Thursday, July 18, 2024

Mindset miskin.

 



Saya menghadiri rapat antara Team GI dan Yuan dengan team mitra bisnisnya. Berawal 5 tahun lalu. Mitra GI dapat long term contract market. Mereka tidak punya sumber daya keuangan dan teknologi untuk melaksanakan contract itu. Maklum mereka hanya punya konsesi bisnis dari negara. Mereka datang ke Yuan sebagai solution provider. Yuan menggabungkan skema lending dan insurance untuk mortgage contract itu lewat perbankan. Pada waktu bersamaan Yuan menyediakan teknologi logistik first class agar utang mortgage itu secure. 


Namun baru berlangsung kurang dari 2 tahun, Pandemi terjadi. Operasional jadi tertunda. Income tidak ada. Sementara bunga bank tetap harus bayar. Pihak Mitra GI tidak bisa membayar bunga. Mereka memilih surrender. Sebagai guarantor atas lending itu, Yuan harus bailout utang itu. Asset yang jadi collateral dambil Yuan. Pihak mitra GI merasa happy. Mereka terhindar dari resiko. Namun setelah pandemi, dan terjadi perang Rusia-Ukraina, permintaan logistik meningkat. Value asset juga meningkat. Pihak mitra GI, datang mengemis agar long term contract cargo dilanjutkan. Ya akhir cerita mereka kena trap Hostile TO oleh Yuan.


Saya hanya mendengar saja rapat itu. Setelah rapat, salah satu owner dari mitra GI mengatakan bahwa Yuan adalah predator. Saya senyum aja. Ini masalah perbedaan mindset. Yuan tidak berpikir soal uang tetapi laba. Ketika ada masalah, Yuan tidak surrender. Tetapi menghadapinya untuk diselesaikan sebagai peluang baru. Itu juga bukan gambling. Tetapi proses pengambilan keputusan memang didasarkan oleh desk riset yang kuat dan dilaksanakan oleh SDM yang qualified  dengan standar good governance. Dengan cara itulah Yuan bertahan dan terus berkembang.


***

Yuan holding terdaftar di London namun markasnya di Hong Kong. Beroperasi secara internasional di lebih dari 20 negara. Punya standar international sebagai perusahaan yang mengandalkan sumber daya manusia.  Setelah GI diakuisisi oleh Yuan Holding. GI otomatis menjadi anak perusahaan Yuan. Keadaan berubah. Gaji karyawan naik 50%. Gaji staf dan direksi naik 10%. Direksi GI terkejut. Mengapa gaji naik diatas standar lokal.? demikian awalnya mereka bertanya. Namun setelah setahun. Barulah mereka paham. Secara perlahan terjadi transformasi kompetensi lewat training dan perbaikan sumber daya. Dengan standar high grade, Yuan bisa menghela anak usahanya masuk dalam kompetisi dunia. 


Pada tahun tahun awal mendirikan Yuan. Saya diskusi panjang lebar  dengan CEO Yuan, Wenny.  Dia lebih banyak mendengar apa yang menjadi visi saya. Saya katakan, Laba adalah wujud dari proses yang jeli memanfaatkan peluang, resilience dalam mengelola sumber daya, struggle lewat pengetahuan dan network yang ada.  Kalau kamu berpikir uang, kamu akan merugi. Tetapi kalau kamu fokus kepada proses meraih laba, uang akan datang sendiri. Pecundang tidak mengerti proses. Kalaupun mengerti, dia tak punya kemampuan melewati proses. Kalaupun mampu, dia tidak punya keberanian dan kesabaran. 

Kalau ada orang nampak kaya raya namun dia selalu berpikir tentang uang, maka itu artinya dia punya mindset miskin. Sebaliknya banyak juga orang miskin tapi punya mindset kaya. Dia menghormati proses dan sabar melewatinya dalam keterbatasan. Kalau dapat uang, dia utamakan kebutuhan daripada keinginan.  Kalaupun akhirnya dia dapat predikat kaya, tidak akan membuat dia euforia dan hidup hedonisme. Karena dasarnya memang dia punya mindset kaya. Jadi biasa saja.


Saya katakan,  di Indonesia gaji ASN sangat rendah dibandingkan dengan negara G7. Membandingkan itu wajar. Apalagi konsumsi sebagian besar dari Impor. Yang mau jadi ASN umumnya karena mindset miskin. Kalau mindset kaya, mana mungkin mau jadi ASN. Ketika ada peluang korupsi, itu pasti mereka lakukan. Walau ancaman bagi koruptor adalah penjara, itu tidak begitu menakutkan daripada kekurangan income. Dan kalau mereka akhirnya tamak, itu juga karena mindset miskin. Karena satu satu nya yang dipikirkan orang miskin adalah uang. Mereka tidak mampu berpikir lain kecuali uang.


Pemerintah mendapatkan legitimasi untuk mengelola sumber daya negara. Kalau ia cenderung mengutamakan prinsip kapitalisme, dan mengabaikan sosialisme, pemerintahan akan kehilangan spirit. Kreatifitas akan padam, struggle akan berkurang. Hanya masalah waktu negara bak bahtera besar akan karam. Karena dilubangi dari dalam. Merana karena mindset miskin. Retorika ASN abdi negara, pujian itu sangat tidak masuk akal. Bahkan sangat memalukan. Hipokrit. Itu sama saja memuji orang miskin yang tak tahu diri dan menasehatinya untuk bersabar dengan kemiskinannya. 


Idea besar butuh keberanian. Keberanian yang mengutamakan lebih dulu kesejahteraan karyawan daripada pemimpin. Artinya, jangan anggap kesejahteraan karyawan itu spending for nothing. Itu adalah investasi membangun fondasi yang kokoh untuk lahirnya kreativitas, innovasi,  semangat bersaing dan kepatuhan kepada good governance. Mengapa ? ketika karyawan dibayar cukup mensejahterakan,  mereka sadar mereka dibayar karena kompetensi. Itulah mindset kaya. Mereka tidak lagi hanya memikirkan uang. Tetapi fokus pada peningkatan nilai. Rasa hormat atas kinerja. Nah itulah yang akan menjadi energi besar menghadapi dunia yang terus berubah. Itu akan sustain…





No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.