Saya berkunjung ke Swiss dan pada kesempatan itu saya mengajak Rachel makan malam. Dia wanita Yahudi dan mitra saya dalam bisnis asset management di Zurich. Hal yang saya hindari adalah berbicara politik dengan Rachel. Maklum masalah Israel menduduki Palestina sudah menjadi masalah umat islam sedunia. Apalagi dia tahu bahwa saya muslim. Tentu sangat sensitip membahas soal politik. Dia penganut agama yang taat. Begitu juga saya. “ Saya senang bermitra dengan kamu. Walau kita berbeda agama dan budaya, tidak menghalangi kita saling berbagi dan saling menguatkan visi dalam bisnis. Terbukti selama 5 tahun usaha berkembang baik. “ katanya.
“ Saya juga senang bemitra dengan kamu, golongan yang menguasai 2/3 asset global. “ Kata saya berusaha membuat dia nyaman dan meyakinkan dia bahwa saya tidak ragu untuk terus bermitra dengannya. “ Bro, andaikan tidak ada diskriminasi atas etnis kami, tentu tidak mungkin kami masuk dalam dunia perbankan dan financial. Karena dulu hanya itu satu satunya boleh kami lakukan. Sementara bidang industri dan manufaktur tidak boleh. Bahkan berdagang di Eropa dan Rusia, kami dibatasi. Proses sejarah, yang mungkin saja takdir menjadikan kami mengontrol perputaran uang dunia sampai sekarang” Katanya berusaha merendah.
“ Kamu engga perlu terlalu sungkan dengan saya. Apalagi dikaitkan dengan kami etnis Yahudi. Biasa saja. Persahabatan kita diuji dengan waktu. Selama ini kita saling menjaga. Dan lagi, saya tidak tahu pasti sejarah asal muasal etnis Yahudi. Nilai nilai apocalipso Yahudi atas Palestina tidak ada pada diri kami. Yang saya tahu, pada tahun 740 M moyang kami bermigrasi ke Kojar, wilayah Kokaz di Rusia selatan. Kami memeluk ajaran Taurat. Hanya sebatas itu pemahaman kami soal asal usul. Kemudian, tersebar ke seluruh dunia..” Kata Rachel. Saya meminum Wine seraya memperhatikan wajahnya. Rachel memang cantik dalam usia mature.
“ Yahudi itu juga adalah israel. Bicara Israel dia era sekarang pasti berujung rasis terhadap etnis Yahudi. Jadi maklumi saja. “ Kata saya berusaha dia nyaman.
“ Yang saya tahu nama Israel itu sendiri adalah gelar yang diberikan kepada Yakub bin Ishak bin Ibrahim. Jadi kalau kita berbicara tentang israel maka itu juga kita biraca tentang keturunan Nabi Ibrahim, yang juga dikenal sebagai bapak agama samawi atau percaya kepada 1 Tuhan. Lah Yahudi itu sebutan kepada penduduk kerajaan Yehuda yang ditaklukkan oleh Babilonia. Padahal kan tidak semua penduduk Yehuda itu orang Israel. Banyak juga suku lain. Israel itu terkait hanya dengan keturunan Yakub. Dan kalau kini jadi nama negara, itu hanya karena politik zionis.” Kata Rachel.
“ Saya tidak tahu. Apa benar orang Yahudi punya ambisi mendirikan negara israel dan menguasai Yarusalem? Maaf kalau pertanyaan saya kurang berkenan.” kata saya. Rachel tersenyum seraya mengibaskan tangannya. Sebagai tanda dia minta saya tidak terlalu sungkan. “ Engga apa apa. Itu pertanyaan bagus. Karena pertanyaan itulah membuat orang punya persepsi negatif terhadap etnis Yahudi. Sebetulnya terjadinya negara isral dan kemudian pemukiman Yahudi di Palestina itu. Yang saya tahu, kami tidak pernah ada keinginan kembali ke Palestina. Yang ingin agar kami kembali ke Palestina adalah politisi Eropa , Rusia dan AS. "
" Oh karena dipaksa? Gimana ceritanya? Tanya saya penasaran. Ini menarik. Karena sesuatu yang jarang saya dengar sebagai sebuah pengakuan yang jujur.
" Berawal tampilnya kekuatan baru dunia yang berpusat di Istambul, Dinasti Turki Ottoman. Sementara paska Perang Salib bangkitnya dominasi Islam di seluruh Timur Tengah oleh Khilafah Abbuyid dan Mamluk. Pada tahun 1517 Turki Ottoman yang Suni mengalahkan Mamluk yang shiah. Yerusalem jatuh ke tangan Khilafah Ottoman. Selajutnya ia berkuasa di seluruh Timur Tengah. Di bawah pimpinan Sultan Sulaiman Alqanuni, limapuluh tahun pertama kepemimpinan Ottoman adalah masa kemakmuran di Yerusalem.
Namun setelah Sultan Sulaiman Alqanuni wafat, penerusnya tidak bisa mempertahankan kemakmuran. Justru terjadi politik rasis terhadap etnis Yahudi. Sejak saat itu terjadi eksodus orang Yahudi ke Suria, Libanon dan Mesir. Lambat laun keadaan Ekonomi menurun drastis. Akhirnya Yarusalem jadi kota yang sepi dan sunyi. Rakyat hanya segelintir dan sangat miskin. Itu berlangsung 400 tahun selama kekuasaan Ottoman di Palestina. Selama 400 tahun orang Yahudi tadinya eksodus ke Mesir, Suriah, Libanon kemudian tersebar ke seluruh dunia. Mereka inilah yang orang Eropa sebut etnis Semit, yang artinya imigran Arab. Dan lucunya semua Yahud disebut etnis semit.
Padahal tidak semua. Namun perlakuan diskriminasi sama saja. Kemudian Penguasa Eropa dan Rusia berniat untuk memindahkan etnis Yahudi ke tempat lain. Rencana awal memindahkan ke Afrika atau Argentina. Tetapi akhirnya gagal. Gagalnya karena masalah biaya. Semetara diskriminasi politik kepada etnis Yahudi semakin keras. Setelah itu barulah muncul nama Palestina sebagai tempat relokasi etnis Yahudi.” Kata Rachel tersenyum.
“ Mengapa ke Palestina?
“ Kan sudah saya ceritakan diawal, wilayah palestina itu kekurangan penduduk. Tempatnya relatif subur. Jadi kamu pahamkan. Tidak ada ambisi etnis Yahudi mau kembali ke Palestina. Tapi mereka dipaksa oleh penguasa di Eropa dan Rusia. Kalaulah tidak ada politik diskriminasi, ngapain kami ke Palestina. Toh kami sudah nyaman tinggal di Eropa dan Rusia. Secara ekonomi, saat itu kami sudah mapan. Bukan sampah masyarakat. “ Rachel sampai pada kesimpulan yang sederhana. Namun masuk akal. Saya bisa membayangkan betapa buruk nasip orang asing tinggal di negeri orang setelah sekian keturunan tetap saja dianggap asing dan didiskrimasi. Tidak ada agama yang membenarkan itu.
“ Karenanya” lanjut Rachel.” Memidahkan orang Yahudi yang tersebar dibeberapa negara itu ke Palestina tidak mudah. Harus ada usaha luar biasa. Perlu gerakan politik besar. Pada tahun 1895 Zionist Movement dipopulerkan di Vienna oleh Theodore Hertzl yang kemudian tahun 1896 ia menulis buku berjudul “Der Judenstaat” atau “The Jewish State”. Buku itu menjadi inspirasi bagi orang Yahudi. Ya sebetunya itu hanya bisnis yang dibungkus politik. Sebuah konsep politik untuk mendorong orang Yahudi untuk mau pindah ke Palestina tanpa dipaksa dan kalau bisa mereka bayar tanah yang mereka tempati di Palestina. Maka antara politik dan bisnis bercampur sudah.
