Tuesday, January 4, 2022

Berani mengubah untuk perbaikan.


 

Sejak Jokowi memimpin memang kita seperti dihentakan dari tidur panjang. Kita terkejut karena semua program mimpi di era presiden sebelumnya di-exekusi Jokowi. “ Cara berpikirnya 10 langkah dari kita.” Kata salah satu menteri waktu bertemu dengan saya di pesawat.. Para pembantunya terseok seok ikuti langkahnya. Disaat orang ragu, dia jalan aja. Dia memang orang santai yang sibuk. Dia orang yang tenang dibawah tekanan sakalipun. Dia orang yang optimis disetiap tantangan. 


Jadi wajar saja kalau masalah datang setelah sekian tahun dia membuat keputusan besar, berkaitan dengan pembangunan proyek strategis. Mengapa ? Masalahnya Jokowi terus melangkah dengan program barunya. Sementara program yang sudah selesai meninggalkan jejak masalah yang terkait dengan skema pembiayaan dan target capaian. Kalau masalah tidak diatasi dengan sistematis dan tersetruktur akan berdampak kepada program berikutnya. 


Jadi gimana solusinya? Sudah seharusnya Jokowi membentuk “team crisis center.” Team ini bukan partisan dan bukan dari menteri. Tetapi independent,  bekerja di bawah presiden langsung. Berkantor di KSP. Team ini khusus melakukan recovery terhadap proyek yang bermasalah. Mereka memberikan rekomendasi kepada presiden barkaitan dengan aspek hukum, teknis, keuangan dan skema kemitraan. Jadi sifatnya sangat taktis. Tentu anggota team harus high grade. Bila perlu pakai orang asing kalau memang punya kompetensi diatas rata rata.


Sehingga membantu Jokowi membuat keputusan yang solutif, tanpa dipengaruhi kepentingan oligarki politik yang membuat proyek bermasalah. Siapapun yang menghambat ya embat. Nothing to lose. Usul saya ini sebenarnya tidak murni dari saya. Tetapi Xi jinping sudah terapkan untuk proyek Belt dan Road Initiative China (BRI). Memang banyak masalah karena keberanian Xi Jinping mengkesekusi. Tetapi, setelah team crisis dibentuk, keadaan kembali normal. Semua masalah bisa diatasi.  Walau karena itu puluhan direksi BUMN dan pejabat dan elite partai tereliminasi. Agenda presiden teramankan. Rakyat yang diuntungkan.


Berikut dibawah ini kisah analogi.


***

Sehabis rapat Project development group saya kembali ke kamar kerja. Saya melamun. Proyek Kawasan Industri ini adalah proyek  berskala international. Anggaran mencapai USD 8 mliar ( Rp 100 triliun lebih). Melibatkan konsorsium Jepang dan Korea. Pendanaan juga melibatkan 18 kreditur international. Dari segi marketing memang aman. Karena konsorsium Jepang dan Korea menyerap 100% kawasan industri. Namun dalam pembangunan kami menghadapi banyak masalah. Tekanan luar biasa. Pertama, dari segi pendanaan terpaksa berganti skema ditengah jalan. Karena dapat tekanan dari pemerintah China untuk gunakan skema dalam negeri. Mengubahnya engga gampang. Ongkosnya mahal sekali. Belum lagi tingkat stress.


Kedua, design berubah. Dari 70% kawasan industri dan 30% komersial, Dipaksa diubah jadi 40% komersial, Mengubah ini tidak mudah. Akibatnya terjadi perubahan proses stakeholder dan business model terhadap kawasan komersial. Saya melihat bahwa proyek ini sudah keluar dari visi saya. Saya harus mengembalikan posisi proyek ini kembali kepada visi saya. Tetapi bagaimana saya mengubahnya tanpa data valid adanya penyimpangan. Bukankah itu terjadi by process. Sudah biasa dalam proyek berskala besar. 


Sementara keberadaan konsorsium sangat kuat mempengaruhi proyek ini. Maklum mereka undertake market.  Saya engga mungkin jadi boneka konsorsium. Saya butuh kemitraan yang sejajar atas dasar respect. Ini perusahaan yang dirikan saya. Secara hukum saya yang bertanggung jawab kepada pemegang saham dan pemerintah.


***


Saya undang sahabat saya Esther makan malam. Saya ingin dengar pendaapatnya. Karena dia salah satu sahabat saya yang selalu opisisi terhadap rencana bisnis saya.


