Tuesday, December 28, 2021

Bagaimana INA seyogianya..


 


Tugas INA sangat mulia. Karena dia berdiri untuk meningkat value aset negara dan sekaligus mendayagunakan semua sumber daya yang dikendalikan negara. Tugas  itu didukung oleh rakyat lewat UU. Kekuasanya sangat besar dan independent. Legitimasinya sangat kuat, tentu trust sangat tinggi dimata investor. Bukan hanya mengelola porfolio, INA juga bisa menggunakan akses dan legitimasinya sebagai salah satu channel investasi ke Indonesia, selain channel investasi yang sudah ada, seperti melalui saham, obligasi, pinjaman atau financing, skema KPBU maupun investasi langsung lainnya. 


Modal yang diberikan negara lewat APBN kepada INA besar sekali. Yaitu pada tahun ini Rp. 75 triliun. Dan itu akan terus ditingkatkan sesuai kebutuhan. Sementara beban dan tanggung jawab INA itu memang tidak mudah. disingkat, tugas INA itu ada dua. Baik saya jelaskan dengan dilengkapi contoh sederhana. 


Pertama, meningkatkan pemanfaat aset negara di BUMN dan sekaligus mendayagunakannya untuk tujuan jangka panjang. Memperbaiki aset BUMN yang ada untuk kepentingan jangka panjang. Jadi tidak ada lagi aset besar dan bernilai tinggi dibiarkan begitu saja tanpa didayagunakan. Tidak ada lagi aset BUMN jadi busuk karena kesalahan struktur pembiayaan proyek. Kira kira contoh teknisnya sebagai berikut.


Peningkatan nilai aset.

Saham BUMN yang sudah IPO milik pemerintah. Itu kan dalam keadaan tidur. Harganya juga turun naik. Kalau dijual cepat harga akan jatuh. Agar dapat dimanfaatkan tanpa menjatuhkan value. maka INA membuat recana sekuritisasi atas Aset tersebut. Caranya? pemerintah melakukan transfer asset ( saham) BUMN yang sudah IPO ke dalam INA.  Oleh INA, aset itu digadaikan dengan underlying khusus. Uang tersebut digunakan untuk masuk ke investasi yang punya prospek growth value tinggi dimasa depan. Artinya saham tetap utuh alias tidak dijual. Pemerintah masih bisa depat deviden. Sementara negara melalui iNA menikmati growth atas investasi dan tentu akan memperkuat posisi aset negara. Itu terjadi pada baru baru ini. Pemerintah transfer saham Bank Mandiri dan BRI ke INA. Oleh INA saham itu sekuritasi untuk dapatkan uang berinvestasi pada saham Mitratel.


Memperbaiki nilai Aset.

HAKA punya hutang jumbo karena membangun ruas toll di sumatera yang baru bisa untung dalam jangka panjang. Sementara pembiayaan didapat dari sumber hutang jangka pendek. Kalau jalan tol itu dijual dalam keadaan merugi jelas harga akan jatuh. Kalau tidak dijual, akan bleeding menanggung opex berupa bunga. Jalan tol yang dibangun akan rusak lagi.  Nah INA, masuk untuk memulihkan aset tersebut. Caranya? 


Opex selama negatif cash flow ( merugi) dikapitalisasi selama 5 tahun. Menjadi bagian dari penentuan harga jual ruas Tol. Oleh INA, harga jual ruas toll itu disekuritisasi jadi surat berharga berjangka panjang. Surat berharga ini dijual lewat pasar obligasi atau melalui pasar terbatas..Uangnya digunakan untuk refinancing hutang jangka pendek. Aset negara di HAKA jadi bernilai sesuai IRR yang dijamin negara. Nanti setelah lewat negatif cash flow, HAKA exit melalui IPO. Hasil IPO itu untuk bayar hutang obligasi.


Kedua, Investasi pada proyek strategis yang berkaitan dengan ekosistem bisnis untuk meningkatkan value aset negara. Negara berinvestasi pada jalan negara, jalan toll, pelabuhan, bandara, irigasi dan bendungan, Listrik, telekom. Itu aset semua dibangun dalam kondisi love capacity. Sehingga tidak efisien. Mengapa? Karena aktifitas bisnis tidak memadai untuk memakai jasa tersebut.Maka jangan kaget sulit sekali BUMN bisa untung. Karena itu tadi. Low capasity.  Nah, INA harus masuk, dengan membangun ekosistem bisnis sehingga  aset yang ada bisa terpakai optimal, bahkan bisa terus ditingkatkan. 


Misal, atas dasar ekosistem yang digagas INA bidang pengembangan industri downstream CPO, maka INA bisa create scheme financing membangun pusat industri hilir CPO di KEK milik negara. Jadi pemilik kebun tidak perlu lagi ekspor CPO nya. Kita bisa lead secara international dalam bidang downstream CPO. Karena sudah ada pusat downstream di KEK. Koneksitas baik darat maupun laut, antar pusat produksi dan Industri di KEK sudah tersedia untuk mendukung ekosistem logistik. Itu akan meningkatkan value infrasruktur jalan darat dan laut, termasuk lembaga keuangan milik negara dan PLN. Dengan dukungan ekosistem ini, tidak sulit INA mengeluarkan obligasi dan mendapatkan investor. Karena bisnisnya secure dan dilindungi oleh UU.


Misal, INA berinvestasi pada ekosistem logistik untuk produk pertanian dan perikanan. Itu akan mendorong tumbuhnya industri agro dan pengolahan secara massive. Karena adanya ekosistem logistik atas dasar UU Resi Gudang akan mendukung supply chain bagi industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan. Dengan adanya ekosistem logistik, tidak sulit bagi INA mendapatkan pembiayaan dari pasar uang untuk membangun jaringan pusat pergudangan dan IT system berbasis e-commerce disetiap kabupaten. Karena bisnis ini diperlukan domestik sebagai penyangga pangan dunia dan tentu pada gilirannya memakmurkan rakyat khususnya petani dan nelayan.


Masih banyak lagi contoh untuk tugas INA dalam hal Investasi pada proyek strategis. Namun memang untuk tugas pembangunan pada proyek strategis tidak mudah. Karena membutuhkan assessment proyek yang mendalam dan komprehensive. Kemudian dikelola dengan mengikuti standar internasional dengan tata kelola yang baik, transparan dan akuntabel. Amanah UU,  jenis Sovereign wealth fund  ( SWF ) kita bukan meningkatkan value devisa yang didapat dari ekspor,  tetapi meningkatkan value sumber daya kita melalui proyek strategis dan dibangun dengan skema rekayasa keuangan. Yang gampang itu, ya tugas yang pertama. Hanya duduk di kantor, lihat screen terminal, take down. Well done. Fee gampang diatur lah.


***


Kisah imajiner.


Dalam satu pertemuan. 

“ Bro, karena adanya tekhnologi baru, produk jasa saya hanya masalah waktu akan sunset. Habis saya.” Kata Baskoro kepada tmeannnya elite politik.

“ Saya juga sama. “ Kata Fakri” Bisnis kita kan sama.” Lanjut Fakri. 

“ Saya juga. Apes. Bisa engga tekhnologi itu dihadang oleh pemerintah. “ Kata Doni.

“ Engga bisa dihadang. Itu akan melanggar ITU dalam kuridor WTO.”Kata elite Partai.

“ Gini aja. Saya ada solusi” Kata Baskoro. Semua siap menyimak. Karena Baskoro yang paling muda dan pintar.

“ Kita transfer aja aset kita ke BUMN. Ya kita tranfer lambat lambat lewat kemitraan bagi hasil. Dengan demikian hutang kita juga ikut ditransfer. Setelah itu kita exit. Biarkan market bursa yang jebol” 

“ Tetapi itu bicara angka ratusan triliun.” Kata elite partai.

“ Tentu. “ Kata Baskoro


Elite partai terdiam. Seakan berpikir. “ Kalian masuk dalam politik. Kamu baskoro, dukung partai Abunawas. Kamu faker, dukung partai Brotus. Dan kamu, Doni dukung partai Charli. Tentu kalian bawa duit. Tinggal kalian atur ritme permainan. Siapa yang jadi pemenang. Nanti setelah Pemilu, dua dari kalian jadi menteri, satunya tetap di luar. Jadi engga keliatan permainannya. Main cantik lah. Mau?  Kata elite partai. Semua mengangguk dengan tersenyum.


***


Usai pemilu. Baskoro jadi Menteri urusan liburan. Dan Fikri jadi menteri urusan teri. Doni jadi ketua team ahli Presiden. Setelah menjabat mereka bingung. Karena menteri urusan duit engga setuju. Itu melanggar UU asset negara. “ Ya suruh aja anak perusahaan BUMN yang handel. Anak perusahaan kan secara hukum bukan BUMN. Jadi kita engga melanggar UU“ kata menteri urusan aset negara.”Coba jelaskan skemanya ? Tanya  menteri urusan aset negara kepada Baskoro.


“ Anak perusahaan BUMN itu di setting untuk IPO. Para kreditur kami akan jadi investor awal dan  option tukar hutang jadi saham. Kan keren. Pasti market senang. Nilai saham akan terdongkrak naik. Sebelum anak perusahaan itu IPO,  kita mulai adakan kontrak sharing service dalam skema digital sharing. Aset kita pindah ke anak perusahaan BUMN dan kita dapat revenue undertaking. Safe kan. 


Nah sebelum anak perusahaan BUMN itu IPO,  ya kita duluan right issue. Pasti market antusias karena kita punya kontrak undertake revenue. Program exit tercapai. Nanti setelah IPO anak perusahaan BUMN, para kreditur akan exit dengan menjual sahamnya pada harga maket. Selanjutnya Nasip anak perusahaan itu akan deadduck” Kata Baskoro.


“ Terus gimana selanjutnya untuk jaga harga saham engga jatuh terlalu dalam, dan  tetap dalam keadaan deadduck ?


“ Ya tinggal suruh lembaga investasi negara keluar uang dengan skema jangka panjang. Engga gede. Hanya 10% saja kepit saham. Itu cukup menjaga stabiitas bid and ask dan likuiditas”

“ Mantap!! Kata menteri urusan aset negara. Dua tahun kemudian skenario terlaksana dengan sukses. Cari uang di negeri ini mudah bagi segelintir orang tetapi bagi orang kebanyakan, dapatkan USD 2 saja sulit.

Sunday, December 19, 2021

Jokowi dan kemandirian Pemimpin.

 





Awal Jokowi berkuasa. Laporan keuangan konsolidasi BUMN dalam keadaan merugi. Alias negatif. Artinya BUMN sebagai agent of development sudah keok. Engga mungkin lagi di leverage untuk  tumbuh dan berkembang.  Posisi keseimbangan primer dalam keadaan negatif. Jumlah pendapatan negara dikurangi belanja dalam keadaan negatif. Artinya tidak ada tersisa untuk bayar bunga dan cicilan hutang. Para ekonom dan politisi menganjurkan kepada Jokowi agar reschedule hutang. Kurangi anggaran pengeluaran APBN. Perluas privatisasi BUMN. Berhenti berhutang.


Keliatan rasional. “ Penyebabnya kondisi keuangan negara negatif itu karena faktor eksternal. Harga komoditas utama jatuh di pasar dunia. Itu tidak akan berlangsung lama. Sabar aja. Nanti kondisi eksternal membaik, akan kembali normal lagi. Sementara, biarkan saja keadaan diselesaikan dengan politik. Kita bujuk rakyat dengan subsidi dan BLT. Kita ajak elite berdamai. Ya oto pilot dech” Demikian saran mereka. Karena yang menyarankan adalah mereka yang secara personal secure hidupnya. Tujuh keturunan aman. Tapi rakyat jelantah ?


Kalau saran itu dilaksanakan, maka Indonesia  bukan hanya  stuck tetapi mundur.  Mengapa ? waktu tidak menjamin penyembuhan penyakit. Menunda masalah, itu berarti memperbesar masalah dikemudian hari. Karena Bayi lahir terus bertambah setiap detik. Bunga terus bertambah setiap detik. Pengangguran terus bertambah setiap detik. Sedetik negara stuck atau mundur, dampaknya luas sekali secara sosial politik dan ekonomi. Anda bisa bayangkan. Bagaimana suasana hati dan pikiran Jokowi ketika kali pertama masuk Istana.  


Semua resiko itu ada di pundak Jokowi, yang harus dipertanggung jawabkan kepada rakyat dan Tuhan. Jadi apa yang dilakukan Jokowi?. Berdasarkan analisa dari semua kementrian dan team ahli, dia membuat keputusan. Sederhana saja. Apa itu?. “ Kalau pasar yang membuat sumber daya kita tidak bisa lagi di leverage,  maka jangan lawan pasar , jangan menyerah. Tetapi jinakan pasar."  Itu sama saja. Kalau anda tidak bisa taklukan pria karena jelek, yang jangan marah sama pria itu. Tetapi jinakan dia. Caranya poles kepribadian anda. 


Yang dilakukan Jokowi adalah membedah APBN secara detail. Dia plototi mata anggaran itu satu persatu. Aha, bisa hemat 30% tanpa mengganggu biaya rutin. 30% itu tidak dihapus, tetapi dialihkan ke mata anggaran yang berhubungan langsung dengan phisik atau belanja modal atau infrastruktur ekonomi. Jadi bukan konsumsi, tetapi produksi Tapi belum cukup. Gimana ngatasinya? program PPP ( public private partnership ) diperbaiki dengan memberikan fasilitas penugasan kepada BUMN, yang  memungkinkan investor berminat membiayai proyek infrastruktur secara B2B. Dengan demikian mesin APBN hidup lagi. 


Tetapi itu tidak menambah pemasukan. Lantas gimana dapatkan uang untuk menutupi anggaran yang defisit.? Ya, Yakinkan pasar lewat tax amnesti. Reformasi pajak dilaksanakan. Yang memungkinkan secara rasional pendapatan negara akan meningkat di kemudian hari. Terbukti pasar bereaksi positif. Rating surat utang membaik. Investor pun berani beli surat utang negara. Defisit anggaran bisa diatasi. Otomatis mesin ekonomi kembali bergerak dan kita punya harapan.


Saya yakin, keputusan tersebut diatas adalah keputusan pribadi Jokowi sebagai presiden. Itu membuktikan sikap kemandirian dia dalam membuat analisa dan keputusan. Mengapa ? bahwa keputusan besar dan pemecahan masalah hanya mungkin dilakukan oleh seorang individu, yang berpikir secara mandiri. Karena saat itu hanya ada dia dan Tuhan saja. Ketika fakta masa kini berbicara, para pengamat, ekonomi, politisi berpikir suram tetang masa depan, namun Jokowi melihat cahaya dibalik kegegalapan itu. Setelah waktu berlalu, kabut tersibak, Jokowi juga yang benar…. 

Friday, December 17, 2021

68% BUMN terancam bankrut.

 



Katakanlah ada BUMN. Pada neracanya : Modal Rp. 100 M. Hutang Rp. 200 M. Itu artinya leverage terhadap modal sebesar 2 kali. Keliatannya keren. Karena management mampu meningkatkan value modal. Bahkan semakin besar leverage semakin efisien menajement itu. Kalau sudah terlalu tinggi hutang, BUMN akan sangat sulit dapatkan pinjaman lagi. Sehingga tidak bisa melaksanakan penugasan proyek. 


" Jadi bagaimana solusinya ? Tanya menteri.


“ Pak nilai proyek kan Rp. 50 Miliar. Kami hanya butuh tambahan modal sebesar Rp. 5 miliar. Sisanya kami bisa leverage modal itu lewat pinjaman bank sebesar Rp. 50 miliar. Pemerintah tidak perlu keluar uang. Cukup izinkan kami untuk lakukan aksi korporate, right issue saham. “ Kata direksi BUMN.  Meneg BUMN senang. Karena tanpa  keluar uang tetapi proyek bisa dikerjakan. Padahal walau tidak keluar uang, saham pemerintah sudah berkurang di BUMN tersebut.


Ada juga tekhnik peningkatan modal lewat revaluasi asset. Tinggal diatur konsultan yang bisa bengkakan asset. Katakanlah revaluasi aset jadi 5 kali dari aset buku. Otomatis struktur permodalan naik 5 kali. Tetapi kan peningkatan aset karena revaluasi itu harus bayar pajak. Darimana duitnya ? ya APBN lewat PMN lagi. Setelah revaluasi tuntas secara legal, maka BUMN lakukan leverage modal lewat penerbitan obligasi atau hutang ke bank untuk pembiayaan proyek. Biasanya leverage 5 kali. Kalau peningkatan modal 5 kali, maka total nilai modal yang bisa di leverage jadi 25 kali. Keren ya. Itu yang terjadi pada PLN.


Kalau otak atik Neraca sulit tingkatkan leverage. Maka dipakai skema leverage operasi. Gimana caranya ? Naikan biaya tetap, agar  biaya variable keliatan rendah. Sehingga leverage operasi jadi tinggi. Ini terjadi pada proyek jalan tol yang padat modal. Akan mudah dapatkan pinjaman dari bank.  Mengapa? karena kredit bank sebagian besar masuk ke aset. Jadi kalau gagal bayar, aset tetap punya nilai jual untuk disita. 


Keliatannya smart. Karena cepat sekali growth nya. Banyak proyek dikerjakan. Tetapi tahukah anda?. Bahwa leverage itu sangat beresiko. Karena kekuatanya ada pada cash flow. Kalau cash flow terganggu maka cicilan hutang dan bunga tidak terbayar. Ini akan mempengaruhi EBIT ( Laba sebelun pajak) dan menurunnya Return on Equity. Mengapa ? semakin tinggi leverage semakin tinggi bunga, semakin ketat syarat hutang. Ini wajar saja. Bank atau kreditur mana mau ambil resiko. Satu demi satu aset jadi tidak bernilai. Bangkrut nya cepat sekali. Bank atau kreditur akan sita aset itu dengan harga diskon. Sisanya harus datang dari pemegang saham.


