Tuesday, June 16, 2020

Reformasi BUMN kita.


Saat sekarang Menteri Negara BUMN sedang berusaha membenahi BUMN lewat pergantian SDM di level Direksi dan komisaris. Juga melakukan restruktur bisnis yang berkaitan dengan anak perusahaan.  Kalau mencermati dasar adanya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, kita bisa baca Pasal 2 di mana maksud dan tujuan BUMN itu salah satunya “ mengejar keuntungan”. Artinya walau tidak ada istilah kapitalisme namun dari Pasal 2 itu sudah jelas bahwa visi BUMN itu memang kapitalis. Mengapa ? kalimat, “ mengejar” itu hanya ada pada teori kapitalisme. Dalam sosialisme yang ada adalah “ mencapai keuntungan”. Terminologi “mencapai “ini berhubungan dengan kerjasama atau gotong royong. Kalau “ mengejar” itu melakukan segala cara atas dasar hegemoni, bisa modal bisa juga karena faktor regulasi.

Pada tahun 2002, OECD berkantor di DPR sebagai mentor melakukan amandemen UUD 45. Semua partai yang kini berkuasa adalah mereka yang merubah UUD 45. Dari 194 ayat, 3 Pasal Aturan Tambahan, 2 Aturan Peralihan yang terdapat dalam UUD 2002 hanya 25 ayat yang terdapat dalam UUD 45 dipertahankan. Jadi ini bukan amendment tapi merubah UUD 45. 

Bagaimana struktur Indonesia setelah perubahan UUD 45 ini ? 1) kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan langsung oleh rakyat; (2) MPR hanyalah sekedar majelis pertemuan bersama (joint session assembly) yang tidak punya kewenangan mengubah dan menetapkan UUD karena bukan merupakan lembaga tertinggi pelaksana kedaulatan rakyat; (3) menggunakan sistem presidensial, dan (4) memisahkan perekonomian nasional dengan kesejahteraan sosial sehingga mengakibatkan sistem perekonomian Negara tidak lagi dilandasi oleh asas pemerataan dan kekeluargaan untuk menciptakan keadilan sosial, tetapi telah berubah menjadi sistem ekonomi individualistis dan bebas seperti pemikiran ekonomi kapitalistis. 

Pada tahun 2002, Asian Development Bank memberikan pinjaman lunak kepada Pemerintah Indonesia untuk mendukung Program Financial Governance and Social Security Reform ( FGSSR) senilai USD 250 juta. Saya ingat ketika bantuan itu diberikan, salah satu teman aktifis berkata bahwa ada dua agenda besar dari program ini, yaitu mereformasi BUMN  dan jaminan social dalam Blue Print Economic reform. Tahun 2003 keluarlah UU BUMN dan tahun 2003 juga UU SJSN masuk dalam proglegnas. Tahun 2004 UU SJSN disahkan. Dengan demikian pendekatan BUMN dan SJSN yang kemudian melahirkan UU BPJS memang bisnis oriented. Itulah buah karya dari konsultan Asing kepada DPR kita di masa awal reformasi. 

Sebetulnya dasar UU BUMN pernah digugat ke MK. Alasannya tidak sesuai dengan UUD 45 pasal 33 khususnya Pasal 2 Ayat 1 (a) dan (b). Selain itu pasal yang menjadi fokus gugatan juga Pasal 4 Ayat 4. Sementara UUD 45 pasal 33 sendiri pernah juga digugat di MK. Keduanya, baik UU BUMN dan UUD 45 pasal 33, gagal digugat ke MK.

“ Saat sekarang ini BUMN di tangan Erick sedang berbenah. Akan ada pengurangan jumlah BUMN dan anak perusahaannya. Tujuanya adalah membuat BUMN efisien.“ Kata saya waktu berdiskusi dengan teman waktu kami usai meeting di bank kemarin. 

“ Menurut saya yang harus dilakukan itu adalah restruktur BUMN. “ Katanya.

“ Mengapa ?

“ Karena BUMN yang ada sekarang kan di create sebelum era Reformasi atau sebelum ada UU BUMN 2003. BUMN di design sebagai mitra Departement melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang fiskal dan sektor real. Makanya BUMN terkosentasi kepada bidang yang sesuai dengan misi kementrian. Misal, Pelindo 1&2, itu melaksanakan tugas Kementrian Perhubungan. Bank BUMN, melaksanakan misi masing masing kementrian. Bank Dagang, melaksanakan misi Kementrian perdagangan.  BAPIDO, melaksanakan misi kementrian Perindustrian. BNI melaksanakan misi bidang Investasi dan Umum.  BRI, melaksanakan misi bidang Pertanian, nelayan serta koperasi. Begitupula BUMN Karya, yang dirancang sesuai tugasnya dibidang Perumahan, jalan dan jembatan, pelabuhan.  Nah dengan adanya UU BUMN, seharusnya struktur BUMN seperti itu harus di ubah. Karena visi dan misi udah berubah dari era sebelum reformasi. Visi BUMN sekarang kan mengejar keuntungan dan efisiensi memang sangat penting.”

“ Benar  juga ya. Gimana restruktur yang kamu maksud?

“ Contoh, Anda tahu, setiap Bank BUMN punya ATM tersendiri. Tentu masing masing harus membangun IT system lengkap dengan jaringannya. Padahal masing masing adalah milik negara. Bisnis bank bukan ATM tetapi agent of development. Contoh lagi, BUMN kontruksi. Ya PP, Wijaya Karya , Waskita , Hutama, Adhi Karya. Semua itu punya bidang yang sama yaitu jasa kontruksi. Belum lagi keberadaan BUMN yang sama bindang namun wilayah seperti Pelindo 1 dan 2, Angkasa Purat 1 dan 2.  PELNI dan PT ASDP. Ini jelas tidak efisien dari segi sumber daya. Masing masing berkompetisi di bidang yang sama.”

“ Solusinya gimana ?

“ Ya membentu Super Holding dengan sub holding sesuai dengan bidang bisnis, dengan tujuan tentu efisiensi.  Kalau ada Holding Bank BUMN maka tidak perlu masing masing Bank BUMN itu punya ATM. ATM bisa dikelola oleh BUMN bidang IT perbankan. Sehingga efisien.  Sementara BUMN perbankan bidang IT bisa dikembangkan lebih luas sebagai profit center dengan meningkatkan layanannya sampai ke Financial technology. Peran bank lebih kepada agent of development terspesialisasi sesuai dengan misi mereka sebagai agent of developement. Misal, BRI khusus bidang Agro dan Koperasi. BNI khusus bidang Korporat. Bank Mandiri khusus bidang Investment.

Holding BUMN kontruksi, masing BUMN Kontruksi itu akan bergerak terspecialisasi. Contoh PP, khusus bidang pembangunan perumahan dan kawasan hunian dan pelabuhan.  Waskita, khusus membangun jalan dan jembatan. Hutama khusus membangun Jalan Toll dan jalan negara. Adhi Karya membangun bandara dan gedung pemerintahan. Sehingga masing masing BUMN itu bisa mengembangkan sumber dayanya secara berkualitas. Bukan hanya standar lokal tetapi juga international?

Masing masing bidang BUMN itu adalah holding atau sub-holding dari holding BUMN. Dari Holding BUMN itu diatas ada super holding, yang membawahi semua holding BUMN. “

“ Menarik juga. Terus..” Kata saya.

“ Nah, tentu tujuan dibentuknya Holding dan Super holding, adalah di samping  efisiensi juga untuk efektifitas sumber daya. Mempercepat proses pengambilan keputusan dalam aksi korporat. Dan yang lebih penting adalah memperkuat Struktur permodalan BUMN dan meningkatkan credit rating anak perusahaan. Keberadaan Holding bisa mengarahkan anak perusahaan untuk focus sesuai core nya dan memastikan terjadi efisiensi lewat sinergi antar anak perusahaan. “

“ Konkritnya gimana ?

“ Untuk lebih jelasnya saya analogikan begini. Ada istilah dalam bisnis yang mungkin anda jarang mendengar yaitu project derivative value (PDV). Istilah PDV ini untuk menggambarkan bagaimana visi perusahaan yang mampu menciptakan berbagai project yang terhubung dengan bisnis utama secara off balance Sheet. Artinya pengembangan bisnis mendukung Core tidak melibatkan neraca perusahaan. Contoh satu Perusahan produsen CPO yang membutuhkan kapal angkut. Perusahaan itu memberikan kontrak jangka panjang jasa angkutan kepada anak perusahaan. Anak perusahaan menarik dana dari lembaga keuangan untuk membeli kapal. Underlying nya adalah kontrak jasa angkutan dan jaminannya adalah kapal itu sendiri.

