Tuesday, June 8, 2010

Membangun property modal minimize, minimize risk



" Lokasi dan izin sudah kita kuasai. EPC dan Project management sudah kita tentukan. Semua world class. Trustee agent untuk menjembatani rekening pejualan property share dan bank yang akan memberikan loan sudah kita bentuk. Kalau kita lepas property share, Money broker dari Korea  dan Jepang sudah siap borong. Sekarang keputusan di tangan anda. “ Kata Wenny. Saya mendengar dengan seksama. 

Skema ini memang kami tempuh untuk mempercepat cash flow dan mengamankan fixed income dari pengelolaan resort yang akan kami bangun. Property share sama dengan saham di bursa. Hanya saja dia terhubung langsung dengan ownership atas asset yang ada. Ia berbeda dengan penjualan unit apartement. Ini seperti memecah satu apartment yang dijual dalam pecahan kecil sehingga terjangkau oleh pasar. Artinya satu apartement bisa saja terdiri dari 100 property share. Pejualan property share dilakukan sebelum proyek dibangun. Artinya sebelum proyek selesai dibangun,  kami sudah dapat uang dari investor retail yang  membeli property share. Namun uang dari penjualan property share itu ditempatkan di trustee agent. Kami hanya bisa menguasai uang tersebut setelah pelunasan hutang di bank. Pemilik Property share mendapatkan keuntungan dari sewa atas unit share apartement itu. Kalau mereka ingin menjual kembali property share itu, dapat dijual di market lewat OTC yang dikelola oleh Market maker. Harganya akan naik seiring kenaikan dari value property itu. Skema ini bisa terlaksana di negara yang sudah menerapkan bank tanah. 

“ Ya. Pastikan kontrak dengan money broker di Jepang dan Korea itu settle. Dan pastikan juga track recordnya teruji. Kalau bank setuju dengan reputasi mereka sebagai undertaking skema payment guarantee, itu artinya proyek memang layak  “ Kata saya. Karena maklum proyek property pembangun resort ini dekat dengan Shenzhen China. Memang sangat diminati oleh pebisnis dari Korea dan Jepang untuk weekend. Kalau bank setuju memberikan kredit EPC, itu artinya market secure. Jadi kami membangun dengan modal minimalis namun skala proyek besar. 100% di biayai oleh publik. Namun uang hasil penjualan property share itu baru bisa dicairkan setelah pelunasan kredit EPC ke bank lunas. Sisanya barulah jadi keuntungan kami. Selanjutnya perusahaan akan mendapatkan fee dari  management resort.

“ Siap boss. “ Kata Wenny. Saya tersenyum seraya memperhatikan biduanita yang sedang menyanyikan lagu “ Yang kumau” di cafe Hotel Borobudur Intercontinental Jakarta. Lagu itu dipavoritkan oleh Krisdayanti. Seringnya ku berpikir. Sampai pernah tak pernah jua kutemukan jalan keluarnya. Jika memang bukan ini sudah tamatkanlah. Karenaku tak mau waktuku terbuang. Jangan memaksakan ini. Jika memang bukan yang ini. Karena sesuatu yang peka buat kita jadi masalah. Yang ku mau ada dirimu. Tapi tak begini keadaannya. Yang ku mau selalu denganmu. Jika Tuhan mau begini, rubahlah semua jadi yang ku mau. Karena ku ingin semua berjalan seperti yang ku mau Aaaaaah.

Wenny tersenyum melihat saya begitu serius mendengar lagu itu. “ Lagu apa itu ? bisa terjemahkan” Katanya. Saya coba terjemahkan dengan sederhana. 

“ Ya, tadinya kami begitu bahagia.” Wenny bercerita tentang hidupnya. “ Saling berbagi peduli. Kadang bertengkar yang tidak penting. Bergandengan tangah di tempat temaram. Akhirnya kami harus bercerai. Tak ada yang merencanakan perceraian terjadi. Namun bila terjadi, terjadilah.” Sambungnya. Saya tahu soal perceraiannya.  Dia bisa move on. Tak nampak dia stress. Apa alasannya ? “ Mungkin dia berpikir saya bukan orang yang tepat untuk teman hidupnya. Itu hak dia dan saya harus hormati. “. Demikian katanya dengan tenang menyikapi perceraiannya.

Mungkin tepatnya seperti lantun lagu Too Good At Goodbyes dari Sam Smith. Seorang nampak menangis di stasiun kereta malam. Air mata jatuh ketika pesawat lepas landas. Itulah scene yang dari dulu digambarkan betapa pahitnya perpisahan itu. Hal yang kadang membuat kita harus bertanya mengapa harus "says goodbye." Ada pertanyaan dan jawaban kelu. Tidak ada kebersamaan yang abadi. Pada akhirnya harus terjadi perpisahan. Tidak ada yang perlu disedihkan dan tak perlu ada air mata. Siapapun pasti akan mengalami perpisahan. Pasti.! Setidaknya berpisah mati.

Cerita diatas sering saya temui di banyak pergaulan. Saya menilai mereka orang-orang hebat. Tak terdengar mereka mengeluh menyalahkan orang lain dan merasa dia paling benar. Tak terdengar mereka membenci karena itu. Mereka sudah sampai pada tahap bukan hanya menjalani hidup tapi mengenal hidup dengan rendah hati. Mengapa rendah hati? Karena mereka tidak mengutuki masalah namun menarik hikmah dari setiap masalah yang datang. Hidup mereka adalah mereka sendiri yang jalani dan itu tidak ada kaitannya dengan orang lain. Itu antara mereka dengan Tuhan.

Hidup tidak seperti menarik garis lurus dan memisahkan jalur. Hidup seperti melukis diatas kanvas. Tidak ada tarikan kuas yang salah. Selalu ketika Anda berpikir menarik jari ke kiri menggerakkan kuas, itulah yang terjadi. Itulah yang akan menjadi warna lukisan. Soal sketsa sehebat apapun Anda buat diawal lukisan, ketika mulai menggerakan kuas, yang terjadi ya terjadilah. Hanya ada dua pilihan hentikan melukis atau terus melanjutkan lukisan dengan improvisasi agar yang sudah terlanjur di tores oleh kuas tetap dapat indah dengan tarikan kuas berikutnya.

Kehidupan juga begitu. Kalau kesalahan terjadi sehingga menimbulkan perceraian , perpisahan, jangan berhenti. Terus lanjutkan hidup. Langkah berikutnya akan ada moment untuk lukisan hidup Anda menjadi indah, walau tak seperti sketsa awal. Karenanya jangan dibuat ruwet hidup ini dan kerjakan saja dengan cara berpikir sederhana. Bahkan beragama pun jangan berlebihan. Cintailah dengan cara sederhana. Sesuatu yang berlebihan akan melemahkan Anda. Tuhan itu maha bijaksana dan maha pengatur. Yang ruwet itu karena Anda percaya kepada Tuhan namun anda ingin mengatur Tuhan, agar semua seperti yang anda mau


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.