Pada awalnya tahun 1896 gerakan zeonis memohon kepada Sultan Abdul Hamid II untuk memberikan tanah di Palestina dengan imbalan bantuan keuangan kepada sultan. Tapi ditolak oleh Sultan. Nah kegagalan ini jadi bahan provokasi oleh gerakan zeonis, seakan penolakan Sultan karena kebencian umat islam kepada Yahudi. Ini memicu persatuan bagi seluruh etnis Yahudi dimana saja berada. Dari kelas petani, buruh sampai pengusaha bersatu. Ini bukan lagi sekedar gerakan politik tetapi sudah menjadi gerakan agama atas dasar keimanan. Kuat sekali. Tentu kalau sudah bicara agama, bisnis mendatangkan uang lebih mudah. Orang kaya Yahudi mudah dipengaruhi agar menyumbang gerakan ini. “ kata Rachel.
“ Ok. Sejak perempatan terakhir abad ke-19 kekuasaan Dinasti Turki Ottoman semakin meredup. Itu memberikan peluang besar bagi masuknya orang- orang Yahudi di kawasan Palestina dalam jumlah besar. Mereka masuk tidak dengan pasukan dan senjata. Mereka masuk membawa uang. Para bangsawan Turki yang ada di Palestina menjual tanah kepada pendatang Yahudi. Mereka semakin kaya. Sementara Rakyat juga melepas tanah itu untuk dijual. Itu karena mereka sangat miskin.
Nah mari berandai andai, andaikan Sultan memang berkuasa dengan tujuan kemakmuran, tentu tidak ada kemiskinan dan tidak ada tanah yang dijual untuk hidup rakyatnya. Kalau para bangsawan itu loyal kepada Sultan, tentu mereka tidak akan menjual tanah itu kepada Yahudi. Tentu sejarah akan berbeda. Namun itulah yang terjadi. Elite politik Zeonis tentu dapat untung besar dalam bisnis relokasi ini. Orang kecil hanya diperalat untuk kepentingan para elite. Proses pemidahan penduduk tidak berlangsung efektif. Karena Palestina masih dikuasai Ottoman. Maka perlu langkah besar. Gerakan Zeonist mendapat angin segar dengan adanya dukungan dari Ratu Inggris yang berniat menguasai kawasan Timur Tengah. "
“ Wah menarik nih. Lanjut.. ? Saya antusias.
“ Kita semua tahu. Kekuasaan Turki Ottoman di Timur Tengah merupakan hasil dari penaklukan Khilafah Abbuyid dan Mamluk. Setelah itu wilayah Arab dibagi menjadi 15 wilayah dengan masing masing dipimpin oleh Gubernur. Para pemimpin itu terdiri dari beberapa kepala suku. Yang terbesar adalah Bani Hasyim yang merupakan klan Nabi Muhammad. Klan Hasyim ini menjadi pemimpin di Makkah dan Madinah (atau Hejaz). Sedangkan Klan Saud atau Bani Saud berkuasa di Najd, yang masih berada di kawasan Arab Saudi sekarang. Itu sebabnya Kementerian Pendidikan Saudi menyatakan Kekhalifahan Ottoman tidak mewakili umat Islam dan dinyatakan sebagai penjajah.
Dalam situasi krusial Perang Dunia I, penguasa Hejaz adalah Sharif Hussein yang diangkat sebagai Emir (atau Gubernur) Makkah oleh Turki Ottoman pada 1909. Tahun 1915 bangkitnya paham nasioalisme Arab. Saat itu ada keinginan Arab melepaskan diri dari Turki Ottoman. Maka berdirilah Jami’yah Arabiyah Fatat. Situasi ini dimanfaatkan oleh Inggris melobi Sharif Hussein. Inggris menjanjikan sebagian besar wilayah Arab akan menjadi milik Sharif Hussein jika ia segera mengumumkan perlawanan terhadap Turki Ottoman. Inggris juga siap membantu dana perang dan persenjataan lengkap.