" Lue engga tahu ya. Semua masalah yang elo hadapi, itu karena ada masalah dalam sistem management. Para eksekutif jebak elo dalam situasi to be or not to be. Itu karena lue terlalu lemah berhadapan dengan sistem. Tugas pemimpin itu bukan sekedar patuh kepada sistem, tetapi juga memperbaiki dan mempengaruhi terjadinya perubahan. Creatifitas tanpa keinginan berubah itu konyol. Perubahan tanpa tanpa kreatifitas itu bego. Paham elo. Walau elo jujur, tapi anak buah gampang main lue, tetap aja lue bego, kampungan. Beranilah! " Katanya. Saya menyimak. Kritik yang pedas, namun saya bersyukur ada yang kritik saya. Itu artinya dia peduli kepada saya. 


“ Dalam militer itu biasa terjadi. “ Kata Jenderal di China setelah saya curhat soal masalah proyek. Saya butuh advise. Dia sahabat saya. “Setiap serangan kolosal dengan target strategis pasti ada banyak masalah organisasi dan target.  Sumber masalah itu hanya ada pada Komandan lapangan. Tetapi kita tidak bisa menghukum dan memaksa mereka berubah kalau tidak ada data lengkap. Tetapi kita juga tidak bisa percaya begitu saja dengan mereka. Karena terbukti ada masalah. Dan mereka selalu punya alasan membela diri. 


Kamu bentuk aja team bayangan. Hanya kamu yang tahu team itu. Beri mereka akses dan kekuasaan. Gunakan sumber daya perusahaan untuk backup dia. Team itu harus high grade. Kalau di milter itu biasanya pasukan para komando yang punya talenta bidang sandiyudha, logistik, skill personal yang tinggi  dalam para tempur” Lanjutnya tersenyum. Walau penjelasannya sederhana tetapi masuk dalam otak saya. Saya membuat keputusan untuk membentuk team crisis.


Saya minta HRD memberikan data staf inti dari seluruh group perusahaan. CV mereka saya pelototi satu persatu. Selama dua malam saya tidak tidur membaca setiap CV dan memiih mereka. Saya hanya perlu 8 orang anggota team. Terpilh 20 orang. Saya test sendiri. Test nya di kamar hotel Panthouse yang saya sewa khusus untuk wawancari itu. Semua kedatangan mereka  diatur oleh sekretaris saya. Seharian saya wawancarai merereka. Tapi belum memuaskan sesuai target saya. Padahal mereka itu calon prioritas yang saya pilih. Saya sudah hopeless. Ok saya lanjut dengan calon yang tersisa 11 orang.


“ Teguh chondro.” Tanya saya kepada calon anggota team, Dia orang Indonesia. Asal Semarang. Dia manager di anak perusahaan di KL. “Kamu orang indonesia? Tanya saya dalam bahasa indonesia.


“ Ya pak.” katanya dengan sikap sempurna.


Saya tatap lama dia. Tidak ada risih sama sekali ketika saya tatap. Dia tetap tenang. Wah percaya dirinya tinggi sekali. Tetap tenang. Wajahnya tetap tersenyum. Padahal saya tatap dia dengan serius tanpa senyum.  Dari CV, dia lulusan PTN. indek prestasi dia biasa saja. Posisi dia sebagai Manager regional. Pasih bahasa inggris dan Mandarin.


“ Saya mau dengar pendapat kamu, soal ini” Kata saya menyerahkan dokumen. Dia baca. Saya mau lihat kemampuan dia menganalisa. Secepat apa dia bersikap. Kalau lewat 10 menit. Dia gagal. Ternyata kurang 10 menit dia sudah bersikap. Cara dia mengutarakannya juga cepat dan sangat taktis. Tidak bertele tele. Saya terkesima. Ini berlian yang tersembunyi di lingkungan Holding saya. Mengapa HRD tidak melihat berian ini. 


“ Kamu keluar. Temui Ibu Lena”  kata saya tersenyum. 


Kemudian masuk lagi calon team. Wanita. Insinyur dan dapat sertifikasi financial analisis. Dia berkarir di anak perusahaan di Boston USA,  bidang property. Dia lahir di Finlandia. Namun citizen AS. Usia diatas 30 tahun. Dia masuk ke ruangan saya dengan ringan. Tidak ada kesan dia tertekan berhadapan dengan CEO. Ini hebat. Dia punya percaya diri tinggi. Artinya dia punya standar yang kuat akann kompetensinya. 


Saya serahkan dokumen ke dia.” Baca ini dan saya ingin pendapat kamu. “ Kata saya. Dia baca seksama. Kalau belum 10 menit dia jawab. Dia gagal. Ternyata dia butuh 30 menit membaca dengan seksama. “ Ini secara tekhnis bagus. Tetapi sulit dilakukan untuk berhasil. Terlalu too good to be true.” Katanya. 


“ OK Sandra, kamu keluar. Temui ibu Lena” Kata saya. Demikian proses seleksi itu berlangsung sampai malam. Saya puas dapatkan 8 orang anggota team hebat. 2 wanita dan 6 pria. Mereka berasal, 3 dari China. 1 dari AS. 1 dari Rusia,  1 dari Swiss, 1 dari Jepang, 1 lagi dari Indonesia.


***

Besoknya saya ajak mereka yang 8 orang itu ke Macao. “ Kalian lihat Casino ini. Setiap hari ramai orang berjudi. Dipastikan lebih banyak yang kalah daripada yang menang. Mereka punya keberanian mengambil resiko walau mereka tahu pasti kalah.Tetapi casino tidak pernah kehilangan pelanggan. Selalu ramai yang datang. “ Kata saya. Mereka mendengar dengan seksama.


“ Tetapi tahukah kalian semua. Yang paling takut kalah itu adalah bandar atau pengelola Casino. Paradox kan. Karena rasa kawatir itulah bandar membuat rencana secara detail segala galanya. Setiap sen uang dan personal mereka perhitungkan dengan teliti. Satu saja karyawan tidak jujur, bisa tekor bandar. Salah sedikit saja, bandar bisa dihabisi oleh pejudi. Maklum mereka yang datang berjudi itu semua punya mental predator kejam. Mereka siap mati karena mereka sangat mencintai hidup. “ Kata saya. Mereka mengangguk. 


“ Nah tugas kalian semua adalah evaluasi proyek Ginzou dari segala aspek. Beri saya rekomendasi apa yang terbaik.  Ingat, saya bukan pejudi tetapi bandar judi. Tugas kalian pastikan bandar tidak kalah dalam proyek. Paham!” Kata saya. Mereka mengangguk semua.


“Ada pertanyaan?


“ Siapa ketua team kami pak” Kata salah satu mereka. 


“ Kalian akan tinggal semalam di Macao. Nikmati kebersamaaan kalian. Pilihlah siapa yang jadi ketua team. Kalau besok kalian tidak bisa tentukan.  Kalian pulang ke rumah masing masing. Kalian gagal jadi team bayangan saya” Kata saya. Mereka saling pandang. Saya mau liat sikap mental mereka dalam kelompok. Kalau mereka gagal menetukan siapa yang pantas memimpin, artinya mereka lebih dungu dari domba.


Besok pagi waktu sarapan. Mereka datang ke table saya. “ Pak, kami sudah putuskan. Pak Teguh sebagai ketua team kami. “ Kata salah satu mereka. 


“ OK kerjalah. Laksanakan tugas dengan sebaik baiknya. Waktu kalian 3 bulan. Detail tugas kalian akan diberikan oleh sekretaris saya, ibu Lena. Apapun yang kalian perlukan dalam tugas, bicara kepada special asisten saya. Ibu Wenny. Paham” Kata saya tersenyum. Setelah sarapan pagi saya kembali ke Hong Kong.


***
Tiga bulan kurang seminggu. Teguh mewakili teamnya bertemu saya di Cafe di Seoul. Dia menyerahkan laporan. Ini hanya lima lembar. Detainya sudah dierahkan kepada Lena. Solusinya sangat taktis. Saya baca cepat, saya tersenyum puas. “ Good job, Teguh." Kata saya. Dia senang.


***

Saya panggil Lena dan James di kamar kerja saya.

.

“ Project manager bersama team project partnership bubarkan semua. Ganti team baru dengan spesifikasi yang saya tentukan. Wilson sebagai direktur pengambangan keluarkan. Skema bisnis model ubah.  40% kawasan kaveling komersial tidak dijual , tetapi kerjasama sharing investment dengan pihak investor. Untuk itu proyek Ginzo jadi subholding membawahi anak perusahaan yang bermitra dengan investor kawasan komersial. Water treatment dan environment tidak lagi sebagai fasiltas kawasan, tetapi jadi  profit center bukan cost center. Itu dikelola anak perusahaan khusus. 


Dan panggil rapat anggota konsorsium. Bilang kepada anggota konsorsium Jepang dan Korea , mereka tidak berhak menentukan design dan peruntukan kawasan komersial,.” Kata saya kepada James.


“ Kenapa boss” tanya James bingung.


“ Itu otoritas kita. Enak aja mereka mau dikte apa yang mereka mau. Kita lebih tahu bagaimana melayani mitra dan konsumen. Itu tidak boleh ragu. Kamu tahu, apa penyebab kekacauan selama ini yang saya hadapi ? 


“ Tidak tahu. Karena secara sistem nampak wajar saja. “


“ Itu karena para eksekutif bermain. Mereka punya kepentingan atas kawasan komersial itu. Mereka sengaja create kekacauan itu agar saya tergantung kepada mereka dan pihak konsorsium. Kalau saya ikuti, proyek ini dalam jangka pendek akan jebol dan akhirnya diakuisisi oleh anggota konsorsium. Reputasi saya hancur dan bukan tidak mungkin holdong ini akan diakuisisi. Habis saya.” Kata saya.


“ Siap boss.”


“ Selanjutnya terapkan sistem GovernanceRisk, dan Compliance. Gunakan IT system sehingga saya bisa monitor secara online dimanapun saya berada. Saya engga mau terulang lagi kasus yang sama dikemudian hari. Paham.” 


“ Siap boss.”


***

Setelah keputusan dibuat. Saya menghadapi tekanan luar biasa. Tetapi saya santai saja. Kalau mereka tidak suka dan kecewa itu bukan masalah saya. Itu masalah mereka. Engga ada waktu saya ladenin. Mereka mau perang, saya ladenin. Toh semua kreditur dukung saya. Apa yang saya takutkan. Ini soal tanggung jawab saya kepada stakeholder, investor dan karyawan. 


Lena masuk ke kamar kerja saya. “ Pak Teguh sudah datang. “ 


“ Suruh masuk”.


“ Terimakasih Mas. Sampaikan kepada anggota team kamu, terimakasih sebesar besarnya. Dengan ini team saya bubarkan. Semua anggota team dapat dana program dari HRD. Kalian boleh pilih mau ambil kuliah lagi atau kursus apa. Semua biaya kantor. Masing masing kalian dapat bonus dari Ibu Wenny.” Kata saya. 


“ Terimakasih pak. Saya mau ambil financial engineering di Harvard. “Katanya senang.


“ Bagus. Bawa juga keluarga kamu. Itu bukan hanya sekedar belajar tetapi juga cuti kantor atas biaya kantor.” kata saya.


“ Terimakasih, pak. Dua tahun cuti. Wah bapak baik banget. “ Katanya senang. “ Pak..” katanya nampak ragu.


“ Ya ada apa?


“ Apakah tidak lebih baik bapak sendiri bicara kepada teman teman saya. Karena semua ini bukan kerja saya,  tetapi kerja team. Kami kompak sekali pak. Walau setiap hari kami kurang tidur dan melakukan banyak traveling. Bertemu dengan stakeholder dan studi lapangan. Tiga bulan jauh dari keluarga. Tetapi kami enjoy pak. “Katanya dengan rendah hati. Jawa aslinya keluar. Tahu diri. 


“ Ya udah. “ 


“ Mereka ada di lobi.” Kata Teguh. Saya panggil lena. “ Temanin Teguh ke Lobi untuk panggil teman temannya ketemu saya.”  Tak berapa lama mereka datang ke kamar kerja saya. Setelah saya umumkan pembubaran team dan bonus. Salah satu mereka dari anak perusahaan di Guangxie berkata “ Izinkan saya mengundurkan diri pak.”


“ Kenapa?


“ Saya mau ikut program MT Holding. Karena dari semua anggota team, hanya saya yang tidak masuk lewat jalur MT." Katanya. Saya tahu dia pekerja lokal. Lolos sebagai karyawan lewat proses magang selama 1 tahun.


“ Kamu tahu resikonya kalau kamu gagal proses seleksi MT, kamu kehilangan pekerjaan sebelumnya. Tahu resikonya?”

“Tahu pak. Engga apa apa, saya siap bersaing.” Katanya. Saya tersenyum. Peluk dia. “ Kamu hebat Nak. Usia kamu baru 28 tahun. Nyali kamu luar biasa. Pasti orang tua kamu bangga dengan kamu” Teman temannya  tepuk tangan memberikan aplus akan tekadnya. Mereka 8 orang itu para pemberani dengan standar moral bagus, pekerja keras dan mereka sangat focus melaksanakan perintah CEO dan tahu kehormatan mereka ada pada kinerja. Bukan citra, jabatan atau bonus. SDM seperti inilah membuat saya tidak ragu terus ekspansi dan gali hutang terus..***


Disclaimer : Nama dan tempat, peristiwa adalah fiksi belaka.


No comments: