Friday, May 20, 2022

Pemerintah diatur pedagang.




Kadang saya bertanya kepada diri saya sendiri. Apakah karena saya tidak sekolah tinggi sehingga cara berpikir saya diketawain dengan alasan macam macam seakan rumit banget. Saya tahu bahwa pasar itu hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Kalau anda punya pasar besar ditangan. Anda bisa kendalikan harga produksi orang lain. Anda kurangi permintaan, mati itu produksi atau setidaknya bleeding dia sebelum akhirnya mati juga. Kalau anda punya produksi besar, anda bisa tahan barang. Pasar akan ketar ketir. Harga akan naik dan anda bisa dapatkan keuntungan dari kepanikan itu.


Artinya kalau anda pegang posisi permintaan besar, anda akan mudah kendalikan penawaran. Sebaliknya kalau penawaran anda besar,  anda pun mudah kendalikan permintaan. Paham ya. Tetapi dengan catatan apabila anda smart dalam mengelola posisi itu. Kalau anda punya pasar besar, tetapi anda tidak punya gudang. Ya bego namanya. Anda akan diatur oleh ritme produksi. Kalau anda punya produksi besar tetapi anda tidak punya gudang, ya bego juga. Mengapa ? gudang itu adalah kekuatan anda dalam mengatur keseimbangan permintaan dan penawaran.  Sederhana kan.?


Lucunya di Indonesia hal yang sederhana cara berpikir pedagang sempak itu dianggap kuno. Padahal realitas bahwa harga pasar itu kan turun naik. Ketika harga turun ya beli. Kalau harga naik ya jual. Kalau engga, ya tahan jadi stok. Selagi terus dikelola dengan mekanisme begitu, engga akan rugi. Barang kan nilainya naik terus, beda dengan uang yang nilainya terus turun karena inflasi. Anak SMA paham itu. Jadi kenapa takut stok?. Apalagi sekarang sudah ada ekosistem financial yang mendukung sistem supply chain resource enterprise. Jadi berapapun stok tidak akan membuat stuck cash flow.


Tahun 2015 Jokowi membuat aturan bahwa harga BBM dikembalikan ke pasar. Saat itu di sosmed saya paling militan membela kebijakan Jokowi itu. Saya berdebat dengan banyak orang. Bahkan saya diserang oleh kader partai oposisi. Benar benar brutal debatnya. Mengapa saya begitu militan bela Jokowi? karena tidak masuk akal uang dibakar begitu saja untuk subsidi. Dan gilanya subsidi itu lebih banyak dinikmati kelas menengah. Sementara Jokowi ingin alihkan anggaran subsidi itu ke pembangunan infrastruktur. Clear ya.


Tetapi dalam perjalanannya, aturan itu tidak ditegakan. Indonesia itu konsumen BBM nomor 13 terbesar di dunia. Kalaulah Indonesia punya stok atau bunker 1 tahun konsumsi. Kita aman dari segala gejolak harga. Seharusnya dengan adanya kebijakan harga diserahkan ke pasar, saat itu juga Pertamina menempatkan dirinya sebagai trader yang punya hak monopoli pasar. Artinya, ya bermainlah. Buat analisa pasar. Kalau harga minyak  jatuh di pasar dunia, ya beli besar. Bangun bunker untuk jaga stok. Perbesar kontrak Forward. Nah ketika harga naik, ya jual dengan margin gede. Sehingga dari keuntungan itu Pertamina bisa trade off harga untuk menjaga stabilitas harga BBM dalam negeri.


Tetapi apa yang terjadi? dalam prakteknya walau tata niaga udah mendepak Petral, tetapi tetap saja trader di Singapore yang atur. Pertamina justru jadi konsumen dihadapan trader Singapore. Konyol kan. Udah begitu. Sebagin besar produksi NOC yang punya kontrak Karya,  jual Crude ke trader di Singapore. ya disedot oleh kilang Singapore dan setelah itu mereka jual lagi ke Indonesia. Ampun dah begonya.


Integrated supply chain (ISC) Pertamina justru lebih banyak beli minyak di pasar spot. Lucu ya. Punya market monopoliti tetapi beli ketengan. Kalah sama Udin pedagang sempak. yang berani beli grosir. Tetapi Ok lah. Kalau memang begitu, ya naikan harga sesuai pasar. Jangan ditahan harga hanya untuk jaga citra di hadapan presiden. Entar kalau udah kegedean harga naik, barulah harga di naikan. Ya rakyat kaget. Marah, wajarlah. Coba kalau dinaikan secara bertahap sesuai perkembangan harga. Tentu rakyat engga kaget.


Nah karena aturan subsidi sudah tidak ada lagi. Sementara Pertamina jebol. Direksi Pertamina minta negara bailout kerugian itu? Kan lucu banget. “ Anda selama ini dibayar mahal gajinya, tetapi rugi minta negara bailout. Kalaulah anda pintaran dikit dan malu dibayar mahal, ya tidak perlu Pertamina rugi. Lah anda jual dengan aturan harga pasar. Kalau untung teriak bangga. Pas rugi minta negara bailout. Anak alay juga bisa kerja begitu.” Lucunya, pemerintah mau beri kompensasi. Ya sama saja dengan bailout.


Kalau negara beri kompensasi atas kerugian Pertamina sebesar Rp. 190 triliun. itu sama saja pemerintah ( komisaris dan Meneg BUMN) mengakui kesalahan Pertamina selama ini diketahui dan dibiarkan saja. Bisa saja itulah buah konspirasi antara elite dan pedagang. Kalau pemerintah tidak tahu, ya segera pecat semua direksi dan komisaris Pertamina. Ganti orang yang lebih pintaran sedikit. Berani engga Jokowi?

Ada lagi yang aneh dan lucu. Apa itu? minyak goreng. Sudah jelas bahwa kita kendalikan produksi dan konsumsi. Karena kita produsen CPO terbesar dunia. Kita juga konsumen minyak goreng terbesar nomor 1 di dunia. Tetapi stok di tangki hanya dua minggu saja. Apa yang terjadi ? Nah bayangin aja. Kita kuasai market dan produksi, eh malah kita jadi korban pasar. Semua bilang tekor, Konsumen merasa dirugikan harga naik.  pengusaha sawit juga cerita rugi gara gara harga. Itulah contoh tidak smart pegang posisi.


Padahal semua tahu bahwa BBM dan Minyak goreng itu sudah jadi prodk strategis. Karena bersinggungan langsung dengan politik.  Ini menyangkut kebutuhan vital publik. Konyolnya sudah jelas begitu,  eh dikelola dengan mental pedagang Tanah Abang. Pragamatis sekali. Ya jangan salahkan kalau Indonesia jadi korban trader. Trader itu tidak punya barang dan tidak punya pasar. Tetapi mereka kendalikan barang dan juga pasar. Trader bermain dengan instrument trading lewat mekanisme future trading dan ekosistem financial. Walau stok hanya dalam bentuk kertas doang, tetapi harga terbentuk dan mereka dapat cuan setiap pergerakan harga.


Apakah tidak ada orang pintar di pemerintah? banyak pastinya. Tetapi yang punya niat baik bagi kepentingan negara, itu tidak banyak. Pemerintah itu memang  berbicara atas nama kepentingan rakyat tetapi dalam kebijakannya  untuk kepentingan pedagang.  Ya namanya pedagang kan ingin tetap negara lemah agar sumber daya negara bisa mereka nikmati tanpa kerja keras dan resiko rendah. Selebihnya bagi bagi uang kepada elite. Dan Demokrasi tetap bisa diongkosi agar sistem kekuasaan terus berjalan baik baik saja.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.