Era SBY industry tumbuh. Tetapi era Jokowi tumbang. Berdasarkan data BPS, kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB tahun 2013 sebesar 23,6%. Tahun 2014 start era Jokowi turun jadi 21,65%. Data tahun 2023 turun jadi 18,67%. Kita dalam situasi deindustrialisasi. Jadi gembyar hilirisasi nikel dan lain lain itu hanya pencitraan dibalik kegagalan pemerintah membangun industry. Tahun 2024 mulai bertumbangan industry satu persatu. Gelombang PHK meluas. Yang kena duluan yang padat karya seperti alas kaki, TPT dan bahkan BUMN Industri pharmasi juga tumbang.
Apa solusi pemerintah? Pemerintah membatasi impor 900 komoditas. Dengan harapan bisa melindungi industry dalam negeri dari arus barang impor. Padahal ini sama saja pemerintah melawan pasar. Kontraprduktif terhadap rezim pasar bebas yang mana kita sudah ratifikasi. Jangan tiru perang dagang China dan AS. Karena sebenarnya itu bukan masalah ekonomi tetapi konflik politik. Kita tidak ada konflik politik dengan China.
Yang bisa menjamin bisnis itu sustain adalah pasar. Nah Pasar domestic kita sangat besar. 54,53% ( kuartal 2 2024) dari PDB Rp.21.000 triliun. Jadi engga ada masalah dengan pasar. Lantas apa masalah industry dalam negeri? Ada tiga masalah. Pertama, masalah supply chain atas linked produk. Kita masih bergantung impor. Kedua, masalah distribusi pelaku usaha yang hanya itu itu aja. Yang ada terus berkembang. New comer terhambat dan bahkan ada yang mati sebelum berkembang. Ketiga, biaya logistic yang mahal.
Mari saya bahas tiga hal tersebut satu persatu dan sekaligus usulan solusi kepada pemerintah.
Supply Chain impor.
Industri dalam negeri bisa tumbuh kalau ada jaminan pasokan supply chain. Sebagian besar masih impor. Pemerintah harus buat tata niaga agar memastikan supply chain itu secure. Dan bila perlu beri insentif impor dalam bentuk keringan pajak. Agar tata niaga tidak menimbulkan moral hazard, ya pemerintah bisa optimalkan peran PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (BUMN). Tugaskan sebagai pendukung stok supply chain industry dan beri fasilitas SCF ( supply chain financial). Sehingga pabrikan bisa beli kredit sesuai cash flow mereka.
Bila perlu restruktur ulang PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) itu sesuai dengan standard global management supply chain. Lengkapi dengan warehousing modern. Mereka juga harus punya skill mengelola stok lewat pasar spot maupun bursa. Engga ada ahlinya ya hired tenaga profesional asing. Dengan adanya secure market dan potensi pasar dalam negeri yang besar, mereka bisa lead market global. Pasti akan dapat harga yang menguntungkan domestic. Indusri domestic akan efisien. Dalam jangka panjang akan memicu lahirnya industri substitusi impor mendukung suppy chain Industri dalam negeri..
Distribusi pelaku usaha.
Problem utama industry itu adalah tidak bisa beli linked product dalam jumlah kecil. Contoh sederhana saja. Bahan plastik untuk packing industry pengolahan minuman atau makanan itu macam jenisnya. Belum lagi benag dan rayon untuk TPT. Kan engga bisa impor sedikit. Yang pasti kelas UKM engga bisa impor dan terpaksa beli dengan importir. Harganya jadi mahal. Jelas tidak bisa kompetitif dengan industry besar dan dengan produsen luar negeri.
Dengan adanya dukungan supply chain dari negara. Maka tidak hanya industry kelas besar yang bisa tumbuh, kelas UKM atau modal dibawah Rp. 3 miliar bisa buat pabrik mie atau minyak goreng atau minuman kemasan dan lain lain. Karena mereka engga perlu stok besar dan tidak perlu impor. Apalagi dengan adanya SCF mereka bisa beli kredit. Itu sangat membantu cash flow mereka yang terbatas.
Akhirnya distribusi peluang usaha terbuka luas bagi semua. Angkatan kerja semakin besar terserap. Tentu jumlah pembayar pajak semakin banyak. Kita tidak perlu industry besar dalam negeri yang hebat. Tetapi kita perlu industry dalam negeri yang kokoh dan massive untuk memenuhi pasar domestic.
Logistik yang efisien.
Tanah kita luas. Sebagian besar Pelabuhan kita adalah Pelabuhan alam. Tidak sulit dapatkan tanah untuk membangun Kawasan industry kelas besar dan menengah/kecil yang dekat dengan Pelabuhan. Di Kawasan Industri itu PT. PPI membangun warehousing berstandar logistic untuk melayani pasokan linked produk industry. Juga dilengkapi fasilitas angkutan massal seperti kereta api dan kapal laut. Maklum kita negara kepulauan. Yang diperlukan itu transfortasi massal yang efisien. Sehingga bisa menjangkau pasar dimana saja dengan ongkos logistic yang murah.
Demikian penjelasan saya terhadap tiga hal itu. Lantas apa syaratnya agar tiga hal itu bisa terlaksana? Ada dua hal. Yaitu,
Kepastian tata niaga.
Jangan serahkan ke swasta tata niaga impor untuk pasar domestic. Jangan. Itu akan menimbulkan rente. Optmalkan saja peran PPI untuk menjamin supply chain kebutuhan gula, garam, jagung sebagai bahan baku Agro industry. Sehingga kalau ada gula, garam, jagung impor masuk ke pasar retail itu artinya selundupan.Tangkap dan pidanakan pelakunya. Karena pasar retail dalam negeri hanya untuk produksi pertanian dalam negeri.
Begitu juga Industri upstream dan midstream kimia, CPO, baja, tembaga harus memprioritaskan supply chain downstream industry dalam negeri. Mengapa? Kan mereka dapat insentif dari negara. Sudah seharunya mereka mendukunng industry dalam negeri. Maka distribusi dan stok dikuasai negara lewat PPI. Sehingga tidak memungkinkan mereka ekspor atau utamakan pasar ekspor
Konsisten.
Dalam situasi apapun kalau pemerintah konsisten. Itu akan berdampak luas kepada kepastian berusaha. Yang akan berpartisipasi terhadap peluang pasar domestic itu bukan hanya pelaku usaha dalam negeri. Tetapi juga pelaku usaha luar negeri. Nah ini akan meningkatkan FDI, dan mendorong terjadinya sinergi dan kolaborasi dengan mitra local. Transfer tekhnologi maju akan terjadi secara alamiah.
Kesimpulan.
Tidak ada alasan terjadinya deindustrialisasi di Indonesia. Karena kontribusi pasar domestic terhadap PDB itu sangat raksasa. Mengalahkan semua pasar 6 negara ASEAN atau seluruh negara di Eropa. Nah kalau sampai terjadi deindustrialisasi, itu karena tata niaga dikudeta oleh pengusaha rente yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Sehingga industry kita tersisih dari produk impor dan kalah di pasar ekspor. Jadi kembali lagi kepada niat baik ( good attention ) pemerintah atau bahasa mesranya political will.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.