Saturday, July 4, 2020

Merebut kembali Rp. 11000 Triliun uang rakyat.


Pada suatu sore di Hong Kong saya bertemu dengan banker dalam acara wine party. Yang mengundang kebetulan salah satu Law firm terkenal. “ Kamu tahu, kalau uang hasil korupsi atau kejahatan sudah masuk ke dalam system perbankan, sampai kapanpun tidak akan bisa dilacak. Walaupun sudah ada kerjasama antar negara anggota OECD dalam rangka transparansi, namun tetap tidak mudah memaksa bank membuka kerahasiaan. Harus ada dasar hukum yang kuat untuk membukanya.” kata banker itu.

“ Mengapa ? Kata saya.

“ Pernah dengar hukum trustee regions “ kata teman yang juga lawyer financial. Saya mengerutkan kening. Berusaha menjawab tetapi tidak punya pengetahuan cukup. 

“Wilayah trustee itu sebetulnya berdiri karena hukum Gereja , yang disebut Trustee Act. PBB mengakui bahwa hukum lebih tua tidak bisa dihapus oleh hukum baru kecuali dihapus oleh pemilik hukum itu sendiri. Dan hukum gereja adalah hukum tertua dari hukum modern. “

“ Mengapa hukum Trustee itu dibuat oleh Gereja? Tanya saya penasaran

“ Gini ceritanya. Sejarah wilayah trustee ini jauh lebih tua dari peradaban sekarang. Dulu waktu perang salip banyak para kesatria Eropa berperang ke Timur Tengah meninggalkan istri dan selir serta harta. Namun setelah mereka kembali dari perang, semua harta dan istrinya telah dijarah orang lain. Maklum mereka pergi berperang bukan dekat tapi jauh yang butuh tahunan berkelana. Jadi wajar setelah kembali semua yang ditinggalkan diambil orang. Mereka protes kepada Pemimpin Gereja. Karena mereka perang atas nama gereja tapi gereja tak bisa menjaga harta mereka. Karenanya dibuatlah UU trustee. Yang memungkinkan harta itu dijamin aman oleh gereja sampai 600 tahun. Dengan UU trustee itu memungkinkan harta dicatat oleh gereja dengan tingkat kerahasiaan tinggi. Karena rahasia maka harta itu tidak bisa dijadikan target pajak bagi negara. Gereja juga bertindak sebagai wali amanat atas harta warisan kepada ahli waris.”

“ Menarik ceritanya. Terus ..” kata saya penasaran.

“ Dalam perkembangan berikutnya , wilayah trustee ini menjadi tempat aman bagi orang menyimpan uang. Saat sekarang negara negara yang punya wilayah trustee adalah Jersey, Delaware, Puerto Rico di Amerika, Isle of Man di UK, Swiss, Benz. Sentosa di Singapore, Labuan di Malaysia. Ada juga di h British teritory seperti Bermuda, British Virgin Islands dan Cayman Island, Nassau, Panama”

“ Apakah uang ada di wilayah trustee ? Tanya saya.

“Tidak.” kata banker. “ Phisiknya ada di mana saja, tapi catatan kepemilikan berdasarkan hukum trustee yang bebas pajak. Karena sifatnya rahasia , orang gunakan perusahaan yang terdaftar di wilayah trustee untuk pemindahan rekening antar pemilik uang tanpa harus bayar pajak, tanpa harus tunduk dengan aturan cross border transfer yang ditetapkan oleh otoritas. Makanya skema penyimpanan harta di wilayah trustee membuat orang kaya super kaya yang malas berbagi menjadi sangat menarik. Mereka sebut wilayah trustee adalah sorga.”

“ Tetapi, kan ada kesepakatan mengenai the Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes in the area of the automatic exchange of information, terbukaan rekening offshore. Apakah itu tidak cukup untuk menelusurinya ? Kata saya.

“ Mereka sudah lebih dulu mengantisipasinya. Seperti terbongkarnya kasus Panama paper. Ternyata hanya membuktikan nama orang atau lembaga yang tercatat pemilik perusahaan dan rekening offshore tapi tidak ada bukti apapun mereka sebagai pemilik dana, apalagi mencantumkan nilai uang yang ada. Apanya mau dikejar ? Mau kepengadilan ? Tidak pernah pemerintah menang dalam sengketa dana offshore. apalagi soal pajak dan uang hasil korupsi.” Kata banker.

“ Tetapi banyak juga pelacakan uang haram itu berhasil dan bisa mengembalikan uang negara yang mereka larikan dan sembunyikan.  Contoh Barclays bank harus membuka data rekening  putra diktator Guinea, negara yang kaya minyak. Juga Bank di Inggris dan Hong kong membuka data rekening Putra Presiden Republik Kongo, negara Afrika yang kaya minyak. Citibank juga membuka data rekening Perwira Militer Charles Taylor di liberia yang menjarah uang hasil penebangan kayu. HSBC dan Banco Santander  berusaha keras berlindung di balik undang-undang kerahasiaan bank di Luxembourg dan Spanyol tetapi tidak berdaya ketika ada bukti penyimpanan uang haram dan bukti itu disahkan oleh pengadilan. Deutsche Bank membantu mendiang presiden Niyazov dari Turkmenistan, yang menjarah miliaran dollar. Akhirnya terbongkar dan bisa dikuasai negara. Lusinan bank Inggris, Eropa dan Cina telah  membuka data rekening penguasa Sonangol yang korup. Uang itu bisa dikembalikan ke negara. “ Kata Lawyer

“ Apa kuncinya sehingga bisa memaksa bank membuka kerahasiaan rekening orang yang dicurigai melarikan uang haram itu ? tanya saya.

