Sunday, March 18, 2012

Berniaga kepada Tuhan, pasti untung dan selamat



Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang. Sang Satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok. Satpam itu memperhatikan sekian lama , ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waitress mendatanginya tapi , wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya. Satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak anak. Setelah sekian lama , akhirnya memaksa Satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya :

“ Maaf , nona..Apakah anda sedang menunggu seseorang ?

“ Tidak ! “ Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.

“ Lantas untuk apa anda duduk disini ?

“ Apakah tidak boleh ? Wanita itu mulai memandang kearah Satpam.

“ Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.’’

“ Maksud , bapak ?

“ Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini’’

“ Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang , izinkanlah saya duduk disini untuk sesuatu yang akan saya jual “ Kata wanita itu dengan suara lambat.

“ Jual? Apakah anda menjual sesuatu disini?  Satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah sales yang hanya membawa brosur ‘’ Ok,lah. Apapun yang akan anda jual , ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti’’

‘’ Saya ingin menjual diri saya’’ Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam dalam ke arah Satpam itu.

Satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan. “ Mari ikut saya’’ kata Satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya. Wanita itu menangkap sesuatu cooperative karena ada secuil senyum di wajah Satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti Satpam itu. Di kuridor hotel itu terdapat korsi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telp antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung…

“ Apakah anda serius ? “

“ Saya serius “ Jawab wanita itu tegas.

“ Berapa tariff yang anda minta ? “

“ Setinggi tingginya ..”

“ Mengapa ? Satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.

“ Saya masih perawan”

“ Perawan? “ Sekarang Satpam itu benar benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri.Peluang emas untuk mendapatkan riski berlebih hari ini. Pikirnya. ” Bagaimana saya tahu anda masih perawan”

“ Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan. Ya kan…”

“ Kalau tidak terbukti?

“ Tidak usah bayar …”

“ Baiklah…” Satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan “ Saya akan membantu mendapatkan pria yang ingin membeli perawan anda. “

“ Cobalah. “

“ Berapa tariff yang diminta ?

“ Setinggi tingginya. “

“ Berapa ?

“ Setinggi tingginya. Saya tidak tahu berapa ?

“ Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya. “ Satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu. Tak berapa lama kemudian, Satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.

“ Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana?

“ Tidak adakah yang lebih tinggi?

“ Ini termasuk yang tertinggi”Satpam itu mencoba meyakinkan.

“ Saya ingin yang lebih tinggi…”

“ Baiklah. Tunggu disini..” Satpam itu berlalu.

Tak berapa lama Satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri. “ Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana?

“ Tidak adakah yang lebih tinggi ?

“ Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi , anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adil kan. Kita sama sama butuh.. ‘’

‘’ Saya ingin tawaran tertinggi.. ‘’ jawab wanita itu tanpa peduli dengan celoteh Satpam itu.

Satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat. “ Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. “ Kata Satpam itu dengan agak kesal. Wanita itu tak peduli dengan saran Satpam itu tapi tetap mengikuti langkah satpam itu memasuki lift.

Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria agak berumur tersenyum menatap mereka berdua.

“ Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat ? Kata satpan itu dengan sopan.

Pria itu menatap dengan seksama kesekujur tubuh wanita itu.

“ Berapa ?” Tanya pria itu kepada Wanita itu.

“ Setinggi tingginya” Jawab wanita itu dengan tegas.

“ Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang “ Kata pria itu kepada sang satpam.

“ Rp. 6 juta , tuan “

“ Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam”

Wanita itu terdiam. Satpam itu memandang kearah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu. “ Bagaimana ? “ tanya pria itu.

“Saya ingin lebih tinggi lagi…” Kata wanita itu.

Satpam itu tersenyum kecut. “ bawa pergi wanita ini. ” Kata pria itu kepada satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.

“ Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual ?”

“ Tentu. !”

“ Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu.”

“ Saya minta yang lebih tinggi lagi..”

Satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Diapun tak ingin kesempatan ini hilang. Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu nyaman bersamanya.
‘’ Kalau begitu , kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya.

Di loby Hotel , satpam itu berusaha memandang satu persatu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama , tak ada yang nampak dikenalnya. Namun , tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya ‘’ Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang Rp. 25 juta. Apakah itu tidak cukup ? Terdengar suara pria itu berbicara. Wajah pria itu nampak masam seketika “Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang ‘’ Kini satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita. Kemudian, dilihatnya , pria itu menutup telpnya. Ada kekesalan di wajah pria itu. Dengan tenang , Satpam itu berkata kepada Pria itu :

‘’ Pak , apakah anda butuh wanita ...’’ Pria itu menatap sekilas ke arah Satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.

“ Ada wanita yang duduk di sana “ Satpam itu menujuk kearah wanita tadi. Satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini “ Dia masih perawan..”

Pria itu mendekati Satpam itu.Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. “ Benarkah itu ? “

“ Benar, pak.”

“ Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu.”

“ Dengan senang hati. Tapi , pak..Wanita itu minta harga setinggi tingginya.”

“ Saya tidak peduli..” Pria itu menjawab dengan tegas.

Pria itu menyalami hangat wanita itu.
“ Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah..” Kata Satpam itu dengan nada kesal.

“ Mari kita bicara di kamar saja.” Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada satpam itu.

Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.

Di dalam kamar...

‘’ Beritahu berapa harga yang kamu minta ?

‘’ Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit ‘’

‘’ Maksud kamu ?

“ Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterimakasih …. ‘’

“ Hanya itu..”

“ Ya..!”

Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak !. Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan social yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanta ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut ke mana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara cara terhormat.

“ Siapa nama kamu ?“

“ Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar…” Kata wanita itu

“ Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. ‘’

‘’Kalau begitu , tidak ada kesepakatan’’

‘’ Ada ! Kata pria itu seketika.

‘’ Sebutkan !’’

‘’ Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu kerumah sakit. Dan sekarang pulanglah... ‘’ Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.

‘’ Saya tidak mengerti..’’

‘’ Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini , saya bisa membeli rasa terimakasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar…”

‘’ Dan, apakah bapak ikhlas...’’

‘’ Apakah uang itu kurang ?

‘’ Lebih dari cukup , pak..

‘’ Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal ?‘’

‘’ Silahkan ..’’

‘’Mengapa kamu begitu beraninya…’’

‘’ Siapa bilang saya berani. Saya takut pak..Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorangan nafsu. Bukan pula pertimbangan akal saya yang bodoh. Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan..’’

‘’ Keyakinan apa ‘’

“ Bila kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja maka Allah lah yang akan menjaga kehormatan kita…’’

Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar. Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata :

‘’ Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini..’’

‘’ Kesadaran.”

Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan anaknya” Kamu sudah pulang, nak “

“ Ya , bu..”

“Kamana saja kamu, nak “

‘’ Menjual sesuatu ‘’

‘’ Apa yang kamu jual ?’’ Ibu itu menampakan wajah keheranan. Tapi wanita itu tersenyum. Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengan situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Allah selalu memberi tanpa pamrih ,tanpa perhitungan …

“ Kini saatnya ibu untuk berobat. “ Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata “ Allah telah membeli yang saya jual.” Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya kedalam taksi dengan hati hati dan berkata kepada supit taksi“ Antar kami kerumah sakit…”

Thursday, March 15, 2012

Sikap rendah hati dan bertanggung jawab



Seusai sholat subuh aku dikejutkan oleh Bunda “ Ari, Nenek kamu masuk rumah sakit. Bunda harus datang melihatnya. “ Kulihat wajah bunda nampak sedih. Tentu aku harus mendampingi bunda karena tempat tinggal nenek tidak di Jakarta tapi Sumatera. Sementara aku hampir tidak mungkin meninggalkan kesibukanku di Jakata, Apalagi mitra bisnisku dari luar negeri sedang ada di jakarta untuk menjajaki kerjasama pembelian produksi pabrikku. Kulihat Bunda sedang sibuk mengemas pakaiannya di kamar.

“ Bunda, apa engga bisa berangkatnya lusa aja” kataku dengan lembut.

