkesan pemimpin yang keras dan tak ada basa basi. Dia melontarkan apapun yang menjadi hakikat kekuasaan. Apalagi latar belakangnya sebagai militer." Negara memang menempatkan orang untuk berkuasa dan menentukan harga untuk membayar dan dibayar. Itulah yang terjadi dari masa kemasa. Harga direkayasa untuk dipercaya oleh public. Dari kegiatan perniagaan terjadi proses perputaran uang. Ber gerak dari pemerintah yang mencetak dan melesat ketengah public , dan kemudian kembali kenegara dalam bentuk pajak. Rakyat dan semua organ didalam negara berputar dalam system yang direkayasa untuk mempercayai proses ini. Agar kekuasaan tetap berjalan dan negera tetap exist.

Di dalam harga terkandung dua makna yaitu jerih payah dan laba sebagai reward Dari itulah harga dipahami oleh penyedia barang atau jasa untuk menjualnya kepada konsumen. Reward itu bukan hal yang final karena masih harus dikurangi untuk hak negara sebagai penyedia jasa kepada rakyat. Maklum saja negarapun butuh biaya untuk menjalankan proses pemerintahan. Dan pajak dibenarkan untuk dipungut. Namun belakangan pemerintah tidak cukup hanya menerima pajak dari laba tapi juga bergerak lebih jauh lagi yaitu meminta pula dari harga jual. Namanya pajak penjualan. Konsumenpun dibebani pajak. Belum usai sampai disini. Pemerintahpun merasa belum cukup maka nilai tambah dari barangpun harus pula dipajaki. Namanya Pajak Pertambahan Nilai. Inipun belum cukup. Barang yang diproduksi berkatagori mewahpun dipajaki. Gabungan dari semua itulah akhirnya harga tidak lagi mencermin reward tapi lebih daripada pemerasan untuk berjalannya sebuah system yang bernama negara.

Bukan hanya pajak yang bersifat langsung maunpun tidak langsung diterapkan. Creativitas meningkatkan nilai dari harga terus berkembang. Pemeritah Daerah maupun Pusat tidak pernah kehilangan akal untuk terbentuknya harga baru dengan metode pajak bermacam macam. Ada pajak tontonan,. pajak jalan khusus. pajak penerangan jalan, pajak kebersihan pasar. pajak hasil tambang, pajak hasil pertanian. Pajak irigasi. Pajak cukai dan bea. Hebatnya semua itu dibebankan pada akhirnya kepada rakyat. Bila ini belum cukup maka pemerintahpun bebas merampas uang mereka yang tak terjangkau akses pajak melalui inflasi. . Disisi lain, Para saudagar dan produsen barang maupun jasa juga tak berhenti untuk mengeruk uang dari konsumen. Nilai tambah bersifat mayapun dicreate lewat iklan di media massa. Branded image dibangun, corporate image dibentuk, design etalage dipercantik, packaging dibuat menarik,pelayan dibuat senyum dan cantik. Hingga yang terjadi adalah harga benar benar tidak mencerminkan keadilan tentang proses jerih payah tapi juga pemerasan secara tersembunyi dengan menetapkan harga irrational.

Pemeritah tidak melihat irrational harga sebagai pemerasan. Karena selagi pajak ini dan itu tetap mengalir kedalam kas negara maka semuanya syah saja. Namanya mekanisme pasar bebas. Harga bebas bergerak setinggi tingginya dan tentu semakin tinggi pula negara mendapatkan pajak. Namun kemesraan antara pemerintah dan produsen itu menjadi retak ketika harga barang china membanjir pasar AS. Hampir sebagian besar industri besar AS yang biasa memenuhi etalage supermarket rontok dimakan produksi china. Konsumen tak lagi peduli dengan nasionalisme. Yang murah mendapatkan tempat dihati konsumen. The Fed dalam risetnya mengumunkan bahwa lebih USD 1 trilion per tahun dana konsumen AS dihemat akibat membajirnya produksi china yang murah. Sebuah fakta terbuka bahwa selama ini pemerintah dan produsen AS telah berkonpirasi merampok Publik sebesar USD 1 triliun.

Dir anah pasar uang dan pasar modalpun , kedok keculasan pengusaha dan penguasa terbongkar sudah. Harga saham yang tinggi dan nilai asset keuangan yang menggelembung ternyata hanyalah pemainan pasar yang tidak ada kaitannya dengan nilai instrinsik asset itu sendiri. Tak terbilang jatuhnya nilai asset yang berputar dipasar uang dam pasar modal. Namun ketika kelompok orang kaya yang rakus menderita akibat jatuhnya nilai asset di bursa maka duniapun panic. Tidak sepanik ketika melihat orang miskin antri minyak atau menerima BLT atau mati kelaparan akibat kemiskinan. . Hari ini kita menyaksikan sebuah tatanan dunia baru yang sakit. Menciptakan komunitas minoritas yang culas dan memeras lewat harga dipasar. Kepanikan menghadapi krisis global sekarang ini bukanlah kepanikan untuk memikirkan orang miskin tapi lebih kepada bagaimana menyelamatkan orang kaya yang takut miskin…Karena lewat orang kaya konsumerisme , saudagar dan produsen lah cash mengalir deras kedalam kantong pemerintah untuk bergeraknya roda kekuasaan dan memanjakan rezim.

1 comment:

Note: Only a member of this blog may post a comment.