Kalau pemegang sahamnya Udin, ya tinggal nyerah saja. Selesai. Tetapi kalau BUMN, ini bahaya. Mau tidak mau negara harus bailout atau kehilangan segala galanya. Hilang aset dan hilang reputasi. Nah tahukah anda?. Kata SMI, Menkeu di depan Anggota DPR, Bahwa 68% BUMN terancam bankrut. Yang menyedihkan mereka yang terancam bangkrut adalah  mereka yang kurun waktu 2007-2020 telah menikmati kucuran dana PMN lewat APBN. Hanya 32 % yang tergolong sehat.  Mau tahu kondisi real BUMN? baiklah saya gambarkan secara sederhana. 


55% dari total BUMN mempunyai rasio hutang  ( Debt to Equity Ratio) diatas rata rata pada industri sejenis. Artinya potensi bangkrut itu memang karena hutang yang tidak terkendali dan pemborosan yang luar biasa. Sehingga modal negara lewat PMN tidak berdampak positip bagi BUMN. Bahkan 9% dari total BUMN nilai modal nya sudah negatif. Tergerus karena terus merugi  bayar bunga, Itu terjadi pada Garuda. Berapa banyak yang sehat ? hanya 2 % saja dari total BUMN. Sangat mengkawatirkan.


Mengapa sampai terjadi begitu?. Padahal prosesnya sudah berlangsung sejak tahun 2007 sampai sekarang.  Itu karena fungsi komisaris tidak efektif. Sebagian besar komisaris adalah bagi bagi kue kepada team pemenang Pilpres dan kader partai. Terlalu banyak intervensi Meneg BUMN, yang justru membuat direksi BUMN lebih focus kepada lobi politik daripada meningkatkan kinerja secara profesional. 


Kalau culture ini tidak segera diperbaiki, maka berapapun PMN digelontorkan oleh APBN,  tidak akan berdampak positif bagi BUMN, bahkan PMN itu jadi skema merugikan negara lewat aksi korporat, yang secara akuntasi tidak bisa dibuktikan itu tindak korupsi. Karena tersetruktur dalam leverage asset untuk melaksanakan penugasan proyek dan fungsi BUMN sebagai agent of development.


Bagaimanapun BUMN harus bisa menjamin bahwa setiap PMN keluar dari APBN, leverage tidak boleh diatas pagu industri sejenis. Karenanya pendekatan mendapatkan PMN harus beroritentasi kepada laba berdasarkan kinerja real bukan sekedar window dressing. Itu sebabnya harus ada upaya analisa menyeluruh terhadap fungsi PMN. Harus ada analisa leverage asset. Atas dasar itu kita bisa focus menyehatkan BUMN.

Wednesday, December 8, 2021

Sistem pembayaran

 




Ada kekawatiran pakar terhadap terjadinya Bank central shadow atau bank central bayangan. Kekawatiran itu karena adanya sistem pembayaran digital. Saya melihat kekawatiran itu lebih karena pengaruh teori konspirasi. Secara tekhnis mereka yang kawatir itu tidak paham bagaimana system perbankan bekerja. Disamping itu mereka juga tidak paham makna uang dan cara beroperasi uang dalam sistem moneter. Jadi benar benar kekawatiran itu seperti orang buta menilai gajah. Apapun yang mereka raba, pasti salah kalau ingin menyimpulkan seperti apa ujud gajah.


Bagaimanapun system pembayaran pasti berurusan dengan Bank Central. Karena menyangkut uang. Mau sistem apapun, ya peran bank central tidak bisa dihapus atau di-shadow.  Mengapa? mereka otoritas menentukan uang itu halal atau haram. Asli atau palsu. Boleh atau tidak. Kecuali anda ciptakan sendiri uang. Seperti uang kripto. Itupun dengan syarat pakai sendiri saja.  Engga usah libatkan orang lain. Karena trust uang itu berkat legitimasi negara.  Sampai di sini paham ya. Baik saya jelaskan secara sederhana teknis kerja sistem perbankan dalam konteks sistem pembayaram.


Anda mungkin akrab dengan sistem pembayaran menggunakan kartu seperti debit card, credit card,  ATM. Ada juga uang elektronik seperti Server to server dan Chip. Benar, keliatannya tidak ada peran BI. Toh itu bisa real time kok. Tetapi tahukah anda?, bahwa penggunaan kartu ataupun uang elektronik, tidak akan bisa berjalan kalau tidak bisa melewati sistem yang ada di BI, seperti BI-RTGS, ( BI-Real Time Gross settlement ), SKNBI ( sistem klearing nasional BI), Gerbang Pembayaran Nasional ( GPN). Jadi mau model apapun pembayaran kartu atau elektrionik, harus bisa melewati sistem itu. Engga bisa, ya ditolak secara otomati.


Gimana kerjanya ? 


Ketika anda melakukan transaksi menggunakan kartu atau elektronik via mobile banking atau internet banking atau QR Code ( quick response ) proses secara IT di BI terjadi. Bagaimana terjadinya ? pertama,  data  masuk ke terminal BI dalam bentuk pre-transaction. Kedua, proses otorirasi.  Kalau ada sistem pembayaran yang tidak sesuai dari platform BI, maka otorisasi gagal. Transaksi juga gagal. Ketiga, proses clearing. Maklum setiap rekening bank itu tercatat di BI. Jadi kalau ada pengeluaran bank lebih besar daripada saldo bank yang tercatat oleh BI, maka proses transaksi gagal. Bank harus tambah saldo. Kalau engga, dianggap “kalah klearing “ Transaksi bisa gagal. Keempat, barulah terjadi penyelesaian trasaksi atau settlement. Sehingga terjadi proses debit kredit atau posting pada rekening nasabah.


Keliatanya ruwet ya prosesnya?. Padahal perasaan kita tahunya kalau trasaksi menggunakan sistem digital itu baik melalui merchant atau ATM,  sangat cepat sekali. Itu terjadi berkat adanya IT system. Kecepatan proses sangat tinggi. Mendekati kecepatan cahaya. Atau real time. Mengapa ? Secara tekhnis arsitektur IT sistem pembayaran itu terintegrasi dengan payment gateway yang dimiliki BI dan kemudian terhubung dengan switching provider, Clearing service provide, settlement service provider. Gimana mau jadi shadow bank central? Ya engga mungkinlah.


Kalau dalam sistem pembayaran itu secure dan otoritas negara tak tertandingi. Namun aja juga sisi lemahnya. Apa itu ? Jenis transaksi. Itu tidak ada urusan dengan BI. Itu ranah OJK. Seperti terjadinya transaksi secara financial technology untuk loan dan pembelian kredit atau pembeian surat berharga atau fund provider. Ini berbahaya kalau izin disalah gunakan untuk operasi cuci uang atau fraud. Apalagi penyelenggara Fintech terafiliasi dengan bank. Itu akan berdampak kepada pengurangan penerimaan pajak dan bisa juga merugikan publik. Solusinya ? larang aja akun orang asing/badan usaha asing terlibat dalam fintech. Selesai.

Tuesday, November 30, 2021

Non Recourse loan.




Anda punya perusahaan sudah lama  berdiri. Neraca perusahaan bagus. Tetapi kalau neraca perusahaan digadaikan ( jadi collateral)  untuk proyek baru. Ini akan beresiko. Meningkatkan rasio utang terhadap modal. Akan menurunkan performa perusahaan. Nah agar perusahaan tidak terlibat menanggung resiko atas utang itu, maka anda ajukan kredit investasi dengan skema non recourse loan. Jadio non recourse loan itu adalah skema pinjaman dimana jaminan adalah proyek itu sendiri. 


Namun bank tidak bego. Biasanya mereka memberikan pinjaman sebesar 70% dari total nilai proyek. Sisanya, 30% ditanggung oleh anda sebagai project sponsor. Nah yang jadi collateral itu nilai 100% ( hutang + modal ). Artinya kalau ternyata proyek ini tidak mencapai laba,  bank akan jual proyek sebagai collateral dengan harga  diatas 70%. Jualnya pasti mudah. Resiko bank tidak ada. Tentu bank tidak akan cairkan kredit sebelun proyek jadi. Namun commitment bank itu sudah bisa dijadikan jaminan oleh EPC untuk kerjakan dengan skema turn key. EPC induk perusahaan, dan pemilik proyek anak perusahaan. Klop dah.


Dalam praktek bisnis, skema non recouse loan ini diberikan untuk proyek infrastrutktur termasuk property atau industri yang pasarnya sudah terjamin atau sudah eksis sebagai kebutuhan publik. Sebagian besar pembiayaan berkaitan dengan phisik, bukan non phisik. Jadi secure loan. Hampir semua proyek infrastruktur yang dibangun oleh BUMN menggunakan skema non recourse loan ini. Perhatikan fasiitas yang diberikan negara: Untuk jalan toll. Negara beri jaminan IRR yang diminta oleh investor. Katakanlah IRR 12%. Kalau ternyata hitungan investasi IRR hanya 8%, maka 4 % ditanggung APBN. Ini disebut dengan VGF ( viability gap funding). Jadi benar benar dijamin untung.


Bagi BUMN karya, mereka jadikan peluang non recourse loan ini untuk dapatkan kerjaan kontraktor (EPC). Caranya? mereka membentuk SPC atau anak perusahaan sebagai investor jalan toll. Kemudian anak perusahaan ini ajukan pinjaman dengan skema non recourse loan. 30% Modal disediakan BUMN sebagai induk perusahaan. 70% dari bank. Nah kongkalingkong terjadi. 30% itu hanya permainan akuntasi saja. Karena proyek udah di mark up sampai 30%. Praktis mereka bangun jalan toll duitnya semua dari bank. Smart. Kerjaan kontraktor dapat, saham jalan toll di anak perusahaan dapat pula. Nanti kalau sudah jadi jalan tol, Induk perusahaan bisa lakukan divestasi untuk bayar utang bank. Walau ada mark up, kan kalau dijual bisa untung.


Tapi mengapa akhirnya BUMN itu bleeding terlilit hutang? Karena ketika proyek dibangun, di level anak perusahaan juga terjadi mark up. Akibatnya cost orerrun.  Belun lagi setelah proyek selesai dibangun. Mereka menghadapi negatif cashflow sedikitnya 5 tahun. Ya namanya baru. Untuk menutupi cash flow itu, anak perusahaan engga mungkin utang lagi. Karena proyek sudah digadaikan ke bank. Mau engga mau anak perusahaan pinjam uang ke induk atau pinjam ke bank yang jamin neraca Induk perusahaan. Nah dari satu proyek ke proyek lain begitu semua. Ya akhirnya jebol juga neraca induk perusahaan. Mau lakukan divestasi, harga udah kemahalan. Mau disekuritasai udah engga layak. 


Mengapa sampai terjadi begitu? BIaya lobi mahal. Sejak proses dapatkan penugasan bangun proyek, ajukan kredit bank, sudah bayar lobi. Belum lagi proses pembebasan lahan walau itu proyek pusat tetap aja perlu lobi ke pemda. Jadi sebenarnya proyek infrastruktur yang katanya B2B, adalah bentuk lain dari cara berbagi uang diantara elite, dimana BUMN sebagai vehicle aja.

Wednesday, November 24, 2021

Sistem ekonomi dan moral?

 




Ada teman yang suka sekali membahas berbagai issue politik dan ekonomi berhubungan dengan teori konspirasi tentang kapitalisme yang dikuasai oleh eite financial global. Walau didukung referensi hebat,  namun menurut saya referensi itu juga berkaitan dengan teori konspirasi. Jadi berputar putar tentang teori dengan dukungan data cocoklogi. Mau bantah gimana? lah wong teori kok. Kan semua tahu. Kalau teori tidak selalu benar. Sama juga dengan dalil agama.  Yang punya dalil merasa benar. Karena punya referesi kuat tentang Al quran dan hadith. Padahal itu hanya cocoklogi saja. Engga perlu debat. Engga ada manfaatnya.


Mengapa saya katakan kecurigaan itu hanya sebatas teori?. Karena capitalisme itu terjadi akibat proses sejarah yang panjang. Tidak datang mendadak. Kapitalisme itu hadir dengan  berbagai solusi atas terbatasnya sumber daya ditengah semakin besarnya jumlah penduduk planet bumi dan meningkatnya kebutuhan dan keinginan masyarakat modern akan barang dan jasa. Apalagi karena zaman, hidup semakin rumit. Perubahan terus terjadi dan terjadi. Jadi engga bisa sesederhana itu menyimpulkan bahwa apa yang terjadi itu by design. Dengan menyalahkan segelitir orang yang menguasai sumber daya keuangan.


***


Ketika kebutuhan semakin besar, orang banyak bingung. Peran negara begitu besar menghambat produksi, distribusi barang dan jasa. Alasan pemerintah melindungi rakyat sebagai konsumen,  justru yang terjadi adalah distorsi terhadap dunia usaha. Produksi jadi rendah. Distribusi terhambat. Padahal dunia usaha itu menghadapi ketidak pastian dan resiko. Di tengah kebingungan itu, tampilah Adam Smith memberikan solusi. "The Theory of Moral Sentiments" (1759) and "An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations" (1776). Dia membujuk pemerintah. “ Jangan terlalu diatur perdagangan. Bebaskan saja. Yang perlu diawasi itu kompetisinya. Jangan saling mematikan. Dengan perdagangan lancar, ekonomi akan beres. Negara juga yang dapat manfaat.


Selama 1 abad perdagangan lancar, ekonomi tumbuh melahirkan kemakmuran, tetapi ternyata menimbulkan ketimpangan sosial dunia.  Kemakmuran terjadi. Tetapi hanya di Barat dan AS. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin blangsat. Kalau tidak ada solusi maka akan berdampak chaos sosial. Makanya tampillah, David Ricardo. Dia bukan hanya ekonom hebat  tapi juga trader di London Stock Exchange. Dia tetap mendukung kebebasan pasar namun keadilan sosial mutlak ada. Caranya? lewat kebijakan politik tentang pajak. Solusi itu dia tuangkan dalam buku, Principles of Political Economy and Taxation" (1817).


Setengah abad kemudian, keadaan masyarakat semakin rumit. Orang bertambah banyak. Beragam industri dan jasa tumbuh. Walau perdagangan bebas dan pajak diterapkan namun pemerintah tidak bisa mengukur dengan pasti setiap kebijakan itu berdampak secara mikro, Maklum Adam Smith dan Ricardo lebih banyak berfilsafat dan berretorika dengan dasar asumsi asumsi ideal. Padahal hidup tidak ideal. Dalam kebingungan itu tampil Alfred Marshall. Dia berusaha menghindari ekonomi dalam ranah politik. Bukunya yang terkenal adalah Economics of Industry" (1879) dan "Principles of Economics" (1890), merupakan gabungan dari supply and demand curva, marginal utility dan marginal production. Sudah matematika pendekatannya.


Setengah abad berlalu, terjadi great depression. Pasar uang dan modal rontok, PHK terjadi dimana mana. Produksi drop terlalu dalam. Kembali orang bingung. Gimana mengatasinya? Tampillah LGBPT yang nyentrik, Keyness. Dia bicara tentang perlu pasar regulated. Harus ada intervensi Pemerintah terhadap pasar. Itu yang diterapkan oleh Obama dan Trump ketika sebagai presiden AS.  Pemikirannya tentang pasar regulated itu dituangkannya tahun 1935 dalam Buku, ”General Theory of Employment, Interest and Money”


Seperempat abad berlalu, orang kembali bingung. Apa pasal.? Uang hanya menumpuk di negara maju. Sementara sumberdaya ada di negara miskin dan berkembang. Apa arti uang kalau sumber daya tidak ada. Sebaliknya apa arti sumber daya kalau uang tidak ada. Nah ini dijawab oleh Milton Friedman. Dia bilang” Kalau ingin distribusi modal dan sumber daya terjadi merata. dan kemakmuran meluas, pertumbuhan berkelanjutan, ya pemerintah jangan mengatur. Biarkan saja semua proses terjadi atas dasar kebebasan. Yang penting dari keuntungan dunia usaha itu negara bisa dapat pajak untuk melakukan intervensi sosial.” Idenya itu dia tulis tahun 1962 dalam buku yang terkenal "Capitalism and Freedom”.


Nah kalau ada pengamat yang menentang pasar bebas, sebenarnya tidak setuju dengan pemikiran Friedman, tetapi dia copy paste pemikiran Keyness. Itu pernah diterapkan oleh Soeharto. Apa yang terjadi? Begitu besarnya peran pemerintah. Hasilnya KKN. Keyness gagal, bukan hanya di Indonesia tetapi di negara lain juga. . Justru karena gagal maka  tampilah Friedman. China terinspirasi terhadap kapitalisme ketika Friedman berpidato di hadapan petinggi partai komunis. Belum 50an tahun China reformasi, kini telah jadi kekuatan ekonomi nomor 1 dunia. 800 juta rakyat lepas dari kemiskinan akut/ Jadi kalau ada pengamat bicara berbusa tentang keadilan sosial atas kebijakan ekonomi Jokowi dengan menjejalkan teori konspirasi yang menakutkan, sebenarnya hanya mengulang retorika Keyness. 


***


Jadi apa sebenarnya solusi terhadap kapitalisme ? Albert Hirschman mengeritik Milton Friedman dalam esainya, Against Parsimony: Three Easy Ways of Complicating Some Categories of Economic Discourse: ketika kapitalisme bisa meyakinkan setiap orang bahwa ia dapat mengabaikan moralitas dan semangat bermasyarakat, public spirit, dan hanya mengandalkan gairah mengejar kepentingan diri, sistem itu akan menggerogoti vitalitasnya sendiri. Sebab vitalitas itu berangkat dari sikap menghormati norma-norma moral tertentu. Apa yang diungkapkan oleh Hirschman sejalan dengan pemikiran Adam Smith, dalam bukunya The Theory of Moral Sentiment. Ia tidak menganggap kehidupan bersama adalah sesuatu yang hanya dibentuk oleh Pasar, oleh kepentingan diri dan motif mencari untung. Smith,  juga berbicara tentang perlunya perikemanusiaan, keadilan, kedermawanan, dan semangat kebersamaan.


Kini memang terbukti: Pasar yang hanya mengakui bahwa rakus itu bagus seperti yang dikumandangkan oleh risalah macam The Virtue of Greed dan In Defense of Greed pada akhirnya terguncang oleh skandal Enron, Madoff, Lehman Brothers. dan lain lain. Tapi itu juga terjadi dalam simbol agama untuk meraih untung. Kepercayaan runtuh, kita bertanya apakah belum cukup bukti bahwa kapitalisme sudah salah jalan. Idiologi ini memberikan ruang kebebasan namun kebanyakan kita melupakan esensi moral yang harus diemban dan soal ini Milton Friedman, telah keliru bukan karena Smith salah. Ia sendiri yang keliru memahami persepsi  Smith tentang kapitalisme.


Sebagaimana dicatat oleh sejarah,  kapitalisme tak muncul sebelum ada sistem hukum dan praktek ekonomi yang menjaga hak milik dan memungkinkan berjalannya perekonomian yang berdasarkan kepemilikan.  Adalah salah besar menempatkan hukum kapitalis semata untuk memastikan “bujuk orang kaya dengan bunga tinggi dan biarkan orang miskin bekerja keras dengan upah rendah agar mereka terus tergantung dengan modal. Ini salah. Atau mendapatkan laba sebesar besarnya dengan pengorbanan sekecil mungkin. Itu juga salah. Siapapun berada didalam system kapitalisme dan mampu menerapkannya secara ideal , maka dia sebetulnya tidak pernah kehilangan esensi moral didalam hatinya. Orang sukses karena kerja keras dan moral selalu berujung kepada tanggung jawab moral kepada orang banyak. 


Itulah sebabnya  pada 9 Desember 2010, atau dua tahu setelah Lehman Brothers tumbang dan wallstreet  terjerembab, Gates, Warren Buffett, dan Mark Zuckerberg (CEO Facebook) menandatangani janji yang mereka sebut "Gates-Buffet Giving Pledge". Isinya adalah mereka berjanji untuk menyumbangkan setengah kekayaan mereka untuk amal secara bertahap. Mereka tumbuh dan mendulang sukses akibat kapitalisme seperti yang smith ajarkan tentang  perlunya perikemanusiaan, keadilan, kedermawanan, dan semangat kebersamaan.  Dengan sikap mereka itu , mereka bukan hanya memaknai bahwa sukses  harus diraih dengan kerja keras tapi bagaimana mempertanggung jawabkan kesuksesan itu untuk sesuatu yang lebih bernilai, dan ini hanya mungkin dengan konsep memberi. Seperti ungkapan Curchil “We make a living by what we get. We make a life by what we give.”. 


Semua agama mengajarkan ini , namun tidak semua orang beragama mampu melakukannya. Jadi bukan soal sistem ini atau itu, bukan soal agama ini atau itu tapi  tergantung akhlak orang yang menjalankannya, bahwa rakus itu buruk, berbagi itu indah dan menentramkan..


***


Bahwa masa depan tidak mencuatkan paralelisme antara ruang, jarak, dan waktu. Tentu masa depan bukan reproduksi kehidupan kelampauan dan ke-masa-mendatangan yang unpredictable. Bagaimanapun masa depan merupakan kausalitas perjalanan tentang substansi ''keberadaan'' (eksistensi) dan beraktualisasi tentang hidup itu sendiri. Pun rekonseptualisasi mengenai masa depan, tiadalah nilai kesejarahan hidup masa silam yang diterima. Sebagai masa depan, manusia dituntut -mengutip Dr Zhivagonya dalam novel Boris Pasternak- untuk membentuk kembali hidup. 


Itulah yang dilakukan oleh mereka yang meng “nol” kan dirinya untuk memulai sesuatu yang baru dalam dimensi baru. Sikap mereka seakan menegaskan tentang semangat juang untuk berbuat lebih untuk orang lain , yang mereka yakini sebagai wahana yang lebih bernilai dari apa yang sudah mereka capai. Memang bahwa manusia dilahirkan buat Hidup, bukan untuk bersiap-siap menghadapi hidup. Hidup senantiasa memperbarui, menciptakan kembali, mengubah, dan meningkatkan dirinya. Mempertimbangkan masa depan adalah membentuk kembali hidup. Berdasarkan pertimbangan semacam itulah, permenungan masa depan dimulai agar tidak menghadapi kecemasan, dus merugi. Bukankah dalam rentang waktu, kehidupan manusia senantiasa merugi.


Bangsa Indonesia sebagai komunitas dunia , seharusnya memandang masa depan dengan mata hati dan bukannya mata gelap. Ditengah kepayahan yang menimpa bangsa ini akibat rezim masalalu yang memanjakan namun menipu , diperlukan kearifan tersendiri untuk memandang masa depan. Setidaknya bagi mereka yang sudah terlalu kaya karena korupsi atau manipulasi tanpa tersentuh hukum untuk meng “nol” kan dirinya ; memulai sesuatu yang baru dan lebih bernilai. Agar masyarakat bangsa ini memandang masa depan bukan sebagai penantian waktu yang tak kunjung selesai. Mari hadapi masa depan dengan optimis dan kerja keras.


Sunday, November 21, 2021

Prahara ekonomi, hanya masalah waktu.

 




“ Hampir semua produk China harganya naik. Padahal ekonomi china sedang melambat. Di tandai dengan Purchasing Manager's Index (PMI) Maufaktur bulan oktober yang turun dari 49,2 poin, dari bulan sebelumnya 49,6. Ada apa ? tanya saya kepada teman di China. Menurut teman, pertama karena on schedule terhadap program jangka panjang China dalam kemandirian industri. Tahun ini pemerintah China mulai mencabut subsidi atas industri hulu. Tentu berdampak harga di hilir jadi naik. Kedua. Pada waktu bersamaan terjadi krisis energi. Itu juga semakin mendorong harga naik. 