“ Bunda engga mau ganggu kamu, bunda bisa pergi sendiri, kok. . Antar saja Bunda ke Bandara ,ya “ kata bunda sambil memasukan pakaiannya kedalam koper,

“ Baru minggu lalu bunda ke Dokter dan sekarang masih harus istirahat. “ Kataku dengan tetap lembut sambil memegang tas kopernya untuk mencoba menahannya pergi. “ Lusa aja, ya. Aku temanin. “

“ Tidak ! “ Mata Bunda melotot. Kalau sudah begini aku hanya bisa menghela nafas panjang. Seperti biasanya aku harus mengalah untuk mengikuti kata Bunda. Istriku juga punya sifat sama denganku untuk mengikuti kehendak bunda. “ Baiklah. Kita pergi sama sama. “ seperti biasanya pula Bunda tersenyum cerah , dia memelukku.

Di dalam pesawat aku menuju kota kelahiran ayahku. Lamunanku terbang kemasa kanak kanaku. Dalam usia 5 tahun , aku sudah yatim. Karena ayah meninggal akibat sakit. Menurut cerita Bunda , ketika Ayah meninggal status ayah masih mahasiswa di Yogya. Bunda bukanlah dari keluarga kaya. Bunda juga seorang Yatim. Beda dengan Ayah yang terlahir dari keluarga Pajabat tinggi di Sumatera. Walau Ayah berstatus mahasiswa namun kiriman uang dari orang tuanya masih cukup untuk menanggung hidupnya berkeluarga. Ayah sengaja merahasiakan perkawinan itu kepada keluarga besarnya. 

Dua tahun setelah ayah meninggal , bunda datang kekeluarga ayah sambil membawaku. Aku masih ingat ketika itu usiaku 7 tahun. Aku tidak begitu ingat percis bagaimana suasana ketika bunda memperkenalkan dirinya sebagai menantu dan aku sebagai cucu kepada kakek dan nenekku. Yang aku tahu setiap tahun ,bunda selalu membawaku ke rumah Kakek dan nenek.

Ayahku adalah anak tertua diantara empat bersaudara. Semua saudara ayah laki lakil. Tidak ada perempuan. Istri om semua memang cantik cantik. Menurut yang kutahu dari Nenek, yang selalu diulang ulang di hadapan bunda, bahwa semua istri om dari kalangan keluarga terhormat. Seakan merendahkan keberadaan Bunda. Tapi kulihat bunda tak pernah tersinggung.

Setiap tahun , setiap lebaran, bunda mengajaku pergi ke rumah kakek dan nenek. Dengan berlelah lelah naik bus melewati pulau jawa dan sumatera untuk sampai. Tak pernah aku antusias datang ke rumah kekek dan nenek. Sebagai anak kecil aku tahu bahwa kakek nenek tidak pernah hangat dengan kehadiranku dan Bunda. Beda sekali dengan perlakuannya dengan saudara sepupuku yang lain, seperti Adi, Rini, Bobi, Anto, Dedi. Setiap lebaran, kulihat para sepupuku datang dari jakarta, Bandung , Surabaya dengan pakaian bagus. Beda sekali denganku. Bila semua istri om sibuk berdandan di kamar atau bermalasan di taman belakang rumah kakek yang luas itu, Bunda malah sibuk di dapur memasak , seperti pembantu.

Selama membesarkanku, bunda tak pernah mendapat bantuan satu senpun dari keluarga ayah. Juga bunda tidak pernah memohon bantuan dari mereka. Bunda bekerja keras di perusahaan Swasta sebagai tenaga administrasi. Bundapun tak pernah terpikir untuk menikah kembali. Ketika aku sudah remaja, aku sudah bisa beralasan bila bunda mengajakku lebaran di rumah Kakek. “ Aku males ke rumah kakek dan nenek. Mereka engga sayang sama aku, Bunda. Kenapa kita harus ke rumah mereka? . “ Demikian alasanku. Tapi bunda dengan segala sipatnya yang keras memaksaku untuk ikut. Akupun tak berdaya.

Ketika aku tamat SMU, aku tidak kuliah. Aku memilih bekerja di bengkel. “ Saya tak ada uang untuk mengirim Ari ke universtas, Yah. “Demikian kata ibu kepada kekek ketika menanyakan mengapa aku tidak kuliah. Kakek dan nenek nampak tersenyum sinis ketika mengetahui keadaanku. Tahun tahun berikutnya ketika lebaran. Kakek dengan kebanggaannya bercerita tetang sepupuku yang berangkat keluar negeri untuk kuliah. Ada juga yang masuk perguruan tinggi swasta bergengsi di Jakarta. Aku maklum karena om-ku semua mempunyai posisi sebagai pejabat, dan ada juga yang jadi pengusaha. Aku dan bunda hanya diam mendengar cerita itu. Tapi, tak pernah mengurangi niat bunda untuk datang kerumah kakek dan nenek. Dan aku semakin bosan dengan sikap keluarga ayahku. Yang pasti dengan tanganku, kerja kerasku , aku bisa menanggung bunda dan bunda tak perlu lagi berkerja keras.

Berjalannya waktu, yang tadinya aku sebagai pekerja bengkel, akupun sudah bisa mandiri dengan membuka usaha bengkel sendiri. Lambat laun , aku mendapat mitra untuk membuat komponen bodi kendaraan sebagai pemasok pabrikan otomotif. Usaha ini kegeluti dengan kerja keras siang malam dan akhirnya berkembang. Ini semua tidak bisa dilepaskan peran Bunda yang tak henti mendoakanku. Akupun dapat hidup mapan. 

Namun, kewajiban setiap lebaran datang berkunjung kerumah kakek nenek tetap saja dilakukan oleh bunda dan aku harus ikut. Tapi belakangan keluarga yang berkumpul di rumah kakek dan nenek tidak lagi utuh. Yang lain hanya menelphone mengucapkan selamat lebaran kepada kakek dan nenek. Sepupukupun tak semua datang. Mereka bersikap sama dengan orang tuanya, mengucapkan selamat lebaran via SMS atau telp. Tapi kakek dan nenek tetap bangga dengan mereka. Aku tak pernah cerita tentang keadaanku karena kakek dan nenek tak pernah bertanya tentangku. Walaupun mereka tahu aku dan bunda tidak lagi datang dengan bus tapi menggunakan pesawat terbang.

Tak terasa roda pesawat sudah menyentuh landasan. Kulihat bunda tersentak dari tidur lelapnya. Dia melirik kearahku dan entah kenapa dia mencium keningku.” Ada apa bunda ?“ tanyaku dengan tesenyum

“ Bunda ingat akan ayahmu. “ Bunda nampak berlinang air mata. Aku hanya diam “ Ayahmu pria yang sangat baik. Sangat baik. Dia pria yang sholeh. Ayahmu berencana bila dia selesai kuliah dan dapat pekerjaan maka dia akan membawa bunda dan kamu ke keluarga besarnya. Bunda tahu kok, Ayahmu dalam posisi lemah ketika melamar Bunda. Di samping itu dia sadar karena pilihannya kepada bunda membuat dia berbeda dengan ayahnya. Ayahmu mencintai bunda karna dia lebih mencintai Allah dari apapun.” Sambung Bunda.

“ Maksud bunda apa ?

“ Ayahmu memilih bunda karena agama. Dia tidak melihat bunda karena kecantikan, karena keturunan orang kaya, karena apa apa. Di hadapan ayahmu , bunda adalah muslimah yang baik , yang miskin. Dan itu pasti akan ditentang habis oleh keluarganya.” Air mata bunda berlinang dan akhirnya airmata itu jatuh membasahi pipinya. “ Kini “ bunda belai kepalaku. “ Kamu adalah putra ayahmu. Anak yang berbakti, soleh dan pekerja keras. Benarlah kalau niat baik karena Allah maka yang akan datang juga kebaikan”

Aku terdiam. Ada yang mengganjal dalam pikiranku. Ini momen yang tepat untuk bertanya “ Kenapa bunda selalu menaruh hormat kepada kakek dan nenek. Padahal mereka tidak peduli dengan kita”

Bunda menatapku dengan tersenyum “ Ketika ayahmu pulang ke Sumatera dalam keadaan sakit, dia berpesan kepada bunda , bila dia meninggal agar bunda menjalin silahturahmi dengan keluarganya dan mendidikmu untuk dekat kepada kedua orang tuanya.” Bunda terdiam sebentar sambil mengusap airmatanya. 

“ Kamu tahu, setelah ayahmu meninggal, butuh dua tahun bunda untuk mengambil keputusan untuk bertemu dengan kakek dan nenekmu. Walau karena itu tidak ada rasa hormat kepada bunda , dan bunda juga menyaksikan betapa kamu tidak diperlakukan sama seperti cucu yang lain, tapi bunda ingat kata kata ayahmu “ cintailah sesuatu karena kita mencintai Allah. Tak penting rasa hormat dan imbalan dari manusia. Ya kan, anakku.”

“ Ya , bunda. “ Terlontar begitu saja dari mulutku.

Entah kenapa kedatanganku bersama bunda kali ini disambut dengan air mata berlinang oleh kakek. Dia peluk aku ketika sampai di kamar nenek dirawat. Yang datang menjenguk hanya aku dan ibu. Sementara om dan sepupuku tidak ada yang datang. Kulihat nenek dalam keadaan tertidur. Dari kakek kutahu bahwa nenek terkena stroke tapi keadaanya cepat tertolong. Mungkin setelah itu nenek akan lumpuh. Kakek mengajaku keluar dari ruangan. Kami bicara di taman Rumah sakit.

“ Dua tahu lalu Om mu yang pejabat di Jakarta, terkena kasus korupsi. Dia dalam pemeriksaan oleh aparat yang berwajid. Sebelumnya om mu yang di surabaya perusahaannya disita oleh bank karena bankrut. Om kamu yang di Bandung bercerai dengan istrinya karena soal perselingkuhan dan akhirnya terkena PHK sebagai PNS. Semua anak anak mereka tumbuh menjadi anak yang liar. Kuliah tidak selesai, dan terjebak dalam pergaulan bebas. “Aku terkejut, Karena baru kali ini aku tahu. Mungkin karena hubunganku dengan keluarga ayahku tidak begitu dekat maka tak banyak kutahu soal mereka.

“ Kakek tahu bahwa nenekmu punya penyakit darah tinggi dan jantung. Makanya kakek berusaha menyimpan rapat rahasia tentang Om kamu yang tersangkut kasus karupsi. Tapi kemarin , ada yang memberi tahu bahwa om kamu sudah di vonis penjara enam tahun atas tindakan korupsinya. Seketika itupula nenekmu jatuh pingsan...”

Aku hanya diam untuk menjadi pendengar yang baik. “ Ari, kami tahu bahwa selama ini perlakuan kami kepada kamu dan ibumu kurang baik. Bahkan kami biarkan ibu mu menderita membesarkan kamu, membesarkan anak dari putra sulung kami, cucu kami..Kami menyesal karena sikap kami selama ini. Belakangan ini , nenekmu selalu menyebut nama kamu. Setiap dia menyebut namamu , seketika itu juga dia menangis. Kini di masa tua kami, kami resah karena tak tahu siapa yang akan mengurus kami. Nenekmu mungkin setelah ini akan lumpuh. Kakek sudah uzur dan lemah...”

Ku genggam jemari kakek. “ Aku yang akan merawat kakek dan nenek. Izinkan aku untuk membawa kakek dan nenek ke jakarta , tinggal bersamaku. Beri kesempatanku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, ya kek. “

Seketika itu juga kakek memeluku erat. Terasa pundakku dingin., Aku tahu kakek menangis. " Harta yang ada jualah kek. Untuk bantu om dan adik adikku. Dalam situasi ini tentu mereka sangat membutuhkannya. Dan sisanya kakek sedekahkan untuk panti asuhan agar kakek punya bekal akhirat, ya kan kek." kataku. Kakek semakin erat pelukannya. " Maha suci Allah, sipatmu tak jauh beda dengan Ayahmu, yang begitu bijak menyikapi kami .."

Bertahun tahun aku dididik oleh bunda untuk memahami makna cinta. Bahwa cinta adalah tindakan memberi karena Allah. Akupun harus memahami hakikat cinta dalam kehidupan ini, termasuk menggantikan posisi ayahku untuk berbakti kepada kakek dan nenek. Bunda nampak bahagia sekali ketika melihatku mendorong korsi roda nenek menuju tangga pesawat dengan di samping kakek yang berjalan sambil memegang lenganku. Kami semua ke Jakarta.