Penjualan Lamborghini saat COVID mencapai rekor tertinggi. Ketika semua orang prihatin dan negara dihantam resesi karenanya. Pencapaian hasil seperti itu sungguh mengejutkan. Di situasi apapun orang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin. Ekonomi suram bukan karena ketegangan geopolitik, perang dagang antara China dan AS, pengaruh krisis tahun 2008. Bukan itu akar masalahnya. Bahwa sumber masalah adalah imbalance economy. Dan itu akibat kerakusan olikargi kapital yang sudah menjelma menjadi monster dan sangat berkuasa di hadapan negara manapun.
Kita tidak membenci orang kaya. Tetapi tentu tidak menginginkan orang kaya menikmati fasilitas sistem keuangan untuk menyembunyikan kekayaan mereka. Laporan Financial Accountability, Transparency and Integrity (FACTI) bahwa jumlah kerugian negara akibat dari penghindaran pajak, mengalihkan keuntungan, korupsi sebesar USD 500 miliar setahun. $7 triliun kekayaan swasta tersembunyi di negara-negara tax haven, dan 10% PDB global tersembunyi di perbankan first class OFC. Operasi pencucian uang lewat lembaga keuangan mencapai USD 1,6 triliun per tahun, atau 2,7% dari PDB global.
Misal di Indonesia hanya putaran uang judi online saja mencapai USD 40 miliar atau sekitar Rp 600 triliun setahun. Itu baru Judol, belum lagi putaran uang dari ilegal mining, ilegal logging dan smuggling. Padahal negara punya BIN dan BIA, PPATK. Sampai kini perang terhadap TPPU itu belum bisa dimenangkan. Padahal dampaknya telah membuat banyak rakyat bangkrut dan daya beli melemah. Maklum putaran uang sangat besar, dan tidak terjadi secara konvensional tetapi sifatnya sudah state capture. Mastermind nya ada pada jantung kekuasaan, yaitu oligarki. Senggama antara elite penguasa dan private.
Dari data tersebut diatas adalah fakta bahwa imbalance economy bersumber dari kerakusan segelintir orang, yang mengakibatkan ketidak adilan secara global. Imbalance economy mengacu pada distribusi sumber daya yang tidak adil di antara negara, organisasi, dan individu. Perubahan iklim hanya memperburuk masalah ini. Hampir semua negara tidak punya uang cukup untuk melaksanakan program zero emisi dan MDGs. Karena sumber pajak semakin lama semakin berkurang akibat semakin canggihnya sistem digital API untuk mobilitas uang tanpa terlacak dan bersembunyi dibalik ETF.
Pada pertemuan para menteri keuangan G20 di Rio de Janeiro bulan lalu (25/7), semua aktivis lingkungan dan sosial sangat mendukung agenda pertemuan terkait dengan kerjasama global memajaki orang super kaya. Kerjasama ini tentu tidak terbatas kepada tarif, tetapi juga menindak lanjuti suspicious activity reports (SARs). SAR dibuat oleh lembaga keuangan di lebih dari 170 negara yang berperan dalam memfasilitasi pencucian uang dan kejahatan penipuan lainnya. Tetapi agenda itu diveto oleh AS.
Apa mau dikata. Walau para elite AS tahu bahwa uang lebih banyak nongkrong di sistem keuangan daripada di sektor produks. Namun AS sendiri tidak berdaya di hadapan orang super kaya. Mereka sadar dan merasakan sendiri bahwa dampak dari imbalance economy adalah kemiskinan, pengangguran. Itu AS yang sistem demokrasinya sudah solid. Apalagi negara lain yang demokrasinya masih nepotisme dan politik dinasti. Benar benar kekuasaan sudah dalam cengkraman orang kaya, yang siap menjarah sumber daya apa saja untuk memuaskan kerakusannya.
Keserakahan adalah jurang tak berdasar yang menguras tenaga dalam upaya tiada henti untuk memenuhi kebutuhan tanpa pernah mencapai kepuasan. Keserakahan dapat mengubah orang baik menjadi monster yang kejam. Ini bukan soal uang tetapi soal hati. Solusinya adalah spiritual.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.