Entah kenapa akhir tahun 2018 saya teringat dengan dia. Sudah lebih 10 tahun saya tidak berjumpa. Dia wanita keturunan. Saya kali pertama mengenal tahun 1999 waktu dia berkarir sebagai banker di Hong Kong. Waktu itu saya sedang berusaha mendapatkan solusi pembiayaan proyek. Namun kandas. Tahun 2003 saya bertemu lagi dengan dia di Hong Kong. Waktu itu dia bekerja di international holding company. Kalau ada acara wine party dari relasi bisnis atau kantornya pasti saya di undang. Secara tidak langsung dia memperkenalkan saya dengan jaringan bisnis perusahaan tempatnya kerja. Ini sangat menolong saya memperluas jaringan persahabatan dikalangan pebisnis kelas atas. Namun tahun 2006 dia pindah ke singapore. Kami disconnect.
Saya mengirim email singkat kedia. Berharap emailnya masih aktif. Ternyata ada notifikasi email sent. Itu artinya emailnya masih aktif. Namun dapat balasan email dua bulan setelah itu. Jawabannya singkat sekali “ Long time no see. I miss you too. Kapan bisa jumpa. Abang di Indonesia atau di luar negeri ? Telp aku ya. “ itu balasanya dengan melampirkan nomor telp nya. Saya langsung telp. Ternyata dia ada di jakarta. Tanpa banyak bicara, kami janjian ketemu setelah saya pulang dari luar negeri. Sesuai jadwal, dia kembali telp saya untuk memastikan ketemuan. Saya langsung menyanggupi.
Ketika bertemu saya terkejut meliat penampilannya. Walau usianya sudah kepala empat, namun hampir tidak ada perubahan sejak terakhir saya bertemu dengannya tahun 2006. Hanya yang sedikit berbeda, kesannya dia lebih percaya diri sekarang. Itu terlihat dari cara dia berbicara. Dia bercerita. Kepindahannya di Singapore untuk mengelola holding company yang terdaftar di BVI. Itu offshore company. Perusahaan itu sebenarnya dimiliki oleh konglomerat indonesia yang terkena kasus BLBI. Jadi dia sebagai chairman dan juga proxy profesional dari pemilik saham sebenarnya. Holding nya mengendalikan satu group perusahaan di Jakarta yang bergerak dibidang perkebunan, broadcasting, perikanan, perhotelan, perbankan dan banyak lagi.
Selama 10 tahun holding yang dia pimpin itu berkembang pesat. Hubungannya dengan pemilik perusahaan tadinya sebatas profesional lambat laun jadi pribadi. Konglomerat itu jatuh cinta dengannya.” Jadi usia 40 saya menikah. Menikah diam diam. Tanpa pesta. Kamu kan tahu siapa dia. Belum terlalu tua lah. Usianya hanya beda 8 tahun dari kamu. Yang penting saya menikah dengan duda beranak 2. “ Katanya.
Tahun 2016, ada tax amnesty. “ Saya gunakan kesempatan untuk membuat laporan pajak agar saya dapat pengampunan. Walau saya hanya proxy namun secara hukum semua saham holding atas nama saya. Dan lagi saya bukan hanya sekedar proxy sleeping partners. Tetapi benar benar bekerja mengembangkan perusahaan secara profesional. Hampir semua kebijakan strategis perusahaan berasal dari saya.” Katanya.
“ Terus gimana kelanjutannya.”
“ Apalagi? ya selesai. Saya boss sekarang.”
“ Gimana dengan suami kamu ?
“ Tahun lalu kena stroke dia. Sekarang engga bisa ngomong dan hidup dalam pengawasan dokter setiap waktu.”
“ Kenapa stroke ?
“ Karena saya buat laporan pajak tax amnesty. Dia marah. ya stroke.”
“ Anak anaknya gimana ?
“ Engga ada urusan dengan mereka. Semua milik saya kok.”
“ Oh…”
“ Eh jangan bilang saya tegaan. Lagian modal mereka waktu buat holding dulu kan dari uang rampokan BLBI. Kemudian saya kembangkan dengan kerja keras. Sementara anaknya hidup mewah dari kerjaan saya. Uang tebusan yang saya bayar kepada negara jauh lebih besar dari yang mereka rampok dulu. Jadi wajar lah kalau sekarang saya kuasai semua. Dan lagi yang saya kuasai hanya asset perusahaan. Harta pribadi yang mereka dapatkan selama ini dari deviden tidak saya ambil. itu hak mereka”
“ oh…jadi tax amnesty itu blessing bagi kamu”
“ Makanya saya dukung Jokowi jadi presiden lagi. “
“ Kenapa ?
“ Dulu kasus BLBI yang dibawa kabur tahun 2002 sebesar Rp. 200 triliun. Yang kembali ke negara dalam program tax amnesty sebesar Rp. 600 triliun. Apa engga hebat Jokowi. Tanpa repot memburu pengemplang BLBI, uang datang sendiri. Untung lagi.”
“ Oh i see. “ Kata saya sambil manggut manggut.
“ Bang, gimana bisnis nya ? saya dengar dari Wada, abang ada masalah di Hong Kong. Rumit sekali ya. Tapi bisa selesai juga ya. Apa ada yang bisa kita kerjasamakan ? Saya hanya tersenyum. Tanpa ada niat untuk melanjutkan pembicaraan soal bisnis. Saya mengalihkan pembicaraan sekitar teman teman kami yang dulu pernah di Hong Kong. Saling berbagi kabar. Sebaiknya saya tidak perlu ketemu lagi dengan dia. Cukuplah sebagai teman. Bisnis no way..she is predator.***
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.