Wednesday, September 29, 2021

Krisis energi Dunia.

 






Semua negara di seluruh dunia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Mengurangi ketergantungan mereka pada batu bara sebagai sumber energi dan mengadopsi sumber yang lebih hijau seperti turbin angin dan panel surya. Gas alam, sebagai bahan bakar fosil yang lebih bersih, berperan sebagai jembatan dalam transisi ini. Misal, China  berkomitmen tahun 2060 sudah zero karbon. Uni Eropa menargetkan zero karbon pada tahun 2050 dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 55% pada tahun 2030.


Namun apa yang terjadi kemudian? Krisis energy!, terutama di China dan Eropa yang rakus energi. Sejak bulan juni, China melakukan penghematan listrik.  Pabrik-pabrik di beberapa provinsi termasuk Guangdong, pusat industri, terpaksa mengurangi produksi dan bahkan menghentikan sementara operasinya. Situasi semakin memburuk, penjatahan mempengaruhi rumah tangga di provinsi-provinsi tertentu. Pembatasan penggunaan AC dan lift telah memperburuk pemadaman di banyak kota. Eropa juga sama, bahkan bukan lagi krisis energi rumah tangga dan industri tapi juga  krisis bahan bakar kendaraan.


Mengapa secepat itu terjadi krisis? Padahal rencana matang untuk mengganti energi fusil ke energi ramah likungan tidak main main.  Itu dilaksanakan dengan ongkos mahal dan kebijakan tarif yang tinggi. Berproses sudah lebih 10 tahun sejak tahun 2005. Lantas apa penyebabnya.?


Pertama, Selama pandemi, trader berusaha menimbun persediaan gas alam dan batu bara. Lambat laun harga terkerek naik. Khususnya Gas, ulah trader Rusia yang berusaha mendonkrak harga lebih tinggi. Disaat pandemi sudah mulai berkurang, pabrik di seluruh dunia berusaha bekerja full capacity, kebutuhan energi meningkat. Tetapi harga gas dan batubara sudah terlanjur naik 5 kali lipat. Ya, stok gas dan batubara ada. Namun membeli tidak semudah membalik telapak tangan. Bisnis pembangkit listrik tidak mungkin terus beroperasi dengan tarif normal. Perubahan tarif membutuhkan regulasi, Pemerintah gamang mengubah tarif. 


Kedua, Berkurangnya output energi air ( hydro power ) karena musim panas ekstrim dan banjir besar. Terpaksa sebagian pembangkit listrik shutdown, seperti di wilayah selatan Cina. Pasokan listrik juga dipengaruhi oleh output turbin angin yang lebih rendah dalam beberapa bulan terakhir. Sementara konsumsi daya meningkat selama musim panas. Situasi dapat memburuk ketika musim dingin tiba, karena permintaan gas alam untuk memanaskan rumah dan air selama bulan-bulan musim dingin yang pahit di seluruh Eropa akan meningkat. Itu akibat dari perubahan iklim.


Ketiga, peningkatan kebutuhan listrik lebih cepat daripada tersedianya pembangkit listrik ramah lingkungan. Maklum  investasi  pembangkit listrik ramah lingkungan sangat mahal. Secara ekonomi jelas kalah jauh dibandingkan energi listrik dengan fuel fusil seperti batubara dan crude. Betambah rumit karena beberapa pembangkit listrik fusil ( Batubara dan Diesel ) sudah terlanjur shutdown sebagai kelanjutan program replace dengan energi gas. Sementara kebutuhan gas bukan hanya untuk energi tetapi juga untuk industri pupuk yang penting untuk ketahanan pangan dunia.


Keempat, lahirnya industri elektronik mendukung era digital terkait dengan IoT, Artificial intelligent, 5G, seperti smartphone, processor, batery, netwrok telekomunikasi,  yang membutuhkan energy listrik besar untuk mengolah bahan baku  mineral  utamanya. Yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan kecepatan pertumbuhannya. Itu sebabnya pabrik apple di China terpaksa mengurangi kapasitas produksinya dan ada yang berhenti produksinya.


Apa dampaknya bagi dunia ? Akankah krisis meluas ke seluruh dunia? Kenaikan harga bahan bakar tidak terbatas pada satu negara atau benua di dunia yang mengglobal. Kenaikan harga bahan bakar mempengaruhi semua negara dan semua konsumen.  Harga pompa bensin, solar, dan gas alam terkompresi juga telah meningkat. Pasokan bahan bakar kemungkinan akan tetap ketat di bulan-bulan musim dingin ketika permintaan listrik melonjak di Eropa dan negara-negara Asia Utara. 


Persaingan antar negara untuk mendapatkan pasokan yang tersedia dan taktik untuk mengalihkan kapal yang membawa gas alam cair dan batu bara dari tujuan yang telah ditentukan juga telah mendorong harga lebih tinggi. Negara-negara Eropa mencurigai Rusia memanipulasi harga gas alam dengan mencekik pasokan yang dikirim melalui pipa. Rusia adalah produsen utama gas alam dan pemasok penting ke Eropa.


Apa artinya bagi pemulihan ekonomi global?

Harga bahan bakar yang lebih tinggi hanyalah salah satu bagian dari masalah. Penutupan sementara pabrik di China akan memperlambat pemulihan supply chain global. Penutupan sementara juga berarti melewatkan tenggat waktu untuk pengiriman barang dagangan menjelang penjualan musim liburan November-Januari di banyak bagian dunia. 


Ketika penjatahan listrik diperintahkan, pabrik-pabrik di China berlomba untuk memenuhi permintaan global dan domestik untuk segala sesuatu mulai dari pakaian hingga ponsel dan gadget lainnya. Apple adalah salah satu produsen yang terkena dampak. Harga bahan bakar yang lebih tinggi dan kelangkaan akan menambah tekanan inflasi dalam ekonomi global dan mengganggu pemulihan permintaan di negara-negara berpenghasilan rendah


Apa dampaknya bagi Indonesia?

Kenaikan tajam harga batubara global menjadi keuntungan bagi perusahaan tambang batubara. Selain China, fundamental pasar batu bara di Korea Selatan dan Jepang juga semakin kuat. Pembatasan pembangkit listrik tenaga batu bara Jepang juga secara bertahap dilonggarkan, yang dapat mendukung penggunaan batu bara yang lebih besar. Hal ini jelas menjadi katalis positif untuk harga batu bara. 


Gangguan rel di Kolombia dan Rusia dan pemeliharaan rel mendatang di Afrika Selatan telah memperketat prospek fundamental batu bara berkalori tinggi, sementara pemuatan di Newcastle tetap kurang dari kecepatan tahun lalu pada tahap yang sama. Naiknya harga LNG terkait minyak di Asia timur laut mungkin juga mendukung permintaan batu bara lintas laut, karena bahan bakar ini akan semakin kompetitif untuk pembangkit listrik seiring berjalannya tahun. Booming kembali dah bisnis batubara. 


Lebih dari 61 % listrik di Indonesia dihasilkan dari pembakaran batu bara, sedangkan bagian dari gas alam 28,6%. Dengan demikian, kenaikan harga gas alam memiliki dampak serius atas biaya pembangkit listrik di Indonesia. Kenaikan harga  batubara dan gas, tidak akan berpengaruh dalam waktu dekat. Karena PLN melakukan kontrak jangka panjang dengan penambang lokal dan adanya ketentuan DMO ( Domestic Market Obligatio). Umunya PLN untuk pasokan tenaga gas juga bersifat longterm. Pasar spot sangat kecil sekali. 


Jadi praktis kenaikan harga gas dan batubara, tidak akan membuat Indonesia krisis energi. Apalagi industri yang rakus listrik tidak begitu banyak. Sebenarnya kalau pemerintah smart ( lewat pajak ekspor batubara dan meningkatkan DMO), krisi energi global ini bisa dimanfaatkan untuk kampanye relokasi industri dari negara maju seperti Jepang, Korea, China ke Indonesia. Indonesia hanya stress oleh kenaikan harga produk minyak bumi. Ini masalah serius karena kita sudah jadi negara net importir BBM. Tapi kalau produktifitas meningkat, harga BBM berapapun rakyat bisa beli. Masalahnya kalau industri tidak tumbuh, pengangguran bertambah, orang banyak yang bokek, kenaikan harga BBM bisa jadi masalah politik.


***


Paradox kemajuan high tech.


Sejak 10 tahun lalu, negara maju seperti Eropa, AS, China, Jepang, Korea, sedang berusaha mengurangi emisi karbon dengan mengganti pembangkit listrik dari fuel batubara ke gas. Namun Indonesia walau sudah ada kebijakan pembangunan energi alternatif namun tidak melarang berdirinya PLTU batubara. Termasuk mengizinkan swasta membangun sendiri pembangkit listrik lewat skema IPP untuk kebutuhannya. Tentu ini jadi peluang bagi pengusaha di China, Jepang, dan Korea untuk bangun industri dengan bahan bakar murah, batubara


Era SBY ijin tambang Nikel dan smelter di keluarkan di Sulawesi dan Maluku. Investor China dan Jepang bangun smelter di Sulawesi itu bukan karena pertimbangan adanya SDA berupa nikel. Tetapi karena wilayah Sulawesi  dekat dengan Australia. Mengapa ? Smelter itu membutuhkan listrik besar. Itu harus disediakan sendiri oleh smelter. Tidak bisa andalkan PLN. Bahan bakar berupa batubara didatangkan dari Austalia. Kemudian OR 2% banyak dari Australia daripada di Sulawesi. Begitu juga, China berniat membangun pabrik baterai dari lithium. Itu bahan mineralnya didatangkan dari Australia. Bukan dari Indonesia. Namun mereka bangun pabrik di Indonesia. Mengapa? karena Indonesia membolehkan Independent Power plant ( IPP) dengan fuel dari batubara. Korea juga sama. Bangun pabrik baterai di Indoesia dengan alasan yang sama, yaitu faktor listrik dan logistik.


Sejak bebepa tahun lalu, pertumbuhan industri elektronika yang rakus listrik sangat cepat. Misal Pabrik apple , 1 line itu membutukan listrik 1000 MW. Di China, ada 12 pabrik Apple. Itu sama dengan 1/4 kapasitas listrik kita secara nasional. Mengapa begitu rakus? karena mengubah logam tanah jarang jadi metal itu memerlukan energi besar untuk menghasilkan panas tinggi seperti energi fusi. Belum lagi pabrik processor  yang sangat rakus listrik untuk mengolah berbagai logam menjadi metal yang tahan panas tinggi.  


Dari perkembangan Industri elektronika untuk mendukung bisnis IT, diperlukan data center, yang juga rakus listrik untuk menggerakan server berskala terrabit. Untuk ukuran data center menengah saja, sedikitnya membutuhhkan listrik 100 Mega Wat. Bayangin berapa banyak data center di dunia ini. Bahkan satu penambang Bitcoint dengan dereten server membutuhkan  listrik yang setara dengan listrik satu kota. Jadi mimpi dunia mau masuk ke cyber community dan hidup dengan artificial intellgent, Internet of things, tidak semudah itu terjelma. 


Dan sekarang dunia menghadapi krisis energi. Karena energi alternatif tidak cukup memenuhi kerakusan manusia untuk masuk ke abad digital.  Mobil listrik memang solusi pengganti BBM, tetapi menciptakan baterai itu memerlukan energi listrik raksasa. Lebih besar dari kebutuhan listrik satu kota. Jadi, yang kita anggap mudah, murah, hemat, sesungguhnya sangat tidak mudah, bahkan mahal. Apalagi kalau kekurangan energi itu kita pasok dari energi fosil, ya paradox: kemajuan dicapai, yang pada waktu bersamaan bunuh diri akibat pencemaran udara.

Sunday, September 26, 2021

Keadilan ekonomi

 




Tahun 2018 saya berkunjung ke Beijing dalam rangka restruktur hutang holding. Dalam waktu kesempatan makan malam dengan Lyly, otoritas keuangan China, dia mengatakan “ Tidak ada yang salah dengan ketimpangan Rasio GINI. Tidak semua negara  mempunyai SDM ketika memulai pembangunan ekonomi dalam keadaan siap. Ada yang masih tertidur, ada yang dalam keadaan tidur dan terjaga, ada yang benar benar terjaga tapi bingung, ada yang terjaga berdiri dan siap berlari. Kita tidak bisa memulai dengan kondisi ideal semua orang harus siap. Ya mulai dari siapa saja yang siap saja.


