Lewat setahun bisnis makloon dilakoni, aku berhasil meraih laba sebesar USD 20 juta. Kalau tadinya karyawan hanya James, namun kini sudah ada 40 orang bekerja. Aku berniat untuk ekspansi. Dari Wenny, aku ditawari peluang. Lewat e-mail, ia mengenalkan aku dengan seorang pengusaha di Hangzhou yang berencana menjadi supply chain dari Celuler Device yang pabriknya sedang berkembang hebat di Hangzou Orang itu menginginkan mitra yang memungkinkannya mendapatkan kontrak dengan FxC. Aku segera terbang ke Shanghai.
Di bandara aku dijemput Wenny. Sebagai tenaga analis di pusat riset investasi, aku mendapatkan penjelasan dari Wenny tentang kehebatan insinyur China di bidang elektro. Aku baru tahu bahwa sebagian besar pengusaha di bidang hi-tech di China merupakan alumni dari China Academic Science. Mereka tadinya bekerja lebih banyak di pemerintahan, khususnya militer dalam riset persenjataan. Tapi seiring dengan berubahnya China di bidang politik dan ekonomi, para insinyur itu terseret dalam arus kencang perubahan itu.
Nampaknya mereka tidak mau berdiam diri menanti peluang kemakmuran dari para pedagang dan Pemerintah. Di era Deng Xioping, ratusan ribu dari mereka mengajukan pengunduran diri sebagai PNS dan terjun ke dalam kancah wirausaha. Mereka harus belajar bisnis dan mengenal medan kompetisi, atau mereka akan digilas oleh perubahan. Proses itu dilalui sambil mereka terus belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda dari sebelumnya, ketika mereka jadi PNS.
Dari Shanghai dengan menggunakan train, aku meluncur ke Hangzhou bersama Wenny. Di kantor temannya itu kami diterima dengan sangat ramah. Namanya Wang. Usianya sebaya denganku. Nampak terpelajar dengan bahasa Inggris yang bagus. Betapa terkejutnya aku, dari kantornya yang sederhana itu ia memimpin riset dan memproduksi alat yang sangat vital untuk misi pesawat ulang alik dari NASA. Bukan itu saja, ia juga memegang paten untuk beberapa peralatan elektro yang dipakai oleh Boeing. Pabriknya menjadi supply chain untuk NASA dan Boeing. Omzetnya setahun di atas USD 100 juta.
"Begitu hebatnya bisnis Anda, mengapa Anda menawarkan kerjasama dengan saya?,” kataku ketika ia mengundang makan malam.
"Alasannya karena saya mengenal baik Wenny. Ialah yang merekomendasikan Anda untuk bermitra dengan saya. Kedua, business network Anda yang luas khususnya dengan pengusaha Taiwan itu juga penting. Dan ketiga, saya suka dengan Anda, Jaka".
"Tapi saya tidak begitu paham dunia elektro dengan standar hi-tech "
"Saya yakin Anda bisa belajar cepat. Tidak sulit kok. Teknisnya itu urusan kami. Sebaiknya Anda pelajari proposal bisnis kami dulu, setelah itu Anda kami tunggu untuk membicarakan lebih jauh bagaimana kemitraan itu akan dijalankan," katanya seraya menyerahkan dokumen yang tidak begitu tebal. Aku berjanji akan mempelajarinya dengan cepat.
Usai makan malam, aku kembali ke hotel bersama Wenny. "Terimakasih kamu sudah rekomendasikan aku kepada mereka. Kelihatannya mereka orang hebat. Mengapa kamu rekomendasikan aku kepada mereka?,” kataku kepada Wenny ketika di dalam taksi.
"Walau kita belum lama kenalan namun dari komunikasi e-mail dan pembicaraan lewat Skype, pertemuan, aku tahu kamu orang baik dan punya visi hebat dalam bisnis. Entah mengapa aku percaya. Boleh kan?," katanya.
"Bagaimana dengan suami kamu?." Aku khawatir kedekatannya membantuku mengganggu hubungannya dengan suami.
"Aku sudah bercerai sejak setahun lalu. Aku hidup bersama seorang putra. Sekarang ia masih sekolah dasar tingkat 8", katanya. Sekarang baru aku tahu bahwa Wenny seorang single parent. Sesampai di hotel, aku langsung ke kamar karena lelah sekali. Dan ia juga ke kamarnya.
Kami janji besok pagi bertemu di restaurant untuk breakfast. Usai breakfast, kami langsung check out. Aku menuju bandara untuk pergi ke Shenzhen, dan Wenny ke stasiun kereta menuju Shanghai. Aku berjanji akan keep in touch dengan Wenny. Juga berjanji akan mem-follow up peluang bisnis yang ditawarkan temannya itu.
Lewat sebulan setelah bussiness trip ke Hangzhou, aku ditelepon oleh relasi dari New York untuk bertemu di Hong Kong. Ia seorang warga negara AS. Tadinya di tahun 90an, ia bertugas sebagai penasehat ahli Pak Harto untuk urusan Pertamina. Aku mengenalnya sangat dekat, tapi ia lebih menganggap aku sebagai anaknya. Usai tugasnya di Indonesia, ia kembali ke AS. Belakangan aku mendapat informasi bahwa ia dipercaya sebagai Direktur Deposit Trust Corporation (DTC). Ya, semacam perusahaan penyelenggara clearing perdagangan surat berharga. Sejak ia kembali ke AS, aku tetap menjalin komunikasi dengannya karena ia senang menjawab semua pertanyaanku seputar dunia keuangan. Berkatnya pula aku berkesempatan ikut kursus Financial Engineering di World Bank.
Jam 8 pagi aku sudah berada di Stasiun Louhu Shenzhen menuju Hong Kong. Janji dengannya jam 11 pagi. Aku mampir ke toko bebas bea untuk membeli cigar kesukaannya. Walau usianya hampir 70 tahun, tapi ia tetap sehat dan masih menyukai cigar. Ia menginap di hotel Conrad, Central Hong Kong. Aku rindu kepadanya. Rindu akan kebersamaan dulu saat menemaninya makan sate Pak Kumis di Blora.
Benarlah, ketika aku masuk ke lobby hotel ia sudah menanti di depan. Dengan wajah berhias senyum akrab, ia merentangkan kedua tangannya siap menerima pelukan hangatku. Ia menuntunku ke cafe yang ada di hotel itu. Aku menyerahkan dua kotak cigar. Ia senang sambil memeluk hangat, "Kamu anak yang berbakti dan tahu apa yang orang tua suka".
Ia bertanya tentang Indonesia dan juga menanyakan kemajuan binisku di China. Aku menyimpulkan bahwa ia senang membaca e-mail kisah tentang hijrahku ke China. Itu keputusan yang tepat, menurutnya.
"Saya ada rencana mau membangun pabrik untuk jadi mitra FxC sebagai supply chain. Tapi prinsipal mereka di Taiwan tidak mempercayai saya, atau tepatnya saya tidak dipandang sebelah mata pun oleh mereka. Teman saya di Hong Kong bilang memang tidak mudah bermitra dengan FxC. Tapi kalau mereka setuju mereka akan menjadi angel yang hebat dalam membina mitranya berkembang. Sudah hampir sebulan mendekati mereka, jangankan meeting dengan Boss mereka, untuk ketemu dengan level manajer saja tidak bisa. Network saya di Taipei tidak bisa bantu", kataku.
"Bagaimana kesiapan teknologi kamu?”
"Saya dapat dukungan dari mitra di Hangzhou. Mereka qualified bermitra dengan perusahaan sekelas Apple. Produk mereka sudah dipakai oleh NASA dan juga Boeing”. Ada rencana China akan mengurangi quota ekspor Rare Earth ( logam tanah jarang). Ini peluang besar sekali bagi industri hilir China, dibidang high tech.
"Jaka, apa satu-satunya yang disegani perusahaan raksasa?” Katanya dengan raut wajah rilex namun serius
"Pemerintah"kataku tegas
"Salah!”
"Jadi siapa?” Aku tahu dia sudah tahu jawabannya.
"Konglomerat Venture Capital“.
"Salah!”
"Jadi siapa?” Aku tahu dia sudah tahu jawabannya.
"Konglomerat Venture Capital“.
"Oh, ya. Tapi apalah saya?”
"Eh, kamu itu anak saya. Tidak ada orang boleh sesukanya merendahkan putra saya. Tidak usah khawatir. Saya kenal orang yang bisa paksa Boss FxC di Taiwan telepon kamu dan undang kamu makan malam. Saya akan atur itu", katanya sambil menepuk bahuku dan melepaskan asap cigar ke udara.
Benarlah. Seminggu kemudian Boss FxC melalui sekretarisnya mengundangku ke Taipei. Jam dan tanggal telah ditentukan untuk pertemuan itu. Artinya aku hanya punya waktu 3 hari mempersiapkan diri menjelang pertemuan itu. Rencananya aku akan berangkat ke Taipei bersama direkturku. Tapi jadwalnya padat tanggal tersebut ada di Spanyol untuk melakukan negosiasi bisnis dengan Group Mondial sebagai buyer potensial garmen kami. Keesokannya aku mendapat kabar bahwa pertemuannya dipercepat. Tapi tempatnya di Bangkok, karena sang Boss FxC ada business trip ke Bangkok.
Aku menghubungi Wenny untuk mendampingiku dalam meeting itu. Tentu aku tidak begitu berharap banyak ia ada waktu, mengingat ia terikat dengan jam kantornya. Tapi Wenny langsung menyanggupi. Aku mengirim tiket dan uang untuknya terbang ke Hong Kong bergabung denganku.
Agar lebih praktis, aku dan Wenny menginap di hotel yang sama dengan Boss FxC di mana pertemuan itu akan berlangsung. Jam 7 malam aku dihubungi via telepon untuk datang ke kamar Penthouse sang Boss. Dengan cepat aku melangkah ke lift utama, ke kamar penthouse. Kulirik Wenny di dalam lift, dan baru aku sadar ia terlihat cantik dengan gaun malamnya. Berbeda, tidak seperti sehari-hari mengenakan blazer dan celana panjang. Ia tersenyum ke arahku. Mungkin merasa aku perhatikan.
"You look so beautiful", kataku tanpa bilang gaunnya indah. Ia merona wajahnya.
"Thanks", katanya menundukkan wajah. Wanita China tidak suka dibilang cantik karena pakaiannya. Sejauh ini Wenny bersikap sangat formal terhadapku. Lebih terkesan rasa hormat yang berlebihan, dan aku menjaga sikap itu dengan baik.
Ketika pintu lift terbuka, kami sudah dinanti oleh sekretaris perusahaan. Dengan ramah ia menuntun kami ke ruang penthouse.
Ketika ada di dalam ruangan, kami dipersilahkan duduk di ruang tamu. Terdengar dari ruang tidur, sang Boss sedang berbicara di telepon. Kami menunggu 15 menit, sang Boss keluar dari kamar tidur menemui kami.
"Jaka?, katanya ramah mendatangiku untuk berjabat tangan. Sepertinya dia sudah hafal namaku dari seseorang yang merekomendasikanku.
"Ya, Pak", kataku dengan raut wajah ramah seraya membungkukan tubuh setengah.
Ia memperkenalkan namanya dan juga staf yang mendampinginya. Aku juga memperkenalkan Wenny sebagai temanku. Pertemuan itu cukup singkat. Hanya 10 menit. Sekedar bicara kosong dan lebih banyak menceritakan kesibukannya untuk memperluas pasar produknya di ASEAN. Aku hanya menjadi pendengar yang baik. Tidak ada keberaianku memulai bicara soal proposal kemitraan. Sampai pertemuan itu berakhir. Namun ketika hendak ke luar ruangan penthousenya, Ia berbisik, "Jaka, segera ajukan proposal Anda. Kami siap mendukung Anda menjadi bagian dari keluarga FxC."
Aku terkejut dan akhirnya merasa terharu ketika ia menyalamiku dengan hangat sambil menepuk bahuku, “Anda masih muda. Masa depan Anda masih panjang," katanya.
"Tanpa dukungan Anda, saya bukan siapa-siapa", kataku sambil setengah membungkukkan tubuh. Ia mengangguk dengan senyum berwibawa. Dengan adanya dukungan dari FXC maka aku dapat menegaskan siap bekerja sama dengan temannya Wenny di Hangzhou. Untuk itu aku akan ajukan proposal bisnis kepadanya.
Untuk mempertajam konsep kemitraan tersebut aku meminta konsultan Global Strategy Business memberikan second opinion mengenai analisa Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) bisnis bermitra dengan FxC, dan juga bisnis elektro. Itulah yang ada dalam pikiranku dalam penerbangan ke Hong Kong dari Bangkok.
"Mungkin bulan depan aku pindah ke Hong Kong", kata Wenny.
"Mengapa tidak lagi di Shanghai?”
"Dapat pekerjaan lebih baik".
"Oh ya, selamat. Di mana kerjanya?”
Wenny menyebut nama perusahaan tempatnya akan memulai karir di Hong Kong. Itu perusahaan investasi dari Jepang.
"Mungkin bulan depan juga aku akan mendirikan perusahaan di Hong Kong. Karena untuk follow up bisnis supply chain akan lebih baik menggunakan perusahaan terdaftar di Hong Kong".
"Kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan telepon aku ya, Jaka".
"Tentu. Terimakasih".
Wenny tersenyum. "Aku tak ingin kamu kecewa berbisnis dengan Wang."
"Tenang saja. Kita akan lewati ini bersama-sama”.
Butuh dua tahun proses sampai akhirnya dapat persetujuan dari Fxc. Bantuan dan dukungan Wenny sangat luar biasa sampai proyek bisa disetujui. Dukungan dari pemerintah China juga sangat besar memaksa FxC bermitra dengan kami. Setelah itu kami membangun industry supply Chain berupa LCD untuk device smartphone dan moulding chip. Wenny juga membantu aku mendapatkan sumber pembiayaan. Setahun atau tahun 2009, industry supply chain Fxc sudah terbangun. Selanjutnya di tangan Wang pengembangan bisnis ini. Aku percaya itu. Dan Wenny mengundurkan diri di kantornya untuk bergabung denganku mendirikan bisnis shadown banking yang kemudian menjadi Asset management company.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.