Tuesday, July 20, 2010

Jebakan kelas menengah



“ Kamu ingin hadiah apa untuk ulang tahun?” tanya saya ketika membalas SMS Esther yang mengabarkan dia akan ke Jakarta di hari ulang tahunnya. 
”Gandeng aku seperti ditahun 1993 berjalan di malam hari dari Cikini ke Raden Saleh, Hotel Pardede!”. Itu jawaban smsnya.
”Ayolah, ke Jekarta, kita lakukan napak tilas seperti dulu saat kita masih muda.” Balas saya.

Ingatan saya melambung jauh di tahun 1996 waktu wisata ke Bali bersamanya. Esther tertawa, nampak susunan giginya begitu indah. Dapat saya lihat bibirnya indah sekali ketika menyuap es cream.. ”Tak percayakah kamu? Baiklah, esther, aku hanya pria kampung. Peragu dan kadang inferior, di mata orang normal seperti kamu. Yang tak selalu memiliki mimpi besar seperti kamu, yang ingin menguasai dunia. Menaklukan Hong kong. Bahkan selama ini, aku takut dengan kemewahan. Sepertinya aku tidak bisa menjadi predator yang rakus.”

”Jangan, jangan pernah bicara seperti itu lagi.? Suatu saat kamu akan jadi elang perkasa. Aku meliat itu di matamu, mata elang, sayang” kamu merapatkan wajahmu ke wajahku seakan sedang mencari mata elang itu. Sementara aku memperhatikan sebuah lesung pipit tersemat di hulu pipimu, kiri.

Saya terpengkur. Nanar kesabaran saya. ”Esther, tak usahlah berharap aku akan jadi apa seperti imaginasimu. Terimalah aku sebagai sahabat yang terburuk dari yang buruk yang kamu punya.”
”Kamu yang terbaik. Terbaik dari yang terbaik. Tahu mengapa? kamu mengerti arti dari balas budi. Bukan hanya tentang berbagi. Tapi harga diri. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu, mimpimu.”
”Mimpi? aku tidak punya mimpi, Esther.”
“ Jangan terlalu merendahkan diri kamu. Ingat itu” Kata Esther. Namun seminggu setelah itu Esther pindah ke Hong Kong. Karena lamarannya bekerja di Bank  diterima. 

Benarlah. “ Aku di Grand Hyatt. Datanglah” Kata Esther via SMS setiba di Jakarta. Saya terkejut. Secepat itukah dia datang. Dia menanti saya di loby. Dari jauh dia merentangkan kedua tanganya. Saya memeluknya hangat. 
“ Akhirnya kamu datang juga. “ kata saya. Wajahnya bersemu merah. 
“ Aku libur sampai minggu depan. Mau ke Yogya ke makam ibu.”
“ Mau aku temanin.?
“ Engga usah. Aku ingin sendirian aja. Dan lagi kamu harus utamakan keluarga selagi di Jakarta, ya kan" Katanya bijak.
“ Yakin ?
“ Ya..”
“ Ok. Kalau begitu. Sesuai rencana. " kata saya " Kita naik taksi ke Cikini raya. Terus dari sana kita ke Jalan Raden Saleh. Kita bergila seperi dulu kala kita muda di Hotel Pardede “sambung saya mengingatkan keinginannnya.
“ Emang masih ada hotel itu ? Katanya ragu.
“ Lihat aja nanti. Kita mampir dulu ke Plaza Indonesia beli Wine. Gimana?
“ Siapa takut….Ayuk”

Dalam perjalanan, kami asyik ngobrol panjang lebar. Cerita soal kelakuan Wadah, dan cerita sendu tentang Lyly yang mewakafkan semua tabunganyna untuk panti Asuhan di mana dia pernah dibesarkan. Kami menikmati makan malam. “ Sepertinya Indonesia berkembang pesat. Terutama kelas menengahnya” Kata Esther.
“ Ya tapi middle class yang ada sekarang tidak solid. “ 
“ Mengapa ?
“ Saat sekarang sebagian besar kelompok menengah di Indonesia masuk dalam middle income traps. Kalau mereka tidak berubah maka bukan tidak mungkin bonus middle class ini tidak memberikan manfaat apapun bagi kemajuan bangsa. Bahkan menjadi beban negara. Bukan tidak mungkin orang muda menjadi tua dalam kemiskinan. Karena terjebak dengan midle income traps yang kadang menggiring orang jadi hedonisme. Doyan ngopi di tempat berkelas, menghabiskan uang untuk piknik dan buang waktu untuk omong kosong.”
“ Gimana dengan generasi kita dulu? 
“ Usia 24 tahun saya sudah punya rumah sendiri. Artinya secara financial saya sudah dapat memenuhi standar dasar kebutuhan manusia modern yaitu sandang, pangan dan papan. Padahal penghasilan saya dulu jika dibandingkan dengan anak muda sekarang mungkin lebih kecil.”
“ Ya beda lah. Jaman berubah.  Berjalannya waktu , semakin lama pendapatan orang samakin meningkat. Kebutuhan juga meningkat. Berjuang dari low income ke middel income tentu tidak sulit. “ Kata Esther.
“ Tetapi tidak banyak orang yang bisa keluar dari middle income menuju high income.”
“ Mengapa ?
“ Karena faktor ketidak mampuan menjaga disiplin memisahkan mana kebutuhan dan mana keinginan. Rasa cepat puas juga cenderung membuat orang stuck pada posisi middle income. Makanya jangan kaget bila sekarang anak muda usia 40 tahun lebih masih dibebani utang cicilan rumah dan kendaraan. Padahal income mereka rata rata diatas USD 6000 setahun.” kata saya.
“ Bagaimanapun kita patut bangga kini Indonesia punya sekitar 50 juta masyarakat kelas menengah.” Kata Esther.
“ Tapi itu semua tidak ada apa-apanya kalau kelas menengah itu hanyalah sebatas kelas konsumerisme. Pekerjaan besar bangsa ini adalah membentuk kelas menengahnya menjadi creative class yang produktif menciptakan lapangan kerja dan membangun daya saing Indonesia. Setidaknya di usia 30 tahun tidak lagi mikirin rumah, pakaian dan makan. Usia 40 mereka sudah focus membangun nilai nilai. Usia 50 tahun mereka sudah selesai dengan dirinya sendiri untuk menikmati hidup dalam kekayaan spiritual.…” Kata saya.
“ Ya benar kamu. Aku ingat pernah baca buku yang berjudul The Rise of Creative Class. Di era sekarang dan ke depan orang yang bisa keluar dari middle income traps adalah orang yang punya skill khusus seperti seniman, programer atau software developer, arsitek, product designer, konsultan, creative director, pengrajin, fotografer, writer, dokter dan tentu saja entrepreneur. Orang yang punya skill cenderung punya passion dan disiplin tinggi mengembangkan dirinya dan focus kepada kemampuan beradabtasi dengan perubahan. Mereka lebih suka ikut kursus menambah pengetahuan daripada buang waktu atau piknik. Mereka lebih suka membahas hal yang positip daripada buang waktu membahas hal yang negatif.”
“ Nah mereka itulah kelompok masyarakat yang akan bisa membawa Indonesia lolos dari middle-income trap.” Kata saya. " Dan sekarang saya di hotel bintang 3 minum wine bersama banker dari Hong Kong. Keren ya." Sambung saya.
" Dan kamu boss holding Company international, mau aja jalan kaki dari Cikini sampai ke Hontel ini. "
" Ya karena kita middle class yang lahir dari masa lalu. "
" Tetap jadi orang kampung. Itu berkat didikan diktator Soeharto. Rakyat disuruh humble dan keluarganya hidup glamour" Kata Esther. Saya sambut dengan tertawa berderai. 

Sunday, July 11, 2010

Akses pembiayaan bisnis.




