Tuesday, August 14, 2012

Memuliakan ibu, bisnis lancar



“Andaikan tangannya masih kokoh, langkahnya masih kuat itu akan selalu digunakannya untuk membimbing anak-anaknya melangkah tegar dalam ketertatihan. Senandungnya akan terus terdengar mengantar anaknya tidur bahwa besok akan selalu baik-baik saja, dan bunda akan selalu ada di sampingmu, Nak…”
**

Tahun 2008. Malam telah larut dan sebentar lagi pagi akan datang. Aku masih larut melihat perkembangan bursa di New York. Dari tadi siang aku malas membuka email karena melihat perkembangan pasar yang semakin memburuk. Keliatannya hari-hari ke depan tak ada lagi yang bisa diharapkan kecuali bertahan dalam situasi buruk. Teman mengatakan dalam gurauan kepadaku bahwa ini saatnya kita surfing di atas gelombang ganas. Lihatlah tak banyak yang bisa selamat tapi ini tantangan untuk menguji siapa yang qualified melewati putaran waktu. 

SMS datang.
Sudah baca email dari Kedutaan? Anda diundang untuk datang menghadap Raja mereka.” 
Saya terkejut. Bersegera saya membuka email. Benarlah , email ini datang dari tadi siang. Terbayang upaya hampir setengah tahun untuk mendapatkan klien potensial, kini peluang terbuka dengan adanya undangan untuk presentasi. Walau kemungkinan berhasil masih sangat jauh, namun setidaknya ini titik awal untuk sebuah harapan. Akupun bersegera membuka file presentasi untuk mempertajam materi dan menambah sedikit bahan sesuai hasil riset mutakhir.

Pagi-pagi aku bersama team sudah berada di bandara untuk terbang memenuhi undangan. Dijadwalkan, setiba di bandara aku akan dijemput oleh asisten kerajaan. Kemudian akan diantar ke tempat istirahat kerajaan sambil menunggu jadwal pertemuan khusus dengan Raja. Setelah pertemuan dengan Raja, maka keesokan harinya dijadwalkan untuk menghadiri presentasi dengan pejabat terkait. 

Penerbangan first class itu sangat nyaman. Di dalam pesawat aku berusaha membaca indikator mutakhir ekonomi dan sosial negara yang akan aku kunjungi itu. Ketika mendarat, cuaca cukup cerah. Pejabat yang menjemput kami tampak tersenyum ramah membawa kami ke limosine untuk menuju hotel. Sesampai di Holel Kerajaan, pejabat itu memberikan kesempatan kami untuk istirahat dan dia langsung kembali ke kantornya. Pejabat itu berpesan bahwa besok jadwal pertemuanku dengan Raja. Hanya aku saja tanpa didampingi tim. Jam 7 malam jemputan akan sampai di hotel untuk acara makan malam jam 8 bersama Raja. Aku mengangguk.

Aku bekerja bersama tim sampai mendekati subuh untuk memantapkan segala persiapan. Setelah sholat subuh aku memilih untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan anggota tim lainnya. 
Sebelum berangkat tidur, telepon selularku berdering.
“ Pah,” suara isteriku di seberang.
“ Ya.” Aku menangkap ada sesuatu di rumah. Karena tidak seperti biasanya isteriku menelepon sepagi ini.
“Papa, tenang aja.”
“Ya tenang, ada apa?”
“Bunda kena serangan jantung ringan.”
“Sekarang Bunda ada dimana?”
“Di rumah sakit. Mama dampingi bunda terus. Kata dokter keadaannya sudah membaik. Papa tenang aja. Adik adik semua ada di sini kumpul. Bunda di bawah perawatan dokter terbaik. Kita berdoa aja semoga keadaan bunda semakin membaik.”

Terkesan bagiku, isteri berusaha menenangkan aku bahwa keadaan bunda baik baik saja tapi diapun tidak bisa menyembunyikan kekawatiran akan keadaan bunda. Seusai menerima telepone itu, batinku mendesakku untuk segera pulang. Tapi, bagaimana dengan rencana kunjungan ini? Bagaimana perasaan timku bila pertemuan ini gagal karena aku harus segera pulang. Apalagi perjuangan mendapatkan klien ini sudah berlangsung lebih dari setengah tahun.

Namun, hatiku tidak bisa tenang dengan segala pemikiran tentang masa depan usahaku. Aku hanya memikirkan tentang hari ini di mana bunda sedang sakit dan aku harus ada di sampingnya.
“Apakah itu tidak bisa ditunda lusa saja atau besok saja setelah kamu bertemu dengan raja,” kata salah satu anggota timku. Dia dapat memaklumi sikapku namun dia juga meminta kebijakanku soal kelangsungan bisnis kami.
“Ibu saya sakit dan ini tidak sederhana. Aku tidak bisa memaafkan diriku bila aku sampai menunda pulang,” kataku dengan wajah bingung. Aku terduduk sambil mengusap kepala. Bayanganku terus kepada bunda.
“Tapi bagaimana dengan rencana kita?”
“Maafkan aku…,” kataku menatapnya dengan wajah sesal, berharap timku dapat memaklumi. Semua anggota tim terdiam. Akhirnya salah satu dari mereka berkata “Kamu benar! Kalau begitu kita putuskan pulang hari ini,” kata mereka dengan tersenyum seakan berusaha menutupi keadaan posisiku agar tidak merasa bersalah karena keputusanku untuk pulang.

Jam delapan pagi aku menelepon pejabat penghubung kami dengan kerajaan dan menyampaikan alasan kami untuk pulang.
“Yang harus Anda ketahui bahwa tidak pernah satu kalipun Raja kami dibatalkan pertemuannya oleh orang lain. Ini penghinaan. Sikap protokoler istana akan sangat keras.”
“Mengapa?”
“Kamu sudah setuju untuk datang dan kini mendadak kamu batalkan sepihak karena alasan yang tidak masuk akal.”
“Ini soal ibu saya.”
Pejabat itu hanya terdiam dengan wajah terkesan marah.
“Maafkan kami. Semua akomodasi dan tiket yang sudah kerajaan keluarkan akan kami ganti. Ini kesalahan kami dan kami akan membayar kesalahan itu,” kataku.
“Reputasi Anda juga akan hancur,” kata pejabat itu dengan nada mengancam.
“Kami sadar akan itu. Sekali lagi maafkan kami.”
Tampak pejabat itu berbicara melalui telepon dengan nada penuh hormat.
“Tadi berusan saja pangeran berbicara dengan saya dan ia sangat marah karena pembatalan pertemuan ini,” kata pejabat itu lagi.
“Apakah saya bisa bicara dengan beliau?”
“Tidak perlu,” katanya tegas dan kesal.

Aku bersama tim berangkat menuju bandara. Rencananya, aku langsung pulang ke Jakarta. Sementara timku kembali ke Hongkong. Sesampai di bandara, tampak sekuriti sangat ketat. Supir taksi yang kami tumpangi mengatakan bahwa Raja datang ke Bandara. Kami terpaksa turun agak jauh dari gate keberangkatan. Ketika aku bersama tim melangkah menuju bandara keberangkatan, salah satu pejabat yang mengenal kami bersegera berlari ke arah kami. Dengan ramah pejabat itu berkata, “Raja ingin bertemu dengan Anda.” Aku mengangguk dengan melangkah agak ragu mengikuti pejabat itu keruang VVIP. 
Ketika melewati koridor bandara seorang petugas mengambil pasporku dengan ramah. Aku terus melangkah dalam perasaan penuh tanya. Ada apa gerangan ini? Ketika pintu ruangan VVIP terbuka, tampak sang Raja di dampingi putra mahkota tersenyum ramah ke arahku. Tanpa sungkan dia memelukku sambil mencium pipiku.

“Saya mendengar kabar bahwa ibunda Anda sakit dan Anda harus segera pulang. Benarkah itu?”
“Maafkan saya, Yang Mulia. Bukan bermaksud tidak menghormati undangan Yang Mulia, tapi keadaan ibu saya memang memerlukan kehadiran saya di sampingnya.”
“Pulanglah. Urusan dunia ini tidak penting. Memuliakan ibu adalah memuliakan Allah. Tak ada ibadah terbaik di dunia ini selain berbakti kepada ibu. Sampaikan salam saya kepada ibu Anda. Doa saya akan menyertainya.” Kata kata itu meluncur begitu sejuknya. Aku sampai terharu. Di hadapanku ada seorang raja yang kaya raya dan di hormati, namun tetap lebih menghormati seorang ibu.”
“Terimakasih, Yang Mulia”
“Saya yang harus berterimakasih kepadamu. Karena lewat peristiwa ini, saya bisa memberikan pelajaran berharga kepada putra saya. Bahwa tak penting berapa peluang bisnis yang akan diraih namun bila saatnya datang untuk memuliakan orang tua maka itulah yang lebih diutamakan,” kata Raja sambil menatap ke arah putra mahkotanya.

Usai pertemuan itu, aku bersama pejabat penghubung kerajaan keluar ruangan VVIP menuju bandara keberangkatan. Pejabat itu berkata, “Yang Mulia Raja meminta Anda pulang dengan jet pribadinya. Sementara tim anda tetap di sini untuk melanjutkan pertemuan dengan pejabat terkait. Raja juga telah memutuskan untuk memilih perusahaan Anda sebagai mitra kami. Selamat.”

Anggota tim saya tampak berlinang air mata ketika mendengar kata-kata itu. “Bila kita muliankan ibu maka Allah akan memuliakan kita. Tentu yang sulit menjadi mudah, yang sempit menjadi lapang. Anda benar dan kami percaya sikap Anda,” kata salah satu anggota tim saya sambil memeluk saya.

Ketika sampai di bandara, aku langsung ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit, isteriku sudah menunggu dan membawaku ke ruangan bunda dirawat. Kucium kening bunda dan nampak matanya terbuka, Bunda tersenyum, “Kaukah itu nak?”
“ Ya, Bunda.”

“Siapa yang bilang bunda sakit. Bunda engga apa apa.” Bunda menoleh ke arah isteriku.  “Jangan kau ganggu anakku bekerja. Soal begini tak perlulah dikabarkan. Kau pikir mudah untuk kembali dari luar negeri ke sini. Lagian di sana dia tidak main-main. Inyo bakureh. ( dia cari duit) ” Bunda mengomeli isteriku. Itulah bunda, dalam keadaan apapun beliau tetap tidak ingin membuat anaknya repot. Andaikan tangannya masih kokoh, langkahnya masih kuat itu akan selalu digunakannya untuk membimbing anak anaknya melangkah tegar dalam ketertatihan. Senandungnya akan terus terdengar mengantar anaknya tidur bahwa besok akan selalu baik baik saja, dan “Bunda akan selalu ada di sampingmu, Nak….”

Friday, August 3, 2012

Jalan terjal meraih sukses



Ada teman yang empat tahun lalu saya temui dia hanyalah seorang Sales di Guangzhou. Tapi sekarang dia sudah jadi boss pabrik besar di China. Bagaimana secepat itu teman ini dapat sukses.? Dia cerita bahwa awalnya dia mengetahui ada informasi dari Internet tentang new produk. Produk ini dibuat dari bahan alami atau istilahnya friendly environments. Kegunaanya adalah untuk membersihkan toilet atau mencuci piring kotor atau membersihkan kramik kamar mandi. Hebatnya lagi, limbah dari produk ini, kalau mengalir kesaluran pembuangan maka dapat membersihkan juga saluran tersebut dan sekaligus menghilangkan aroma busuk.

Dia melihat ini suatu peluang yang luar biasa kalau dapat dipasarkan di China. Kemudian , dia mengirim email ke perusahaan yang memproduksi tersebut yang berada di AS. Hampir sebulan , tidak ada response. Padahal dalam sebulan itu dia berkirim email lebih dari 100 kali. Apa pasal ? Karena dalam email itu dia menawarkan diri sebagai sole agent di china. Bayangkan? Teman ini hanyalah salesman ,yang tidak punya kantor sendiri , apalagi karyawan.Tapi dia jujur menyampaikan background dia kepada produsen barang itu.

Akhirnya ada juga response. Perusahaan itu bersedia menujuk dia sebagai agent asalkan dia dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan. Syarat tersebut , tentu syarat yang normative. Artinya dia harus punya gudang, harus punya kantor, harus punya cabang, harus punya bukti kemampuan menjual sesuai target selama setahun. Secara logika, tidak mungkin teman ini mampu memenuhi syarat tersebut. Tapi yang logika bagi orang awam, tidak bagi dia. Dia beerjuang untuk dapat memenuhi syarat yang ditetapkan oleh produsen. Sebelum dia melangkah lebih jauh dia minta ada penjanjian sederhana (seperti MOU ) yang memberikan hak dia untuk memproses sesuai sarat yang ditentukan dan juga kewajiban produsen memenuhi janjinya apabila dia dapat memenuhi persyaratan.

Setelah MOU di tandatangani. Dia mulai bergrilya mendatangi target pasar. Dia memilih meyakinkan pasar sebelum dia melengkapi persyaratan lainnya. Beberapa rumah sakit besar, Hotel dan apartement resort , dia datangi. Setiap hari sedikitnya ada sepuluh calon target pasar yang dikunjunginya. Menurutnya, dia mendatangi target market itu terpaksa menggunakan angkutan umum dan kadang berjalan kaki. Karena kendaraan pribadinya telah dijual untuk keperluan biaya sehari hari. Dsamping itu dia juga menggunakan business directory untuk mendapatkan alamat target pasarnya, dan mengirim brosur via email lebih dari enam ribu sasaran. Hasilnya dalam tiga bulan , dia bisa mendapatkan response lebih dari 500 target marketnya. Total permintaan tak disangka , lebih dari valume penjualan produsen AS selama setahun di lima negara.

Hasil penjajakan pasar ini , dia laporkan kepada produsen di AS tapi tidak ditanggapi serius karena dia belum melampirkan kesiapan yang lainnya seperti kantor, izin perusahaan dan lain lain. Dia sadar jalan sebagai agent terlalu sempit baginya. Ada ruang yang lebih besar yaitu sebagai industriawan. Tetap inipun jalan terjal yang tak mudah. Maka dengan keyakinan pasar yang begitu besar, jalan sebagai industriawan dipilihnya. Walau dihadapan produsen AS dia tidak dianggap sebelah mata, terbukti tidak ada response apapun atas emailnya namun dia tidak mengecilkan diri dengan ragu untuk mengajukan proposal sebagai industriawan. Selanjutnya,  dia mengajukan proposal kerjasama untuk membuat produk tersebut di china. Lebih dari empat bulan, proposal itu tidak pernah digubris oleh produsen. Walau setiap hari dia selalu mengirim email tentang hal yang sama. Kadang sehari dia kirim 5 email. Menurutnya, tidak sedikitpun dia ragu akan diterima proposalnya. Dia yakin seyakinnya. Selagi belum ada jawaban maka peluang masih ada. Kalaupun ada jawaban penolakan maka dia masih punya cara untuk meyakinkan.

Akhirnya , benarlah keyakinannya bersua dengan kenyataan. Pihak produsen , menyanggupi untuk bekerja sama tapi tidak ingin mengeluarkan uang sepeserpun untuk investasi. Dia juga diwajibkan untuk membayar technology fee berdasarkan volume penjualan , juga ditambah golden share sebesar 15%. Dia juga harus membayar transfer right untuk patent sebesar USD 1 juta dollar didepan. Lagi lagi, ini hampir tidak mungkin dapat dipenuhinya. Apalagi dengan keadaanya yang hampir bankrupt. Maklum lebih dari setahun dia hidup dari tabungan karena tidak lagi bekerja sebagai sales. Seluruh energy dan waktunya dicurahkan untuk ini. Dalam keadaan serba kurang , dia tetap yakin akan berhasil. Apalagi istrinya selalu mendukungnya dan tak sedikitpun meragukan obsesinya.

Waktu dilaluinya dengan berat dan jalan terseok seok. Semakin sulit semakin membara semangatnya. Menurutnya, andaikan semua mudah, tentu sukses akan menjadi milik semua orang. Hanya pejuang yang berhak memenangkan pertempuran  Demikian philosopy hidup yang diyakininya. Itulah sebabnya tidak ada istilah menyerah baginya. Ditengah sulit akan selalu ada cara untuk keluar dari kesulitan asalkan selalu bergerak dan bergerak , tidak menyerah dengan keadaan. Dia juga tidak mengemis dengan produsen untuk mengasihaninya agar melunakan kondisi. Baginya, kemitraan adalah keseimbangan. BIla dia ingin dihargai maka dia harus memastikan dirinya qualified untuk dijadikan mitra dan itu hanya satu jalan yaitu dia harus memenuhi syarat dari produsesn.

Jalan yang ditempuh adalah mencari orang lain yang bisa dijadikan sinergi untuk meraih impiannya. Pertama tama yang dia datangi adalah Perusahaan Distributor besar, yang mengageni banyak produk import. Ada banyak distributor yang didatanginya. Akhirnya beberapa menyanggupi untuk mendukung rencananya membuat pabrik dan bersedia menjadi distributor. Masalah marketing teratasi. Masalah kedua , darimana modal untuk merealisasikan ini. Inilah yang paling utama. Tanpa modal , semua impian akan menjadi tetap impian. Dia tidak frustrasi. Tanpa izin perusahaan, tanpa kantor , tak mengurangi rasa pecaya dirinya untuk bertemu engan bank. Ya, hanya bank yang dia tahu sebagai sumber pembiayaan. Lain tempat tidak dia paham. Apalagi mengharapkan bantuan dari keluarga Itu tidak mungkin. Dia terlahir dari keluarga miskin, juga istrinya.

Dengan bermodalkan proposal bisnis dan MOU dengan produsen di AS, dia berusaha meyakinkan bank untuk mendukungnya. Bukan hanya satu bank yang didatanganinya ,tapi beberapa bank. Jawaban bank semuanya sama bahwa dia harus punya track record sebagai businessman atau collateral, juga perizinan yang lengkap. Tanpa itu bank tidak bisa kasih dia modal. Track record ,dia tidak ada. Collateral, apalagi, izin jangan tanya. katanya. Teman ini tetap tidak kecewa dengan penolakan itu. Karena dari penolakan itu dia mengetahui apa yang harus dilakukannya agar qualified mendapatkan pinjaman dari bank. Ya menurutnya, dia harus mencari mitra yang punya tract record sebagai debitur bank yang sehat. Tentu mereka orang yang sukses dan perusahaan yang hebat. Bila dia bermitra dengan orang itu maka perusahaannya akan memenuhi syarat untuk dibiayai oleh bank. Untuk biaya melengkapi izin usaha, dia menggadaikan apartementnya. 

Selanjutnya dia mendatangi beberapa nasabah bank yang sudah punya track record. Proposal ini disampaikan kepada mereka. Dia tidak meminta modal dari mereka. Dia hanya minta nama mereka tercantum sebagai pemegang saham perusahaanya. Karena nasabah bank yang sudah punya track record adalah perusahaan besar , tentu tidak mudah mendatangi mereka apalagi meyakinkan petinggi perusahaan itu. Bahkan menurut ceritanya, untuk mendapatkan kesempatan bertemu dengan pimpinan perusahaan itu, dia pernah duduk seharian di sebuah restoran hanya karena menunggu pimpinan perusahaan itu datang kerestoran yang biasa dikunjungi. Tak sedikit yang lansung menolak rencana bisnisnya. Namun dia tak pernah lelah dan berputus asa. Dia terus berusaha .

Akhirnya ada satu perusahaan yang tertarik untuk mendukungnya.Benarlah. Mereka tidak keluar uang hanya bersedia menempatkan namanya sebagai pemegang saham mayoritas. Mereka minta saham 60% namun dia punya opsi untuk membeli kembali saham itu dalam jangka waktu tertentu dengan harga 50% diatas harga nominal. Dia terima deal itu tanpa sedikitpun merasa dirugikan. ini wajar, menurutnya. Karena siapa yang akan percaya kepada pemula. Namun dia yakin , walau dia minoritas dia  akan menjadi pemenang karena dia sangat memahami bisnis ini dan tahu bahwa mitranya hanya mengejar rente saham. Setelah kemitraan terjadi maka proses pengajuan pinjaman ke bank dilaksanakan. Bankpun setuju memberikan kredit dengan kondisi semua saham dijadikan jaminan, termasuk personal guarantee dari pemegang saham mayoritas yang dikenal bank sebagai nasabah yang punya track record bagus.

Maka, jadilah teman ini sebagai direktur perusahaan dengan investasi raksasa. Tiga tahu setelah perusahaannya beroperasi , produksinya sudah membanjir pasar dalam negeri China maupun kemanca negara. Hebatnya lagi , principalnya yang di AS memilih menutup pabriknya di AS dan memindahkan businessnya ke china. Melalui venture capital  dia mengajukan skema pembiayaan untuk menbeli kembali saham yang 60% tersebut dan kemudian menjualnya kembali kepada mitranya dari AS seharga 4 kali lipat.  Kini dia bermitra langsung dengan principal yang menguasai riset dan technology.

Sukses sudah ditangannya. Apakah penampilannya berubah , seperti orang kaya baru ? tidak !.Justru dia semakin keras bekerja. Sehari dia berkeja hampir 18 jam. Hidup sederhana. Tidak membeli rumah mewah, Dia bahagia dengan tetap tinggal ditempat yanag lama. Kenapa ? dia masih punya obsesi ? “ saya ingin membuat imperium business , bukan hanya untuk saya dan keluarga tetapi juga untuk masyarakat china. Kami harus menguasai technology ini untuk kami kembangkan sendiri”. Tahun depan perusahaanya akan masuk ke Shenzhen Stock exchange dan Shanghai Stock Echange.

Apa yang dilakukan oleh teman saya diatas adalah suatu semangat entrepreneurship.  Jeli membaca peluang, creative mencari solusi, tidak kenal lelah dan selalu bekerja keras , tidak takut menghadapi resiko ketidak pastian, selalu berpikir positif, tidak rendah diri, bersikap terbuka dan mau berkerjasama demi mencapai tujuan. Lebih daripada itu adalah niat baik untuk kepentingan semua pihak. 

*** 
Ya, Keberhasilan tidak pernah datang dengan mudah. Semuanya harus diperjuangkan ditengah keterbatasan yang ada. Hidup adalah proses , yang semua orang harus melewatinya. Tanpa kecuali. Yang membuat orang lain kagum bukanlah hasil yang dicapai seseorang melainkan proses dibalik keberhasilan tersebut. Jangan pernah tergoda dengan istilah miracle atau short cut atau kekuatan doa miskin effort. Bila kita percaya kepada Allah maka kita juga harus percaya kepada hukum Allah, yaitu sunattulalh, bahwa semua harus dilalui dengan kerja keras, istiqamah dan sabar. Ini juga yang disunahkan oleh Rasul kepada kita semua yang beriman..