Tanpa sepengetahuan Sharif Hussein, Pada 1916 Perjanjian Sikes Piccot antara Inggris dan Perancis ditandatangani dalam aliansi perang menghadapi Turki Ottoman. Perjanjian Sikes Piccot berkaitan dengan pembagian wilayah apabila perang dimenangkan. Wilayah Arab nanti akan dibagi dua. Inggris mendapatkan Irak, Yordania, Haifa (Israel), dan sekitarnya, sementara Prancis diberi Suriah dan Libanon. Adapun sebagian besar wilayah Palestina akan berada dalam kontrol bersama.
Selain itu, Inggris juga menandatangani Perjanjian Balfour yang isinya memberikan hak kepada Yahudi internasional untuk mendirikan negara zionis di Palestina jika Turki Ottoman sudah dikalahkan. Hal ini diberikan Inggris karena kaum zionis berhasil membujuk Amerika Serikat membantu Sekutu melawan kubu Jerman di Perang Dunia I. Setelah perang dunia pertama, inggris dan Perancis menang, Ottoman kalah. "
" Wah konyol inggris. Kesemua pihak dia berjanji. Mungkin inilah jadi biang persoalan konflik tak berujung. " Kata saya.
" Tepat. Semua kongsi yang ikut andil minta bagian. Sharif Hussein dapat jatah Hejaz. Setelah meninggal pada 1924, wilayahnya dibagi kepada anak anaknya. Pangeran Ali mewarisi wilayah Hejaz. Sedangkan Pangeran Faisal menjadi penguasa di Irak dan Suriah (dikenal dengan nama Faisal I of Iraqi) dan anaknya yang lain, Pangeran Abdullah, menjadi penguasa di Jordan (terkenal dengan nama Abdullah I of Jordan). Namun pembagian wilayah itu ditolak oleh Bani Saud. Alasanya ? mereka tadinya yang berkuasa di Hejaz sejak abad ke 17.
Perang dech antara mereka. Pada 1926, di bawah kepemimpinan Abdul Azis, Bani Saud berhasil menguasai Hejaz dan Najd.. Keturunan Sharif Hussein pun tersingkir dari Makkah dan Madinah. Sementara itu Yahudi juga ngotot minta jatah tanah yang dijanjikan Inggris. Arab menolak. Tidak ada kamusnya Yahudi berhak. Terjadilah kerusuhan antara Arab dan Yahudi. Yang jadi sasaran adalah Inggris yang mendapat mandat dari LBB di Palestina, mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Akhirnya Pada 1947, PBB mengajukan rencana membagi dua Palestina, yaitu wilayah independen Yahudi dan wilayah independen Arab dengan Yerusalem sebagai wilayah internasional. Yahudi menerima rencana itu tetapi kebanyakan orang Palestina dan Arab menolak. Mereka mulai membentuk pasukan sukarela di seluruh Palestina. Perang lagi. Pada Mei 1948, kurang dari setahun setelah itu, Inggris menarik diri dari Palestina. Israel mendeklarasikan kemerdekaan. " Kata Rachel.
" Oh i see. Terus.."
" Setelah itu perang lagi. Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak, dan negara Arab lainnya mengerahkan militernya, menyerbu Israel. Targetnya menghancurkan Israel. Ternyata gagal. Namun hasil dari perang ini, Mesir berhasil merebut Jalur Gaza dan Jordania mendapatkan Tepi Barat. Jordania juga menguasai Jerusalem Timur. Jerusalem Barat berhasil dipertahankan Israel. Setelah perang 1948, para pengungsi Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat (Jordania), Jalur Gaza (Mesir), dan Suriah berusaha kembali masuk ke wilayah Israel. Tapi israel menolak. Pemerintah Israel mengatakan, solusi untuk pengungsi Palestina adalah penempatan kembali di negara lain dan bukan mengembalikan mereka ke Israel.
Penolakan ini membuat perlawanan bangsa Palestina terhadap Israel meningkat. Mesir yang pada awalnya tidak ikut campur, akhirnya aktif melatih dan mempersenjatai para sukarelawan Palestina dari Jalur Gaza yang disebut Fedayeen. Kelompok inilah yang kemudian aktif melakukan berbagai serangan di wilayah Israel. Pada 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berdiri. Tujuan PLO adalah memerdekakan Palestina dengan perjuangan bersenjata. Cita-cita PLO adalah mendirikan negara Palestina sesuai dengan tapal batas Palestina sebelum perang 1948. Selain itu, PLO juga bertujuan melenyapkan Zionisme dari Palestina dan ingin menentukan sendiri nasib negeri itu.
Di saat yang sama, Mesir terus mendanai dan melatih para sukarelawan Palestina. Selain itu, Mesir juga secara reguler menambah jumlah pasukannya di Gurun Sinai di dekat perbatasan dengan Israel. Tak hanya Mesir, sejumlah negara Arab seperti Jordania dan Suriah, juga menunjukkan gelagat mengancam. Akibatnya, Israel memutuskan untuk terlebih dulu menyerang Mesir pada 5 Juni 1967. Pecahlah perang enam hari yang juga akan mengubah wajah Palestina. Israel menguasai seluruh Tanjung Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat Yordan serta dataran tinggi Golan. Sejak itu Israel menguasai seluruh kawasan Palestina dan pihak Israel berharap datangnya isyarat dari Amman atau Kairo, yang menawarkan perdamaian sebagai timbal balik kawasan yang dikuasai tersebut. Sinyal yang tidak pernah berbunyi. Bahkan di Khartum, Liga Arab memutuskan tidak mengakui, tidak mengadakan perundingan dan tidak berdamai dengan Israel.
Dalam perang tahun 1973, Suriah dan Mesir berhasil memukul Israel. Tapi tidak ada pihak yang betul-betul menang. Tahun 1974 keluar resolusi PBB No. 194 tentang two state solution. Ini mengubah sikap Presiden Mesir Anwar Sadat untuk membuka inisiatif perdamaian. Yang akhirnya ditandatangani di Camp David , AS tahun 1979. Perdamaian itu dapat dukungan dunia Arab, namun ditolak Palestina. Baru tahun 1993 Israel dan PLO menetapkan agenda perdamaian yang meliputi penarikan Israel dari kawasan yang dikuasainya dan pembentukan negara Palestina. Solusi perdamaian dikenal apa yang disebut dengan Two State Solution. Dua negara, Israel dan Palesina diakui berdaulat, berdiri berdampingan secara damai.
Faksi Fatah bersedia menerima keputusan Two state solution yang ditetapkan PBB. Namun dari PLO, faksi HAMAS menolak. Sementara penolakan di pihak Israel datang dari Partai Likud di bawah Benjamin Netanjahu, yang menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap tanah air. Perdana Menteri Jitzhak Rabin yang menandatangani perjanjian itu di Oslo terbunuh. Anwar Sadar juga terbunuh. Sesudah Netanjahu terpilih sebagai perdana menteri, Israel dan Hamas semakin sering melakukan sabotase kesepakatan Oslo. Dari krisis politik dalam negeri Israel semakin besar ketidakpuasan atas penyelesaian Palestina. Terutama mayoritas rakyat israel tidak ingin terus ada konflik.
Tahun 2000 muncul pemberontakan Al Aqsa Intifada kedua yang menghancurkan hampir semua hal-hal positif yang lahir di kawasan Palestina sejak perjanjian Oslo. Dari kawasan otonomi kembali menjadi daerah kekuasaan Israel, dan di bawah Perdana Menteri Ariel Sharon Israel mulai memisahkan diri dengan tembok dan pagar pembatas. Tahun 2003 Two state solution diperbarui PBB. Agar semua pihak focus kepada perdamaian.
Tahun 2006 kelompok Islam Hamas memenangkan pemilu. Mereka menolak Israel dan perundingan Oslo. Palestina kembali mengalami isolasi terutama oleh Barat. Israel menemukan dalih untuk tidak memberi persetujuan. Terutama di kawasan yang dibersihkan Israel Jalur Gaza, semakin sering berlangsung perang terbuka. “Kata Rachel.
“ Di tengah perebutan geostrategis di Timur Tengah antara AS, Rusia, China. Siapa yang pro salah satu pihak diantara tiga negara besar itu, pasti aman dari segala rekayasa politik yang akan menimbulkan ketidak stabilan dalam negeri. Setidaknya tirulah Iran yang pro Rusia dan China, walau diembargo AS tetap aja aman karena dimanjakan bandar. Jual roket ke Hamas." Kata saya. Rachel tersenyum. Kami seruput kopi. Di luar udara samakin dingin.
" Mengapa tidak berdamai saja. Toh PBB sudah ada Two-state solution. Itukan bagus. Israel diakui sebagai negara berdaulat oleh seluruh negara di dunia termasuk OKI dan Palestina menjadi negara berdaulat. Masing masing orang berhak memilih mau jadi warga negara apa. Yang penting hidup damai berdampingan. " Kata saya.
“ Walau saya tidak pernah percaya HAMAS, namun saya tidak akan membenci umat Islam. Apapun golongannya. Mengapa? Saya paham bahwa terhambatnya kemerdekaan Palestina, sesuai resolusi PBB tentang Two - state Solution ditentang oleh Partai Likud di Israel dan Hamas di Palestina. Keduanya baik Partai Likud maupun HAMAS memperebutkan kota Yarusalem sebagai ibukota. Keduanya saling tidak mengakui eksitensi masing masing. Keduanya memsabotase kesepakatan Oslo dan Resolusi PBB. Mengapa ? karena politik kepentingan para elite. Dan itu bisnis dibungkus Politik identitas. Di israel, partai Likud hidupnya jualan agama guna menarik donasi dari etnis yahudi di seluruh dunia. Anda tahu kan. 2/3 aset dunia dikuasai etnis Yahudi. Jadi 2% saja mereka sumbang, itu partai engga akan pernah kalah pemilu di israel dan pasti para elitenya kaya raya.
Di pihak Palestina, faksi Hamas perlu narasi perjuangan merebut kota Suci Yarusalem dan mengenyahkan Israel. Ini efektif sekali sebagai kemasan menarik donasi dari umat islam sedunia. Di Timur tengah itu banyak orang kaya Arab yang gampang emosinya terpancing membantu perjuangan merebut kota Yarusalem. Belum lagi dari negara islam lainnya. Mereka militan sekali cari sumbangan membatu HAMAS. Jangankan uang, nyawapun mereka siap korbankan kalau diminta. Yang kaya ya elite Hamas.
Yang bikin rumit dan sulitnya jalan mencapai kemerdekaan bagi rakyat Palestina adalah para broker donasi ikut terlibat terus mengompori seperti sales MLM. Masalah kecil diperbesar dan dianalisa yang ujungnya perlu donasi lagi. Saya pernah bertemu dengan Fund Manager Filantropi untuk Israel dengan alasan membantu kemanusiaan di Gaza. Uang mengalir lewat Qatar, namun singgah di rekening elite Likud, kemudian berbagi dengan elite Hamas. Mengapa ? agar drama terus berjalan dan donasi selalu ada underlying. Ya para broker jadi kaya raya juga.
Engga percaya? Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina, bersama dengan Pusat Penelitian Perdamaian Tami Steinmetz di Universitas Tel Aviv, melakukan survey. 1. Dua negara berdampingaa secara damai. 2. Satu negara dengan hak yang sama setiap warga ( palestina dan Israel ). 3. Satu negara tanpa hak yang sama untuk Palestina, atau pengusiran atau "transfer" populasi minoritas dari Israel atau Palestina yang lebih besar. Apa hasilnya? 43% rakyat kedua belah pihak memilih dua negara berdampingan secara damai. Itu artinya mayoritas rakyat kedua negara ogah ribut dan inginkan perdamaian. Nah kita, kamu muslim dan saya, Yahudi, walau berbeda tetaplah bersatu dalam kemanusiaan. Jangan kita bermusuhan karena ulah provokasi elite yang rakus dan gila itu. " Kami mengakhiri pembicaraan itu dalam dinginnya Swiss.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.