Saturday, May 9, 2020

Infrastruktur IT.


Dari Beijing saya berangkat ke Guangzho untuk melihat fasilitas logistik. Saya berniat membangun pusat logistik di Indonesia. Dalam perjalanan menuju stasiun direktur saya memesan ticket melalui smartphonenya. Di dalam aplikasi itu sudah ada jadwal keberangkatan. Kita tinggal pilih jam berapa. Sampai di stasiun kereta, tidak ada orang china antri beli ticket. Kalaupun ada yang antri itu pasti turis asing. Saya masuk gate stasiun tidak perlu perlihatkan ticket dan tidak ada petugas mengawasi. Saya cukup tempel passport saya maka gate sudah terbuka. Mengapa ? karena saya sudah memasukan data wajah saya melalui face application sejak tahun lalu di China. Di gate itu ada kamera yang bisa mengenali wajah saya sesuai dengan passport. Didalam kereta tidak ada petugas yang memeriksa ticket saya. Waktu ingin pesan makanan, saya tidak perlu bayar tunai. Cukup tempelkan QRC pada smartphone saya, pembayaran selesai.

Sampai di Guangzho, saya langsung ke pusat logistik. Kalau anda berkunjung ke Pelabuhan atau terminal, anda membayangkan suasana yang semrawut dengan banyaknya pekerja hilir mudik. Tetapi di era sekarang pusat logistik itu seperti pusat kawasan komersial modern dimana taman kota dan pusat rekreasi termasuk restoran tersedia. Suasana kesemrawutan pelabuhan atau terminal itu tidak nampapk sama sekali. Mengapa ? karena semua dikerjakan dengan sistem IT.  Setiap kendaraan yang masuk ke pusat logistik, sopir cukup menempelkan gadget nya ke gate. Gate terbuka. Selanjutnya truk standby di tempat parkir. Dalam beberapa saat akan datang  forklift  membawa barang sesuai pesananan. Semua diarahkan oleh komputer lewat IT system.

Yang mengagumkan adalah di dalam pelabuhan itu ada ribuan kontainer di lapangan dan ribuan jenis barang yang terdapat didalam gudang. Hebatnya forklift yang diremot oleh komputer system dapat menemukan dengan tepat dimana barang itu berada dan mengambilnya untuk diantar dimana truk itu parkir. Perhatikan proses ini. Memang keliatan sederhana.Namun sesungguhnya tekhnologi dibalik itu sangat rumit. Pertama, data barang disimpan di server memuat data setiap item barang dimana lokasinya, nama rak nya, dan lain. Kedua,  Server itu dapat diakses dengan beragam aplikasi pendukung, seperti pencatatan barang, kepemilikan, prosedur penyimpanan dan  pengiriman, pembayaran uang sewa gudang dan jasa pendukung lainnya. Ketiga, server itu dapat diakses tidak harus menggunakan komputer tetapi dapat juga diakses dengan Smartphone. 

Nah bayangkan kalau itu semua dikerjakan oleh manusia tentu ribuan pekerja harus disediakan. Kalau hanya diakses oleh komputer tentu supir truk harus bawa dokumen untuk diserahkan kepada petugas operator komputer. Sibuknya luar biasa. Tetapi berkat teknologi cloud semuanya jadi mudah dan efisien. Munculnya teknologi baru ini, atau dikenal sebagai Revolusi Industri Keempat (atau Industri 4.0), akan memodernisasi segala aktifitas bisnis dan sosial. Nah apa saja infrastruktur agar tekhnologi cloud itu dapat di terapkan. Harus menyediakan server, perlengkapan jaringan, sumber daya penyimpanan, dan perangkat lunak yang diperlukan untuk membangun aplikasi yang dapat diakses oleh cloud. Dalam infrastruktur cloud, aplikasi dapat diakses dari jarak jauh menggunakan layanan jaringan seperti jaringan area luas (WAN), layanan telekomunikasi, dan Internet.

Dari segi penyediaan server, Big Data,perangkat lunak itu disediakan oleh perusahaan provider yang disebut dengan Cloud service provider (CSP). Namun investasi ini sangat mahal. Orang tidak takut untuk invest asalkan tersedianya infrastruktur jaringan. Contoh munculnya bisnis unicorn dan datacorn itu karena didukung oleh tersedianya jaringan berupa fiber optik dan satelite. Dalam hal kasus Google atau Amazon, Alibaba, facebook, mungkin mereka tidak ada kesulitan membangun sendiri infrastruktur jaringan. BIsa Joint dengan network provider, atau melakukan Buy out. Tetapi bagaimana dengan perusahaan start up yang tidak ada modal menyediakan infrastruktur itu? Makanya negara wajib mengeluarkan kebijakan agar tersedianya infrastruktur jaringan itu. Istilah inilah yang disebut Toll langit oleh Ma’ruf Amin.

Dengan tersedianya jaringan internet yang luas maka Cloud service provider (CSP) akan berkembang untuk melayani berbagai aplikasih bisnis tanpa orang harus bangun sendiri infrastrutur. Ini akan membuat semua bisnis dari rumah sakit, perhotelan, perkantoran, industri, agriculture, logistik, perbankan, perdagangan dan jasa dll  dapat menggunakan teknologi cloud. Termasuk penyediaan big data untuk kependudukan yang terverifikasi secara blockchain,  baik untuk transaksi maupun urusan admintrasi pemerintahan. Apakah indonesia mungkin menerapkan tekhnologi cloud itu ? sangat mungkin. Lembaga riset eMarketer memproyeksikan, pengguna smartphone di Indonesia akan terus berkembang pesat hingga tahun 2019, dan saat ini masuk tiga besar untuk kawasan Asia Pasifik, setelah Tiongkok dan India.

“ Dulu kan pernah ada berita. Pemerintah mencabut Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) 2,3 GHz dari tiga perusahaan yaitu PT First Media Tbk (KBLV), PT Internux, dan PT Jasnita Telekomindo. Padahal ketiga perusahaan itu sudah investasi tidak sedikit. Pemerintah tidak peduli. Izin tetap di cabut. Apa sebab ? Kata teman waktu ketemu di cafe.  Mungkin dia tanya itu karena ada kaitan dengan bisnisnya.

“ Karena tidak membayar uang sewa frekwensi.”

“  Kok frekwensi harus sewa. Emang lahan tanah ? 

“ Memang tidak keliatan. Tetapi manusia dengan ilmu pengetahuannya dapat mendeteksi keberadaannya dan manfaatnya. Untuk diketahui Frekuensi Radio merupakan salah satu gelombang frekuensi elektromagnetik yang terletak pada kisaran membentang dari bawah 3 kilohertz sekitar 300 gigahertz. Nah tampa gelombang frekuensi tidak akan ada alat komunikasi seperti Radio, TV, telepon selular transmisi satelit dan termasuk sinyal radar.

“ Jadi untuk apa sebetulnya frekuensi itu ? 

“Ya sebagai media transmisi nirkabel. Digunakan untuk menyalurkan informasi dari perangkat pemancar (transmitter) ke perangkat penerima (receiver). Karena  sifatnya sebagai media, maka tidak bisa dipakai seenaknya. Kalau semua orang bebas menggunakannya maka akan kacau komunikasi.

“ Mengapa ? 

“ Frekuensi itu terbatas jalurnya. Makanya pemerintah perlu atur penggunannya agar frekuensi mejadi stabil sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal. Makanya frekuensi itu disebut sebagai  sumber daya negara yang terbatas. Sesuai UUD 45 pasal 33 itu dikuasai negara. Tidak bisa dijual. Namun disewakan bisa, asalkan membayar uang sewa penggunaan frekuensi.”

“ Masih belum paham saya. “ Kata teman mengerutkan kening.

“ Kalau kita analogikan Frekuensi itu adalah lahan atau tanah. Orang bisa menggunakan lahan untuk beragam kebutuhan, seperti perumahan, pertanian, pertambangan, jalan raya, termasuk kuburan. Namun karena lahan itu terbatas maka pemerintah atur pemanfaatnya sesuai dengan potensi lahan.”

“Mengapa? 

“ Lahan itu kan sumber daya terbatas. Tuhan tidak ciptakan bumi dua kali. Walau berdasarkan UUD lahan itu sebagai sumber daya terbatas yang dikuasai negara namun negara tentu tidak bisa pula memiliki  secara langsung semua lahan itu. Kalau negara miliki semua ya itu sama dengan negara komunis. Negara kita bukan komunis. Makanya penguasaan negara bukan berarti negara harus investasi langsung tetapi mengendalikan untuk manfaat seluas luasnya bagi rakyat. Begitupula dengan frekuensi. Walau frekuensi itu dimanfaatkan orang untuk bisnis Radio, TV, Telp selular, Satelite, dan lain lain, dengan investasi besar. Namun secara hukum frekuensi itu hak milik negara dan bisa mengambilnya kembali apabila terjadi pelanggaran.”

“ Wah engga kebayang. Apa yang terjadi bila perusahaan seperti PT. Indosat, frekuensi nya di ambil negara. Semua investasi akan hancur. Karena tidak ada sinyal yang bisa diakses oleh pelanggannya. Jadi sebetulnya pemerintah engga perlu harus memiliki saham di Indosat. Karena sejatinya Indosat itu kerja  untuk negara, dan karena itu mereka bayar fee. “

“ Benar.  Kebijakan investasi di bidang komunikasi dan informasi adalah bagaimana memanfaatkan frekuensi itu agar terjadi investasi di bidang tekhnologi komunikasi secara luas dan efisien, yang menjadi sumber penerimaan negara untuk ongkosi biaya sosial negara. Itu sebabanya perlu visi pemimpin yang hebat agar para stakeholder merasa nyaman berbisnis dan rakyat di untungkan.  Jadi dibidang tekhnologi informatika, dikotomi swasta dan negara itu sudah tidak relevan. Bagaimanapun hak frekuensi itu ada pada negara. Swasta atau BUMN hanya sebagai penyewa yang harus bayar fee dan kalau untung harus pula bayar pajak. Orang yang masih berpikir semua harus dimiliki negara , dia masih berpikir negara ini dikelola seperti partai komunis atau seperti Raja Arab. Negara kita engga menggunakan sistem komunis atau monarki absolut. “

“ Investasi di bidang Infrastruktur Telekomunikasi itu apa aja  ?

Ada tiga jenis investasi infrastruktur telekomunikasi.  Jaringan Telekomunikasi Internasional, Jaringan Telekomunikasi Backbone Dalam Negeri, Jaringan Telekomunikasi Akses.  Saat sekarang Jaringan Telekomunikasi Internasional sudah terhubung secara global menggunakan SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut) berbasis Kabel serat optic dengan kapasitas bandwidth yang sangat besar terhubung ke seluruh negara di dunia. Jaringan Backbone Dalam Negeri hampir seluruhnya sudah menggunakan Jaringan kabel serat optic yang menghubungkan kota-kota di Indonesia dengan kapasitas bandwidth yang besar "

" Gimana perkembangannya sekarang ?

“ Bagus. Sekarang investasi swasta dan asing terus tumbuh. Ini peluang bagus kok. Era Sekarang 70% waktu orang habis untuk berkomunikasi secara cyber. Ini tambang uang yang engga ada habisnya. Di samping itu, Telkom sebagai BUMN penyedian jaringan telekomunikasi bekerja efektif melaksanakan penugasannya dari pemerntah. Telkom Group punya Satelit Telkom 4 dan  Satelit Telkom 3S. Selain peluncuran satelit, TelkomGroup juga membangun kabel laut SEA-US sepanjang 15.000 kilometer yang membentang dari Indonesia ke Amerika. Kabel laut ini menghubungkan lima area dan teritori yaitu Manado (Indonesia), Davao (Philippines), Piti (Guam), Oahu (Hawaii-United States) dan Los Angeles (California, United States).  Untuk menghubungkan SEA-ME-WE 5 dan SEA-US dengan jaringan domestik, Telkom membangun Indonesia Global Gateway (IGG) yang terbentang dari Manado ke Dumai sepanjang 5.800 km. Itu semua karya di era Jokowi. “ 

“ Terus gimana dengan daerah terpencil. Kan secara bisnis engga menguntungkan. Apa iya Telkom mau bangun jaringan di sana ?

“ Pemerintah buat aturan agar pemerataan jaringan komunikasi bisa terjadi. Pembiayaan itu tidak dari APBN. “

“Darimana sumber dananya ? 

“ Dari dana universal service obligation (USO). Dana USO dihimpun dari pendapatan kotor operator sebesar 1,25%. Kemudian, perolehan dana tersebut dikelola untuk membangun akses telekomunikasi, terutama di wilayah-wilayah terpencil, terluar, dan terdepan (3T) yang tidak digarap operator karena tidak memiliki skala ekonomi dan bisnis yang menguntungkan. Sektor-sektor yang mendapatkan akses pelayanan dari sarana telekomunikasi yang dibangun terdiri atas pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan pos lintas batas negara, serta sentra-sentra usaha kecil dan menengah (UKM). Jadi pembangunan infrastruktur bukan hanya jalan darat, bandara, pelabuhan, tetapi juga jaringan multimedia. Demikian Indonesia bisa bersaing dan tampil percaya diri menghadapi perubahan tekhnologi. Paham ya.”

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.