Saya bertemu dengan Direksi saya. Saya sampaikan peluang bisnis membangun pabrik cangkir. Ini berawal dari relasi saya di China memberi saya order sebanyak 2,5 juta unit Cangkir dengan kontrak jangka panjang. Setelah saya lakukan riset kapasitas produksi dalam negeri, ternyata di samping tidak bisa memenuhi order tersebut karena semua full order dan juga kualitas yang mereka buat semua kualitas Eropa. Jadi engga bisa masuk pasar China yang harganya relatif murah.  Makanya saya putuskan untuk membangun sendiri pabrik di Indonesia karena bahan baku tersedia. 

Produk dari pabrik ini adalah cangkir dengan type stoneware. Kapasitas produksi setahun 2,5 juta unit yang semuanya di ekspor ke China, Korea dan Eropa. Bahan baku beruba bahan mineral galian. Kemudian saya sampaikan strategi membangunnya. Lengkap dengan skema pembiayaan. Bisnis process serta data networking yang saya miliki.  Yuni dapat memahami semua paparan saya mengenai peluang itu. Untuk bangun pabrik perlu mesin dengan kapasitas sebesar 3 juta unit.  Ini pasti mesin canggih. Perusahaan perlu bahan baku untuk memenuhi kapasitas sebesar itu. Harus membuat bangunan pabrik beserta fasilitas pendukung. Harus menyediakan modal kerja untuk mengamankan biaya operasional selama hasil penjualan belum masuk kas perusahaan.

Tidak lebih 1 tahun. Pabrik sudah berdiri. Dua bulan kemudian produksi perdana. Total investasi mencapai Rp. 200 miliar. Namun perusahaan cash out hanya Rp. 150 juta. Tidak ada hutang bank. Bagaimana bisa? Baik saya jelaskan. Bagaimana bisa ?

Bagaimana Perusahaan dapatkan uang untuk beli mesin?  Mesin dibeli dari CHina. Untuk bayarnya perusahaan ajukan kredit ekspor ke Bank di China dengan skema jual beli melalui agent di China. Sehingga perusahaan bisa bayar nyicil selama 3 tahun. Jadi ini sama dengan leasing tapi yang melakukan agent di china dan Perusahaan membeli dari agent secara angsuran. Loh apa jaminannya? Jaminannya dari off taker market. Mesin selesai diatasi.

Bagaimana dengan modal kerja ? Atas dasar kontrak jangka panjang ini , Perusahaan tunjuk perusahaan di China sebagai agent. Artinya agent di china dapat kontrak  dari Perusahaan di Indonesia sebagai buyer dengan skema back to back dengan kontrak kepada pembeli sebenarnya di China. Dengan adanya kontrak ini, agent dapat pinjaman dari bank di china dengan LTV 30% dari nilai kontrak. 30%  ini dikirim semua ke Jakarta. Modal kerja teratasi.

Bagaimana dengan bangunan pabrik berserta fasilitas pendukung?  Perusahaan ajak mitra lokal yang sudah lama dikenal. Kontrak selama 30 tahun. Pembayaran tetap setiap tahun. Atas dasar kontrak itu, mitra lokal pinjam uang ke bank dengan sumber pembayaran dari uang sewa kepada pabrik. Dalam 10 tahun utang lunas. Tentu menarik bagi bank. Apalagi ada sumber pendapatan tetap dari sewa bangunan. Bangun dan tanah dijadikan collateral ke bank. Bangun selesai di atasi.

Pabrik selesai dibangun senilai investasi hampir Rp. 200 miliar dengan uang cash yang keluar dari kas perusahaan hanya seharga avanza..Jadi siapa bilang berproduksi harus pakai modal di tangan? Yang penting adalah kerja keras dan kesediaan bermitra dengan siapapun dan niat berbuat baik serta mau terus belajar dengan sikap rendah hati. Dalam hal ini Yuni jagonya. Itu harus saya akui.