Tahun 2018 setelah usai putaran perundingan penyelesaian hutang SIDC Holding. Saya berkunjung ke Jilin ke rumah mentor saya. Dia perwira tinggi untuk wilayah China bagian Barat. Dia muslim, Kami kenalan di Changsa. Saya datang karena dia undang. “ Daripada kamu sendiri Imlek ini. Datanglah ke rumah saya.” katanya. Dengan pesawat saya terbang ke Jilin. Butuh waktu 5 jam. Jlin bersebelahan dengan wilayah Rusia. Dia sambut saya di rumahnya yang sederhana. Kami ngobrol santai di teras rumahnya. Deru angin dari atas bukit menerpa kami yang duduk di teras. Terasa sedikit hangat berkat kopi dan rempah Mongolia.
“ Bagaimana Cina bisa mempersatukan rakyat ” Tanya saya.
“ China pernah membuat kebijakan satu persepsi lewat manifesto Komunis era Mao. Gagal total. Mengapa ? Kamu tahu, Fitrah manusia itu adalah free will. Persepsi kita tergantung mindset kita. Mindset itu tergantung dari lingkungan dan pengalaman hidup. Makanya setiap orang pasti berbeda mindset nya. Memaksa orang agar sama satu persepsi, itu hanya ada di sekolah dan kampus. Dalam dunia nyata, variabel nya banyak sehingga setiap orang pasti beda persepsinya. Walau terkesan sama, seperti etos kerja team, tetapi persepsi mereka tentang kerja itu pasti tidak sama. Makanya perlu ada leader. Untuk mengendalikan agar persepsi setiap orang itu sama.
Nah memahami itu, maka leader yang hebat bukan memaksa orang keluar dari dirinya. Tetapi mengajak orang berada dalam ruang besar. Di dalam ruang itu, aturan dibuat, dan diterapkan dengan konsisten. Ya sama dengan orang tua di rumah. Semua anak tentu berbeda mindset mereka. Tetapi rumah tangga bisa kokoh, bukan karena semua anak sama mindsetnya, tetapi karena aturan yang dibuat orang tua kita.
China belajar dari kegagalan era Mao. Kami tidak mau lagi memaksakan kehendak satu persepsi kepada semua orang. Perbedaan itu adalah fitrah Manusia. Jadi kami buat aturan sederhana. Selagi rakyat bisa hidup tanpa membebani negara dan orang lain, apapun persepsi rakyat terhadap politik, ekonomi, sosial dan agama, silahkan. Negara membua aturan yang jelas bagi semua. Aturan itu diterapkan dengan konsisten. Jadi kalau dianalogikan. China menciptakan rimba belantara. Yang kuat memakan yang lemah. Yang pintar dan cerdas makan yang bodoh.”
“ Wah sangat menantang dan kejam.”kata saya terkejut
“ Tetapi harus dicatat. Manusia beda dengan hewan. Manusia punya daya struggle untuk survival. Selagi aturan dibuat adil, yang lemah bisa jadi kuat, begitu juga sebaliknya. Yang bodoh bisa jadi cerdas. Kompetisi terjadi secara alamiah. Pada akhirnya nanti akan muncul semangat kebersamaan untuk saling melindungi. Kalau itu terjadi, bukan karena paksaan. Tetapi karena tuntutan lingkungan yang keras di tengah belantara.
Tahun 1980, kami membubarkan lembaga Riset negara. Ratusan ribu insinyur dan phd kehilangan pekerjaan. “ kalian tidak bisa hidup dari negara hanya karena kalian terpelajar. Cobalah hidupi diri kalian sendiri. Ujilah kreatifitas kalian, sekecil apapun itu tidak ada masalah, yang penting bisa memberi makan keluarga kalian, kata pemimpin kami. Tetapi apa yang terjadi sekarang? 90% konglomerat bidang hightech dan phamasi, itu adalah almamater China Academy Sciense. Para ilmuwan yang dulu kena PHK.
Kamu tahu, BUMN China bidang telekomunikasi merengek kepada negara minta proteksi. Karena bisnis mereka tergerus akibat berkembangnya tekhnologi VOIP. Pemerintah hanya bilang. “ Kalau karena aturan dan sistem membuat kalian rugi dan akhirnya bangkrut. Itu lebih baik. Karena negara tidak mungkin menghambat kebebasan rakyat berinovasi dan berproduksi. Semua orang punya kesempatan yang sama. Jadi kalau tidak mau mati, bertarunglah lewat aturan dan hukum yang ada.” Begitu juga kepada konglomerat. Kami tegaskan sama.
Kami membuka diri lewat ekonomi pasar. Jutaan orang asing datang ke China. Kami terima dengan tangan terbuka. Aturan sama dengan rakyat lokal. Tidak ada perbedaan. Dulu awal awal China membangun tahun 80an sampai tahun 2000 hampir semua sektor produksi dikuasai asing. Para politisi dan tokoh masyarakat kawatir akan terjadi neokolonial. Mereka minta agar ekonomi rakyat diproteksi dari serangan investasi asing. Tetapi pemimpin kami bersikap tegas. “Apa beda manusia? tidak ada beda. Semua kebutuhan dan keinginan kan sama. Yang berbeda itu mindset. Jadi perbaiki mindset untuk jadi petarung. Lawan. Kalau kalian kalah, dan akhirnya mati, memang begitu sebaiknya. Karena orang lemah bukan aset negara.
Tetapi kini, kamu sudah tahu kan. Saham Audi, IBM, dan lain lain dikuasai rakyat China. Hampir lebih separuh perusahaan asing yang invest di China berhasil diakuisisi oleh rakya China. Itu bukan proteksi negara tetapi memang proses seleksi alam terjadi karena aturan yang tegas. Kini anak petani, bahkan anak SMU tidak kehilangan harapan untuk menjadi pemenang. Mereka sadar negara menjamin tidak ada diskriminasi soal latar belakang pendidikan atau keluarga. Semua orang bisa sukses. Dan negara menyediakan infrastruktur dan suprastrutkur untuk itu. “ katanya. Saya terpesona dengan kata katanya.
“ B, value demokratis itu terletak pada penegakan hukum. Law enforcement berlaku bagi semua. Walaupun sistem demokrasi, kalau aturan tidak tegak. Hanya tajam ke bawah dan tumpul keatas. itu sama saja dengan diktator. Diktator gerombolan elite. Itu lebih buruk daripada diktator single power. Tahu mengapa ? karena pengecualian atas dasar hukum. Yang menentang dan mempertanyakan akan kena pedang hukum., Jahat sekali. Lebih jahat daripada kolonial. “ Katanya. Saya terhenyak.
Dia menuangkan kopi kepada saya. Saya terima dengan hormat. Dia tersenyum ketika saya juga menuangkan kopi untuk dia. “ Kamu jangan kecil hati kalau akhirnya saham SIDC dikuasai 70% oleh BUMN China. Itu terjadi bukan karena proteksi atau intervensi negara. Tetapi sebuah sinergi dan kolaborasi untuk sama sama kuat diatas sistem kompetisi yang keras. Kalaulah kamu lemah, kamu sudah ditelan oleh kompetisi. Seperti banyak orang asing yang ada di sini. Tapi kamu kuat, dan pantas mendapat kehormatan sebagai mitra. Itu berlaku bukan hanya kepada kamu, tetapi bagi semua orang China.” Katanya menyeruput kopi.
“ Ya pak. Saya sangat paham. Terimakasih.”
“ Secara personal saya sedari awal kenal kamu. Saya bisa merasakan suana batin kamu. Semangat struggle besar sekali. Itu karena kamu telah melewati banyak kesulitan di negeri kamu. Sampai kamu harus berpisah jauh dengan keluarga. Itu tidak mudah. No way return. Kamu tetap bersemangat melewati semua hambatan. Tanpa uang, kamu datang, dan kamu harus bertarung di rimba belantara dari sistem China. Dan kamu tak terkalahkan. Itu karena kamu keras sekali kepada diri kamu sendiri. Saran saya, tetap jadilah putra ibu kamu. Cintai negeri kamu, seperti kamu mencintai ibu kamu sendiri. “ katanya. Saya peluk dia.
“Kamu akan baik baik saja.” Katanya berbisik. Air mata saya berlinang. Dia pegang kedua bahu saya. Tatapan seperti seorang ayah." ingat ya B. negara besar dan kuat, bukan karena pemimpinnya hebat, tapi karena rakyatnya memang hebat. Ini soal mental. Tepatnya akhlak ya sayang."
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.