Monday, May 25, 2020

Impor sayuran?


Ada banyak  pesan masuk via WA ke saya tentang indonesia impor sayuran mencapai Rp. 11,3 Triliun. Mendadak rakyat merasa peduli. Mengapa lahan kita yang luas tetapi sayuran masih impor. Ada lagi yang bilang Jokowi gagal. Saya hanya menjawab WA yang pertanyaannya terkesan terpelajar. Mengapa? kita tidak bisa diskusi dengan orang yang sudah terbentuk persepsinya menyalahkan pemerintah. Tetapi dengan orang yang terbuka pikirannya, kita masih ada ruang dialogh. Soal apakah bisa menerima atau tidak, itu tidak penting.

“ Babo, apa yang menyebabkan kita sampai sekarang masih impor sayuran. Padahal lahan kita luas. “ Kata nitizen.

“ Penyebabnya karena permintaan dan dalam negeri engga bisa mensuplainya“ 

“ Apa yang engga bisa kita suplai itu ?

“ Bawang Putih dan Kentang industri dan cabe “

“ Emang tanah kita engga bisa tanam Bawang putih?

“ Bawang putih itu tumbuh secara efektif di daerah subtropik. Walau ditanah kita juga bisa namun hasilnya engga sebaik di daerah subtropik. Nah 39% impor dari Rp. 11,3 triliun nilai impor itu berasal dari bawang putih.”

“ Lah kalau kentang kenapa harus impor. Padahal kita justru ekspor kentang. Kan produksi kita melimpah. “ 

“ Produski kentang kita memang melimpah, namun harganya relatif mahal kalau untuk industri. Sementara kentang dari China harganya lebih murah, walau memang kualitas rendah namun ukuranya besar.  Tapi kan pabrik engga lihat rasa dan kualias. Mereka hanya perlu kentang yang ukuran besar sehingga kalau masuk mesin potong untuk produksi kemasan French fries pas, dan begitu juga restoran cepat saji lebih memilih kentang ukuran besar.”

“ Mengapa China bisa jual dengan harga lebih murah dari kita?

" Di samping mereka sudah menerapkan estate farm secara modern, sistem logistik mereka juga sangat efisien. Ya otomatis harga jadi murah. Kita kan tanamnya masih tradisional dan  logistik kita masih belum begitu bagus. Kalau mahal wajar"

" Jadi motive nya karena permintaan pasar. Dan itu memang bisnis. yang selalu cari harga yang murah."

“ Tepat sekali. “

“ Terus gimana dengan cabe. Kenapa kita masih impor? Padahal kan lahan kita luas dan bisa tanam cabe”

“ Cebe yang diimpor itu cabe kering dalam bentuk powder.  Industri makanan di Indonesia membutuhkan kontinyu suplai bahan baku untuk menjamin produktifitasnya. Sementara cabe kita kan produksi melimpah hanya ketika panen. Kalau engga panen harganya mahal dan sangat sedikit.  Kita belum menerapkan bertani cabe secara modern. Hampir sebagian besar cabe ketika panen dijual dalam bentuk fresh. Kalau tidak terjual ya busuk.  Dibuang begitu saja. Selesai panen habis tuh cabe. Sedikit sekali masuk ke dalam industri pengolahan menjadi powder chili, yang bisa bertahan selama setahun dalam kemasan untuk menjamin suplai ke industri makanan kemasan.”

“ Bisa jelaskan gimana industri powder chili di luar negeri. Menarik nih“

“ Chili powder dry atau tepung cabe kering adalah hasil olahan cabe mentah dengan menggunakan technology cold drier sehingga aroma dan unsur kimianya tidak hilang. Itu sebabnya Chili powder dry bisa digunakan langsung untuk memasak makanan yang membutuhkan cabe sebagai campuran. Chili powder dry adalah juga raw material untuk Pabrik makanan seperti Pabrik Mie instant, makanan ringan dan sauce. Karena itu harga menjadi stabil atau tidak dipengaruhi oleh faktor musim dan cuaca. 

Di China, Thailand, Korea dan negara lain, cabe sudah masuk estate farm. Dikelola secara professional dengan konsep agroIndustri. Berapapun panen cabe akan diserap oleh pabrik pengolahan untuk menghasilkan Chili powder dry. Dengan demikian tingkat resiko petani akibat busuk paska panen hampir tidak ada karena semua produksi diserap oleh pabrik.

Petani mempunyai pendapatan pasti dan konsumen mendapatkan harga yang stabil, itulah kelebihan estate farm yang berbeda dengan pertanian tradisional dimana harga dan supply dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Walau kita sudah menjadi anggota G20, walau ada ribuan insinyur pertanian dihasilkan oleh kampus terbaik negeri ini tapi pertanian kita masih dikelola dengan cara tradisional. “
“ Terimakasih Babo atas penjelasannya Semoga ini menjadi perhatian pemerintah sekarang. Bagaimana membangun dengan cara yang modern. Tapi kenapa ketergantungan kita dengan China untuk impor sangat besar. “

“ Dalam perdagangan international, negara manapun tidak bisa melarang kegiatan impor maupun ekspor. Yang bisa dilakukan adalah dengan kebijakan tarif. Tapi kalau kita terapkan tarif tinggi pada satu komoditas agar barang China engga bisa masuk karena mahal, pasti China akan balas dengan tarif juga untuk produk ekspor kita ke China. Ini jelas tidak sehat. Perang dagang namanya. Yang harus dilakukan itu adalah memberdayakan produksi dalam negeri, dengan melakukan perubahan pola produksi pertanian dari cara tradisional ke modern. Contoh seperti cabe yang tadi saya katakan. itu juga bisa untuk produk pertanian lainnya seperti Powder ginger dry. Padahal permintaan pabrik dalam negeri kan besar. Artinya peluang ada. “

“ Seharusnya ada upaya pemerintah menekan China agar neraca  dagang kita dengan china engga tekor”

“ Saat sekarang dari januari sampai maret neraca dagang kita  khususnya sayuran dengan China , surplus sebesar USD 164 juta. Tahun lalu secara keseluruhan neraca dagang kita dengan Cina surplus USD 1,87 miliar “

“ Oh jadi engga benar berita kalau kita tekor dagang dengan China.”

“ Tadi sebelumnya ya. Tetapi setelah ada perbaikan lewat kebijakan kita bisa mengubah posisi dari defisit menjadi surplus. Paham ya.”

“ Paham Babo, terimakasih.”

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.