“ Pertama, dapatkan bukti awal yang kuat. Dengan bukti itu upaya hukum bisa dilakukan. Kedua, pastikan ada kerjasama hukum seperti Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan negara yang berada di wilayah trustee. Ketiga, pastikan Perjanjian itu diratifikasi oleh Parlemen. “Kata laywer

“ Kalau tiga hal itu sudah ada, apakah dapat dipastikan uang haram itu bisa ditelusuri.  Mengingat kejahatan itu sudah berlangsung tahunan bahkan puluhan tahun. Tentu sudah terstruktur yang rumit dalam bentuk beragam asset “ Kata saya.

“ Bisa saja. Kamu kan tahu, hukum di mana saja sama. Setiap penempatan asset dalam bentuk apapun, kan ada akad, ada perjanjian. Satu terbongkar, otomatis itu akan seperti teori domino. Yang lain akan terbongkar dengan sendirinya.  Dan ingat , uang koruptor sangat mudah terlacak. Karena mereka tidak cukup smart menjaga kerahasiaan. Biasanya dan selalu berulang terjadi, yang membongkar itu bukan orang lain atau orang jauh, tetapi orang terdekat dia. Bisa teman, bisa menantu, kadang bisa juga anaknya sendiri. Karena diantara mereka pasti ada intrik merebut harta itu. Salah satu engga kebagian, ya mereka ngomong kepada aparat, bahkan ada yang bersedia kerjasama dengan aparat membogkar rekening haram itu “ kata lawyer. 

Pembicaraan itu sangat menarik. Saya ingin melanjutkan pembicaraan itu. Namun sahabat saya, Esther tidak bisa terlalu lama di wine party itu. Dia agak mabuk. Sementara besok dia harus masuk kantor.


Tahun 2016 saya dapat kabar dari teman di Jakarta. " Jokowi sudah dapat data semua rekening mereka yang dicurigai terlibat dalam pencucian uang. " Katanya. 
" Bagaimana bisa tahu data itu valid ?" tanya saya.
" Tax Amnesty adalah test the water untuk membuktikan data itu. Walau jumlah recovery asset yang bisa didapat hanya 600 Triliun rupiah, namun data itu terbukti benar. Tetapi jalan untuk merebut harta koruptor yang ada diluar negeri tidak mudah. Walau pemeritah sudah punya bukti awal, itu harus didukung oleh adanya kerjasama dengan negara yang dicurigai tempat pencucian uang itu. Dan adanya UU dari DPR yang memberikan hak kepada pemerintah untuk memburu harta itu." Katanya.

" Memaksa negara lain mau membantu juga tidak mudah. Maklum sebagian besar negara yang punya wilayah trustee itu juga dapat fee dari adanya uang haram itu. Namun upaya memaksa ini berhasil setelah ada kesepakatan dalam G20 tentang keharusan semua negara mau membuka data sesuai kuridor OECD. Itu tahun 2016. " Kata saya.

Walau sudah ada kesepakatan OECD, namun upaya kerjasama hukum dengan negara lain tidak otomatis bisa dilakukan. Butuh berkali kali perundingan sampai ada kesepakatan. Contoh, Perjanjian MLA dengan Swiss ditandatangani setelah melalui dua kali putaran perundingan, di Bali pada tahun 2015 dan di Bern, Swiss, pada tahun 2017. Mutual Legal Assistance Treaty antara Indonesia dan SWISS baru ditandatangani tahun 2019. 

Atas dasar itu Pemerintah mengajukan RUU MLA Indonesia Swiss, agar menjadi UU. Tanggal 3 juli 2020 DPR mengesahkan RUU MLA itu dibahas pada pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI. Kalau RUU itu sah menjadi UU dan masuk lembaran negara, maka Perjanjian MLA lainnya yang telah ditandatangani oleh Pemerintah RI (Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran), bisa punya landasan hukum kuat. Bahwa upaya pemerintah menguasai rekening atau asset yang dicuri hasil korupsi itu bukan atas nama pemerintah tetapi atas nama rakyat atau UU. Karena itu uang rakyat. Harus kembali kepada rakyat.!

Setidaknya perjuangan panjang merebut kembali uang rakyat yang dijarah dan dilarikan keluar negeri itu, sudah mendekati final. Itu sebabnya konstelasi politik memanas. Di era SBY politk adem karena memang tidak ada upaya untuk menarik dana haram pulang   kampung. Tetapi di era Jokowi, dia memilih resiko politik demi keadilan, untuk rakyat tentunya.

No comments: