Wednesday, September 26, 2012

Mental wirausaha bertumpu kepada iman



Kemarin ketemu teman dalam kesempatan makan malam di South Pacific Hotel, Hong Kong. Kebetulan dia ada di sana bersama relasinya. Lama kami tidak bertemu. Saya senang melihat dia sehat dalam usia mendekati setengah abad. Kami satu usia. Juga sangat akrab sebelumnya. Jadi saya mengenal dia dan juga keluarganya dengan baik. Usai dengan acara masing bersama relasi, kami ngobrol santai di Top Floor Executive Lounge. Dia bercerita tentang pengalaman hidupnya yang tidak saya ketahui setelah lebih 10 tahun tidak bertemu. Pabriknya di Tangerang terpaksa ditutup dan dilelang oleh BPPN. Setelah itu istrinya minta cerai. Anaknya yang tertua sekolah di Amerika dan memilih untuk tidak ingin pulang ke Indonesia setelah mengetahui orang tuanya bercerai. Anaknya yang nomor dua ikut sama istrinya. Mitra bisnisnya menghilang begitu saja ketika mengetahui dia jatuh miskin. Ada niat untuk pulang kampung tapi tidak tahu mau ngapain. Saya terharu mendengar ceritanya itu. Tapi dia nampak tegar dan seakan sudah melupakan itu semua.

Padahal saya tahu pasti teman ini adalah suami yang sangat penyayang kepada keluarga. Walau istrinya tidak begitu cantik namun dia sangat setia dan mencintai istrinya. Walau saya tahu sifat istrinya sangat keras yang bertolak belakang dengan sifatnya yang penyabar namun rasa hormatnya kepada istrinya begitu tinggi. Dia juga seorang ayah yang baik menurut saya. Putra putrinya sedari SLP sudah dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan terbaik. 

Dia seorang sahabat yang menentramkan bagi siapa saja. Mudah menolong dan sangat perhatian dengan teman temannya. Tak mudah marah dan lebih banyak tersenyum. Para karyawan di pabrik maupun di kantor tahu pasti bahwa dialah mungkin satu satunya bos yang mau makan di kantin karyawan tanpa ingin diperlakukan istimewa. Tak pernah membentak buruh, dan selalu memanggil buruh dengan nama panggilan akrap. Dia hampir hafal nama semua staff dan karyawannya yang berjumlah hampir 1000 orang. Saya juga tahu bahwa dia pengusaha yang punya komitment kepada mitranya. Dia selalu membayar pajak dengan jujur dan selalu tak pernah menolak bila diminta berpartisipasi dalam program social.

Namun ketika badai krisis moneter terjadi, dia termasuk salah satu korban akibat kurs rupiah yang terjun bebas. Maklum saja hutangnya di bank sebagian besar bermata uang dollar sementara penjualannya dalam bentuk rupiah. Tidak ada yang salah dengan bisnisnya. Yang salah adalah pemerintah yang gagal mengendalikan moneter. Kemudian, tidak ada yang salah dengan dia sebagai suami tapi istrinya yang tak sabar dalam kemiskinan dan akhirnya meminta cerai. Tak ada yang salah dengan dia sebagai ayah tapi anak anaknya lebih memilih ikut istrinya dan melupakannya. Tidak ada yang salah dengan dia sebagai mitra tapi para mitranya meninggalkannya ketika dia bangkrut. 

Hancurkah dia? Tidak. Dari caritanya , saya tahu dia menerima itu semua dengan ikhlas. Menurutnya , begitu banyak keinginan kita, begitu banyak harapan kita namun pada akhirnya yang terjadi terjadilah. Tidak ada yang perlu disalahkan. Itu bukanlah antara kita dengan mereka, katanya. Tapi antara kita dengan Tuhan , untuk menguji kesabaran dan keikhlasan kita agar menjadi manusia yang sempurna.

Saya terkejut dengan ungkapannya itu. Sebuah hikmah yang teramat dalam dan teramat sulit dipahami oleh kebanyakan orang yang hidup selalu berkeluh kesah karena istri yang cerewet dan tak setia, anak yang bandel, mitra yang culas, pemerintah yang brengsek dan lain sebagainya. Padahal itu semua tak lain sebagai tanda dari kehadiran Allah dalam kehidupan kita ; melalui anak istri, sahabat, mitra, lingkungan, Allah berdialogh tentang sabar dan ikhlas. Karena bila Allah berkehendak baik, tak sulit bagi Allah untuk membuat semua manusia di dunia ini baik. Begitupula sebaliknya. Jadi tak perlulah terlalu larut dengan banyak kecewaan dan juga tak perlulah terlalu euphoria dengan apa yang terjadi. Apapun dalam hidup ini harus disukuri. Karena mungkin banyak keinginan kita tidak terpenuhi namun yang pasti semua kebutuhan kita di penuhi oleh Allah. Lihatlah udara diberi gratis untuk kita bernafas. Matahari bersinar untuk memungkinkan proses ekosistem, mutual simbiosis , mata rantai makanan terjadi dengan sempurna untuk menjadikan bumi sebagai tempat kehidupan bagi manusia.

Benarlah, setelah melewati goncangan hidup , dia kini nampak sangat matang dalam hidupnya. Dia menemukan ketenangan hidup. Dia sadar tidak ada yang perlu dikawatirkan didunia ini karena semua pada akhirnya kembali kepada Allah. Ketika dia berhasil membangun kembali bisnisnya, istrinya dan anak anaknya minta berkumpul kembali. Dia terima tanpa dendam apapun. 


Itulah buah sabar dan ikhlas. Ya, baik dan buruk selalu bersanding dalam hidup ini. Belum tentu kesulitan , kekecewaan dalam hidup ini lebih buruk ketimbang kelapangan dan kesenangan. Juga belum tentu kelapangan dan kesenangan dalam hidup ini akan lebih baik ketimbang kesulitan dan kekecewaan. Karena bukan tidak mungkin di balik kesulitan dan kekecewaan itu tersembunyi hikmah untuk membuat kita lebih baik di hadapan Allah. Ditengah obrolan itu kami terdiam ketika mendengar lagu I have a dream dari ABBA yang dilantunkan oleh penyanyi asal Filiphina. Usai lagu itu, kami berdua tersenyum.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.