Anda semua tahu bahwa disamping Freeport yang punya tambang Emas, Indonesia juga punya tambang emas di NTB. Tambang ini awalnya dimiliki oleh Rio Tinto. Newmont Nusa Tenggara mengoperasikan tambang tembaga dan emas Batu Hijau di Kepulauan Sumbawa, Indonesia, dan memiliki akses terhadap beberapa prospek eksplorasi dan temuan cadangan yang besar di Elang di mana semuanya termasuk di dalam Kontrak Karya yang dimiliki. Pada tahun 2015, produksi dari Batu Hijau mencapai 240 juta lbs tembaga dan 0,3 juta oz emas. Proses divestasi pertama kali dilakukan dengan pelepasan saham kepada Pemda NTB melalui BUMD sebesar 24% ( dari 30% yang disepakati). Pembiayaan pengambil alihan ini menggunakan jalur Shadow banking milik Bakrie Group dengan skema mandatory convertible note ( MCN. )
Kepemilikan mayoritas saham tambang newmont itu atas nama PT. AMMAN dimana di dalamnya bukan hanya saham BUMD tetapi semua pemegang saham seperti 56 persen saham Newmont Mining Corporation dan Sumitomo Corporation ; dan PT Indonesia Masbaga 2,2 persen. Namun tahun 2016 diambil alih semua saham itu oleh Medco group. Jadi total saham yang dikuasai oleh Medco sebesar 82,2 %, sisanya 17,8% miliki oleh PT Pukuafu Indah ( keluarga Jusuf Meruk). Dengan adanya akuisisi ini maka kewajiban Newmont untuk divestasi terjadi sesuai UU bahkan lebih besar dari ketentuan UU Minerba. Karena dalam UU tidak harus BUMN , bisa juga BUMD atau swasta nasional.
Darimana Medco mendapatkan uang untuk akuisisi ini? Untuk mengakuisisi Amman, Medco membutuhkan dana sebesar USD 2,6 milir atau sedikit lebih kecil dari nilai akuisisi saham Freeport melalui RIO yang sebesar USD 3,8 miliar. Medco menggandeng AP Investment dengan skema MCN yang di fasilitasi oleh tiga bank BUMN, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Mandiri. Ketiga bank ini bertindak sebagai channeling bank untuk transaksi penjualan MCN ke China Development Bank CDB). Jadi semacam selling utang dari Bank BUMN ke China development bank. Resiko ada pada China development bank. Jadi ini aksi korporat dari MEDCO yang secara bisnis dibenarkan.
Tetapi yang harus anda ketahui bahwa jual beli saham pada perusahaan tambang itu biasa. Itu business as usual. Selagi anda punya financial resource , tidak sulit untuk mengambil alih. China memanfaatkan krisis global sejak tahun 2008 untuk melakukan investasi di bidang tambang emas dan nikel. Contoh Juli 2013 mengambil alih 80% saham North Parkes Mines milik Rio Tinto. Tahun 2015 , Ijin Mining Group mengambil alih 49,5 Saham Kamoa Holding ( Barbados ). Mei tahun 2016, China Moly Denum atau (SMOC) mengambilalih saham Freeport McMoran di Republik Okomo senilai 2,8 bilion USD. Tahun 2016 China Moly denum mengambil alih kepemilikan mayoritas Tenke Cooper Project di Kongo senilai 2,65 milyar USD. Mei 2016 China Moly denum juga meng akuisis Rio Tinto senilai USD 5,3 bilion di Oyutoigoi Cooper Mongolia.
Bagi Indonesia dan sesuai amanah UU, perlakuan terhadap dunia usaha sama. TIdak ada istilah anak emas atau anak tiri. Selagi ada tekhnologi dan modal ya silahkan ambil peluang bisnis tambang. Tetapi khusus investor asing harus setuju melakukan divestasi sesuai UU. Soal kemana mau divestasi itu terserah. Bisa kepada BUMN atau BUMD atau kepada Swasta nasional. Mengapa ? Karena itu amanah UUD 45 pasal 33. Dalam UU Minerba , hak otonomi daerah diakui di wilayah tambang. Pajak daerah seperti pajak Bumi bangunan, Air dan retribusi lain harus bayar. Negara juga berhak mendapatkan porsi bagi hasil dan pajak penghasilan. Kalau itu dimiliki BUMN maka negara akan dapat deviden tetapi tentu BUMN harus keluar uang untuk ambil saham itu. Karena divestasi itu bukan gratis.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.