Tuesday, April 12, 2022

Perubahan mindset

 




Di cafe , di sebelah saya ada anak muda empat orang sedang kumpul. 2 pria dan 2 wanita. Sepertinya mereka anak muda kelas menengah. Kadang tertawa, kadang serius. Terdengar jelas pembicaraannya oleh saya, Karena meja sebelahan. Saya sempat tersenyum mendengar mereka berdebat. “ Benar ya om. Sok tahu dia.” Kata pria menoleh kesaya dengan tersenyum. Saya langsung menghadap ke arah table mereka. “ tidak ada yang salah. Semua benar. Suka saya mendengar diskusi kalian. Sangat terpelajar” kata saya.


“ Ya maksud saya. Kalau SBY bisa murah BBM, kenapa Jokowi tidak bisa? Kan aneh. Masih Indonesia kok. Cuman ganti presiden doang. Sumber daya masih yang sama” Kata yang wanita.


“ Dalam ekonomi itu ada teori pertumbuhan. Ada yang berdasarkan konsumsi domestik. Ada juga berdasarkan produksi. Dua duanya tidak salah. Tergantung situasi dan kondisi. Hanya saja, kadang kekuatan konsumsi domestik itu dipicu oleh kebijakan subsidi. Nah itu juga tidak salah. Asalkan yang disubsidi itu sektor produks. Misal, industri hulu. 


Tapi kalau konsumsi disubsidi, Itu sama saja manipulasi harga. Lebih jauh lagi itu sama saja dengan pemerintah cetak uang secara tidak langsung. Mengapa ? Karena harga jual tidak menceriminkan value dari barang itu sendiri. Apa akibatnya? orang malas produksi. Orang lebih suka impor. Kreatifitas mati. Itu terjadi bukan hanya era SBY tetapi juga era presiden sebelumnya.


Akibatnya fundamental ekonomi sangat renta dengan faktor eksternal, seperti perubahan kurs,  kenaikan atau penurunan harga komoditas dunia. Negara jadi serba tergantung kepada sektor produksi di luar negeri. Kita jadi bangsa yang tidak mandiri. Tidak merdeka dalan arti sesungguhnya. Terjajah secara mindset“ Kata saya santai. Mereka menyimak.


“ Memang enak kalau semua disubsidi, tetapi engga nyangka dampaknya sebegitu luas terhadap kemandirian. Kenapa pemerintah mengeluarkan kebijakan seperti itu. Padahal sudah tahu dampaknya buruk dalam jangkan panjang” Kata salah satu mereka.


“ Kamu bertanya. Saya tanya lagi. Berapa jumlah sarjana di negeri ini?


Mereka menggeleng kepala.


“ Hasil sensus 2020, jumlah sarjana di Indonesai ada 8,5% dari total populasi negeri ini. Semua konseptor dan eksekutor pemerintah adalah sarjana. Segelintir orang itu yang bertanggung jawab secara moral terhadap situasi negara kita sekarang. 92% orang tidak sarjana tidak bisa diminta tanggung jawab moralnya. Artinya ? ada yang salah dalam sistem pendidikan kita. Apa itu? Pendidikan yang tidak berkarakter. 


Makanya jangan kaget para sarjana itu dimanapun mereka berada, lebih pragmatis dibandingkan orang tidak sarjana. Lebih oportunis daripada orang tidak sarjana. Lantas apa jadi bila segelintir orang itu hanya berpikir jangka pendek? Yang terjadi adalah kekerdilan mindset. Seperti mie instan. Rasa ayam tapi bukan ayam. Sama seperti ngemot permen. Rasa durian tapi bukan durian.


Akibatnya antar orang pintar saling menyalahkan. Merasa paling benar. Padahal faktanya mereka sendiri tidak mampu melahirkan karya besar. AS, punya produk kebanggaan dalam peradaban modern sekearang ini, seperti Apple, Microsoft. China punya produk Huawey, Alibaba, Hangseng. Eropa punya Philip, Siemens, Airbus. India punya Tata motors. Rusia punya Sukoi. Kita punya apa ? tidak ada. “ Kata saya.


Teman saya sudah datang. Saya berdiri menjemput di depan pintu. Kembali ke table. “ Om, apa solusinya agar kita bisa tercatat sebagai negara modern yang membangun peradaban? Tanya salah satu mereka.


“ Solusinya adalah Agenda besar. Kita engga punya itu. Agenda besar lahir dari orang terpelajar yang berkarakter inovasi, kreatif, visioner, punya integritas, dedikasi dan tahu diri. Tentu punya sikap rendah hati untuk berbuat demi cinta yang mengispirasi orang banyak disekitarnya. Nah kalian, semua sarjana kan?


Mereka mengangguk.

“ Apakah kalian sudah menjadi bagian dari perubahan peradaban yang lebih baik? Dari 100 orang Indonesia, hanya 8 orang yang dianggap elite bangsa. Dan elite itu adalah kalian.  Apa yang sudah kalian lakukan untuk orang sekitar kalian?Jangan lihat dan salahkan kami orang tua. Karena kami generasi yang gagal. Kalian harus belajar dari kesalahan kami, dan berubahlah dari sana.” Kata saya tersenyum.


***

Di China banyaknya industri hilir berkembang karena industri hulu sebagai pemasok bahan baku untuk pharmasi, kimia, otomatif, alat berat, tekstil, agro, dan lain lain disubsidi negara. Ada pemeo. Buku telp pabrikan China selalu jadul. Karena Data resmi industri dan manufaktur China kalah cepat dengan perkembangan di lapangan. Artinya begitu pesatnya perkembangan industri dan manufaktur China.


Bayangkan. China tidak punya banyak sumber daya migas. Namun industri hulu migas sangat luas. Kalah jauh indonesia sebagai penghasil Migas.  Mereka tidak punya kebun sawit tapi downstream CPO sangat luas dan maju. Sehingga bahan baku untuk plastik, karet sintetik, poliester ( tekstil  dan lain lain sangat murah. Tapi berkembangnya industri hilir bukan hanya karena bahan baku murah tetapi juga faktor dukungan riset yang luas dan tepat guna. Sehingga siapa saja bisa mengakses peluang bisnis.


Lembaga Riset China itu sangat banyak dan beragam. Melalui Chinese Academy of Science (CAS) yang memiliki 104 institusi riset, sekitar 400 perusahaan spin-off, 13 kantor cabang, 47 pusat ilmu pengetahuan teknik, 13 kebun raya, 26 herbarium, dan 89 laboratorium berstandar internasional yang tersebar diberbagai wilayah di China. Anggaran riset China termasuk raksasa. Tahun 2018 mencapai USD468 miliar (Rp6.804 triliun). Bandingkan Indonesia tahun 2021, anggaran riset hanya Rp30,8 triliun. Makanya downstream CPO kalah sama Malaysia.


Dengxioping bapak reformasi ekonomi China pernah berkata pada awal dia berkuasa “ Negara modern adalah negara yang dibangun berdasarkan riset.  Dan itu adalah tanggung jawab kaum terpelajar. Para sarjana berada digaris depan dalam pertarungan peradaban mengangkat kemakmuran mereka yang tidak terpelajar. Kalau kaum terpelajar tidak pahami ini, maka perang melawan kemiskinan tidak akan dimenangkan.


Masalahnya di Indonesia, subsidi itu menjadi alat politik populis akibat kegagalan pemerintah mengelola sumber daya untuk kemakmuran. Apa yang terjadi? subsidi diberikan untuk konsumsi.  Konyolnya lagi. Subsidi itu bersifat langsung dan dibakar begitu saja tanpa nilai tambah apapun. Dampaknya bukan hanya menghambat perkembangan industri, tetapi juga merusak mental kreatifitas, inovasi yang sangat diperlukan sebagai pra sarat negara modern. Apa penyebabnya? karena corruption mind para elite politik, yang membuat bangsa kita bangsa pecundang.


Saya membuat pabrik mangkok dan piring dari bahan baku ampas singkong dan jagung. Berhasil berdiri tahun 2008 berkat dukungan riset China. Padahal sebelumnya saya berjuang lebih dua tahun dapatkan tekhnologi dari AS,  gagal. Karena sangat mahal dan sulit mengaksesnya. China memberikan tekhnologi gratis dan mudah mengaksesnya. Kalau saya tetap di Indonesia tentu saya jadi pecundang. Tetapi saya tidak mau kalah dalam kebegoan. Saya dapatkan kemenangan itu di China.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.