Thursday, June 24, 2021

Selain bisnis, semua omong kosong


“Tahukah anda betapa hancurnya Suriah dan Yaman akibat perang saudara. Itu karena kelompok radikal dibiarkan. “ Kata teman waktu diskusi di ruang Spa. Saya tersenyum saja. Karena itulah pemahaman dia terhadap suatu masalah. Dia tidak paham geostrategis global dibalik konflik Suriah. Suriah memang bukan negara penghasil Minyak dan Gas terbesar di Timur tengah. Tetapi Suriah adalah jalur strategis pipa Gas untuk ekspor ke Eropa lewat Turki. Artinya siapa yang menguasai Suriah maka dialah yang menguasai sumber daya migas di Timur Tengah.


Gimana ceritanya? Dari awal pemerintah Suriah ingin menjadikan wilayahnya sebagai perlintasan Pipa Minyak dan Gas sebagai sumber pendapatan negaranya. Bersama Mesir, Suriah berencana  membangun Pipa Gas Arab (AGP) dari Mesir ke Tripoli (di Lebanon) dan IPC dari Kirkuk, di Irak, ke Banyas. Rencana ini dianggap bahaya. Makanya AS invasi Irak tahun 2003. Alasanya? Sadam Husein ancaman bagi Negara Arab mitra AS.


Kemudian tahun 2011, dua bulan sebelum dimulainya pemberontakan. Dengan dukungan Rusia-Gazprom,  Suriah bersama Turki, berencana membangun jaringan Pipa yang menghubungkan Mediterania, Kaspia, Laut Hitam, dan Teluk. Target : pasar Eropa. Itu juga gagal karena adanya pemberontakan. Ulahnya AS yang tidak ingin melibatkan Iran. Maklum Pipa itu berasal dari ladang raksasa Pars Selatan Iran. Ya AS tidak mau Iran mendapatkan jalur suplai Gas dan Minyak ke Eropa. 


Apa yang terjadi di Yaman juga cara Iran dan Rusia membantu al Houthi menjatuhkan Rezim Mansour Hadi boneka Barat. Maklum perdagangan Minyak Timur tengah melintasi Yaman, Teluk Aden.  Teluk Aden merupakan lintasan pelayaran menuju Laut Merah, Terusan Suez dan Laut Tengah (Mediterania), jalur lalu lintas pelayaran (perdagangan) dunia. 3,3 juta barel setipa hari minyak melintasi teluk Aden. Maka memaksa Arab Saudi bersama n aliansi Gulf Cooperation Council (GCC) menyerang Yaman. Targetnya menghabisi kelompok al Houthi.


Yang tampak dipermukaan konflik Suriah , Yaman itu karena konflik sekterian atau agama. Padahal itu karena bisnis berebut hegemoni jalur pipa dan pelayaran ( Perdagangan). Agama hanya jadi kendaraan untuk menjatuhkan rezim agar tujuan AS bersama konsorsium bisa terlaksana mengamankan jalur Pipa dan pelayaran tanpa melibatkan Rusia dan Iran. 


Sama juga sejak Jokowi berkuasa dan sikap tegas Jokowi atas posisi Indonesia atas Selat Malaka. 2015 Jokowi perintahkan untuk ambil alih pengelolaan wilayah udara atau Flight Information Region (FIR) dari Singapura. Setelah itu Jokowi selalu digoyang oposan Islam. Agama jadi pemicu keributan yang tak sudah. Sampai kini tidak juga bisa kita ambil alih FIR itu. Itu karena bisnis. Yang ribut itu karena dibayar. Sama seperti oposan di Suriah dan Yaman. Mereka proxy dari business multitriliun dollar yang berada dibalik geostrategis Arab, Eropa dan AS yang dikendalikan oleh Transnational Corporation. 


Kalau kepentingan TNC di Indonesia tepenuhi, yakinlah kadrun akan jadi orang baik, karena presiden Indonesia adalah boneka Barat. Itu sudah dibuktikan era SBY dimana Selat Malaka dikuasai Barat dengan memberikan hak kepada Singapore sebagai pengendali traffic udara selat Malaka. Semua karena business.? politisasi agama itu bullshit atau omong kosong. Mengapa? selain busnis, semua itu hanya omong kosong.


No comments: