Wednesday, August 5, 2020

Skema pembiayaan kereta Cepat, Jakarta-Bandung.



Proyek Kereta Cepat ini di-inisiasi oleh SBY dengan hibah dari Jepang untuk membuat FS. Namun di era Jokowi proyek ini di keluarkan dari skala prioritas karena berkaitan dengan tekanan fiskal. Pre commitment dengan Jepang yang akan membangun proyek ini dibatalkan secara halus oleh Jokowi melalui tender ulang tanpa TOR , dengan hasil tidak ada yang jadi pemenang. Alasannya proposal yang diajukan Jepang dan china melibatkan APBN. Setelah diumumkan tidak ada yang menang, maka pemerintah membuka peluang proyek dilaksanakan business to business. Untuk hal ini pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN. Mengapa penugasan kepada BUMN? karena untuk proyek infrastruktur berjangka panjang dengan nilai diatas Rp.10 triliun sampai kini tidak ada swasta yang mampu melakukannya. Hanya BUMN yang terbukti mampu dan berpengalaman melakukannya.

Proyek kereta cepat Jakarta- Bandung awalnya sangat kontroversial, Karena melibatkan China. Semua boleh bilang soal suka tidak suka soal Cina dibalik pembangunan proyek ini. Jokowi tetap focus terlaksananya proyek ini. Tapi tahukah anda bahwa proyek ini fenomenal.  Mengapa ? Inilah proyek yang dibangun dengan murni B2B dalam sekala raksasa berjangka waktu panjang. Nilainya proyek mencapai USD 5,5 Miliar atau kurang lebih Rp. 70 triliun.

Terlaksananya skema pembiayaan B2B sebesar ini menghentakan dunia international khususnya dunia keuangan. Karena ini memberikan fakta tak terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara teraman di bidang investment. Ingat investor adalah penilai yang paling objective terhadap situasi dan keamanan politik suatu negara. Maklum bahwa uang selalu benar menilai tujuanya. Skema B2B sebesar ini tidak pernah terjadi di negara Asia ataupun ASEAN, biasanya selalu skemanya Hybrid (Hybrid B2B dan APBN).

China biasa memberikan bantuan pembiayaan di AS dan Amerika latin atau Iran, Afrika namun itu semua lebih kepada dukungan pembiayaan untuk tujuan geopolitik dan geostrategis China. Tapi di Indonesia , dukungan pembiayaan china murni karena pertimbangan bisnis. Kalau business policy maka tentu siap rugi untuk mendulang laba di masa depan. Indonesia pun melakukan deal dengan syarat tanpa menghilangkan kepentingan nasional di mana local content harus diatas 50% dan melibatkan 90% contractor local serta SDM Indonesia. Dan sifatnya adalah konsesi. Artinya setelah masa konsesi selesai, proyek diserahkan kepada negara dalam kondisi clean.

Walau ada pendemi COVID-19 namun proyek kereta cepat tetap terus berlansung. China tidak keluar dari komitmen dengan alasan Corona. Memang pada waktu PSBB sempat terhenti.Saat sekarang  proyek strategis yang memberikan kontribusi penyerapan angkatan kerja di saat pandemi adalah proyek kereta cepat. Pada proyek ini melibatkan 10.537 orang pekerja lokal dan asing sebanyak kurang lebih 2000. Artinya 80% tenaga kerja berasal dari lokal. Proyek ini juga menjadi laboratorium bagi insinyur lokal untuk menguasai tekhologi canggih dalam bidang rekaya kontruksi.

Proyek ini menerapkan rekayasa kontruksi yang canggih dan termaju di kelasnya khususnya dalam kontruksi pembangunan tunnel. Karena telah menggunakan alat bor single raksasa, Tunnel Boring Machine (TBM). Ada 13 tunnel yang akan di bor dengan total panjang 1.885 meter. Dua tunnel di daerah Purwakarta  sepanjang 1172 sudah selesai. Artinya lebih setengah tunnel sudah selesai dikerjakan.

“ Mengapa china yang dipilih ? Tanya nitizen.

“ Tidak ada keterlibatan langsung pemerintah menentukan China untuk terlibat dalam pembangunan proyek. Ini semua adalah deal business biasa antara BUMN yang dapat penugasan dari pemerintah dengan mitranya dari China.”

“ Mengapa tidak ada keterlibatan langsung pemerintah ? 

“ Karena tidak ada jaminan dari pemerintah atas resiko business maupun politik dari proyek ini. Tidak ada dana dari APBN masuk ke proyek ini. Bahkan pemerintah melarang dana PMN digunakan untuk proyek ini. Sementara Jepang menolak deal dengan BUMN karena tidak ada jaminan resiko.”

“ Bila tidak ada jaminan resiko business dari pemerirntah. Tidak ada dana pendamping untuk pembebasan lahan. Lantas mengapa china tetap bersedia menjadi mitra ?”

“ BUMN China sudah berpengalaman membangun proyek dengan resiko tinggi dan terbukti semua resiko itu dapat di eliminate”

“ OK lah. Caranya gimana ? “

“ Caranya adalah melalui create business model. Kalau kalkulasi business hanya berdasarkan pendapatan dari tiket kereta, jelas proyek ini tidak feasible. Apalagi tidak ada jaminan resiko dari pemerintah. Namun business model dari china tidak bersandar hanya kepada revenue ticket dari traffic yang ada tapi pada TOD yang ada di setiap stasiun. Ini akan jadi lahan komersial dan berkembang pesat karena terhubung dengan jalur kereta cepat.  Bayangin aja. Kalau jarak tempuh lokasi TOD dengan jakarta hanya 25 menit, tentu harga tanah akan melambung. Artinya dari kenaikan harga tanah pada TOD saja, proyek sudah bisa balik modal. Hitung aja. Luas TOD mencapai lebih 3000 hektar.

Dan kamu tahu...Jumlah penduduk terbesar di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Barat. Totalnya sebanyak 45,5 juta atau 20 persen penduduk Indonesia ada di Jawa Barat. Jumlahnya bahkan mencapai sepuluh kali dari penduduk di Kalimantan Barat. Uang beredar di Indonesia lebih separuh ada di jakarta dan Jawa Barat. Jadi peluang masa depan bisnis kawasan ini sangat besar sekali.

“ Wah jadi ini sebenarnya bisnis property, membangun kota dengan akses kereta cepat. Hebat. Gimana skema pembiayaannya ?

“ Kepemilikan proyek kereta cepat ini PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan China Railway International Co Ltd dengan komposisi, yakni 60% : 40%. Konsorsium PSBI dan China membetuk SPC bernama PT. Kereta Cepat Indonesia China. “

“ Siapa itu PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI)?

“ Konsorsium BUMN yang terdiri dari PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya, PTPN VIII, dan PT Jasa Marga. Adapun, komposisi penyertaan saham pada PSBI adalah Wijaya Karya menguasai 38%, KAI dan PTPN VIII masing-masing 25%, dan Jasa Marga sebesar 12%.”

“ Ok lanjut, gimana skema pembiayaannya?

“ PT. Kereta Cepat Indonesia China ( KCIC ) mendapatkan pinjaman dari China Development Bank dengan skema non recourse loan. LTV 75%. 25 % berasal dari konsorsium dalam bentuk modal. Artinya yang jadi collateral adalah proyek itu sendiri. Sebesar 63% utang ditarik dalam mata US$ (Dolar Amerika Serikat) dengan suku bunga tetap sebesar 2% per tahun. Sedangkan 37% sisanya ditarik dalam mata uang RMB (Reiminbi/Yuan) dengan suku bunga tetap 3,46% per tahun. Penggunaan mata uang Renminbi/Yuan juga sebagai bentuk diversifikasi mata uang asing dalam rangka perwujudan perjanjian bilateral swap agreement dengan China. Hal ini akan mengurangi tekanan penggunaan mata uang dolar Amerika Serikat. Adapun jangka waktu pengembalian yakni 40 tahun termasuk grace period 10 tahun.”

“ Jadi memang katagorinya soft loan walau proyeknya komersial.”

“ Ya, Itulah enaknya B2B untuk proyek infrastruktur publik. Cost of money non komersial tetapi bisnisnya komersial. Udahan ya. Sukses selalu.” kata saya menutup pembicaaraan.

No comments: