Wednesday, February 16, 2011

Nilai bisnis dalam etos kerja



Saya mengenalnya waktu di Belanda tahun 2007. Dia sedang menyelesaikann program doktor (phd)  bidang ekonomi di Utrecht Belanda. Memang selama saya di Belanda, setiap akhir pekan saya mendatangi mentor saya di Utrecht yang hidup nyaman setelah pensiun sebagai banker di NY. Apartement  nya tidak jauh dari tempat mentor saya. Saya bertemu waktu di Barbershop. Dia yang dengan ramah mencukur rambut saya. Saat itulah saya tahu namanya Xiau Lin. Dia adalah mahasiswa asal China yang sedang menyelesaikan program phd  Ekonomi.  Setelah itu kami jadi akrab. Kalau weekend kami sering bertemu malam hari. Karena sore dia sibuk kerja di Barbershop. Tahun 2008, waktu saya di Zurich, dia mengabarkan akan pulang ke Beijing karena sudah menyelesaikan program doktornya.

“ Oh my god. Are you there my dear brother” Katanya ketika saya telp mengabarkannya saya ada di Hobey untuk urusan bisnis. “ May i meet you, bro. “ sambungnya. Saya sanggupi bertemu. Saya undang dia makan malam.

Bersama dia, saya berjalan kaki Hotel ke restoran. Jaraknya cukup jauh menurut saya. Kira kira 1 Km. Tapi ini cara mudah dan murah untuk sekedar  menghangatkan tubuh di tengah cuaca winter ini, Di tengah jalan kami menghentikan langkah. Saya tertarik sesuatu barang yang dijual di kaki lima. Penjualnya anak remaja. Mungkin usianya tak lebih 17 tahun.  Yang dijual itu berbagai cindera mata yang nampak kuno. Saya tertawa di dalam hati ketika penjual itu begitu antusiasnya menjelaskan sejarah di balik benda benda yang dijualnya. 

Yang membuat saya tertarik adalah cara penjual itu meyakinka saya dan lebih lagi saya tahu bahwa barang itu bukan asli tapi palsu. Ketika saya katakan bahwa barang yang dijualnya tidak asli, penjual itu tersenyum sambil mengatakan bahwa bila barang yang dijualnya asli tentu dia tidak berjualan di kaki lima. Saya terdiam. Xiau lin tertawa. Dia mengatakan saya telah dikalahkan oleh pedagang kaki lima  dalam bernegosiasi. Saya akhirnya membeli barang yang dijual itu. Saya membeli karena kagum akan kehebatan anak muda itu meyakinkan pembeli lewat ceritanya dibalik symbol barang itu. Saya membeli karena kagum dengan ketangkasannya bersikap.

Melihat anak itu mengingatkan tentang saya dulu ketika masih remaja berdagang kaki lima untuk biaya hidup di rantau. Tempat saya berjualan di emperen toko tempat saya membeli barang dagangan. Entah mengapa pemilik toko itu tidak peduli dengan saya berdagang di emperen tokonya. Karena barang dagangan itu tidak saya beli tunai alias barang titipan tentu harganya lebih mahal ketimbang tunai. Nah, anda bisa bayangkan bagaimana saya bisa bersaing dengan pemilik toko itu. Dari segi apapun saya kalah. Harga jual saya tentu lebih mahal ketimbang harga jualnya. Tapi apa  yang terjadi ? saya tetap bisa menjual barang dagangan itu.

Apa sebab? Saya sadar posisi kalah saya dan karenanya saya harus berbuat sesuatu untuk bisa menang di tengah keterbatasan itu. Setiap pelanggan melihat barang dagangan saya, maka bersegera saya menawarkannya. Mungkin pancaran wajah harap saya nampak di hadapan pelanggan itu. Ada magnit besar dari kekuatan hati untuk menjadi pemenang. Mungkin pengaruh ini membuat pembeli tidak melirik barang dagangan yang ada ditoko dan akhirnya membeli barang dagangan saya.

Almarhum ayah saya pernah menasehati saya, dan hingga kini tidak pernah saya lupa. Bahwa rendahkan hatimu dan tinggikan cita citamu.  Jangan pernah berhenti untuk melangkah berbuat .Bangun lebih awal ketimbang ayam. Pergilah keluar rumah walau kamu tidak tahu apa yang harus kamu perbuat. Keluar rumah adalah caramu untuk meraih takdirmu. Tak elok bagi pria berpangku tangan menanti takdir dirumah. Melangkah adalah keharusan bagi setiap pria. Bukankah pekerjaan besar harus diawali dari langkah pertama.  

Dan ibu saya membekali saya dengan nasehat agung bahwa semua di dunia ini akan datang dan pergi begitu mudahnya. Jangan gamang. Yang harus kamu pertahankan dalam situasi apapun adalah kehadiran Allah di dalam hatimu. Jaga Allah maka Allah akan menjagamu siang dan malam. Maka yang sulit akan menjadi mudah, yang sempit akan menjadi lapang, yang tak mungkin bisa mungkin. Semuanya mudah bagi Allah. 

Dari kedua orang tua saya , saya mendapatkan energy luar bisa besarnya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Ayah saya menanamkan etos kerja keras dan ibu saya menanamkan iman bahwa saya tidak sendirian dibumi ini. Ada Allah yang akan melindungi saya. "Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Karena itu, jangan pernah mencoba untuk menyerah, dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan kepada Allah bawa kita punya masalah, tapi berkatalah kepada masalah bahwa kita punya Allah. Yang Maha Segalanya” 

Demikian kekuatan spiritual yang membumi bagaikan induk ayam yang siap menghadapi segala kemungkinan tanpa berkeluh kesah kecuali hidup dalam kesabaran dan ikhlas. Tak ada kebahagiaan bagi orang yang tak memiliki obsesi untuk bahagia. Tak ada kelezatan bagi orang yang tak bersabar memperolehnya. Tak ada kenikmatan bagi orang yang tidak mau berkorban untuk kenikmatan. Saya yakin anak remaja yang berdagang kaki lima itu bisa tampil percaya diri ditengah keterbatasannya karena didikan orang tuanya juga tak ubahnya dengan saya dulu.

Xiau lin sempat berkata bahwa yakinlah bila duapuluh tahun lagi kita masih hidup, anak itu akan jadi indutriawan atau businessman kelas dunia. Karena tak banyak anak remaja yang mengikuti pendidikan keras seperti anak itu. Dia mendapatkan tempat terhormat di University of Reality. Dari sini dia dididik untuk smart, patience , sincerity. Mata pelajaran itu didapatnya lewat tempaan dari realitas hidupnya untuk sampai pada titik kesempurnaan. BIla dia kelak tumbuh dan besar maka memang dia qualified mendapatkannya. Xiau Lin berkata kepada saya”  you are humble man but that is why  you are real businessman. I like it.

No comments: