Ada teman bertanya kepada saya dengan nada prihatin. “ Kenapa pemerintah tega menaikan iuran BPJS. “. Saya hanya tersenyum. Saya tak hendak menjawab dengan nada ikut prihatin terhadap kebijakan kenaikan iuran BPJS. Mengapa ? Esensi dari BPJS itu bukan soal sosial tetapi ini soal bisnis asuransi. Hanya saja skema bisnis yang terorganisir lewat UU SJSN untuk pertumbuhan berkelanjutan.
“ Apa dasarnya kamu bicara ini bisnis Asuransi ? Katanya.
“ Dalam UU No 40/2004 tentang SJSN prinsip gotong royong dijelaskan sebagai mekanisme saling membantu. Orang yang mampu membantu orang yang tidak mampu, orang yang sehat membantu orang yang sakit. Membayar iuran JKN tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga melindungi orang lain. Nah untuk melaksanakan amanah UU SJSN itu maka dibentuklah UU BPJS. “
“ Ok. Kamu tahukan, dalam UU BPJS tahun 2011 yang sudah revisi, ada pasal 4 hurup b, bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip “nirlaba”.
“ Ya itu yang mis-interpretasi. Pengertian nirlaba adalah gotong royong. Kalau prinsip nirlaba disamakan dengan negara yang menanggung rugi, maka itu tidak sesuai dengan kontekstual dari UU SJSN.”
“ Maksud kamu gimana ?
“ Seharusnya hubungan antara negara dengan BPJS sama seperti hubungan bisnis.
“ Bisa jelaskan secara konkrit ?
“ Baik saya analogikan sederhana. BPJS menghitung besaran premi yang harus dibayar oleh peserta berdasarkan prinsip bisnis asuransi dengan memperhatikan jenis asuransi, jangka waktu pertanggungan, usia dan kondisi kesehatan peserta dan jumlah pertanggungan. SOP ini harus dipatuhi. Katakanlah dari SOP ini keluar angka pertanggungan untuk kelas 1 Rp. 100.000. Kelas 2 50.000 dan kelas 3 25.000. Ini menjadi harga premi asuransi yang berlaku bagi siapa saja.”
“ Lah gimana kalau rakyat engga mampu bayar ?
“ Bagi yang tidak mampu membayar premi, negara tanggung lewat subsidi. BPJS tagih langsung ke pemerintah Daerah. Menteri keuangan salurkan subsidi itu lewat APBD. Sementara yang mampu, BPJS tagih langsung kepada peserta. Harganya premi sama saja. Sesuai golongan.
“ Dibayarin atau tidak , harga tidak ada diskon” katanya dengan mengerutkan kening.
“ Betul.”
“ Ya itu bisnis minded. “
“ Ya benar. Apabila BPJS bekerja secara bisnis, maka siapapun rakyat, baik peserta bayar maupun tidak bayar, tetap berhak untuk mendapaktan layanan terbaik. Akuntabilitas lebih terjamin. Transfaransi lebih terjamin. RS juga harus melaksanakan program JKN itu secara bisnis. Tidak lagi terkesan seperti sekarang yang apa adanya. Ya sama seperti bisnis asuransi kesehatan pada umumnya. Kalau pelayangan RS buruk, BPJS bisa tuntut secara perdata. Tapi saya yakin RS juga akan enjoy karena SOP nya akan sama dengan SOP perusahaan asuransi pada umumnya. Ya menguntungkan. Tentu mereka akan berusaha meningkatkan kualitas layanan agar mereka tidak delisting dari kemitraan dengan BPJS.”
“ Gimana kalau BPJS untung? katanya
“ Bukan untung tetapi surplus. Kan nirlaba”
“ Apakah surplus itu milik negara?
“ Tidak. Uang itu milik masyarakat peserta yang dilindungi oleh UU BPJS. Itu merupakan kekayaan yang terpisah dari negara. Di semua negara yang menerapkan UU SJSN, semua penyelenggara BPJS nya surplus besar, dan ini cara smart pooling fund sebagai bagian dari financial engineering negara di luar APBN.”
“ Mengapa ?
“ Laba itu bisa dikelola secara financial engineering untuk dileverage dalam berbagai portfolio secure investment, dan keuntungannya bisa digunakan untuk program pemberdayaan ekonomi rakyat seperti, program UKM, atau pembiayaan usaha mikro, pengadaan rumah murah, dan lain lain.”
“ Agar apa?
“ Dalam jangka panjang ekonomi ikut bergerak, dan orang miskin tertolong ekonominya secara langsung, yang pada gilirannya bisa membayar sendiri iuran BPJS tanpa harus di subsidi lagi oleh negara. Sementara akumulasi pendapatan premi tetap utuh atau tidak hilang. Ia akan menjadi jaringan pengaman sosial bagi rakyat dalam situasi andai terjadi krisis. Jadi makna gotong royong untuk kemandirian dapat terimplementasikan sesuai dengan amanah UU SJSN. Paham ya.”
“ Paham. apakah negara lain juga menerapkan seperti persepsi kamu itu “ katanya.
“ Ya. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi di seluruh dunia yang menerapkan skema jaminan sosial dan kesehatan. Bahkan di negara komunis seperti China, BPJS nya sudah menjadi fund provider untuk mendukung pembiayaan non budgeter. di AS, dana BPJS jadi market maker pasar uang di bawah kendali the FED. Di Singapore, BPJS menjadi fund provider sebagai sumber kekuatan dana BUMNnya. Di Eropa juga sama, dana BPJS jadi sumber dana bagi pengembangan bisnis yang masuk 500 fortune.
Semua negara pada awalnya ketika membangun BPJS ongkos sosial sangat mahal. Mereka sama dengan Indonesia mengalami defisit bertahun tahun untuk menjaga keseimbangan antara sosial dan ekonomi. Namun akhirnya lambat laut, BPJS menjadi sumber financial non budgeter bagi setiap negara. Pada waktu bersamaan kesadaran orang akan kesehatan semakin tinggi, dan sementara iuran dari tahun ketahun terus naik. Orang juga tidak peduli, karena biaya obat juga terus meroket. Menjadi peserta BPJS jauh lebih baik daripada tidak. "
“ Terus dimana keadikan sosial negara kepada rakyat”
“ Yang harus dipahami, keadilan sosial bukan berarti negara menjadi penjamin atau penanggung jawab secara financial masalah sosial rakyat. Negara kita bukan komunis yang menjamin semua kebutuhan sosial rakyat. Negara kita menerapkan keadilan sosial dalam arti keadilan yang proporsional.”
“ Apa itu proporsional?
“ Hanya mereka yang tidak mampu yang ditanggung negara. Saat sekarang ada 96 juta rakyat yang tidak mampu mendapatkan gratis iuran atau disebut dengan peserta PBI atau penerima bantuan iuran. Sementara yang mampu tidak ditanggung, bahkan mereka yang mampu harus ikut bertanggung jawab terhadap kewajiban negara bagi mereka yang tidak mampu.”
“ Mengapa ?
“ Kalau negara menanggung semua biaya sosial, maka struktur APBN kita juga berubah. Tidak lagi menggunakan sistem I tetapi T, yaitu neraca berimbang. Dengan sistem APBN berimbang, tidak mungkin lagi negara bisa mendapatkan sumber pembiayaan dari publik kecuali dari G2G. Karena mana ada publik mau beli SBN kalau APBN dibebani biaya sosial yang tinggi. Nah kalau G2G, kita akan terjebak dalam pinjaman bersifat politik seperti era Orde Baru. Ini sangat rentan bagi negara kita terjebak dalam neokolonialis.”
“ Jadi, sistem keadilan sosial itu tak lain, adalah memastikan rakyat ambil bagian menjaga negara ini dengan menyelesaikan masalah sosial secara mandiri, ya seperti China dan negara barat lainnya. Dimana awalnya negara menanggung rakyat yang tidak mampu namun pada waktu bersamaan negara juga mewajibkan mereka yang mampu ikut membiayai program Jaminan Kesehatan Nasional. Artinya tidak semua menjadi tanggung jawab negara lewat APBN, tetapi ada juga peran serta masyarakat di dalamnya dalam bentuk iuran.” Katanya berusaha menyimpulkan."
" Nah, kalau kamu menyadari akan skema BPJS, tidak perlu terus meributkan iuran naik. Lebih baik focus kepada menjaga kesehatan, menjaga lingkungan tetap bersih dan negara bisa focus memperkuat ekonomi dan investasi agar orang kerja dan upah meningkat untuk orang mampu bayar iuran BPJS.”
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.