Karena anak perusahaan punya armada kapal maka di samping melayani kontrak kepada induk perusahaan, diapun melayani angkutan dari perusahaan lain. Jadi anak perusahaan beroperasi sebagaimana layaknya Perusahan mandiri secara akuntansi dan balance Sheet. Agar angkutan selalu ada dan meningkat maka anak perusahaan itu bisa juga membentuk anak perusahaan lagi untuk trading CPO. Tentu dengan dukungan armada kapal yang ada, tidak sulit bagi anak perusahaan mendirikan bisnis trading dengan membangun bunker CPO. Bunker ini disamping untuk melayani group Perusahaan juga melayani perusahaan lain.

Pembiayaan bunker ini didapat dari bank dengan underlying strategy partners dukungan armada. Itu bankable banget. Karena bunker menjadi bisnis yang menguntungkan bila didukung armada kapal sebagai backbone logistic. Apabila Bunker sudah established maka anak perusahaan trading bisa membentuk anak perusahaan refinery downstream CPO. Karena bunker yang ada bisa sebagai suply guarantee bahan baku. Tentu bank akan senang hati membiayai proyek ini karena adanya suply guarantee dari bunker yang solid dan kuat dibidang logistic.

Perhatikan uraian tersebut diatas. Pemilik sebenarnya semua bisnis kapal, bunker, refinery adalah perusahaan produsen CPO. Tetapi karena entity ( badan hukum ) nya berbeda maka secara hukum dan akuntansi posisi hutang tidak ada kaitannya. Apalagi skema hutang yang digunakan adalah project based. Artinya perusahaan didirikan atas dasar project yang sudah established secara bisnis. Tentu sangat aman secara financial scheme.”

“ Model konglomerat.”

“ Tidak sama dengan konglomerasi. Konglomerasi berkembang karena hegemoni sumber daya termasuk modal dari induk perusahaan untuk unggul dalam persaingan. Sementara PDV bertujuan membangun kekuatan stakeholder atas dasar kebersamaan untuk tujuan efisiensi dan meningkatkan sumber pembiayaan diluar induk agar bisa berkembang cepat. Keberadaan super holding sebagai strategi menerapkan  bisnis model PDV. Contoh PT. Waskita sebagai EPC membentuk anak perusahaan PT. waskita Toll Road. Anak perusahaan ini bertindak sebagai developer toll dan menarik dana dari bank dengan underlying konsesi toll. Siapa yang bangun ? Ya PT. Waskita. Dengan demikian waskita dapat dana membangun dari anak perusahaan. Artinya neraca PT. waskita sebagai BUMN tidak dijaminkan, atau posisi off balance sheet. Resiko utang ada pada waskita toll road. Bagaimana Waskita toll road membayarnya? Ya melalui pelepasan saham ke publik atau secara private placement untuk dapatkan capital gain. Sementara bisnis Core PT. Waskita melaksanakan fungsinya sebagai Agent of development.”

“ Ada contoh lebih sederhana?

“ Contoh yang paling tepat seperti yang ada di era Meneg BUMN sebelumnya. Kalau akuisisi Freeport diserahkan kepada PT. Aneka Tambang, tentu tidak mungkin bisa mendapatkan dana dari pasar uang. Neraca PT. Aneka Tambang tidak qualified. Tetapi dengan adanya Holding Tambang yang merupakan gabungan dari beberapa BUMN tambang, maka secara akuntasi PT. Inalum sebagai holding, qualified menerbitkan Global Bond sebesar USD 3,8 miliar. Apakah resiko ada pada Inalum sebagai Holding? tidak. Penerbitan global bond itu tidak dijamin oleh BUMN Holding Tambang ( Inalum) tapi oleh Freeport yang sumber pembayaran utangnya dari deviden atas saham Freeport yang dikuasai.”

“ Terus gimana fungsi sosial dari BUMN itu ?

“ UU BUMN 2003 itu fungsi sosial BUMN ada pada deviden yang mereka sumbangkan pada negara. Dengan adanya restruktur BUMN seperti itu, fungsi sosial korporat akan terjadi dengan sendirinya. Kalau BUMN efisien, maka mereka bisa menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas. Pada waktu bersamaan bisa memberikan deviden kepada negara untuk memperkuat APBN melaksanakan fungsi sosial negara.” 


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.