Thursday, December 17, 2009

Bisnis dan keimanan.



Perempuan yang sering dilihat Udin ketika usai sholat subuh di Masjid, tidak ada yang menarik. Bibirnya mencong. Cacat. Tapi dari pandangan mata perempuan itu, Udin tahu bahwa perempuan itu menyukainya. “ Pilih wanita karena kecantikannya, hartanya dan agamanya.” Demikian keyakinan Udin bila hendak memilih wanita yang akan dijadikan istri.  Namun siapa wanita yang cantik, kaya yang seiman menyukai Udin, bila jangankan menghindupi orang lain, menghidupi diri sendiri saja susah. 

Namun Udin tidak peduli. Tuhan mengkayakannya ketika dia semakin banyak berzikir dan semakin dekat ke masjid. Waktu berlalu dan tak terasa usia menua, hanya perempuan berbibir mencong itu yang menyukainya. Perempuan itu memang tidak kaya namun dari perkejaan sehari harinya sebagai tukang jahit sudah bisa membeli sepasang kambing untuk diternak. Perempuan itu menawarkan kerjasama kepada Udin untuk mengelola sepasang kambing itu untuk dikembangkan, menghasilkan uang dimasa depan.

Udin menganggap tawaran itu bukan hal yang buruk. Apalagi kemitraan itu tidak akan membuat dia jatuh cinta kepada wanita itu. Karena libido nya tak pernah bangkit apabila melihat wajah buruk rupa wanita itu. Namun berlalunya waktu, dia mulai menaruh hati. Kebaikan demi kebaikan hati wanita itu menghilangkan keburukan wajahnya. Akhirnya mereka menikah. Usaha ternak berkembang. Sementara usaha jahit pakaian wanita itu telah berkembang menjadi usaha konveksi. Hidup mereka berubah. Mereka mulai menumpuk hartanya dengan membeli tanah. Belakangan tanah itu mengandung tambang. Seorang teman dari kota datang membawa rencana bisnis, mengajaknya bermitra. Udin senang. Karena dia tidak menjual tanahnya tapi hanya disewa yang dibayar sesuai yang nilai tambang yang berhasil dijual.

Semakin lama, Udin semakin kaya. Istrinya minta dioperasi bibirnya. Setelah itu, wajah istrinya nampak cantik. Namun tidak terlalu sempurna. Udin membahwa istrinya ke luar negeri untuk di operasi plastik. Hasilnya membuat istrinya semakin cantik. Wajah cantik , juga membuat pikirannya cantik dan dia berubah tentunya karena itu. Istrinya tahu memanjakan diri, menikmati uang. Udin pun tahu melaksanakan sunnah rasul untuk menikah lagi. Poligami yang hanya patut bagi yang berlebih harta, pikirnya. Poligami jadi polemik dan membuat istri yang tadinya nrimo berontak. Tahu arti keadilan yang harus dilawan di hadapan pendusta yang yakin imannya mampu berlaku adil. Perceraian tak bisa dihindari. Saat itu Udin sadar  bahwa dia tidak terlalu kuat di hadapan orang lemah yang cerdas. Udin tak bisa menuntut banyak karena memang semua harta atas nama istrinya. Harta gono gini hanya cukup membuat Udin melanjutkan hidupnya

Seorang ustad menasehatinya untuk bersabar. Caranya. Gunakan uang gono gini itu untuk sedekah agar berlipat ganda. Janji Tuhan pasti bahwa orang bersedekah akan mendapatkan balasan berlipat ganda. Udin percaya. Semua uang habis dan janji Tuhan tidak kunjung datang. Istri keduanya minta cerai karena tidak tahan hidup menumpang di rumah orang tuanya. Temannya yang bermitra dengan tanahnya , tidak ingin menegurnya, apalagi membantunya. Karena mitranya itu telah menjadi suami dari mantan istrinya “ Kemitraan lahir batin. Istrinya punya lahan dan mitranya punya modal” 

Di tengah kesedihan dan kemiskinan itu, Guru spiritual menasehatinya agar bersabar. Hidup sekarang dicengkram oleh kerakusan kapitalisme. Kehidupan kapitalisme, yang hanya mementingkan modal dan laba. Membuat manusia hanya diukur dari berapa yang didapat dan di bagi, Tidak ada belas kasih yang mengharapkan balasan dari langit. Dia semakin dipahamkan bahwa hidup ini tak akan pernah ada keadilan bila tidak kembali kepada kemurnian ajaran agama. Tidak akan pernah hilang kemaksiatan, bila tidak ada fundamentalisme. 

Udin membenci semua orang kaya yang kafir. Dia membenci sistem pemerintahan yang tidak kaffah sesuai agama yang diyakininya. Menyalahkan kemaksiatan ada karena pemerintah brengsek. Kalau tadi hanya membenci orang tidak seiman, tapi sekarang juga marah kepada orang yang seiman yang mendukung orang kafir, mendukung sistem kafir.

Dalam kelelahan , Udin bertemu kembali dengan mantan istrinya “ Saya sarankan kamu untuk bertobat. Kamu telah jauh menyimpang dari ajaran agama. Hidup di dunia ini hanya sementara dan yang kekal itu kampung akhirat.”

“ Kamu minta orang bertobat dengan pemahaman agamamu yang terbatas.  Sebetulnya kamu membenci kehidupan hanya karena kamu gagal bersaing dan tak mampu memenuhi keinginan kamu. Dan lebih buruknya lagi kamu tidak menyadari kelemahanmu, kelemahan manusia yang memang tidak ada yang sempurna. Kamu berlindung dari keimananmu dengan menyalahkan semua. Siapapun hidup bersamamu, sadar dia harus menyingkir. Karena akal sehat tak bisa akrap dengan orang yang selalu berpikir utopis tapi tak bisa merubah apapun, bahkan tak mampu merubah diri sendiri agar bisa berguna bagi orang lain." Uci tak menyebut Udin munafik , hanya dia meyakinkan dirinya masih waras atau punya akal sehat.

Udin hidup dalam paranoia karena kemiskinannnya. Tetapi dia lupa guru spiritual yang memprovokasinya untuk membenci kapitalisme, hidupnya bergelimang harta karena business communication menjual magic word atas nama dali agama yang murni. Semua orang penjual dan semua orang adalah pedagang. Yang unggul adalah yang smart. Seperti mantan istrinya. Hidup itu harus berakal agar mati beriman. Dan udin jadi laler ijo. Kemana saja mengeluh dan mengumpat. Udin lupa, benar Tuhan menjamin semua rezeki tetapi Tuhan tidak mengirim makanan ke sarang burung. Udin percaya kepada Tuhan tetapi tidak percaya kepada hukum ketetapan Tuhan.

Saturday, December 12, 2009

Berbisnis itu adalah ibadah



Setiap pagi pedagang bubur ayam melintas di depan rumah saya. Nampak wajah tua yang tak kenal lelah. Walau kadang saya tak sanggup melihatnya setengah terbungkuk dan tertatih tatih mendorong kereta dagangannya. Selalu istri saya sempatkan membeli dagangannya. Dari istri saya tahu bahwa pedagang itu berusia diatas 70 tahun. Ada yang membuat haru tentang Pak tua ini. Dia punya satu orang anak perempuan. Setelah istrinya meninggal dia menumpang tinggal dirumah anak perempuannya yang telah berumah tangga. Namun awalnya menantunya menolak dengan alasan keadaan ekonomi mereka memang tidak bagus. Anaknya berusaha meyakinkan kepada suaminya agar menerima ayahnya tinggal bersama. Akhirnya suaminya setuju dengan syarat ayahnya tidak boleh makan dirumah.

" Anak saya tidak bekerja. Diapun menumpang sama suaminya. Saya bersyukur masih diberi tempat tinggal" kata Pak tua itu dengan suara lirih.

" Dagangan ini bapak yang buat sendiri ?

" Bukan. Anak saya yang buat. Saya hanya dagangin aja. Dari hasil dagangan inilah saya makan hari hari. Kalau ada lebih saya berikan kepada anak saya"

Saya termenung lama. Inilah hidup. Pak tua itu tidak merasa kecil hati ketika mantunya menolak dia untuk menumpang tinggal karena kesendirian dan kemiskinan setelah istrinya wafat. Dia tetap bersyukur karena masih diberi tempat untuk bernaung dari hujan dan terik matahari walau karena itu dia harus tetap bekerja keras untuk makan. Dia tidak mengeluh atas semua itu. Dari sisa umurnya dia tetap bekerja keras dan berusaha memberi sebisanya tanpa harus menadahkan tangan.

Tahukan kamu Nak, pernah dikisahkan dalam sejarah Rasul. Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

“Kenapa tanganmu kasar sekali?” Tanya Rasulullah.

" Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”

Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda,

“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, ‘inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya’

Rasulullah tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang di cium oleh Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.

Anakku , Menikah itu sama saja melaksanakan setengah kewajiban agama. Mengapa? Dari rumah tangga itulah kamu di latih menjadi pemimpin mengemban amanah Allah. Kewajiban sebagai laki laki ada lima. Yang pertama adalah sebagai pemimpin rumah tangga. Bagaimana memastikan keluargamu aman dan nyaman di bawah kepemimpinanmu. Itu hanya mungkin bila kamu mampu memenuhi tanggung jawab lahir dan batin. 

Kedua adalah bagaimana kemampuanmu menjaga dan melindungi ibu, anak perempuanmu serta saudara perempuanmu sepanjang usiamu. 

Ketiga, menolong handai tolan yang kekurangan agar mereka tidak terkena kufur akibat kemiskinan. 

Keempat, menolong tetangga dan orang miskin serta yatim agar kamu tidak dicap pendusta agama oleh Allah. 

Yang ke Lima, membela syiar agama. Laksanakan fungsimu sebagai laki laki sesuai urutan itu. Jangan sampai kamu berusaha menjadi matahari pembela syiar agama,  tapi menjadi lentera bagi keluarga dan handai tolanpun kamu tak sanggup. Jangan sampai kamu ingin memperbaiki dunia,  sementara memperbaiki keluarga saja tidak mampu.

Karenanya wahai anakku, jangan pernah berhenti bekerja keras. Jangan bersedih bila hasil dan peluh tak sebanding. Ingatlah setiap keringatmu untuk menafkahi keluargamu adalah fisabilillah. Setiap tarikan nafasmu akan dihitung Allah sebagai pahala dan kelak di akhirat itulah yang akan menolongmu. 

Menjadi pria itu nak adalah berkah dan juga cobaan bagimu. Kamu tahu Allah  berfirman bahwa “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45). Perbuatan paling keji dan munkar apabila kamu lalai dengan tanggung jawabmu kepada keluarga. Walau kamu tak henti berdoa dan sholat namun kamu tak punya semangat berkeja keras mencari nafkah sebagai caramu melaksanakan amanah Tuhan maka sholatmu tak membuahkan apapun. Seharusnya orang yang sholat adalah orang yang menang, dan itu pasti tidak malas dan tidak hidup mengandalkan doa tapi miskin effort. Jadilah pria sejati sebagaimana Tuhan mau, ya sayang..

Wednesday, December 2, 2009

Berbisnis untuk membahagiakan istri.



Pada suatu kesempatan seorangs sahabat datang kesaya bahwa dia berniat untuk mencari penghasilan tambahan. Karena pekerjaannya di hotel tidak penuh waktu. Walau honornya cukup untuk biaya hidup sebulan dengan satu istri dan satu anak, namun dia ingin berbuat lebih, untuk membahagiakan keluarganya. Rencana usaha yang diajukan bukanlah yang rumit. Hanya sederhana. Jadi subkontraktor galian kabel. Saya memberi dukungan pembiayaan hanya satu SPK. Dia berjanji akan segera mengembalikan. Saya doakan semoga dia sukses.

Beberapa bulan kemudian, saya dapat kabar dari istrinya bahwa dia sudah meninggal karena kanker paru paru. Ketika ada kesempatan saya berkunjung ke rumah duka. Istrinya menyambut saya dengan air mata sembab. Telah sebulan suaminya meninggal namun airmatanya belum juga kering. Istrinya bercerita bahwa betapa dia sangat menyesal atas sikap kasarnya kepada suaminya selama ini. Dia selalu marah tidak jelas kepada suaminya karena penghasilan tidak lebih dari cukup untuk memenuhi keinginannya. Dia acap merendahkan suaminya. Bahkan jarang memasak untuk suaminya kalau sedang kesal. Namun suaminya tidak pernah marah dan tetap sabar menghadapinya.

Beberapa bulan belakangan ini , menurutnya, dia semakin marah kepada suaminya. Karena sering pulang telat, kadang sampai larut malam.Kalau di tanya suaminya hanya diam saja. Dia semakin kesal dan menuduh suaminya selingkuh. Bahkan dia sampai merendahkan suaminya dengan kata kata yang kasar. Kerja keras sebagai alasannya suaminya ternyata tidak membuahkan hasil apapun. HIdup tetap sulit dan kebutuhan yang terus bertambah, tidak pernah tuntaskan oleh suaminya. Dia bosan dengan kehidupan rumah tangganya. Karenanya dia malas melakukan pekerjaan rumah tangga. Suaminya selalu bila pulang larut malam, membawa makanan dan bila pagi sempatkan mencuci pakaian. Walau pagi tanpa sarapan suaminya tetap semangat kerja. dia tetap dengan sikap membosankan.

Dan ketika suaminya meninggal ,dia baru sadar apa yang telah di lakukan suaminya untuk dia. Dalam buku harian itu tertulis dengan jelas semua alasan dari balik semua kerja keras suaminya. Dia menyerahkan buku harian itu dan saya membaca hanya sepenggal kalimat " Setiap hari aku kerja keras agar bisa membelikan kamu rumah mungil. Aku mencintaimu dan tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membahagiankanmu,sayang. Usaha yang kukerjakan beberapa bulan ini ada untung. Namun Tuhan beri aku penyakit. Keuntungan itu habis untuk berobat. Maafkan aku sayang. Tolong ambil uang di tabunganku dan bayarlah hutang itu kepada sahabatku. Karena aku tidak mau terhalang masuk sorga hanya karena hutang. Semoga kelak kita bertemu kembali di sorga dan kamu adalah bidadariku selamanya..”

Seya menolak halus pembayaran hutang itu. Saya katakan, sebetulnya ketika saya memberikan bantuan modal, tidak pernah saya berpikir untuk meminta kembali uang itu. Saat itu juga saya sudah ikhlaskan. Karena uang itu dipakai modal tidak untuk memperkaya dirinya tapi hanya satu ikhtiar untuk mendapatkan uang muka rumah murah sederhana. dan itu memang tanggung jawab seorang suami kepada keluarganya. Saya meninggalkan rumah duka dengan haru. Semoga arwah sahabat saya di terima di sisiNya dengan sebaik baiknya rahmat Allah, dan bagi keluarganya dapat di beri kesabaran untuk melanjutkan hidup dalam dekapan illahi…selalu.


mencintai bukan hanya mengucapkannya dengan kata kata indah tapi bagaimana memahami sikapnya dan mempercayainya dengan penuh prasangka baik dan terus mendoakan, dan berkorban untuk itu.