Friday, May 1, 2020

Perang dagang ?



Rencananya aku dan Tom  hanya sekedar killing time di Hong Kong Financial Club.  Club hanya untuk pria. Jangan diharap bertemu dengan wanita di Club ini. Kebanyak datang ke Club ini adalah para CEO yang ingin menyendiri. Ciri khas mereka hanya duduk menikmati wine sambil mendengarkan lantunan lagu.  Kalaupun mereka kumpul beberapa orang, pembicaraan lebih banyak berbisik bisik. Entah apa yang membuat mereka sangat gentleman. Berbeda dengan aku dan Tom. Kami bukan CEO tetapi kami pemegang saham, dan punya posisi sebagai chairman di perusahaan.  Kehidupan sehari hari kami disibukan dengan aktifitas trading di pasar uang dan modal. 

Entah mengapa Tom begitu cepat menghabiskan minumannya. Matanya sudah nampak merah. Tom, mungkin sedang mabuk. Aku tahu dia sedang patah hati. Pacarnya memutuskan untuk menjauh dari dia. Masalahnya sederhana. Tom tidak ingin dicurigai dan inginkan kepercayaan tapi pacarnya sulit untuk percaya.

” Paranoid itu beda tipis dengan gila. “ Katanya. “ Aku tidak mungkin menghabiskan umurku bersama orang gila.” sambungnya dengan tersenyum. Walau terkesan dia tidak peduli, namun sikapnya malam ini jelas dia sulit menerima perpisahan itu.

" Tapi kan fakta kamu juga tidur dengan wanita lain? Kataku

" Ya itu masalah pribadi saya. Dia engga boleh tanya banyak. "

" Gimana kalau pacar kamu juga ML dengan pria lain?

" Engga mungkin. "

" Loh kok kamu yakin?

" Hanya wanita sampah yang bisa ML dengan banyak pria. Pacar saya wanita terhormat. "

" Karena dia terhormat, makanya dia cemburu."

" Duh pusing saya ngobrol dengan kamu. Tapi kalau dipikir pikir ada benarnya omongan kamu. Wanita itu cemburu karena dia tidak bisa seperti kita pria, bebas lepas sperma dimana saja. "

" Nah artinya, kalau dia cemburu, maklumi saja. Engga usah sampai ribut.  Maklumi ya." Kataku. Aku membiarkan dia duduk menyandar di sofa dengan mata terperam. Di samping kami ada pria berkepala botak. Dia keliatan menggerutu setelah  terima telp. Entah apa penyebabnya. Dia melirik saya. “ Where are you from ?

“ Indonesia. “

“ I though you are from Philipino.” katanya  “ My name is Danil and you?

“ Bandaro”

“ Ok Bandaro. Mengapa terjadi perang dagang antara China dan AS? Katanya dengan raut kesal.  Bagi saya orang Asia, bahasa inggris orang AS seperti orang kumur. Kalau engga biasa mendengar Amarican slang, tentu sulit ngerti. Saya tahu hampir semua CEO kecewa dengan adanya perang dagang. Semua recana bisnis yang sudah dibuat jadi berantakan.

“ Kalau anda inginkan penjelasan secara akademis, saya tidak bisa menjawab. Saya hanya trader” Kataku.

“ Ya engga apa. Saya ingin mendengar dari sisi trader. “ Katanya.
Saya hanya tersenyum seraya menatapnya. Saya engga yakin dia serius bertanya.

“ Come on. Saya ingin perspektif lain. “

“ Well.. “ kata saya. Dia tertarik menyimak. “ Ini sebetulnya perang idiologi antara sosialis dengan kapitalis. Sebetulnya kalau dua idiologi itu konsisten dengan prinsip ekonominya , penyelesaiannya sederhana. Karena walau teori masing masing idiologi itu berbeda namun prinsipnya sama. Jadi akan ada solusi kalau kedua belah pihak bisa duduk bersama.”

“ Namun yang jadi masalah adalah , China tidak sepenuhnya sosialis dan cenderung kapalitas. Sementara AS tidak sepenuhnya kapitalis tapi cenderung sosialis.” Kata Danil.

“ Inilah yang membuat keadaan bertambah rumit.” Kata saya.

“ Itu sama saja satu Gay, dan satunya lagi lesby. Kan engga mungkin keduanya bersatu. Yang ada adalah bertikai tanpa solusi, karena berangkat dari perbedaan yang tidak normal.” Kata Tom  menimpali. Ternyata dia juga mendengar pembicaraan kami. 

“ Menarik. Bisa beri contoh sederhana. “ Kata Danil.

“  Analoginya begini. Satu unit Oral-b seharga USD 30 dijual di Walmart ( AS). Oral-b ini diproduksi di China dengan harga export ke AS USD 3 per unit. Ketika sampai di AS, maka harga ini bergerak naik untuk memberikan stimulus ekonomi dalam negeri AS kepada perusahaan expedisi, distributor, agent, biro iklan, dan WallMart. Hingga harga mencapai USD 30 per unit.

Perhatikanlah, China yang berproduksi dan Amerika yang berkosumsi? Keduanya menerapkan kapitalisme secara bebas. China menjual dengan harga murah, setiap hari ada saja pabrik sikat gigi di Amerika yang bankrut karena para pabrikan lebih memilih impor daripada produksi. Bagi mereka lebih untung impor. Dan lagi untuk apa berproduksi tapi kalah bersaing dengan China. Awalnya pemerintah Amerika senang karena efisiensi terjadi. Lambat laun banyak Pabrik di Amerika tutup dan sementara Pabrik di China tumbuh pesat. Ratusan juta angkatan kerja china terserap dan kemakmuran ditapaki. Sementara Amerika ribuan pabrik tutup dan jutaan orang kehilangan pekerjaan. Ribuan perusahaan ter-jerat hutang tak terbayar. Puluhan juta orang tak mampu bayar tagihan credit card dan angsuran rumah, prahara pun terjadi.”

“ Tetapi baik AS maupun China, keduanya tidak konsisten menerapkan kapitalisme. Kedua negara ini menggunakan konsep sosialis secara tidak langsung. Amerika memberikan subsidi konsumsi dalam bentuk bunga pinjaman kosumsi yang rendah dengan skema yang fleksibel. Sementara China memberikan subsidi ke sektor produksi. Misal dalam hal sikat gigi. China mensubsidi industri hulu Polypropylene carbonate sebagai bahan utama pembuat sikat gigii. Karena bahan baku berupa PPC murah maka produk sikat gigi juga murah.” Kata Daniel 

“ Bukan itu saja. Seluruh industri hilir china yang berbahan baku PPC seperti tektil sintetik, kaos kaki sandal, dashboard kendaraan dll menjadi murah. Walau di hulu pemerintah rugi namun di hilir pemerintah untung dalam bentuk penerimaan pajak melimpah dari jutaan industri hilir. “ Kata saya.

“ Apa yang terjadi ? Kata Danil mulai tertarik dengan analogi saya.

“ Subsidi konsumsi di AS sukses menciptakan kelas menengah dan menghasilkan ekonomi rente. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Sementara subsidi produksi di China menciptakan kesempatan berusaha bagi siapa saja, tetapi tetap saja hanya pemodal yang bisa memanfaatkan peluang itu. Rasio GINi semakin melebar. “ Kata saya.

“ Nah …” Tom menyela. “ Sampailah kita pada kesimpulan, mengapa perang dagang? AS tetap pada kebijakan market regulated lewat tarif. Sementara China, tetap pada kebijakan production regulated lewat tarif juga. “

“ Solusinya apa ? kata Danil cepat. 

“ Solusinya hanya satu, yaitu melalui kebudayaan atau perubahan mindset. Bisakah Industri hulu China tumbuh tanpa subsidi?. Dan pada waktu bersamaan, bisakah konsumen AS belanja tanpa subsidi bunga kredit konsumsi? Kalau tidak bisa, maka AS dan China menghadapi paradox ekonomi. Dah gitu aja.” Kata Tom dengan mata terperam. Saya hanya tersenyum. Danil memperhatikan Tom “ He is drunk..” katanya melirik saya.
“ Almost drunk. “ Kata saya tersenyum.
" Mungkin dia ada benarnya. " Kata Danil menunjuk ke arah Tom.
" Yang tepatnya mungkin, AS memilih cara yang bisa memuaskan rakyat melalui sistem sosialis. Sementara China memilih yang bisa membuat rakyat bersaing melalui sistem kapitalis. Ya paradigma politik."
" Pragmatisme, tepatnya" kata Daniel. 
Malam itu terpaksa aku mengantar Tom ke Apartement. Dia benar benar mabuk.
" Kamu tahu " Kata Tom setengah sadar. " Antara aku dan pacarku, itu sama dengan China dan AS. Keduanya kami berbeda pandangan soal hidup tetapi tidak sepenuhnya berbeda. Walau sekeras apapun kami berusaha untuk menyamakan dan berdamai, tetap saja gagal"
Saya hanya tersenyum. Bagi saya itu hanya soal persepsi. Sebetulnya engga sulit berdamai kalau ada kemauan.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.