Wednesday, July 31, 2024

Future shock...

 


Dalam Ilmu ekonomi ada survey yang mengukur kondisi ekonomi secara objektif. Namanya Index PMI. Ini jelas berbeda dengan hitungan statistik pertumbuhan PDB yang bersifat umum. Index PMI berfocus kepada survey manufaktur. Yang di survey ada 5, yaitu pesanan, tingkat persediaan, produksi, pengiriman, dan tenaga kerja. Dari lima itu kalau index dibawah 50, maka itu artinya kontraksi alias tidak ada ekspansi atau bisa juga disebut masuk ke jurang resesi. Kalau diatas 50, artinya ekspansi. Ekonomi bergairah. 


Siapa yang melakukan survey Index PMI? yang jelas bukan tukang survei Elektabilitas Pemilu. Atau BPS. Tetapi Standard and Poor Global atau S&P Global. Lembaga ini dipercaya oleh semua kreditur dan investor dunia. Maklum mereka juga lembaga rating surat utang negara maupun korporat. Nah bagaimana dengan indeks PMI manufaktur Indonesia?. Data bulan Juli, index PMI berada di posisi 49,3. Artinya Indonesia resmi masuk resesi. Ini kali pertama sejak COVID kemarin atau 36 bulan lalu.


Pemerintah masih tidak percaya kalau kita masuk resesi. Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menyebut “anomali terjadi di Indonesia”. Ya disaat negara lain banyak negatif, malah data statistik menunjukan PDB kita tetap mengalami pertumbuhan positif. Disaat negara lain sibuk perangi inflasi, inflasi kita dibawah 3%, bahkan tiga bulan berturut turut kita deflasi. Sebenarnya itu karena effect masyarakat tidak cukup uang lagi untuk belanja. Dari data BKPM, laju pertumbuhan investasi terus meningkat. Tetapi mengapa kinerja sektor industri sangat buruk. Tahun 2002 sumbangsih sektor   industri terhadap PDB pernah menyentuh 32 persen. Sekarang hanya ada kurang dari 20 persen.  Artinya kita mengalami deindustrialisasi. 


Data ekspor mineral tambang kita sejak adanya program hilirisasi meningkat 10 kali lipat dibandingkan sebelumnya. Itu semua export oriented.  Tapi mengapa kinerja IDR sangat buruk terhadap goncangan faktor eksternal. Terus terdepresiasi. Kita terus aja berusaha excuse melihat fenomena berkurangnya kelas menengah, PHK yang terus terjadi,  jutaan Gen Z yang nganggur, jatuhnya daya beli masyarakat. Antara angka fundamental ekonomi dan fakta bertemu dalam realitas bahwa kita sedang tidak baik baik saja.


Lantas apa yang terjadi sebenarnya ? Kalau anda berpengalaman di bursa. Hal ini sudah biasa. Data Peningkatan value saham di market dan data fundamental, tidak seiring sejalan. Ya anomali. Sebenarnya bukan anomali. Tetapi bullshit. Seperti yang terjadi pada bisnis dengan skema ponzy. Antara ponzi dan fraud sulit disimpulkan dalam bursa saham yang legitimate. Apalagi semua orang yang masuk bursa dianggap cerdas. Tahu kebohongan dibalik angka dan data hal yang biasa. Anda tidak pahami itu dan tetap optimis, anda akan jadi pecundang. Free entry free fall.


Negara yang sumber dananya bergantung kepada pasar, memang perlu terus memoles citra lewat influencer media massa dan pengamat. Karena sedikit saja rumor negatif, akan berdampak naiknya yield surat utang negara dan akhirnya jadi sampah. Akan berdampak kepada jatuhnya kurs rupiah dan terkereknya bunga SRBI. Makanya perlu energi besar untuk terus memoles neraca dan data statistik. Berusaha keras goreng bursa agar IHSG terus naik. Semua menteri dan staf KSP wajib mengkonter setiap kritik yang bernada pesimis. Kebenaran itu sulit, propaganda itu murah.


Yang jadi masalah sebagaimana sejarah pasar modal. Seperti halnya kejatuhan Enron dan Lehman. Yang pagi hari masih bluechip, sorenya pada sesi kedua perdagangan harga nya sudah sampah. Lebih murah daripada tissue toilet. Dalam situasi batas ilusi dan realita, bias. Apapun peringatan tidak akan ada artinya. Apapun kritik tidak akan didengar, bahkan kritik  akal sehat menjadi olok olok dianggap pesimis. Maka kita harus siap menerima future shock.  Bangun pagi baca berita, rupiah terjun bebas.  Bank collapse. Index bursa jatuh berkeping seperti pada Mey 1998. Dan juga terjadi di Wall Street New York tahun 2008.


Saya tidak menyalahkan Jokowi bila terpaksa harus menenteng para influencer dan youtuber datang ke IKN. Di tengah situasi minimnya investor IKN terutama Asing, dan mungkin juga frustrasi karena DPR tidak memberikan ruang perubahan APBN untuk tambahan budget IKN, bayangan IKN mangkrak sudah di depan mata. Sementata waktu tersisa Jokowi di Istana tinggal menghitung bulan. Jokowi perlu influencer dan youtuber untuk terus berkicau positif tentang IKN. Memang upaya useless untuk tujuan mengundang investasi. Tetapi setidaknya bisa mengantar Jokowi tidur nyaman barang sesaat, karena tahu future shock itu pasti terjadi. Hanya masalah waktu..Kita tidak bergerak ke arah negara maju.Tetapi berangsur angsur menepi di tengah arus kencang dunia yang bergolak. Menuju negara terbelakang. 

No comments: