Thursday, July 25, 2024

Gerombolan penipu...

 




istilah state capture diperkenalkan kali pertama oleh World Bank pada tahun 2000. Apa itu state capture ? The classical definition of state capture refers to the way formal procedures (such as laws and social norms) and government bureaucracy are manipulated by government officials, state-backed companies, private companies or private individuals, so as to influence state policies and laws in their favour. Jadi kalau diartikan dalam bahasa awam adalah penipuan terhormat. Mengapa terhormat? karena dilegalkan secara hukum dan aturan. Telah memenuhi standar prosedur formal melalui proses  birokrasi pemerintah. 


Siapa yang jadi penipu ini? Ya mereka yang dapat keuntungan dari legitimasi penipuan itu. Mereka adalah pejabat negara dan pemerintah, korporat maupun pihak personal swasta. Mereka inilah yang mempengaruhi proses penipuan itu agar melahirkan kebijakan  negara yang clean and clear secara hukum maupun sosial. Antara penipu itu saling terikat dan saling sandera. Maka jadilah mereka sebagai gerombolan kriminal atau disebut dengan istilah oligarki.


Oligarki hanya terjadi pada satu negara yang banyak partai nya namun tidak ada satupun yang mayoritas dan oposisi lemah. Lahirnya pemimpin  dari tingkat daerah sampai pusat, diatur dengan istilah presidential threshold.  Artinya memastikan calon Independen tidak mungkin punya peluang jadi pemimpin. Dengan demikian, sesama partai akan berembuk untuk menentukan calon yang akan diusung. Dalam berembuk ini pasti pengusaha dan korporat dalam lingkaran oligarki dilibatkan. Maklum proses politik butuh biaya mahal.


Karena proses politik adalah bagian dari state capture maka aturan dan prosedur pemilu di create untuk melegalkan kecurangan, yang sehingga dalam proses sengketa Pemilu, pengadilan dapat dengan mudah diatur. Yang curang yang tetap menang. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pemimpin tidak lahir dari hati nurani rakyat dan untuk kepentingan rakyat, tetapi berasal dari dompet oligarki dan diciptakan untuk kepentingan state capture. Selalu yang terpilih adalah pemimpin yang lemah, yang mau dan bersedia menjadi conductor dalam orkestra state capture.


Di Amerika latin, BUMN terbentuk lewat nasionalisasi asset dan setelah itu dilakukan privatisasi. Saat privatisasi ini, pelepasan aset strategis jatuh ke korporat oligarki. Setelah aset strategis dilepas, selanjutnya BUMN ditugaskan mengerjakan proyek strategis. Maka ia menjadi proyek B2B tanpa melibatkan APBN. BUMN ini berhutang ke bank untuk pembiayaan. Sehingga moral hazard terjadi. Mark up pembiayaan proyek tak bisa dihindari. Dari pengadaan tanah sampai kepada EPC. Itu masalah korporata. Biarin aja.


Cerita akhir mudah ditebak. BUMN default utang bank. Kalau dibiarkan akan sistemik. Maklum bank juga adalah BUMN. Negara dipaksa mem bailout lewat APBN dalam pos Penyertaan modal negara. Selanjutnya BUMN itu akan terus terjebak utang dan akan terus minta negara bailout. Karena skemanya memang state capture. Sampai akhirnya BUMN itu ditutup atau dipaksa merger dengan sesama BUMN. Ini cara window dressing agar borok lama tidak terendus dan agenda state capture bisa terus lanjut dan lanjut.


Penguasaan SDA mineral tambang dalam bentuk IUP dibuat mudah dengan alasan mendukung investor swasta/BUMN. Faktanya kemudahan itu hanya diberikan kepada oligarki. Namun nyatanya owner adalah investor asing lewat  skema bisnis Participating interest dan counter trade. Oligarki hanya bertindak sebagai beneficial owner,  dapat fee atas setiap loading ekspor. Sementara laba dan devisa hasil ekspor (DHE) tinggal di luar negeri di rekening trader PI atau investor counter trade. State capture berdampak bukan hanya kehilangan peluang mengumpulkan devisa tetapi juga merusak lingkungan. 


Setiap korporat terhubung dengan oligarki pasti dengan agenda menguras dana Lembaga Pensiun Negara atau Dapen BUMN. Mereka dilibatkan sebagai investor pra-IPO  dengan skema Obligasi konversi. Setelah IPO, hutang dikonversi jadi saham dengan valuasi berlipat lipat. Namun selanjutnya harga saham terus jatuh di bursa. Pada pembukuan Dapen BUMN masih tercatat unrealized loss. Karena belum dijual. Kelak portfolio aset itu dibungkus dalam bentuk reksadana. Sehingga catatan unrealized loss tidak ada lagi. Sebagian besar Dapen BUMN sebenarnya sudah jadi zombie alias dead duck.


Negara adalah market maker untuk pangan. Maklum ada banyak mulut yang harus disediakan makanan. Aturan melegalkan state capture terjadi lewat pelemahan kemandirian sektor pangan domestik. Atas nama UU ketahanan pangan,  negara terjebak impor pangan lewat trader agro international yang pasti terhubung dengan oligarki. Harga pangan diatur oleh pedagang dan memaksa negara mensubsidi lewat APBN. Skema ini menguras APBN dan devisa serta melemahkan semangat produktivitas petani.


Bank bank dalam negeri hidup dari likuiditas money laundering hasil dari state capture, yang terstruktur dalam bentuk judi online, perdagangan emas ilegal, illegal mining dan lodging, komisi haram, dan lain lain. Dana disalurkan lewat lending ke korporat link oligarki. Kemudian bank melakukan skema selling credit ke bank di luar negeri. Pada saat jatuh tempo bank lakukan buyback utang dengan uang cash dari money laundering itu. Maka uang haram itu berpindah ke luar negeri. Kelak dana itu akan masuk lagi kedalam negeri dalam bentuk pembelian surat utang negara. Saat surat utang negara itu di jual di pasar, Uang haram berubah jadi halal. Pada saat bersamaan negara tersandera. Bukan kepada asing tetapi kepada oligarki. Semakin besar ratio utang terhadap PDB semakin besar ketergantungan kepada Oligarki.


Masih banyak lagi contoh skema state capture yang terjadi di Amerika Latin, semoga tidak terjadi di Indonesia. Namun saya akan mengakhiri tulisan ini dengan catatan. Salah satu pelajaran sejarah yang paling menyedihkan adalah ini: Jika rakyat telah ditipu cukup lama, mereka cenderung menolak bukti tipu daya itu. Mereka tidak lagi tertarik untuk mencari tahu kebenarannya. Tipu daya itu telah menjerat mereka. Terlalu menyakitkan untuk mengakui, bahwa mereka telah ditipu. Seperti lagu minang, " nasib kabau padati" Begitu Anda memberi seorang penipu kekuasaan , batang leher anda sudah terjerat, suara anda tersekat, dan kalaupun bisa lepas, itu pasti tidak mudah. Pahami itu.

Wednesday, July 24, 2024

Perubahan itu keniscayaan..

 



Awalnya kita datang, dan kita memilih. Pedagang melayani kita dengan sepenuh hati. Bargain terjadi.  Meriah banget. Makanya dulu waktu ABG setiap hari minggu saya suka temanin ibu saya belanja ke pasar tradisional. Setelah berkeluarga hobi itu saya lanjutkan. Temanin istri belanja di hari minggu. Saya suka lihat istri saya tawar menawar. Itu sesuatu banget. Tetapi lambat laun kemeriahan pasar itu tergantikan dengan hadirnya pasar Swalayan.  Tidak ada lagi bargain harga. Semua harga di bandrol. Tidak ada lagi pedagang, yang ada hanya SPG. Kita datang dan kita melayani diri kita sendiri. 


Kemudian lambat laun keadaan berubah. Pasar tradisional nyaris karam. Sementara Pasar Swalayan sudah redup. Berangsur angsur digantikan dengan belanja daring. Kita tidak perlu datang ke toko. Harga di bandrol, tetapi lewat ecommerce marketplace kita bisa memilih harga terbaik dari  sekian banyak virtual shop yang ada. Kita bebas memilih dan bayar. Tak ada tatap muka antara pedagang dan konsumen. Digantikan oleh operator ecommerce. Barang datang sendiri sesuai pesanan. Operator logistik bekerja.


Dan kelak bila komputer quantum sudah established menggantikan komputer Bit yang konvensional maka  Artificial intelligence (AI) akan mengubah belanja daring menjadi belanja dengan robot atau mesin. Tidak ada lagi operator ecommerce yang dikendalikan manusia. Tidak ada lagi operator Logistik yang dikendalikan manusia. Semua sudah digantikan oleh mesin robot bernama AI. Yang ada hanya konsumen dan produsen. Terlibat secara langsung. Free of chose seperti kata Milton Friedman menampakan wujudnya.


Dalam proses perubahan itu tentu tidak terjadi dengan mulus. Walau basic teori filosofi pasar modern dipahami lewat ratifikasi WTO, Free trade Area, tetapi tentu perubahan yang cepat itu kadang menimbulkan kegamangan.  Para pengamat dan elite politik bersuara lewat media. Mereka sering kali membesar-besarkan kelebihan kapasitas produksi China sebagai alasan China melakukan praktek dumping terhadap EV, panel surya, baterai litium, tekstil dan lain lain. Katanya karena ulah China itu mengganggu keseimbangan pasokan-permintaan global. Menyebabkan penurunan drastis harga  di pasar. Dalam jangka panjang akan merugikan keberlanjutan manufaktur global. Itu hanya teori absurd untuk membenarkan alasan  proteksionisme pasar. 


Secara teoritis, kelebihan kapasitas biasanya apabila kapasitas produksi industri secara signifikan melebihi permintaan. Kelebihan pasokan akan menurunkan harga yang tajam. Jelasnya, definisi ini menghubungkan kelebihan kapasitas dan ketidakseimbangan pasokan-permintaan. Dari perspektif hukum,  yang menjalankan fungsi ekonomi pasar adalah  Produsen (sisi penawaran) dan Konsumen (sisi permintaan) Mereka terpisah dan perilakunya sangat bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan permintaan dan penawaran.  Seperti adanya pandemi atau bencana alam, kebijakan makroekonomi, perubahan preferensi konsumen, kemajuan teknologi dan lain lain.


Oleh karena itu, keseimbangan penawaran-permintaan adalah bersifat sesaat dan relatif, sedangkan ketidakseimbangan supply-demand bersifat normal dan mutlak. Dari prinsip inilah peran harga sangat menentukan untuk mengarahkan penawaran dan permintaan menuju keseimbangan baru. Oleh karena itu, ketidakseimbangan pasokan-permintaan adalah hal yang lumrah  dalam mekanisme pasar, dan kita tidak boleh menyamakannya dengan kelebihan kapasitas. Apalagi sampai menjadikan issue kelebihan kapasitas sebagai alasan dumping dengan tindakan protektif. Itu distorsi terhadap mekanisme pasar.


Menurut saya, sikap proteksionisme tersebut membuktikan perubahan itu tidak mudah. Apalagi beranjak dari comfort zone ke competitive zone. Bagaimanapun China lead dalam melakukan perubahan itu. Yang korban,  bukan hanya international tetapi juga dalam negeri China sendiri. Ekonomi mereka slow down karenanya. China tidak punya banyak pilihan. Karena mereka harus focus kepada program sustainable growth yang high quality. Mekanisme pasar harus menjamin tidak ada lagi Industri dan manufaktur yang sesukanya tentukan harga dan menentukan margin sehingga pasar tidak efisien dan konsumen dirugikan. Enough is enough.


Satu satunya yang tidak berubah dalam kehidupan ini adalah perubahan itu sendiri. Ia suatu keniscayaan. Apalagi penghormatan terhadap hak privasi menjadi spirit bergerak nya mesin ekonomi pasar. Tanpa orientasi kepuasan pelanggan, apapun produk akan ditinggalkan pelanggan. Setiap produsen dan pedagang harus memahami ini. Kalau tidak, mereka akan digilas oleh perubahan. Apapun tindakan protektif pemerintah yang mendistorsi pasar akan mematikan motivasi berproduksi dan mematikan daya saing. Pada akhirnya yang menang adalah penguasaan  teknologi yang menciptakan efisiensi lewat innovation dan harga bersaing. Pahami itu.

Thursday, July 18, 2024

Mindset miskin.

 



Saya menghadiri rapat antara Team GI dan Yuan dengan team mitra bisnisnya. Berawal 5 tahun lalu. Mitra GI dapat long term contract market. Mereka tidak punya sumber daya keuangan dan teknologi untuk melaksanakan contract itu. Maklum mereka hanya punya konsesi bisnis dari negara. Mereka datang ke Yuan sebagai solution provider. Yuan menggabungkan skema lending dan insurance untuk mortgage contract itu lewat perbankan. Pada waktu bersamaan Yuan menyediakan teknologi logistik first class agar utang mortgage itu secure. 


Namun baru berlangsung kurang dari 2 tahun, Pandemi terjadi. Operasional jadi tertunda. Income tidak ada. Sementara bunga bank tetap harus bayar. Pihak Mitra GI tidak bisa membayar bunga. Mereka memilih surrender. Sebagai guarantor atas lending itu, Yuan harus bailout utang itu. Asset yang jadi collateral dambil Yuan. Pihak mitra GI merasa happy. Mereka terhindar dari resiko. Namun setelah pandemi, dan terjadi perang Rusia-Ukraina, permintaan logistik meningkat. Value asset juga meningkat. Pihak mitra GI, datang mengemis agar long term contract cargo dilanjutkan. Ya akhir cerita mereka kena trap Hostile TO oleh Yuan.


Saya hanya mendengar saja rapat itu. Setelah rapat, salah satu owner dari mitra GI mengatakan bahwa Yuan adalah predator. Saya senyum aja. Ini masalah perbedaan mindset. Yuan tidak berpikir soal uang tetapi laba. Ketika ada masalah, Yuan tidak surrender. Tetapi menghadapinya untuk diselesaikan sebagai peluang baru. Itu juga bukan gambling. Tetapi proses pengambilan keputusan memang didasarkan oleh desk riset yang kuat dan dilaksanakan oleh SDM yang qualified  dengan standar good governance. Dengan cara itulah Yuan bertahan dan terus berkembang.


***

Yuan holding terdaftar di London namun markasnya di Hong Kong. Beroperasi secara internasional di lebih dari 20 negara. Punya standar international sebagai perusahaan yang mengandalkan sumber daya manusia.  Setelah GI diakuisisi oleh Yuan Holding. GI otomatis menjadi anak perusahaan Yuan. Keadaan berubah. Gaji karyawan naik 50%. Gaji staf dan direksi naik 10%. Direksi GI terkejut. Mengapa gaji naik diatas standar lokal.? demikian awalnya mereka bertanya. Namun setelah setahun. Barulah mereka paham. Secara perlahan terjadi transformasi kompetensi lewat training dan perbaikan sumber daya. Dengan standar high grade, Yuan bisa menghela anak usahanya masuk dalam kompetisi dunia. 


Pada tahun tahun awal mendirikan Yuan. Saya diskusi panjang lebar  dengan CEO Yuan, Wenny.  Dia lebih banyak mendengar apa yang menjadi visi saya. Saya katakan, Laba adalah wujud dari proses yang jeli memanfaatkan peluang, resilience dalam mengelola sumber daya, struggle lewat pengetahuan dan network yang ada.  Kalau kamu berpikir uang, kamu akan merugi. Tetapi kalau kamu fokus kepada proses meraih laba, uang akan datang sendiri. Pecundang tidak mengerti proses. Kalaupun mengerti, dia tak punya kemampuan melewati proses. Kalaupun mampu, dia tidak punya keberanian dan kesabaran. 

Kalau ada orang nampak kaya raya namun dia selalu berpikir tentang uang, maka itu artinya dia punya mindset miskin. Sebaliknya banyak juga orang miskin tapi punya mindset kaya. Dia menghormati proses dan sabar melewatinya dalam keterbatasan. Kalau dapat uang, dia utamakan kebutuhan daripada keinginan.  Kalaupun akhirnya dia dapat predikat kaya, tidak akan membuat dia euforia dan hidup hedonisme. Karena dasarnya memang dia punya mindset kaya. Jadi biasa saja.


Saya katakan,  di Indonesia gaji ASN sangat rendah dibandingkan dengan negara G7. Membandingkan itu wajar. Apalagi konsumsi sebagian besar dari Impor. Yang mau jadi ASN umumnya karena mindset miskin. Kalau mindset kaya, mana mungkin mau jadi ASN. Ketika ada peluang korupsi, itu pasti mereka lakukan. Walau ancaman bagi koruptor adalah penjara, itu tidak begitu menakutkan daripada kekurangan income. Dan kalau mereka akhirnya tamak, itu juga karena mindset miskin. Karena satu satu nya yang dipikirkan orang miskin adalah uang. Mereka tidak mampu berpikir lain kecuali uang.


Pemerintah mendapatkan legitimasi untuk mengelola sumber daya negara. Kalau ia cenderung mengutamakan prinsip kapitalisme, dan mengabaikan sosialisme, pemerintahan akan kehilangan spirit. Kreatifitas akan padam, struggle akan berkurang. Hanya masalah waktu negara bak bahtera besar akan karam. Karena dilubangi dari dalam. Merana karena mindset miskin. Retorika ASN abdi negara, pujian itu sangat tidak masuk akal. Bahkan sangat memalukan. Hipokrit. Itu sama saja memuji orang miskin yang tak tahu diri dan menasehatinya untuk bersabar dengan kemiskinannya. 


Idea besar butuh keberanian. Keberanian yang mengutamakan lebih dulu kesejahteraan karyawan daripada pemimpin. Artinya, jangan anggap kesejahteraan karyawan itu spending for nothing. Itu adalah investasi membangun fondasi yang kokoh untuk lahirnya kreativitas, innovasi,  semangat bersaing dan kepatuhan kepada good governance. Mengapa ? ketika karyawan dibayar cukup mensejahterakan,  mereka sadar mereka dibayar karena kompetensi. Itulah mindset kaya. Mereka tidak lagi hanya memikirkan uang. Tetapi fokus pada peningkatan nilai. Rasa hormat atas kinerja. Nah itulah yang akan menjadi energi besar menghadapi dunia yang terus berubah. Itu akan sustain…





Sunday, June 30, 2024

Banjir produk impor karena kebodohan.

 


Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengenakan nilai pajak yang tinggi, khususnya untuk barang-barang yang diimpor dari China. Hal ini dilakukan untuk memerangi banjirnya impor dari Negeri Tirai Bambu. “ Ya bisa saja (dikenakan 200%), tergantung hasil penyelidikannya. Kita tunggu dulu masih dalam proses," kata Budi Santoso, mengutip Detikcom, Minggu (29/6/2024). 


Sepertinya di benak pemerintah, satu satunya yang bisa dilakukan Indonesia terhadap banjirnya produk China adalah dengan penetapan tarif tinggi lewat Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Itupun akan sulit diterapkan. Engga mudah. Mengapa ? karena kita sudah meratifikasi Free Trade Area dengan negara mitra, rata-rata tarif bea masuk Indonesia tinggal 2,6 persen. Itu harus diakui karena kegagalan kita dalam diplomasi dagang. Karena faktanya negara lain mampu menetapkan tarif lebih tinggi, misal Korea (7,7 persen), China (3,5 persen) dan India (6,3 persen) ( sumber : Bank Dunia, Dana Moneter Internasional). 


Kalaupun kita mau menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), maka kita hanya bisa dengan alasan negara mitra kita, misal China  melakukan praktek dumping. Tapi tidak bisa begitu saja kita menuduh orang lain dumping tanpa ada alasan yang tepat.. Sementara kita sudah meratifikasi kerjasama multilateral  terutama terkait dengan ME-ASEAN, seperti ASEAN Trade In Goods Agreement(ATIGA), ASEAN-China Free Trade Area(ACFTA) dan lain lain.. Indonesia juga meratifikasi semua ketentuan WTO soal tarif.


Kalau menteri Perdagangan tetap ngotot membuat aturan tarif sepihak tanpa proses yang diatur dalam ACFTA, China akan masuk ke Pengadilan internasional. Kita akan kalah mudah. Contoh kalahnya kita di WTO atas gugatan UE soal larangan ekspor mentah mineral tambang. Kalau kita tetap tidak peduli dengan keputusan Pengadilan internasional, China juga punya hak melakukan keputusan sepihak.  Nah kita akan masuk perang dagang dengan China.  Sementara kita masih bergantung ekonominya dari SDA yang mana china adalah market terbesar kita. Ingatlah loh, pasar terbesar batu bara, nikel, CPO adalah China. Apa siap kita kehilangan peluang pasar yang raksasa itu.? Apa siap kita kehilangan sumber devisa.? Apalagi China termasuk kreditur kita.


Kita bukan AS yang jago dan terkesan seenaknya melanggar perdagangan bebas. AS menetapkan tarif tinggi atas barang dari China, itu juga tidak gegabah. Ada proses panjang dari sejak investigasi praktek dumping, perundingan bilateral soal temuan hasil investigasi. Adu argumentasi dan bisa bisa masuk ke sidang WTO.  Jadi kalau sampai akhirnya AS membuat keputusan tarif terhadap China, itu sudah bisa dipertanggung jawabkan sesuai dengan kesepakatan bilateral maupun multilateral. Kalau China tidak membawa ke sidang WTO, itu masalah lain. Karena bisa saja China punya cara lain untuk menghadapi perang dagang dengan AS dan AS sudah siap.


Kebijakan tarif impor tinggi tanpa alasan rasional walau itu cara proteksi industri dalam negeri namun bagaimanapun itu cara jadul. Udah engga jaman lagi, apalagi di era FTA. Apalagi indonesia sudah masuk ME-ASEAN. Investasi di Malaysia sama saja dengan di Indonesia. Kalau Indonesia protetif namun negara ASEAN lain tidak, kan engga ada artinya. Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah ? Ini saran saya.


Pertama. Memberikan insentif kepada Industri hulu (upstream) berupa nol % Bea Impor barang modal dan linked product dan pengurangan tarif Pajak Penghasilan.  Misal, Smelter baja, nikel, aluminium, petrokimia, benang  dan serat, API Pharmacy, heavy industry, Oleo pangan dan chemical. Namun industri upstream tersebut dikenakan pajak tambahan ekspor yang tinggi, agar mereka focus mendukung industri downstream dalam negeri. Jadi sudahi mindset hilirisasi yang hanya mendukung supply chain luar negeri demi pemasukan devisa. Kita harus berubah agar industri dalam negeri tumbuh dan menyerap angkatan kerja luas dan pada akhirnya memperkuat basis kemandirian kita.


Dengan kebijakan ini akan mendorong relokasi Industri downstream yang ada di negara maju ke dalam negeri untuk memanfaatkan harga bahan baku yang disubsidi. Karena insentif ini secara tidak langsung mensubsidi supply chain industri hilir ( Midstream dan downstream) dalam negeri dan memperkuat kemandirian pasar domestik dari serangan produk impor.

Kedua. Perbaiki logistik nasional,  khususnya dwelling time dibuat secepat mungkin. Artinya bukan hanya membangun fisik jalan dan pelabuhan tetapi yang lebih penting adalah  pembenahan administrasi kepabean agar efektif dan efisien. Ingat loh, salah satu daya saing utama dalam bisnis internasional adalah kecepatan delivery dan on time. Kalau delivery telat itu akan menghambat arus investasi terutama sektor industri yang sangat bergantung kepada supply chain global. 


Ketiga. Memberikan insentif pajak kepada industri midstream atau downstream yang melakukan riset sains untuk melahirkan produk inovasi. Mengapa ? Pengukuran dengan metode ISIC Rev.3-2011 UNIDO di tahun 2014, struktur kemampuan penguasaan teknologi tinggi industri kita yang ada sekarang hanya 6 persen, teknologi menengah-tinggi 28 persen, teknologi menengah-rendah 23 persen, dan teknologi rendah 43 persen. Tanpa insentif R&D tidak mungkin kita bisa naik kelas dan tidak mungkin kita bisa bersaing.


Keempat. membangun ekosistem bisnis lewat tata niaga berbasis IT. Pemerintah sediakan gudang lewat sistem stokis berbasis IT, ya semacam warehousing ecommerce marketplace and logistic. Nah lewat aturan tata niaga, maka setiap pabrik atau produsen akan nyaman menempatkan barangnya di warehousing. Karena lewat ekosistem financial dari warehousing, likuiditas mereka terjamin. Dan pedagang secara B2B lewat ecommerce bisa dengan mudah mengakses barang di gudang tersebut untuk dijual lewat market place.


Dengan adanya warehousing ecommerce marketplace and logistic itu,  otomatis terjadi transformasi ekonomi dan sosial. Karena adanya efisiensi dari segi distribusi  dan  financial. Industri akan tumbuh berkembang pesat dan peluang berdagang terbuka luas bagi siapa saja untuk menjangkau 123 juta konsumen indonesia. Kalau bisa dibuat berdasarkan cluster sesuai type produk ( barang kebutuhan umum dan komoditas pertanian) dan segmentasi pasar ( industri, pemerintah maupun rumah tangga) secara B2B. Setiap pemda minimal punya satu warehousing ini. Buatnya engga semahal bangun kereta cepat dan tidak sesulit buat satelit. Itu kalau tahu arti perubahan dan punya niat baik untuk bangsa dan negara.


Dah itu aja.


Saran saya, engga usah gamang melihat keok nya industri dalam negeri akibat banjirnya produk impor khususnya dari China. Akui saja selama ini kita gagal melakukan transformasi ekonomi dari SDA ke Industrialisasi. Banjirnya produk impor karena kebodohan kita. Selagi akal masih berguna, selalu ada cara untuk bersaing dan survival di tengah situasi global yang tidak ramah.

Thursday, June 27, 2024

Masa depan ekonomi suram?

 



Warisan ekonomi Jokowi memang memberatkan pemerintahan PraGib. Walau pertumbuhan ekonomi rata rata 5%. Namun pertumbuhan hutang juga tinggi. Ada empat hal engga mungkin bisa diatasi dengan cepat katakanlah 5 tahun. Bisa saja bertahan udah bagus. Kecenderungan kemungkinan terjungkal juga ada. Saya tidak nakut nakuti. Tidak juga negatif thinking. Apalagi pesimis. Semua yang saya sampaikan berdasarkan data. Saya hanya mengingatkan saja. Kini situasi pasar wait and see. Masih khawatir di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal Prabowo. Apa saja empat hal itu ?


Pertama. Tahun ini tren penurunan penerimaan negara mulai terjadi. Penerimaan negara hingga Mei 2024 baru sebesar Rp 1.123,5 triliun, atau turun 7,1% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 1.209 triliun. Tren ini akan terus berlanjut dan akan semakin tajam. Karena turunnya volume permintaan akan komoditas utama Indonesia di pasar dunia.  Ya imbas dari adanya ketegangan geopolitik dan persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Selain itu, perusahaan-perusahaan multinasional sedang menyelaraskan kembali rantai pasokan di sepanjang jalur geopolitik, sehingga menimbulkan risiko terjadinya tirai besi ekonomi baru dan spiral harga lebih lanjut

Situasi dunia ini tidak akan berjangka pendek. Itu akan lama. Terbukti AS sudah diantisipasi dengan melakukan chip act dan inflation reduction act untuk melindungi industrinya. Serta, Eropa melakukan mekanisme penyesuaian pembatasan karbon atau CBAM.  Kemudian, India melakukan production linked incentive dan larangan ekspor kritikal mineral dari RRT dan Korea dengan Korean chips act.


Kedua. Kurs rupiah yang terus melemah, bahkan melewati ambang psikologi Rp. 16.000/USD. Kuartal pertama NPI sudah defisit. Maklum walau neraca perdagangan masih surplus namun jasa masih bergantung  ke luar negeri dan produksi dalam negeri masih bergantung supply chain impor. Bahkan ketergantungan pangan dan BBM dari impor semakin tinggi.  Kurs melemah akan menaikan harga jual.Dampaknya adalah penurunan pendapatan ril masyarakat. Pabrik dan UKM yang bergantung pasar domestik akan banyak yang mengurangi produksi dan PHK, bahkan terancam bankrut.   Pada gilirannya akan menurunkan penerimaan negara dari pajak.


Keadaan sektor real sekarang juga tidak baik baik saja. Pemerintah meminta perpanjangan kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan yang terdampak Covid-19 hingga 2025. Kalau ini disetujui oleh OJK, maka ini yang keempat kali penundaan berakhirnya restruktur kredit perbankan C19. Artinya kalau baik baik saja engga mungkin sampai 3 kali penundaan. Padahal bank itu jantung ekonomi. IMF sudah mengingatkan bahwa tidak boleh lagi ada perpanjangan. Mengapa ? khawatir Perbankan kita menyimpan zombie korporat atau semacam soang mati diatas danau. Keliatan ngapung tetapi udah engga bernyawa. IHSG akan drop. Lost trust! Apalagi  berdasarkan temuan BPK, ketahuan OJK merugikan negara Rp. 400 miliar.


Ketiga. Sampai tahun 2029 nanti utang yang jatuh tempo mencapai hampir Rp. 4000 triliun. Itu sama saja 50% dari stok utang tahun 2024. Sementara kondisi APBN kita defisit. Jadi disamping utang belanja juga terpaksa harus tambah utang untuk bayar utang. Dan ini akan berdampak kepada semakin melebar ratio utang terhadap PDB. Bisa saja seperti dikhawatirkan oleh Morgan Stanley akan menuju 50% dari PDB. Sehingga bursa kita downgrade jadi underweight. Kalau hitungan saya.  itu bisa tembus pagu utang yang diatur dalam UU, 60% dari PDB. Di situasi penerimaan negara drop, maka debt to tax revenue yang sekarang sudah mendekati 50%, akan mendekati 100% tahun tahun berikutnya. Rupiah bisa terjun bebas.


Keempat. Keadaan ekonomi yang diwariskan Jokowi adalah kegagalan negara mendistribusikan sumber daya kepada masyarakat luas. Hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Deindustrialisasi terjadi. Rente meluas. Karenanya sangat bergantung kepada subsidi langsung maupun tidak langsung untuk bantalan ekonomi. Kalau tidak ada subsidi BBM, ongkos logistik akan naik. Akan memicu harga harga eceran naik di pasar. Engga ada subsidi pupuk bisa lumpuh pertanian. Engga ada bansos beras dan BLT, bisa kelaparan rakyat. 


Tanpa subsidi, bisa jatuh pemerintahan. Jadi sifatnya udah ketergantungan. Tentu dengan situasi ekonomi dunia yang suram, debt to revenue tax RI yang tinggi, memang dilema bagi PraGib. Apakah berusaha memperbaiki keadaan ekonomi dengan mengurangi anggaran sosial namun resiko chaos sosial terjadi. Atau utamakan stabilitas politik dengan meningkatkan dana stimulus untuk bantalan namun resiko ekonomi chaos. Dua duanya mimpi buruk memang bagi masa depan Indonesia.


Empat itu aja. 


Saran saya kepada Prabowo, agar upaya restrukturisasi APBN dilakukan sejak awal masuk istana. Akan lebih baik bila di umumkan di masa transisi ini. Perkecil defisit APBN, Bila perlu pangkas APBN 40%. Sangat mungkin dapat dukungan politik. Karena rakyat masih tinggi kepercayaannya. Dan karenanya pasar pasti bereaksi positif dan rupiah akan menguat. Jangan tunggu sampai Debt to PDB tembus 60%. Jangan tunggu sampai Debt to revenue tax 100%, dan Cadev turun dibawah pagu aman. Karena telat sedikit aja, perubahan ekonomi akan cepat sekali menyapu yang ada. Kita akan mundur jauh sekali. NKRI bisa pecah berkeping keping..

Monday, June 24, 2024

ESG dan daya saing.

 



ESG ( Environment Social Governance ) itu standar dari PE Firm yang dimotori oleh Hedge fund player. 90% Investor kelas dunia memandang ESG sebagai hal yang mendukung investasi – dan mayoritas mengatakan bahwa analisis ESG dapat membantu mengungkap peluang investasi yang menarik. Ini masalah sustainable. Walau beberapa emiten mencatatkan diri dengan tingginya rating ESG. BUMN tambang juga begitu. Misal Pertamina peringkat satu dunia dalam sub-industri Integrated Oil and Gas. Namun menimbulkan pertanyaan, mengapa aliran modal (FDI) dari investor global kepada emiten dan BUMN rendah. Kebanyakan sumber dana berasal dari pasar uang dalam negeri  dan perbankan domestik. 


Misal. PT Hengjaya Mineralindo di Morowali, Sulawesi Tengah yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Hedge fund Hedonova yang berbasis di Paris. Januari lalu Hedonova terpaksa melepas sahamnya di tambang nikel Mineralindo itu. Mereka memilih hengkang. Bukan tidak menguntungkan. Tetapi dapat tekanan dari investor hedge fund. Saham mereka dibeli oleh Indo-Pacific Net-Zero Battery Materials Consortium (INBC), yang dikenal tidak peduli dengan ESG. HIt and run aja. Tidak sustain.


PT Adaro Minerals Tbk (ADMR) yang memiliki mega proyek fasilitas pemurnian atau smelter aluminium yang berlokasi di Kalimantan Utara. Fuel nya menggunakan batubara. Namun akhirnya   bulan Mey 2024, Hyundai sebagai investor dan juga off taker buyer  aluminum mengundurkan diri. “ Skema investasi tidak patuh kepada ESG. Ya sumber daya keuangan tertutup. Hyundai memilih mundur lah dari kemitraan dengan Adaro.” kata teman.  ADMR masih berusaha mencari investor alternatif dan itu sulit kecuali dapatkan fasilitas kredit dari bank dalam negeri yang memang standar ESG rendah. Namun dengan ketatnya likuiditas dan adanya aturan baru BI yang membatasi penjaminan hutang LN oleh perbankan. Itu semakin sulit.


Awalnya pembiayaan proyek Refinery Development Master Plan Balikpapan senilai USD 7,2 miliar diharapkan  dari Mubadala Petroleum, melalui Indonesia Investment Authority. " Dana terhambat karena faktor ESG. Engga ada investor mau beli bond mereka. " Kata teman. Daripada mangkrak, akhirnya Jokowi keluarkan Kepres dengan skema Proyek strategis nasional, masalah pendanaan bisa diatasi. Pembiayaan proyek berasal dari Pertamina sendiri dan didukung oleh perbankan dalam negeri yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank Syariah Indonesia.


Saat sekarang penilaian investor institusi ( hedge fund institution) tidak melihat indikator formal. Walau rating daya saing Indonesia meningkat, mengalahkan Jepang dan Inggris, engga ada urusan. Kalau menurut mereka ESG rendah ya unqualified to investing. Mereka focus dengan cara mereka sendiri menilai kepatuhan ESG. Tidak akan diumumkan. Namun bisa dilihat dari sikap mereka dengan menolak berinvestasi di Indonesia. 


Itu juga alasan mengapa Apple, Google, dan Microsoft ogah invest di Indonesia.Karena dana mereka berasal dari Hedge fund player. Walau alasan Softbank mengundurkan diri dari proyek IKN karena  pertimbangan bisnis semata. Namun sebenarnya mereka kesulitan dapatkan investor lewat Product hedge Fund, vision fund. “ Kalau alasan bisnis, Masayoshi Son jago berkelit. Ya dia pemain.Tetapi kalau soal ESG, nyerah dia. Maklum investor Softbank terikat dengan ESG “ Kata teman.


Sebenarnya memenuhi standar ESG itu mudah aja. Yaitu turunkan Index korupsi. Dengan index korupsi turun itu menandakan pemerintah serius mengawal setiap investasi yang peduli kepada lingkungan, kehidupan sosial yang ramah dan tata kelola yang bermoral dan bermartabat. Gitu aja. Pemerintah yang bersih akan melahirkan dunia usaha yang juga bersih dan persaingan jadi sehat. 


Sunday, June 23, 2024

Family office?

 




Family office atau private wealth management advisory firms adalah perusahaan pengelolaan kekayaan privat dari para orang super kaya. Orang super kaya ini perlu kenyamanan dan family office menyediakan rasa aman dari gejolak politik, dan harta bisa di mobile untuk tujuan business value agar harta bisa terus berlipat ganda dari satu generasi ke generasi berikutnya. Family office menyediakan berbagai layanan terperinci mulai dari pembukuan, membayar para proxy, tempat penitipan aset dan perencanaan transfer kekayaan untuk bisnis atau filantropi.


Peningkatan kekayaan di seluruh dunia selama dua dekade terakhir telah menyebabkan pertumbuhan jumlah family office. Jasa mereka semakin meningkat selama bertahun-tahun karena kemampuan mereka untuk memusatkan dan menyederhanakan pengelolaan kekayaan keluarga yang kompleks sambil memastikan privasi, kontinuitas, dan personalisasi. Penyebaran keluarga secara geografis dan kebutuhan untuk menjaga kekayaan dalam keluarga juga berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah family office.


Saat sekarang family office yang punya reputasi global ada di  Beijing, Dubai, Geneva, Hong Kong, London,  Miami, New York, Singapore ,Sydney, Tokyo. Kalau sebut kota  itu, anda bisa tahu lah. Itu negara sebagai pusat kemajuan peradaban dan tempat tinggal orang super kaya di dunia dan markas bagi pusat rumah mode kelas dunia. Tempat parkir kendaraan super mewah dari Yacht, private jet, sedan luxury dan pusat riset.


Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Jokowi telah menyetujui pembentukan family office di Indonesia. Luhut mengatakan family office perlu dibentuk mengingat tingginya permintaan. Menurutnya, keluarga kaya di luar negeri tertarik menyimpan uangnya di Tanah Air, rencananya Bali akan jadi tempat family office.


Saya mengerutkan kening ketika membaca berita ini.  Mengapa ? karena sepertinya semua idea itu mudah diomongkan. Alias asal bunyi atau asbun. Seperti dulu waktu mau bangun IKN. “ Ah tidak perlu dana APBN. Investor asing siap tanamkan uangnya di IKN. Soft Bank siap uannya. US-IDFC sudah datang ketemu Presiden. Mereka juga siap uangnya. Kita akan jadikan IKN sebagai pusat pemerintah dan business berkelas dunia. “ Nyatanya investor asing hanya omong doang. Apakah memang asingnya PHP atau pejabat negara kita yang boongin presiden. Entahlah.  


Untuk menjadi negara yang punya family office.  ada 4 syarat


Pertama. Negara atau wilayah itu harus masuk 10 rating terbaik dalam hal ramah bisnis. Dan Indikator lainnya adalah tingkat korupsi yang rendah. Lah indonesia ranking 73 dari 190 negara dalam hal kemudahan bisnis. Pada tahun 2023, Skor IPK Indonesia adalah 34 poin. Indonesia berada di urutan keenam dari 10 negara ASEAN. Bagi orang super kaya, jangankan mau buka family office, ngelirik ke Indonesia aja udah nek.


Kedua. Sistem perpajakan negara itu sederhana dan tarif nya rendah. Maklum negara yang sudah ada family office itu tax ratio sudah diatas 10%. Kesadaran pajak tinggi dan itu karena didukung transparansi yang juga tinggi. Lah kita , tax ratio di bawah 10%. Kesadaran pajak rendah dan tarif masih tinggi. Kalau dibuat sederhana. Bisa bisa tax ratio makin terpuruk. Dan lagi engga ada orang kaya yang mau buka family office di negara yang pengelolaan pajak nya rumit.


Ketiga. Negara itu menjadi hub business berkelas dunia. Misal Hong Kong, singapore, Dubai, New York itu hub logistik dunia. Industri jasa logistik sudah sangat maju dan terintegrasi, yang ditandai dengan pelayanan yang cepat. Lah kita aja barang bisa numpuk bulanan di pelabuhan. Belum lagi uang siluman. Mana mungkin orang kaya mau buka family office.


Keempat. Sistem keuangannya sudah sangat likuid. Sedikitnya 50 bank kelas dunia punya kantor cabang penuh dan sedikitnya 100 manajer aset global teratas punya cabang penuh di negara tersebut. Bursa saham dan komoditi berkelas dunia. Lah kita, UU dan aturan membatasi beroperasinya bank asing di Indonesia dan keuangan inklusif belum luas. Likuiditas bursa dan moneter rendah sekali. Itu karena sistem keuangan yang masih bersifat rente dan IDR yang terus terdepresiasi dari tahun ketahun.


Kelihatannya family office ini juga akan jadi cerita halu seperti IKN. Visi rendah dan lack knowledge serta literasi global juga kurang. Makanya siapapun yang ngomong didengar dan langsung disetujui. Aneh memang dan tidak ada kewibawaan.

Wednesday, June 19, 2024

Data yang absurd

 




Pertama. Pemerintah selalu mengukur kinerja ekonomi berdasarkan angka PDB. Saya yakin ketika pemerintah membanggakan angka PDB pada waktu bersamaan orang awam bingung. Bertambah bingung ketika katanya PDB meningkat sementara mereka rakyat jelantah merasakan pendapatannya semakin tidak cukup akibat harga harga naik.  Bertambah bingung lagi bagi mereka yang kena korban PHK karena pabrik tempatnya kerja bangkrut. 


AS itu sangat objektif mengukur kinerja ekonomi. Mereka tidak lihat angkat PDB. Tetapi angka nonfarm payrolls, yaitu data tenaga kerja. Artinya semakin besar kebutuhan pekerja, maka pengangguran berkurang. Itu artinya mesin ekonomi bergerak. Ekspansi bisnis terjadi. Daya beli tumbuh. Misal laporan juni ini  angka nonfarm payrolls meningkat. Artinya disaat suku bunga tinggi, ekonomi AS rebound. Ngapain AS akan turunkan suku bunga. Walau pertumbuhan ekonomi AS hanya 1,6% kuartal 1 tahun ini, EGP aja.


Bandingkan dengan Indonesia dimana PDB kuartal 1 tahun 2024 diatas angka 5%. Indikator angkatan kerja di Indonesia tidak valid. Datanya telat 3 bulan, itupun tidak database. Masih survey manual. Beda dengan AS yang update day by day dilaporkan setiap bulan. Maklum data base kependudukan nya sudah online terintegrasi. Jadi pasti valid. 



Nah di Indonesia kita hanya bisa tahu data objektif dari kurs rupiah yang terus depresiasi. Artinya fundamental ekonomi kita tidak cukup kuat menghadapi goncangan faktor eksternal. Pertumbuhan kredit turun. Artinya ekspansi dunia usaha menurun. Tentu daya serap tenaga kerja berkurang, bahkan ada yang terpaksa PHK. Pembelian kendaraan turun. Itu artinya kelas menengah sudah mulai bokek. Engga bisa lagi bergaya. Harga pangan naik. Itu artinya memenggal income mereka yang bergaji dibawah Rp. 5 juta/bulan. Mulai pusing emak emak mikirin uang belanja. Porsi pengeluaran akan otomatis turun. Pasar domestik drop. Padahal kontribusi belanja domestik diatas 50% pada PDB.


Kedua. Pemerintah selalu ngeles kalau dikatakan utang kita sangat besar. “ Ah rasio utang terhadap PDB kita terendah dibandingkan negara lain. Kita kan masih dibawah 40%. Jauh dibawah pagu utang terhadap PDB yang ditentukan UU. Aman terkendali. “ begitu kira kira kata mereka. Udah seperti buzzer ngomongnya. 




Utang itu keniscayaan kalau anda ingin berkembang. Apapun itu termasuk masalah personal. Karena lewat utang itu anda bisa mengeskalasi pertumbuhan diatas kebutuhan sehingga anda bisa surplus untuk lebih besar lagi tumbuhnya. Tetapi itu dengan syarat bila kewajiban yang timbul ( bunga) dari adanya utang itu tidak lebih 10% dari pendapatan anda. Kalau lebih dari , itu sudah pasti utang bukannya alat berkembang malah mempercepat anda tumbang.


Mari kita lihat data negara yang utang terhadap PDB tinggi namun smart mengelola utang.  Singapore, walau utang terhadap PBD sebesar 167,9% namun singapore bayar bunga setiap tahunnya hanya 0,3% dari penerimaan pajaknya. Jadi engga ada arti. Mengapa ? Singapore melarang negara berhutang untuk belanja rutin. APBN Singapore selalu surplus. Jadi Singapore tidak berhutang karena bokek atau defisit.  Lantas untuk apa ? untuk meningkatkan daya tahan ekonomi dan sekaligus hedging terhadap risiko faktor eksternal. Maklum mereka negara jasa yang ekonominya bergantung kepada luar.


Jepang walau utang terhadap PDB 261% tetapi pembayaran bunga 0 koma terhadap PDB. Bank central rate hanya 0,1%/tahun. Artinya walau utang besar,  bayar bunga tidak significant. Sama dengan China. Walau utang terhadap PDB diatas 300% namun pembayaran bunga tidak significant. Karena didominasi oleh local government financing vehicle (LGFV) yang skemanya walau utang negara namun tidak dijamin negara. Sistem bagi hasil.


Nah Indonesia walau rasio utang terhadap PDB masih dikisaran 39%. Namun untuk pembayaran bunga dan cicilan utang terhadap penerimaan pajak itu mencapai 47,4% ( rata rata tahun 2015-2022). Artinya dari Rp 100 pendapatan pajak, Rp. 40 bayar bunga dan cicilan.  ini sudah masuk dengan jebakan utang yang bukannya berkembang tapi hanya masalah waktu akan tumbang. Mengapa ? karena udah tidak rasional. Hampir 50% pendapatan habis untuk bayar bunga dan cicilan. Pasti akan gali lubang tutup lubang. 


Mengelola negara dan personal sama saja. Bayangkan anda punya gaji bulanan, 50% habis bayar bunga dan cicilan utang. Saya yakin anda bisa stress. Engga ada lagi kenyamanan di rumah tangga. Bangun pagi udah berat banget. Lihat muka bini udah engga ada gairahnya. Mengelola perusahaan juga sama. Kalau hampir setengah dari pendapatan untuk bayar bunga dan cicilan utang. Ya, tinggal tunggu kapan masuk PKPU ( Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ). Kan engga mungkin gali lobang tutup lobang terus. Jadi ukurannya bukan dari rasio utang tetapi likuiditas. Dan likuiditas itu bagus kalau untuk bayar bunga dan cicilan di bawah 10% dari pendapatan.