Dalam satu kesempatan saya bertemu dengan Rere. Ketika itu dia meluncurkan program binaan perusahaannya kepada usaha kecil yang memproduksi pot bunga dari cor beton. Alatnya menggunakan moulding buatan pengrajian dari Tegal dengan metode press secara manual. Saya tahu ini bagian dari marketing bisnis kepada Usaha kecil dengan cara mendapatkan produktifitas tanpa harus bayar upah. Tetapi kerjasama dengan perusahaan menyediakan pemasaran dan tekhnologi , pengrajin rumah tangga yang memproduksi. Setelah acara seremonial. Saya diskusi dengan Dosen dari PTN yang ikut dalam acara itu.
“ Saya pernah ke China beberapa tahun lalu dalam acara studi banding. Ada yang belum saya mengerti. Bagaimana negara bisa menggerakan sektor usaha informal secara massive dan mereka serentak berproduksi.” Katanya dengan kagum. “ Pertanyaan saya darimana negara menyediakan dana binaan sebanyak itu ? Sambungnya.
“ Negara engga keluar uang. Kalau negara keluar uang, berapapun engga akan cukup membina ratusan juta usaha informal itu “ Jawab saya singkat.
“ Lantas darimana rakyat dapat uang dan peluang? Katanya.
“ Di China, “ Kata saya seraya menatapnya dengan tersenyum. “ mereka gemar sekali berkelompok dan bergotong royong menyelesaikan masalahnya. Tak penting siapa yang akan mengkoordinirnya. Bagi mereka yang penting ada orang yang mau memimpin kelompok itu. Orang china itu dalam ring terkecil mereka mengorganisir dirinya lewat system arisan. Antar kelompok arisan ini mereka membentuk perkumpulan berdasarkan bidang profesi, seperti antar petani kol, antar petani beras , antar pengrajin dan lain lain. Dari perkumpulan berdasarkan bidang profesi ini mereka membentuk lagi perkumpulan berdasarkan kecamatan. Dari kecamatan membentuk perkumpulan kabupaten. Begitu seterusnya. Tapi susunan perkumpulan ini tidak terstruktur sebagaimana design pemerintah seperti dikita dalam sistem INKUD denga KUD. Di China sistem itu tumbuh alamiah atau budaya.
Makanya strukturnya seperti jaring laba laba. Peneliti barat mengatakan ini sistem ring to ring. Dari satu lingkaran kelingkaran berikutnya dalam ikatan yang kokoh atau seperti sarang lebah, di mana diantar lingkaran itu ada palka. Dalam hal palka ini berisi para cerdik pandai yang menjadi penghubung antar ring dengan ring itu.”sambung saya.
“ Bisa kasih contoh” katanya
“ Ketika pemerintah memberikan kebijakan agar rakyat boleh berkelompok membangun kawasan perumahan. Maka segera kekuatan ring to ring itu bergerak cepat. Para mentor dari kalangan kampus dan tokoh masyarakat tampil menjadi pencerah atas program pemerintah itu. Para ketua arisan, ketua kelompok, ketua wilayah memasarkan Kupon kepemilikan rumah kepada anggotanya masing masing. Hasil penjualan kupon itu tidak dipakai untuk membangun rumah. Tapi dananya di pool dan ditempatkan sebagai jaminan di bank untuk mereka mendapatkan fasilitas pinjaman dari bank. Di China bunga bank sangat murah. Untuk kegiatan ini bunga bank tidak lebih 1,5% per tahun. Bank bukan hanya memberikan kredit juga membantu struktur pendanaan lewat turn key project. Setelah project selesai dibangun maka kupon itu di tukar dalam bentuk obligasi bagi hasil atau revenue bond. Obligasi ini diperjual belikan sebagai alat investasi oleh perkumpulan tingkat propinsi dan pusat. Disini nampak dana orang kaya di kota mengalir ketingkat bawah secara sistematis tanpa dipaksa.
Hasil penjualan Revenue Bond itulah dijadikan alat pelunasan hutang kepada Bank. Nilai revenue bond akan terus meningkat di pasar seiring peningkatan nilai kawasan itu. Atau sama saja seperti kita pegang sertifikat rumah dalam nilai pecahan kecil. Kalau harga rumah naik maka revenue bond juga akan naik nilainya. Hampir semua sarana dan prasarana di dalam kawasan dibangun dengan konsep seperti itu. “
“ Wah menarik. Ada contoh lain ?
“ Contoh, Kelompok industri pengolahan pangan seperti Makanan kaleng, kripik, dan lain lain , ingin membangun zona agro industri. Maka kelompok arisan petani akan otomatis menjadi pembeli revenue bond itu karena mereka tahu bahwa kawasan industri itu akan digunakan oleh perusahaan yang akan menjadi pembeli produk pertanian mereka. Antar kelompok arisan itu juga punya hubungan vertikal dan horisontal dengan berbagai kelompok arisan lainnya , yang berbeda beda wilayah, bidang profesi , bidang kegiatannya. Inilah sebagai financial resource. Dari mereka untuk mereka.” Kata saya.
“ Tentu sistem jaring laba laba itu sangat kuat menghalangi kekuatan luar yang ingin mengontrol mereka. Karena mereka punya financial resource sendiri. Sangat sulit ritel modern yang kuat modal bisa menembus ini. Bagaimana mereka orang awam bisa secerdas itu menghadapi pemaian atas ?
“ Ini bisa terjadi karena antar orang berilmu dengan orang awam bergandengan tangan , antar orang kaya dan miskin saling bergandengan tangan, antara industri dan pemasok bergandengan tangan, antara dunia usaha dan perbankan bergandengan tangan. Antara semuanya terhubung dalam ikatan saling mengikat diri secara rumit namun fleksibel. Tidak ada UU atau Peraturan pemerintah untuk menghasilkan design seperti ini.”
“ Mengapa bisa begitu ?
“ Itu ada karena budaya China yang suka bergotong royong , hidup hemat, bekerja keras, setia dengan teman, menghargai orang yang lebih tua, menghormati orang berilmu dan cinta kepada mereka yang lemah. Dari komunitas seperti inilah , konsep apapun yang sesuai dengan akar budaya mereka , akan diterima dan dilaksanakan secara otomatis. Pemerintah China, paham betul bagaimana mengelola komunitas diatas 1 miliar itu tanpa terjebak dengan konsep dari dunia barat , dengan segala konsep nilai nilai demokrasi. Buktinya hanya butuh 30 tahun, china sudah menjadi kekuatan nomor dua didunia.” Kata saya.
“ Seharusnya Indonesia lebih hebat dari china soal membangun komunitas. Karena Agama dan budaya kita mengajarkan soal kebersamaan. Sholat, kita di sunnahkan, juga diwajibkan berjamaah. “
“ Sebetulnya kekuatan ekonomi kita secara agama oleh Jokowi sudah dilembagakan lewat UU dan aturan. Tapi belum dioptimalkan. “ Kata saya.
“ Apa itu ?
“ Dari hasil kongres Ekonomi umat itu MUI mengajukan financial solution sebagai financial resource bagi umat. Ini ide hebat. Karena masalah ekonomi umat adalah buruknya akses pendanaan. Solusi hebat itu adah membentuk Bank wakaf. Data dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf tanah saja di atas Rp 370 triliun, sementara wakaf tunai Rp 180 triliun. Ini belum termasuk menghitung potensi wakaf tanah yang masih belum muncul, yang bisa mencapai Rp 2.000 triliun. Hebat kan. Jokowi menerima usulan dari Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) untuk membentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Dan OJK memberikan persetujuan dengan nama Bank Wakaf.”
“Wow dahsyat sekali. Baru tahu saya. Gimana struktur dana wakaf ini ?
“ Ada tiga yaitu donatur, pesantren dan masyarakat produktif. Badan hukumnya adalah koperasi. Jadi bank wakaf bukanlah bank yang menerima simpanan. Skema permodalan dari Bank Wakaf Mikro ini juga terbilang unik. 1 LKMS akan menerima dana dari Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) , juga kemungkinan dana Desa, sekitar Rp 3 miliar sampai Rp 4 miliar. Dana tersebut tidak akan disalurkan semuanya menjadi pembiayaan, melainkan sebagian akan diletakkan dalam bentuk deposito di bank umum syariah agar likuiditas bank syariah juga meningkat guna mendorong distribusi modal kepada rakyat.“
“Wah hebat. Skemanya gimana kalau Donatur mewakafkan tanah “
“ welcome! Bank wakaf mengelola tanah itu menjadi bernilai uang.”
“ Bagaimana caranya ?
“ Bank wakaf akan menjadi manager investasi dengan mempertemukan orang yang punya uang dengan pemberi wakaf tanah itu. Dari kegiatan kerjasama ini bisa menghasilkan berbagai proyek. Bisa saja bangun pasar , rusun, kawasan industri, dll. Dari hasil proyek ini , pendapatan bagian tanah wakaf akan menjadi sumber dana donasi bagi Bank Wakaf membiayai program pemberdayaan umat.”
“ Skema pembiayaannya ?
“ Skema pembiayaan melalui Bank Wakaf Mikro adalah pembiayaan tanpa agunan dengan nilai maksimal Rp3 juta dan margin bagi hasil setara 3 persen per tahun.”
“ Bagaimana risk managemen dari Bank Wakaf ini?
“ Maklum karena bank wakaf menerapkan bagi hasil dan tanpa agunan. Maka risk management nya ada pada trust dari nasabah. “
“ Gimana nasabah dapatkan trust tersebut ?
“ Dia harus mengikuti program pelatihan yang di tunjuk oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Dari pelatihan ini dia akan dapat sertifikasi untuk layak dapatkan pinjaman modal dari Bank Wakaf.
Jadi sebetulnya ini adalah jenis skema pembiayaan venture, tidak jauh beda dengan di China. Secara bisnis dimana pengelola dana jadi angel atas nasabah. Dan dalam jangka panjang bila nasabah itu sukses maka bagi hasil yang diberikannya akan memperkuat dana Bank wakaf untuk membantu yang lain. Ya semacam dana bergulir, namun diterapkan secara modern dengan SOP dari Otoritas Jasa Keuangan. Maka potensi asset tidur, kewirausahaan dan komunitas islam bisa menjadi potensi ekonomi yang dahsyat untuk menjadi penggerak ekonomi kerakyatan yang berbasis gotong royong.”
“ Ya. Program ini adalah financial engineering ala syariah. Dari bank wakaf itu, kita tidak berharap muluk agar semua umat islam jadi pengusaha. Cukup tiga juta komunitas Islam yang sukses di bina itu mampu menjadi wirausaha kelas kecil menengah dengan serapan angkatan kerja 10 orang saja per unit usaha maka jumlah tenaga kerja terserap 30 juta orang. Kalau setiap orang itu menanggung 1 istri dan dua anak maka jumlah yang hidup dari komunitas itu sebanyak 90 juta orang. Kalau ditotal maka jumlahnya 120 juta orang. Ini sudah setengah dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini tidak termasuk stake holder yang terangkat akibat gerakan 3 juta orang itu, yang mungkin jumlahnya sama dengan 120 juta orang. Dengan demikian tuntaslah keadilan sosial terjadi di Indonesia Jadi secara agama dan budaya kita ini sudah alat untuk makmur. Tetapi kenapa kekuatan ekonomi itu tidak diberdayakan secara massive ?“ Katanya.
“ Secara politik Jokowi sudah memberikan perlindungan atas program ini lewat aturan dari OJK. Nah implementasinya ada tergantung pada tokoh agama dan masyarakat terpelajar. Di China semua tokoh agama, adat, kaum terpelajar bergandengan tangan dengan pemerintah. Nah dikita kan, sebagian malah tidak berbuat apa apa, malah ikut memprovokasi rakyat kecil jadi halu dengan program khilafah, pancasila bersyariah. Sementara kegiatan ekonomi yang menyentuh rakyat langsung kurang diperhatikan. Padahal semua tahu kemiskinan itu mendekatkan orang jadi kafir. Tapi ini malah kemiskinan rakyat dijadikan alat untuk berpolitik. Bukannya dijadikan lahan untuk berjuang membela mereka liwat program binaan, agar mereka makmur dan terhindar dari kekufuran. “ Kata saya.
“ Jadi gimana solusinya?
“penyelesaian masalah bangsa ini harus melalu revolusi mental dengan pendekatan kepada moral budaya dan agama. Agama selain bagai elang (águila) yang terbang dengan idealisme spiritual yang tinggi untuk mencapai kesempurnaan pribadi, tetapi juga membumi bagai induk ayam (gallina) yang terlibat secara etis pragmatis dalam keseharian. Artinya bagaimana gerakan dakwah agama bisa melahirkan semangat kemandirian ditengah masyarakat. Bagaimana mentranformasi dari masyarakat yang apatis ,pesimis, korup menjadi masyarakat yang progressive, passion, berikhsan.” Kata saya. Dia termenung.
“ Jadi, kalau tokoh agama bisa mengaktualkan dakwah dalam bentuk semangat berwirausaha, dan tidak berpolitik, tentu kita lebih hebat dari Cina.” Katanya. Sekarang saya tersenyum. Karena dia memahami arah pembicaran saya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.