Ketika awal Xijinping berkuasa. "  Pemerintah tidak bisa hanya  sekedar dapat mandat politik untuk berkuasa dan melanjutkan proses estapet kekuasaan. Komite Rakyat juga harus mau diaudit terhadap proses politik selama ini. Apakah keputusan politik komite rakyat sudah benar untuk rakyat? Kalau faktanya setelah sekian puluh tahun kita membangun masih ada 800 juta rakyat hidup dengan penghasilan dibawah USD 2  perhari. Masih ada mereka yang tidak punya rumah. Masih ada mereka tinggal di tempat kumuh yang sulit mengakses kesehatan."


Pidato Xijinping itu diliput oleh media massa, dan menjadi sangat luar biasa dalam budaya politik di China. Pemerintah mengkritik lembaga perwakilan rakyat. Karena memang sumber masalah adalah sistem politik atas nama rakyat, kalau wakilnya sendiri lebih buruk dari pemerintah. “ Sistem perwakilan yang tidak memihak kepada rakyat, akan menghancurkan sistem politik itu sendiri. Lebih buruk daripada kutu dalam selimut. Lebih buruk daripada krikil dalam sepatu.” Kata Lyly.  Lantas apa kebijakan fenomenal Xi? Tanya saya. 


Ly mengatakan ada dua hal yang sangat mendasar. Yaitu pertama, menyediakan rumah dan merevitalisasi desa secara nasional. kedua, Memperbaiki kualitas rasio GINI secara nasional lewat redistribusi keadilan ekonomi. Cukup dua hal itu saja mandat yang diperlukan oleh pemerintah dari wakil rakyat. Pemerintah akan bekerja dan silahkan nilai. Siapapun yang menghalangi, peti mati tersedia bagi mereka.  Anggaran disediakan USD 1 triliun. Tahun 2021, atau 8 tahun setelah Xi berkuasa,  Bank Dunia mengatakan, China telah sukses mengangkat lebih dari 800 juta orang keluar dari kemiskinan ekstrem sejak beralih ke reformasi pasar pada tahun 1970-an. 


China dapat mendali dari World bank. “ Kepemimpinan PKT dan sistem sosialis Cina adalah jaminan mendasar terhadap risiko, tantangan, dan kesulitan," kata Xi di Balai Besar Rakyat Beijing, di mana ia mempersembahkan medali kepada tokoh-tokoh yang berjasa dalam memerangi kemiskinan. Tidak ada negara lain yang bisa mengangkat ratusan juta orang keluar dari kemiskinan dalam waktu sesingkat itu," kata Xi. "Sebuah keajaiban manusia telah tercipta, yang akan tercatat dalam sejarah.”


Saya kirim email ke Lyly mengucapkan selamat. Dia membalas, proses itu tidak mudah. Ada banyak mereka yang masuk peti mati. Banyak kekuasaan pemodal yang dipotong kakinya. Ada deretan konglomerasi yang terpaksa harus dibiarkan jatuh dalam proses redistribusi keadilan ekonomi. Akan ada banyak anggaran dialihkan ke R&D sektor pertanian dan praktis. Proses membela orang miskin itu sangat mahal. Benar benar digoncangkan. Perang mental antar kelas. Rasio GINI masih tetap 0,40 tetapi 60% rakyat tidak ada yang sengsara dengan penghasilan dibawah RMB 1000 ( Rp. 1,6 juta sebulan). Tahun tahun kedepan akan terus berproses memerangi kemiskinan dan distribusi keadilan ekonomi. Karena itu rakyat punya hope.

Monday, September 20, 2021

Keadilan ekonomi omong kosong.

 




Mengapa terjadi perbedaan pandangan dalam sistem ekonomi di negara kita ? tanya teman.. Sejumlah ekonom yang terlibat dalam proses perubahan Pasal 33 UUD 1945 gagal memahami posisi dan kedudukan pasal tersebut.  Mereka lupa bahwa pasal 33 itu sebenarnya adalah idiologi ekonomi Indonesia. Bukan sekedar retorika. Karena pasal 33 itulah semua eleman bangsa dan wilayah mau bergabung dalam republik Indonesia. Negara yang akan kita dirikan sangat berbeda dengan   sistem feodalisme kerajaan atau kesultanan. Sangat berbeda dengan negara dibawah kolonalisme. 


350 tahun pengalaman dibawah sistem feodalisme agama dalam bentuk kerajaan dan kesultanan, kemudian bercampur dengan kolonialisme, bapak bangsa kita sangat cerdas menentukan sikap. Kekayaan sumber daya alam negeri ini harus dikelola dengan prinsip kekeluargaan dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara hadir untuk memastikan itu. Caranya ? Memisahkan dengan jelas antara Koperasi/usaha rakyat, BUMN dan Swasta. Namun tetap berada didalam stuktur bangun ekonomi Indonesia.


Artinya kalau dianalogikan, ekonomi Indonesia itu seperti kapal  besar yang dirancang dengan tiga palka, yaitu Koperasi, BUMN dan Swasta. Mengapa ? andai kapal bocor, tidak sampai kapal tenggelam. Misal, palka BUMN bocor, masih ada Swasta dan Koperasi.  Kebocoran itu hanya berputar putar di BUMN saja tampa ada dampak kepada Swasta dan Koperasi. Andaikan palka BUMN dan Swasta bocor, masih ada koperasi, yang tetap solid menjaga kapal tetap stabil. Sudah begitu jauhnya bapak bangsa kita memikirkan segala resiko terhadap masa depan bangsa dan negara ini. Tujuannhya adalah agar bahtera Indonesia sampai kepada agenda nasional yaitu keadilan sosial bagi semua.


Bagi rakyat yang tidak punya akses modal dan tekhnologi, negara hadir memberikan ruang koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat. Mereka diberi hak mengorganisir dirinya sendiri untuk mendapatkan keadilan ekonomi. Negara menjaga dengan pasti agar BUMN dan SWASTA yang punya modal dan tekhnologi tidak masuk ke ruang itu. Contoh kalau ada wilayah tambang bisa dikerjakan rakyat secara teroganisir, ya jangan izinkan BUMN dan swasta masuk. Andaikan ada sektor pertanian dan perikanan, rakyat mampu mengorganisirnya, ya swasta dan BUMN jangan lagi masuk. Tugas negara membantu dalam hal akses permodalan dan tekhnologi. Cara membantunya bisa saja menjadikan BUMN atau swasta sebagai bapak angkat. Ini yang disebut dengan ekonomi gotong  royong.


