Hilirisasi itu adalah amanah konstitusi pasal 33 UUD 45 dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dan harus dicatat bahwa UU itu disusun lewat riset yang panjang lebih dari 3 tahun. Pada undang-undang tersebut, di pasal 170 menyatakan, bahwa pemegang Kontrak Karya wajib melakukan pengolahan dan pemurnian bahan tambangnya di dalam negeri, terhitung 5 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan pada 12 Januari 2009.
80% smelter yang sudah beroperasi di Sulawesi sekarang, izinnya di era SBY, era paska UU No. 4/2009. Pasalnya, kebijakan larangan ekspor tersebut 'memaksa' perusahaan untuk membangun sektor hilir, atau mengolah bahan mentah menjadi bahan dengan nilai tambah. Caranya dengan membangun pabrik smelter. Resiko jangka pendeknya adalah ekspor minetal tambang drop tahun 2014. Tapi tahun 2015 setelah smelter beroperasi, tahun 2016 meningkat tajam lagi menjadi surplus US$ 16 miliar, dan terus meningkat lagi tiap tahunnya. Nah prestasi ini di claim menjadi prestasi Jokowi.
Eh tahun 2017 Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 yang mengizinkan ekspor konsentrat mentah oleh perusahaan tambang dalam negeri. Kemudian Jokowi revisi UU No. 4/2009 itu lewat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Baru tahun 2021 PP No.1/2017 itu dicabut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021. Atas dasar itu Freeport terpaksa bangun smelter di Gresik Dan sampai sekarang masih progress. Belum kelar juga.
Konyolnya, UU Nomor 3 Tahun 2020 itu memberikan peluang established nya Kartel tambang. Pada Pasal 169A memungkinkan perpanjangan otomatis IUPK. Tidak ada lagi keadilan SDA bagi orang lain. Tidak ada perubahan perbaikan lingkungan. Para aktifis gugat ke MK. Dan MK sesuai putusan Nomor 64/PUU-XVIII/2020 menyatakan UU itu inkonsitusional bersyarat. Faktanya pemerintah cuek aja dengan keputusan MK itu. Tetap aja perpanjangan izin otomatis diberikan. Maklum semua pengusaha tambang punya saham pada konsesi kekuasaan dari tingkat Daerah sampai ke presiden.
***
Ada kesan bahwa kalau ada pihak yang kritik soal hilirisasi dianggap anti pemerintah. Padahal yang ngomong begitu tidak paham apa yang dimaksud dengan hilirisasi. Saya akan mencoba meluruskan soal hilirisasi ini agar tidak salah paham atau paham salah. Mari kita awali dengan difinisi hilirisasi. Adalah proses pengolahan bahan mentah hingga siap dijual kepada konsumen akhir. Contoh. Industri migas. Proses Output MIGAS disebut dengan industri hulu atau upstream. Hilirisasi atau downstream output nya dalam bentuk Gas alam cair, bensin, minyak pemanas, karet sintetis, plastik, pelumas, antibeku, pupuk, dan pestisida. Dari contoh itu kita tahu bahwa barang jadinya ada pemakain akhir atau publik. Paham ya.
Nah bagaimana hilirisasi yang kita lakukan dan bela mati matian itu. ? Saat ini ada beberapa jenis produk olahan nikel di Indonesia, yaitu nickel pig iron (NPI), feronikel (FeNi), Ni-matte, mixed hydroxide precipitate (MHP), mixed sulphide precipitate (MSP), dan baja tahan karat (stainless steel). Itu semua produk di ekspor. Jadi sebenarnya kita tidak melakukan hilirisasi. Kita hanya sebatas upstream yang mendukung supply chain industri downstream di luar negeri.
Memahami program hilirisasi secara idiot.
Katakanlah anda sebagai pembeli Nikel dari China. Sebelum ada UU No.4 2009, anda beli mentah dari Indonesia. Katakanlah belinya dari PT. ABC. Setelah ada larangan ekspor mentah, anda tidak bisa lagi dapatkan barang mentah. Anda tidak punya minat dipenambangan. Karena anda pedagang. Nah gimana caranya agar anda tetap dapatkan barang mentah? Sementara PT. ABC tidak ada modal dan tekhnologi untuk membangun smelter.
“ Ah engga ada masalah” kata Anda kepada PT. ABC. “ Kita tetap lanjutkan transaksi pembelian mentah. Harga kan ditetapkan oleh pemerintah lewat Harga Mineral Acuan (HMA). Kami bayar seperti biasa di Stockpile pelabuhan muat. Soal investasi smelter dan modal kerja, kami sediakan. Skemanya inkind loan. Artinya kami yang bangun dan biaya produksi, dijadikan utang anda. Jaminan atas utang itu adalah hasil produksi smelter. “ kata Anda. Sebenarnya apa yang anda katakan itu, adalah business counter trade. Tapi orang indonesia engga paham.
Bagi PT. ABC kemitraan ini menguntungkan. karena mereka mendapatkan kepastian buyer minetal tambang mentah. Tidak perlu pusing cari kapal dan logistik. Karena bahan mentah tambang dibayar di stockpile pelabuhan muat. Tidak pusing biaya produksi, upah dan segala tetek bengek proses smelting. Karena yang keluar uang dan kerjakan adalah anda. PT. ABC duduk manis aja nikmati penjualan bahan mentah. Tanpa pusing resiko smelter. Sampai di sini paham ya.
Bagaimana urusan pajak dan invoice transaksi? Engga usah kawatir soal invoice sesuai harga international. Aturan investasi smelter diatas Rp. 30 triliun dapat tax holiday 20 tahun. Artinya nilai expor dari produk smelter itu hanya dicatat dalam neraca perdagangan Indonesia. Bagaimana dengan devisa? Nilai ekspor itu sebagai bentuk pembayaran utang PT. ABC. Ya DHE milik anda. Bagaimana laba dari smelting? Ya anda. PT. ABC hanya menikmati keuntungan dari jual mentah di stockpile.
Mau tahu labanya ? mari kita hitung. Contohnya untuk nikel kadar 1,8% dengan kadar air 35% harganya US 53 (HPM). Jika melalui trader, maka HPM-nya akan dikurangi antara US$ 1 - US$ 3. Misalnya dipotong US$ 3, harga HPM yang diterima penambang adalah US$ 50 per ton bijih nikel. Jika penambang melakukan kontrak trading dengan smelter, umumnya berbasis CIF. Pihak smelter hanya memberikan subsidi US$ 0 - US$ 3 per ton. Sementara biaya untuk tongkang antara US$ 4, 8, 10, sampai US$ 12 per ton bijih nikel.
Berapa harga di Shanghai sekarang? per ton USD 83. Jadi perbedaan harga dengan lokal USD 30. Beda harga 65% lebih mahal di Shanghai. Artinya dari disparitas harga saja smelter sudah untung 65%. Jadi dari perbedaan harga lokal dengan harga market ore di Shanghai anda sudan untung 65%, Belum lagi untung dari nilai tambah barang jadi dari smelter. Apalagi, pengolahannya dengan teknologi pirometalurgi atau Rotary Klin-Electric Furnace (RKEF) yang berasal dari China. Investasinya relatif lebih murah dibandingkan smelter hidrometalurgi. Ongkos juga lebih murah. Keren ya. Di China sendiri udah dilarang menggunakan pirometalurgi karena pencemaran udara.
Bagaimana nilai tambah dari downstream setelah diolah di China.? Mari kita lihat data. 75 % produk nikel olahan di Indonesia berupa NPI. Nah NPI itulah diekspor ke China untuk diolah lanjut oleh industri baja mereka.. Produk FeNi yang kita hasilkan. Juga dikapalkan ke China untuk diolah di industri lanjutan. Ni-Matte, juga dikapalkan ke CHina untuk diolah jadi nikel sulfat dan nikel murni. Untuk bahan dasar material katode pada baterai ion lithium. Nilai tambah dari downstream Nikel dinikmati pembeli luar negeri yang kuasai tekhnologi. Mare kita lhat nilai tambah hilirisasi mereka.
Kita selalu berpatokan pada harga LME untuk mengukur nilai tambah. Itu jadul. Misal, pabrik di China dan Jepang, stainless stell sudah ditambahkan unsur krom (Cr) dan mangan (Mn), bahkan molibdenum (Mo) dan niobium (Nb). Material katode (contoh NMC- 811) merupakan produk olahan berbasis nikel yang paling mahal. Kandungan nikel pada produk ini adalah 48,3%, dan dihargai sekitar 315% LME (harga NMC-811 sekitar US$ 29.000/ton). Produk asli turunan nikel yang paling mahal saat ini adalah serbuk nikel nano (nickel nano powder), bahan dasar industri microchip dan telp selular. Gila kan! Hebat anda. Yang bego PT. ABC.
Bagi yang paham pasti miris sejak mendengar pemerintah membanggakan program hilirisasi. Gimana mau bicara hilirisasi, definisi aja salah. Setelah berkali kali diperingatkan barulah pemerintah menyadari. “ Oh salah ya. Oh ini merugikan sumber daya nikel kita. Duh harus gimana.? Akhirnya, Menteri ESDM mengatakan bahwa pemerintah akan memoratorium smelter nikel kelas dua, khususnya produk feronikel (FeNi) maupun Nickel Pig Iron (NPI). Tapi baru rencana loh. Karena Komut Smelter itu kan para orang titipan elite penguasa, termasuk pensiunan TNI dan POLRI. Pastilah dihambatnya moratorium itu. Belum lagi rente tambang, tentu mereka engga mau kehilangan pasar smelter. Moratorium hanya omong kosong.
Kalau tidak dibenahi segera maka 6 tahun kemudian atau tahun 2029 nikel sudah habis. Anak cucu udah engga kebagian. Mengapa ? Berdasarkan kebutuhan smelter sekarang, maka cadangan nikel terbukti hanya tersisa 5,5 tahun lagi. Sedih engga. ? Kita banyak orang pintar tapi karena rakus dan males, mereka jadi dongo. Ya jangan ulang lagi kesalahan masalalu yang hanya pencintraan tapi sebenarnya they know nothing. Baca program GAMA, hilirisasi akan terus dilanjutkan tetapi dengan program berdikari atau untuk kepentingan industri domestik. Artinya hilirisasi itu bukan bagian dari Global supply chain Industri , tapi untuk perluasaan downstream dalam negeri.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.