Dengan situasi tersebut diatas, kan bisa berdampak kepada stagflasi. Produksi jatuh, tetapi harga naik. Lihat aja data. Badan Statistik Nasional China menyatakan pada Oktober 2021 Indeks Harga Produsen atau Producer Price Index (PPI) melonjak 13,5%. Hal ini menjadi penanda bahwa angka inflasi di China melonjak ke level tertinggi sejak 26 tahun lalu. Danpaknya bukan hanya dalam negeri china tetapi juga global. Maklum China adalah negara yang 20% menjamin supply chain dunia. Inflasi di Eropa dan AS sudah mulai merangkak naik. Para importir dan distributor mengurangi pembelian dari China. Barang di pasar retail jadi berkurang. Hanya masalah waktu akan merambat ke Indonesia dan negara ASEAN lainnya.


Bagaimana dengan sektor pasar uang dan modal? tingginya tingkat inflasi di tengah krisis energi dan rantai pasok akan memicu kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral, lebih cepat dari prakiraan awal. Setelah itu, yield pada pasar obligasi dunia akan naik sehingga bisa memicu capital outflow dari pasar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Inilah yang akan menjadi gelombang ganas ekonomi. Mengapa ? karena berkaitan dengan produksi. Berapapun uang di tangan, kalau produksi turun, engga ada lagi siasat moneter mengatasinya. Mau engga mau uang harus mengikuti harga.


Bila selama ini  likuiditas banjir di pasar modal yang dipicu pemodal asing. Sehingga mendorong bubble value. Kelak akan terkoreksi dengan sendirinya. Para emiten harus menghadapi realita. Berproduksi namun laba turun atau  mengurangi kapasitas produksinya, PHK melanda. Mengapa ?


***


Karena peningkatan ekonomi dunia selama ini tidak menciptakan keseimbangan ekonomi. Distribusi modal timpang. Euforia bisnis digital mendorong investor membelanjakan uang untuk infrastruktur big data berupa data center, jaringan fiber optic, ekosistem bisnis. Padahal bisnis digital membutuhkan listrik sangat besar. Sementara investasi pendukung berupa listrik tidak meningkat significant. Karena alasan ecogreen. Mengurangi efek rumah kaca atau pemanasan global dengan beralih dari energi fosil ke energi ramah lingkungan. Kembali ke energi fosil tentu bukan masa depan yang bagus bagi bumi. Dampak perubahan iklim sangat mengerikan bagi penduduk planet bumi.


Apa yang terjadi sekarang, sebetulnya pengulangan dari era sebelumnya. Hanya tingkat kerusakannya semakin lama semakin besar. Tahun 2000, survei dari business week memperlihatkan bahwa 72% masyarakat Amerika merasa corporates terlalu menguasai hidup mereka. Angka ketergantungan kepada korporat itu sekarang mungkin meningkat jauh lebih tinggi lagi. Sementara fundamental korporat menyimpan kanker. Lemah. Sama seperti valuasi berlebihan  terhadap saham bisnis digital, tindak penyelewengan korporatis lewat window dressing dan transfer pricing. Praktek merger dan akuisisi dengan motivasi menyingkirkan saingan, sebagian lagi berharap mendapatkan pembaharuan keuntungan dari suatu proses mistis yang disebut ‘sinergi’ ini. Pada kenyataannya, banyak merger berakhir dengan hanya konsolidasi pembiayaan semata tanpa menambah laba.


Dengan margin  laba menjadi kurus, maka kelangsungan hidup mereka semakin bergantung pada pembiayaan bursa dan perbankan, yang selalu dilonggarkan oleh otoritas. Beberapa perusahaan yang sulit menunjukkan prospek, beralih ke jalur ‘mendapatkan dana sekarang dengan menjual janji di masa depan’, suatu praktek yang dikuasai sangat baik oleh para manajer investasi di sektor decacorn, high-tech. Ini adalah suatu teknik yang nampak inovatif, tapi sejatinya adalah teknik perdagangan yang bertumpu pada ilusi. Teknik inilah yang mengakibatkan melangitnya nilai share saham di sektor IT. Meski sebenarnya mereka kehilangan hubungan dengan realita.


Beberapa perusahaan lain yang baru berproduksi, kehilangan segala kontaknya pada industri dan beralih strategi berusaha menggelembungkan harga saham untuk memberi jalan bagi para kapitalis ventura (venture-capitalist) dan manajer investasi yang punya akses dan pilihan untuk melakukan pembunuhan sejak awal IPO. Dan setelah itu emiten ditinggalkan sekarat. Kalaupun bertahan, hidup dalam kegenitan akuntasi. Yang sebenarnya hanyalah suatu trik untuk menyingkirkan biaya dan hutang dari neraca. Adalagi cara yang lebih kasar, misalnya menyamarkan biaya sebagai investasi atau kerugian ke dalam hutang.


Lantas apa penyebabnya? itu karena sistem ekonomi yang memanjakan sektor privat. Sehingga sangat mudah menjebol fire wall antara manajemen dengan dewan pemegang saham, antara analis saham dengan pialang saham, antara auditor dengan yang diaudit. Karena sama-sama dirundung oleh bayang-bayang keruntuhan ekonomi serta menipisnya pendapatan bagi semua pihak, maka baik para pengawas maupun yang diawasi memainkan pretensi  seolah-olah dikendalikan sistem check and balance. Dan bersatu untuk menciptakan ilusi kekayaan, dengan tujuan mempertahankan selama mungkin skema ponzy korporat. Sampai akhirnya runtuh sendiri. Keadaan euforia kini hanya masalah waktu akan jadi killing field dan memaksa negara bailout.


Pusat persoalannya adalah pada dinamika sistim kapitalisme global yang dinakhodai sektor finansial tanpa regulasi. Persoalan ini tak bisa dilenyapkan hanya dengan pernyataan kebaikan seperti: ‘tak ada kapitalisme tanpa nurani’ atau penyelesaian usang seperti: ‘good corporate governance.’  Sementara diwaktu yang sama, elite financial capitalist mengatur seenaknya on/off likuiditas. Mata uang akan merosot karena inflasi dan lubang bubble investasi  makin menganga. Paduan antara krisis ekonomi struktural dengan krisis legitimasi kapitalisme neo-liberal ini, jelas menjanjikan masa depan yang buruk. Semoga ada perubahan menuju keseimbangan baru, yang lebih arif.