BUMN hanya masuk ke sektor usaha yang berhubungan dengan hidup orang banyak seperti Listrik, pelabuhan, transportasi, telekomunikasi, Air bersih. Disamping itu BUMN harus ambil bagian dalam usaha strategis yang membutuhkan  high tech  namun high risk. Memungkinkan BUMN bisa bermitra dengan asing untuk mendapatkan sumber daya modal maupun tekhnologi. Kenapa ? karena engga mungkin diserahkan kepada Swasta dan rakyat.  Itu sebabnya BUMN disebut agent of development atau agent pembangunan yang melaksanakan visi negara kesatuan republik Indonesia.


Swasta, yang punya akses modal dan tekhnologi dipersilahkan masuk kesemua bidang. Artinya kalau mereka tidak ada modal dan ya jangan berharap modal dari  bank semua.  Perbankan  sebagai sumber modal boleh saja diakses tetapi itu hanya sebagai alat leverage saja. Bukan sebagai satu satunya sumber modal. Kalau engga mampu menarik tekhnologi dari asing ya jangan jadi proxy asing. Harus smart menempatkan posisi dan tidak perlu kawatir. Karena negara akan melindungi swasta dalam bermitra dengan asing. 


Itu sebabnya era Soekarno, praktis kita sangat lambat membangun ekonomi. Itu karena Soekarno sangat konsiten menjaga komitmen UUD 45 pasal 33. Namun era Soeharto, komitmen itu mulai dilanggar, yaitu dengan disahkannya UU PMA. Sejak itu pengertian pasal 33 sudah ternoda.  BUMN masuk ke bisnis yang memberikan ruang swasta mendapatkan rente, yang pada waktu bersamaan meminggirkan dan melemahkan daya saing rakyat. Koperasi hanya dijadikan alat politik pemerintah untuk kepentingan retorika politik. 


Jatuhnya ekonomi Indonesia pada tahun 1998 karena palka Swasta jebol dan berimbas kemana mana termasuk BUMN dan Koperasi. Kapal ekonomi Indonesia nyaris tenggelam. Mengapa ? karena swasta terlalu besar menarik sumber dana dalam negeri lewat sistem perbankan dan terlalu buruk menagementnya. Kehadiran swasta besar tidak melalui proses UUD 45 pasal 33 tetapi lewat KKN, yang memberikan akses begitu besar kepada mereka menguasai sumber daya ekonomi negara. 


Kita memang selamat dari krisis moneter tetapi itu bukan karena kemandirian. Itu berkat bantuan asing. Bantuan yang tidak gratis. Apa yang kita bayar? Amandement UUD 45 pasal 33, dimana terjadi grey area dengan dimasukannya pasal “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”. Artinya persepsi tentang ekonomi kerakyatan tidak lagi absolut. Itu tergantung persepsi pemerintah yang berkuasa, yang melahirkan beragam UU yang sebagian besar tidak pro rakyat banyak. Tetapi pro pemodal dan swasta. 


Mari kita lihat dampak dari kesalahan menterjemahkan UUD 45 pasal 33. Terjadinya distribusi sumber daya yang tidak adil. 71 persen hutan Indonesia dikuasai korporat. Gini rasio pertanahan saat ini ( 2017) sudah 0,58. Artinya, hanya sekitar 1 persen penduduk yang menguasai 58 persen sumber daya agraria, tanah, dan ruang.  Mengacu data Badan Pertanahan Nasional, 56 persen aset berupa properti, tanah, dan perkebunan dikuasai hanya 0,2 persen penduduk Indonesia. Bayangin aja, 25 grup usaha besar menguasai 5,1 juta hektar lahan kelapa sawit di Indonesia. Itu baru sawit, belum lagi tambang, HPH, HTI.  Sebegitu besarnya sumber daya yang dikuasai korporat. Kerakusan korporat juga berperan besar terjadinya bisnis rente pada sektor migas. Akibatnya ketimpangan kaya dan miskin sangat lebar. Rasio GINI juga bersumber dari ketidak adilan mengakses sumber daya keuangan. Bahkan sebagian besar kredit bank BUMN diberikan kepada korporat.

Apakah cukup disitu saja? tidak. BUMN  dan Korporat yang segelintir itu juga berperan besar menciptakan bubble hutang Indonesia. Dari total jumlah ULN Indonesia yang mencapai US$ 413,4 miliar atau Rp 6.074 triliun di Agustus 2020, porsi utang swasta dan BUMN sebesar US$ 210,4 miliar.  Artinya swasta dan BUMN lebih rakus daripada negara soal hutang. Dan pemerintah memberikan ruang untuk itu. Apakah hutang luar negeri itu murni hutang? Tidak. Hutang kepada asing itu ada syarat dan ketentuan yang berlaku, yang diantaranya adalah mengurangi peran negara mengendalikan sumber daya. Tanpa dukungan politik pemerintah, swasta dan BUMN  tidak akan dapat pinjaman.


Begitu besarnya Sumber daya yang dikuasai BUMN dan Swasta, apakah kontribusi mereka juga besar.? tentu besar dalam bentuk pajak. 80% APBN berasal dari pajak. Tetapi tidak cukup besar membuat APBN sehat. Dari tahun ketahun Depisit APBN semakin melebar. Artinya ekspansi swasta dan BUMN yang melibatkan sumber daya dan fasilitas negara tidak inline dengan pemasukan untuk negara. Untuk tahu akar masalahnya. Mari kita lihat data. Kita punya  BUMN sebagai lead mengelola sumber daya negara. Memang sekarang PDB kita sekitar Rp. 14,000 triliun. Asset BUMN mencapai kurang lebih Rp. 7000 triliun. Tetapi tahukah anda?. 80% asset BUMN terbentuk karena dukungan korporat. Siapa itu? ya supplier, sub kontraktor, perbankan, investor institusi. Artinya lagi, dari Rp. 7000 triliun itu, hanya Rp. 1400 triliun yang efektif dikuasai negara.


Dapat disimpulkan pembentukan PDB itu 80% berasal dari korporat. Mau tahu jumlahnya? Data tahun 2020 SPT pajak Badan yaitu 657.441. Kalau dikurangi BUMN yang 120 an. Maka benar benar keberadaan korporat itu sangat dominan atas 265 juta rakyat. Melansir data dari lembaga keuangan Credit Suisse tahun 2020, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS atau lebih melonjak 61,69 persen year on year (yoy) dari jumlah pada tahun 2019. Yang kekayaan tercatat lebih dari 100 juta dollar AS naik 22,29 persen.  Keren ya.


Realitas kini, mengapa kesenjangan pendapatan itu terus melebar. Karena politik by design menciptakan fenomena bahwa “ kalau anda punya uang banyak, anda cenderung mendapatkan kebebasan untuk dapatkan lebih banyak. Kalau anda punya uang sedikit, jangankan bertambah banyak, lambat laun kolor pun sudah susah beli.“  Engga percaya.? Kalau anda punya utang di bank di bawah Rp. 1 miiar , anda akan dikejar oleh bank. Kalau engga bayar maka aset disita. Tetapi kalau anda punya utang ratusan miliar, bank bermanis muka dengan anda dan berusaha memberikan solusi lewat pemberian utang baru. 


Semoga amandemen UUD 45 yang rencananya akan diadakan tahun depan oleh DPR /MPR bisa memikirkan soal pasal 33 UUD 45 ini. Agar dikembalikan ke naskah orisinil pada waktu bapak Bangsa merancang republik Indonesia. Semoga. Kalau engga, hanya masalah waktu negeri ini akan pecah. 

Sunday, September 19, 2021

Apakah layak Industri Baterai ?

 




Industri mobil listrik itu nilai tambahnya ada pada baterai. Nilai tambah baterai itu ada pada tekhnologinya, bukan hanya pada materialnya. Ada empat jenis baterai yang bersaing untuk menetapkan standar industri kendaraan listrik: PbA (asam timbal); baterai ion lithium; NiMH (nickel metal hydride) dan sodium, juga dikenal sebagai ZEBRA, Zero Emission Battery Research Activity, sepenuhnya dapat didaur ulang dan cenderung lebih murah daripada baterai lithium. 


Baterai memiliki daya tahan yang berbeda-beda sesuai dengan teknologi yang digunakan, jenis penggunaan dan kondisi penyimpanannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan baterai adalah suhu ekstrim, kelebihan pengisian ulang dan pengosongan baterai penuh. Pabrikan memperkirakan masa pakai baterai yang berguna pada 150.000km dan daya tahan 5 tahun. Baterai saat ini menyumbang sekitar 40% dari berat kendaraan listrik dan berkotribusi sekitar 50% dari harga akhir.


Dalam industri Mobil listrik baterai ( EVBs), membangun pabrik baterai teritegrasi sejak dari sel, modul dan paket sangat mahal. Resiko besar. Makanya diperlukan supply chain global ke pabrik EVBs dalam  bentuk terpisah,  yang terdiri dari  Sel baterai, Modul dan Paket. Ini akan lebih efisien bagi Industri EVBs. Tentu para supply chain membuat Sel baterai, modul dan paket sesuai dengan design Industri EVBs. Pada giirannya nilai tambah itu ada pada Industri EVBs. Tentu sepadan dengan biaya riset yang mahal. 


Di Indonesia sepertinya dalam tiga tahun kedepan sulit untuk mendirikan Industri EVBs. Namun political Will pemerintah sudah ada. Tahun 2015 Presiden Joko Widodo sudah memberi sinyal bahwa EVBs sebagai alat transportasi masa depan di Tanah Air. Presiden menghendaki mobil listrik dapat dikembangkan sendiri di Indonesia oleh industri otomotif. Lompatan teknologi otromotif ini mendapat sambutan positif dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO). Sejak 2015 tidak terdengar anggota GAIKINDO mau bangun mobil Listrik sendiri. 


Kendalanya adalah dari pemerintah sendiri tidak satu visi terhadap rencana kemandirian industri EVBs. Menteri ESDM lebih kepada hilirisasi tambang Nikel, yaitu membangun industri sel baterai. Sementara Menteri Perindustrian belum ada rencana konkrit untuk terbangunnya EVBs secara mandiri. Dukungan stakeholder dari anggota GAIKINDO belum berani memulai. Karena kita belum siap dari sisi regulasi untuk mendukung pemasaran EVBs yang membutuhkan business model dengan dukungan insentif pajak murah, asuransi, kompensasi pengurangan karbon, ketersediaan Listrik untuk stasiun charger, R&D.  Tanpa itu, sulit bagi Industri EVBs bisa  mandiri, apalagi bisa mencetak laba. Karena biaya EVBs masih lebih mahal dibandingkan kendaraan konvesional ICE (Integrated Concept Engineering). 


Bagaimana dengan hilirisasi nikel ? 

Antara Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL) telah tekan perjanjian kerjasama investasi baterai kendaraan listrik dengan anak perusahaan ANTAM, Nilai investasi mencapai US$ 6 miliar atau sekitar Rp 86 triliun. Kerja sama tersebut tidak cuma pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik. Namun juga termasuk di dalamnya Proyek Integrasi Baterai EV (Electric Vehicle) Indonesia, yang meliputi penambangan dan pemrosesan nikel, bahan baterai EV, pembuatan baterai EV, sampai daur ulang baterai. Saya akan tinjau dari aspek bisnis ala pedagang sempak. 


Untuk anda ketahui bahwa bahan baku baterai itu terdiri dari Nikel, Lithium, Kobalt. Untuk nikel, Indonesia menguasai sebesar 30 persen dunia. Sementara produsen lithium terbesar ada di China, Chili, Brazil, Australia. Argentina.  Produsen kobalt adalah Afrika ( Kongo). Pada baterai itu terdapat dua komponen, yang terdiri dari  battery cell dan battery pack. Battery cell itu, material baterai yang dalam bentuk beberapa sel. Nah Sekelompok sel membentuk modul dan sekelompok modul membentuk paket ( battery pack).


Tahukah anda bahwa China,Korea, Jepang, bangun pabrik baterai di Indonesia, hanya sebatas Baterai Cell saja. Harganya di pasar USD 10 perKwh. Sementara Battery pack yang didalamnya ada software untuk distribusi dan kendali power, pengendalian suhu kendaraan didatangkan dari pabrik mereka di negaranya, harganya USD 111 per kwh. Itu buatan China. Kalau buatan Eropa harga lebih mahal 60%.  Gimana perbedaannya nilai tambah antara Battery cell dan Battery pack ? 


Mari kita lihat hitungan berikut. Kalau satu kendaraan butuh 75kwh. Maka harga battery cell = USD 750 ( 75Kwhx USD 10/kwh) atau kalau dirupiahkan = Rp. 11.700.000. Harga battery pack = USD 8.325 ( USD 111x 75KWh) atau kalau dirupiahkan nilainya Rp. 130 juta. Perbandingan nilai tambah antara battery pack  dan cell,  adalah +/- 10 kali. Perbedaan 10 kali itu karena faktor tekhnologi. Battery pack butuh riset dan kerja keras dari insinyur terbaik. Battery cell, hanya perlu kuli doang dan mau dirusak lingkungan menguras SDA.


Mengapa China, Korea, Jepang dan AS, tidak mau membuat battery pack di Indonesia ? oh engga mungkin. Itu sumber daya mereka. Itu sangat mahal dan langka. Karena itu otak mereka semua terpakai. Beda dengan kita yang otaknya hanya kepakai 10% doang. Banyak ngayalnya. Bisanya jadi kuli dan obral SDA. Engga percaya? tuh lihat mana pernah Jepang, Korea, China tranfer industri otomatif nya ke Indonesia. Sejak jaman laskar pakai bambu runcing sampai ustad pakai Alvard, kita tidak punya industri mobil nasional yang mandiri.


***


Apakah benar potensi bisnis baterai itu besar? Jawabnya jelas sangat besar. Namun bukan berarti mudah. Tidak perlu buru buru euforia dangan data potensi sumber daya alam yang kita punya sebagai bahan baku baterai. Misal baterai yaitu Lithium-ion (Li-ion) dan Nickel Metal Hydride (NiMH). Baterei Li-ion menggunakan unsur logam litium dan kobalt sebagai elektroda, sementara itu NiMH memanfaatkan nikel. Ada empat hal yang harus kita pahami tentang peluang baterai mobil listrik ini. 


Pertama,  bahan baku baterai adalah nikel, kobalt, dan lithium. Yang jadi masalah adalah menambang kobalt itu tidak mudah. Maklum ia merupakan hasil sampingan dari Tambang nikel. Kalau ditambang khusus ya  tidak layak secara investasi. Mengapa ? Tidak ada mekanisme dimana pasokan dapat bereaksi terhadap permintaan dan harga. Kalaupun kita ada nikel, hanya 10% dari total produksi untuk baterai. Sisanya diserap untuk stainless steel. Itu karena harga jual nikel masih lebih menguntungkan untuk stainless Steel daripada buat baterai. 


Kedua,  nikel harus melewati proses mengubah nickel pig iron (NPI ) menjadi nickel matte, agar dapat digunakan untuk membuat bahan kimia untuk baterai. Dan ini yang produksi adalah china. Produksi Tsingshan Holding Group yang di Indonesia itu semua diekspor ke china dan pabrik baterai di Indonesia harus impor dari china. Atau pabrik baterai bangun sendiri smelter untuk nickel matte. Jelas engga ada pabrik baterai mau invest smelter khusus nickel matte. Karena resiko besar dan tingkat return rendah sekali. Lain halnya bagi Smelter. Produksi nickel matte hanya 10% saja dari total produksi barang jadi nickel. Makanya feasible.


Ketiga, Berdasarkan informasi dari Badan Geologi, Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa belum menemukan cebakan litium di Indonesia, meskipun hingga saat ini ada indikasi mineralnya berasosiasi dengan batuan granit pegmatit. Untuk mengolahnya tidak mudah. Karena butuh Tekhnlogi dan energi listrik besar untuk memisahkannya dari mineral lain.  Sementara Mineral  yang mengandung lithium hanya 40 g/ton. Jelas tidak efisien ditambang di Indonesia. Kecuali di Afrika dan china, AS yang mineralnya bercampur dengan tanah dan kapur.  Jadi tetap secara ekonomis kita harus impor lithium carbonate equivalent. Harganya di pasar USD 12,000/ ton.


Keempat,  tahun 2020, Seorang eksekutif perusahaan Contemporary Amperex Technology Co Ltd  ( CATL) mengatakan bahwa perusahaan sedang mengembangkan baterai kendaraan listrik (EV) jenis baru yang tidak mengandung nikel atau kobalt.  Tahun 2022 sudah bisa produksi baterai tanpa nikel. Ini menjawab kekawatiran Tesla yang mulai stress karena kurangnya pasokan kobalt. Artinya potensi nickel kita tidak lagi jadi Andalan untuk terbangunnya industri baterai berkelanjutan. Walau pemerintah buat aturan dalam dua tahun boleh impor bahan baku baterai, namun setelah  2 tahun lagi kita tetap harus impor bahan baku baterai. 


Kesimpulan

Mengapa Hyundai membangun pabrik baterai di Indonesia ? Bukan karena potensi SDA kita tetapi disamping sebagai supply chain global industri EVBs, juga karena prospek pasar konsumen mobil listrik di Indonesia dan faktor efisiensi logistik bahan baku litium dari Australia. Setelah pabrik baterai dibangun, mereka akan mudah dan siap bangun pabrik EVBs Di Indonesia dan menjualnya dalam negeri. Cerita lama berulang. Kita hanya jadi konsumen saja tanpa ada kemandirian. Sama dengan Industri ICE puluhan tahun tidak mandiri.


Apa solusinya ? Kita punya posisi tawar sebagai penghasil nikel, bahan baku utama baterai. Kita punya pasar kendaraan nomor 5 dunia. Kalau saya pedagang sempak. Ogah saya terima investasi asing kalau hanya produksi baterai sel doang. Saya maunya mereka juga produksi battery pack, jadi ada transfer tekhnologi. Atau minta SWAP saham. Kalau CATL bangun pabrik baterai cel di Indonesia, kita juga berhak atas saham di pabrik battery pack di China. Jadi kita bisa tempatkan insinyur kita di CATL untuk belajar. Itu kalau saya, pedagang sempak. Entahlah kalau pejabat negeri ini.


Friday, September 3, 2021

Struktur bisnis jalan Tol yang salah.

 




Tahun 1977  Indonesia membangun jalan Tol Jagorawi. China belajar tahu tentang Tol dari Indonesia. Mereka teriinspirasi dengan idea pak Harto bangun jalan Tol itu. Saat itu China masih terobsesi membangun jalan seperti AS yang tidak ada jalan tol tapi jalan umum yang dibangun dengan sangat panjang dan berkualitas. Tahun 1984 atau tiga tahun setelah Jalan Tol Jagorawi selesai. China mulai membangun jalan Tol dari Shenyang ke Dalian. Jalan Tol itu atas inisiatif dari warga kota Shenyang. Dibiayai oleh gerakan koperasi. Karena kebutuhan akan jalur logistik yang cepat untuk industri. 


Kemudian, tahun yang sama, 1984 negara terlibat langsung membangun jalan tol secara terpadu. Di awali jalan tol Shanghai -Jiading. Benar terbukti jalan tol itu membuka pusat ekonomi baru di jalur lintasan Toll. Aha, ini dia jalan emas China mendongkrak industri dan ekonomi. Pikir pejabat China. Sebagai jalan alternatif bukan jalan utama. Alternatif hanya ditujukan untuk kaum pembisnis yang butuh akses ke pusat ekonomi baru. Sejak  itu blue print pusat pembangunan ekonomi baru dirancang secara nasional.  Potensi wilaya dipetakan secara detail. Pusat pertumbuhan baru  dibangun berdasarkan pontesi wilayah. Seiring dengan itu jalan tol dibangun oleh swasta dan BUMN china.


Sampai sekarang tahun 2019 panjang jalan Tol yang sudah dibangun CHina mencapai 280.000 kilometer. Artinya , rata rata setiap tahun jalan tol dibangun 8750 Km. Kalau jalan tol rugi tentu tidak akan ada investor yang tertarik. Apalagi China menawarkan skema hanya dua. “Anda bangun, tarif pemerintah tentukan. Kalau rugi negara bailout. Setelah masa konsesi habis keluar.  Atau anda bangun, tarif silahkan tentukan sendiri. Kalau rugi tanggung sendiri. Tidak ada perpanjangan konsesi karena rugi.  Habis waktu konsesi jalan tol berubah jadi jalan negara. “


Mengapa ? Jalan Tol dibangun sebagai strategi membangun pusat pertumbuhan ekonomi baru. Jadi bukan solusi mengatasi macet. Urusan macet itu urusan negara untuk memperbanyak jalan negara dan memodernisasi angkutan publik. Jalan tol Shenzhen- Guangzhou dibangun tahun 80an. Selesai, Pusat ekonomi baru tercipta, yaitu Dongguan. Setelah itu kota Industri satelit shenzhen bermunculan seperti Changping, dan lain lain. Kini kota Dongguan, sama hebatnya dengan Singapore, jauh lebih hebat dari Jakarta, b bahkan Malaysia.


Bagaimana China membuat pusat pertumbuhan ekonomi baru? Ya sederhana saja. Setelah mereka petakan potensi wilayah,mereka tawarkan insentif. Misal, tahun 1988 China melarang industri dan pergudang ada di Shenzhen. Harus pindah ke kota baru. China memberikan insentif pajak bagi relokasi industri dari wilayah padat ke wilayah baru. Itu termasuk subsidi upah buruh. China juga menyediakan insentif bagi usaha jasa pendukung kawasan ekonomi baru itu seperti Hotel, restoran dan apartement. Apa insentif itu? Tanah gratis. Dan terakhir pasti berdiri pusat riset dan pelatihan sesuai dengan potensi ekonomi baru itu. Dari sana, investor bisa berhitung prospek traffic jalan tol yang akan dibangun. Terbukti semua untung.


Persoalan di Indonesia, mindset bangun jalan tol bukan developer tapi kontraktor. Orientasinya proyek, bukan value. Makanya jalan tol   yang dibangun diluar jawa, geliat pusat pertumbuhan ekonomi baru tidak terjadi. Mengapa ?karena pilih rute cari tanah yang murah dan bangunnya gampang. Bukan rute yang punya potensi ekonomi besar  agar pusat ekonomi baru terbangun. Mindset kita, jalan tol itu jalan utama. Terbukti kalau ada jalan tol, jalan negara seadanya. Akibatnya Negatif cash flow berlangsung diatas 5 tahun.  Yang jadi masalah adalah ketika dijual ruas tol yang rugi itu, investor tidak meliat ada prospek peningkatan traffic dimasa depan. Disamping itu harga jual ruas tol sangat mahal, karena biaya kontruksi diatas USD 10 juta perkm.


Nah seharusnya, INA ( LPI) tidak masuk ke ruas tol yang rugi. Tetapi  sebagai fund provider, INA terlibat dalam pembiayaan membangun pusat ekonomi baru yang dilintasan jalan tol itu. Arahkan pemerintah agar membuat kebijakan insentif secara luas. Kalau pusat pertumbuhan ekonomi baru terbangun, traffic tol akan meningkat. Tentu nilai tol itu akan meningkat berlipat. Saat itulah BUMN bisa jual dengan untung. Jadi janganlah INA ( LPI) memindahkan masalah BUMN rugi ke portfolio nya, tetapi bagian dari solusi menyelesaikan masalah secara menyeluruh untuk ekonomi kini dan masa depan yang lebih baik.


Thursday, September 2, 2021

Mereka tidak patuh kepada Jokowi

 




Proyek kereta cepat digagas oleh SBY namun dieksekusi oleh Jokowi. Alasan SBY waktu itu APBN tidak mendukung untuk pembiayaan proyek yang rencana akan dibangun oleh Jepang. Bahkan studi kelayakan dilakukan oleh pihak Jepang. Era Jokowi, skema  pembiayaan dikeluarkan dari APBN. Jokowi memerintahkan menteri terkait untuk melakukan investor biding. Artinya siapapun yang punya uang silakan ikut tender. Skema pembiayaan yang ditetapkan pemerintah adalah B2B sesuai Perpres Nomor 107 Tahun 2015  tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung, dalam Pasal 4 Ayat (2) bahwa proyek tidak dibiayai atau dijamin oleh APBN.  Konsesi 50 tahun. Setelah habis konsesi harus diserahkan kepada negara dalam kondisi clean ( tampa hutang).


Yang menang tender adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), merupakan kerjasama antara konsorsium China  dengan konsorsium BUMN, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Komposisi saham PT. KCIC adalah PT. PSBI 60%, Konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd. dengan kepemilikan sebesar 40%.  Pemegang saham PSBI adalah Wijaya Karya menguasai 38%, KAI dan PTPN VIII masing-masing 25%, dan Jasa Marga sebesar 12%. Konsorsium China terdiri atas lima perusahaan, yakni CRIC dengan saham 5%, CREC sebanyak 42,88%, Sinohydro 30%, CRCC 12, dan CRSC 10,12%.


Pembiayaan proyek, 25% dari equity dan 75% dari pinjaman yang berasal dari China Development Bank ( CDB). Ini skema non recourse loan. Artinya proyek sebagai Collateral.Kalau total pembiayaan proyek sebesar USD 6,07 miliar atau Rp. 85 triliun maka  equity sebesar Rp.21,25 Triliun. Artinya 60% harus disediakan oleh PSBI, atau sebesar Rp. 12,75 triliun. Dalam prosesnya ternyata studi kelayakan proyek tidak memperhitungkan kemampuan penyediaan 60% equity oleh PSBI. Padahal sudah ditegaskan oleh DPR bahwa tidak ada PMN atas proyek kereta cepat. Modal harus disediakan sendiri oleh BUMN. 


BUMN ada yang setor modal dalam bentuk tanah seperti PTPN. PT  KAI memanfaatkan lahannya seluas 32 juta M2 untuk dapatkan  uang.   Yang lain harus setor uang. WIKA sebagai pemegang saham terpaksa pinjam ke Bank untuk setor modal Rp. 4,6 triliun. Tapi yang lain tidak ada. Kemudian April 2017 Jokowi minta agar diadakan perhitungan detail untung rugi atas mayoritas saham itu. Alasannya proyek ini diluar APBN dan atas dasar konsesi. Jadi harus nol resiko. Apalagi Kereta cepat bukan jalan utama, tetapi jalan alternatif. Makanya Jokowi sarankan 10% saja saham PSBI dalam KCIC.  Ternyata keputusan menteri BUMN tetap tidak berubah yaitu 60%. Akhirnya terpenuhi juga modal disetor. 


Namun dalam proses pembangunan terjadi kenaikan biaya..Budget awalnya yakni senilai 6,07 miliar dollar AS. Rinciannya, sekitar 4,8 miliar dollar AS adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, 1,3 miliar dollar As adalah biaya non-EPC. Namun, estimasi yang di buat pada November 2020 ternyata biaya tersebut meningkat menjadi 8,6 miliar dollar AS. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan pun memperkirakan biaya proyek itu akan kembali naik mencapai 11 miliar dollar AS. Hal itu lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan. Upaya efisiensi dilakukan, pemangkasan biaya, hingga efisiensi pengelolaan TPOD hingga pengelolaan stasiun. Total biaya proyek kereta cepat ini bisa di press dari range total biaya 9 miliar dollar AS sampai 11 miliar dollar AS itu bisa di press menjadi 8 miliar dollar AS. Otomatis pemegang saham harus keluar uang untuk tambahan biaya itu.  Kalau harus pinjam lagi dari  CDB, maka harus tambah modal disetor sebesar 25% lagi. Sebesar itu, PSBI harus setor lagi modal Rp. 4,3 triliun dan China  sebesar Rp. 3 triliun. Sekarang pemegan saham PSBI terpaksa cari utang lagi.


Kalau dilihat dari proses pembangunan kereta cepat. Terjadi kesalahan para menteri dalam menterjemahkan Perpres Nomor 107 Tahun 2015 atas pembiayaan proyek KCIC. Seharusnya tidak perlu BUMN sampai pusing cari pinjaman segala untuk dapatkan saham mayoritas. Apalagi dengan mayoritas saham itu, artinya tanggung jawab lebih besar atas hutang kepada CDB. Jumlahnya mencapai Rp. 85 triliun. Porsi tanggung jawab BUMN sebesar 60% atau Rp. 51 triliun. Toh setelah 50 tahun kembali ke negara.  Selama masa konsesi negara tetap dapat pajak 25%/tahun. Ngapain repot. ambil resiko segala. Apalagi walau sudah paham detail business model kereta cepat lengkap dengan TOD, mengelolanya jadi untung perlu knowhow. Apa BUMN punya pengalaman kelola TOD terintegrasi ? Engga dech. 


Sementara China sudah untung jual bantalan kereta, rel dan gerbong, mesin bor,  serta sistem elektronik untuk kontrol traffic. Diperkirakan 70% kembali ke CHina lagi tuh uang. China untung lagi dapat bunga pinjaman. Lantas mengapa BUMN dan menteri ngotot mau mayoritas saham ? Ya mau gampang kontrol pengeluaran pembiayaan, sehingga gampang di-mark up biaya kontruksi dan tanah. Karena kalau China mayoritas mereka cuman dapat tusuk gigi doang. Mental korup. Nanti kalau engga bisa bayar,  China sita dengan nilai 75% doang ( non recourse loan). Pasti China  minta tambahan waktu konsesi, seperti kasus di Malaysia dan Pakistan. Modal yang sudah disetor BUMN hilang begitu saja. Akhirnya China kuasai 100%. Saya kecewa karena Menteri dan direksi BUMNnya “ngerjain” presiden yang saya pilih dan cintai. Tega sekali mereka.


Saran saya, serahkan saja 90% saham kepada China Railway International dan uang PSBI yang sudah masuk bisa ditarik kembali. Atau lakukan divestasi saham BUMN di PSBI. BUMN cukup sebagai kotraktor profesional. Dapat jasa kotruksi. PTPN  kerjasama optimalkan lahan yang mereka punya di Walini untuk dapat rente tanah.  PT. KAI sebagai mitra operator.  Dapat management fee kan.  Jasa Marga focus urus jalan toll. Cepatlah lakukan restruktur saham guna me-minimize resiko negara. Be smart...bantu niat baik Jokowi.