Sunday, July 24, 2011

Memilih karena Tuhan.



” Bang....!!! ” terdengar suara teriakan di balakang Muktar. Dia menoleh ke belakang. Nampak seorang wanita berjilbab melambaikan tangan kearahnya. Dia hentikan sepedanya. Wanita itu berlari mendekatinya” Aku ikut denganmu, Bolehkan, Tar ? ” Wanita itu berusaha menyembunyikan wajahnya di balik hijabnya. Muktar mengangguk sambil tersenyum. Dengan hati hati wanita itu naik keatas sepeda tanpa berusaha menyentuh tubuh Muktar. Sepeda melaju. Udara pagi itu sangat cerah. Apalagi ketika mereka melintasi lereng bukit yang di kiri kanannya kebun membentang dalam kehijauan. Benar benar nikmat Allah menciptakan seisi alam.

” Sof ” Muktar menyebut nama wanita yang dipanggilnya sof. Nama lengkapnya adalah Sofiah. ” Tak baik kamu ikut bonceng sepeda dengan aku. Apa kata orang nanti.? Tentu ayahmu akan marah. Belum lagi teman teman sekolah akan mentertawakan kamu” Kata Muktar sambil mengayuh sepedanya.

” Ayahku sedang ke jakarta. Aku tidak peduli orang mau ngomong apa. Aku lebih senang ke sekolah tanpa mobil. Tanpa sopir yang selalu mengawasiku. Aku ingin seperti kamu, Tar. Bolehkan. ? ” Kata Sofiah

” Tentu boleh. Tapi mengikuti nasehat dan kemauan orang tua adalah lebih baik untuk seorang wanita. ”

” Ah kamu , sama saja dengan Ayah..”

Muktar hanya terdiam. Dia dapat membayangkan wajah Sofiah merengut, tanda tidak setuju dengan nasehatnya. Dia bukan hanya kawatir tentang Sofiah yang akan dimarahin orang tuanya. Tapi juga dia kawatir nasip Ayahnya yang bekerja sebagai supir keluarga Sofiah. Tentu , akan mendapatkan damprat dari Ayah Sofiah , bila mengetahui Sofiah bergoncengan sepeda dengannya. Pilihan sulit tapi dia tidak berdaya.

Dipelankannya sepeda dan kemudian berhenti.

” Kenapa berhenti ! ” Sofiah terkejut ketika Muktar turun dari sepeda.

” Lebih baik kamu turun disini. Itu sekolah kita sudah nampak. Mengertilah..” Kata Muktar terkesan menghiba.

” Tidak! Ayo terus jalan” Sofiah setengah berteriak kepada Muktar, yang akhirnya tak berdaya untuk menolak keingain wanita itu.

Malamnya,.

” Pang...” Tangan keras ayah muktar mendarat dipipinya. ” Kamu memang anak tidak tahu diri. Tidak tahu diuntung. ” Suara Ayahnya meninggi. Muktar hanya duduk diam dipojok dinding rumanya. ” Berkali kali ayah bilang. Jangan turuti kemauan sofiah untuk pergi bersamamu kesekolah. Tapi kamu tetap saja bandel. Sadarkah kamu? Hidup keluarga kita tergantung dengan keluarga Sofiah. Ayah bisa berhenti bekerja kapanpun bila orang tuanya kehilangan kesabaran. Paham..! ”

Setelah itu Ayahnya pergi keluar rumah. Tinggalah Muktar terduduk di beranda rumah sambil menahan sakit kakinya terkena rotan dan juga pipinya tergurat merah bekas tamparan ayahnya. ” Anakku.! Seru ibunya sambil membelai kepalanya ” Jangan sedih dengan sikap Ayahmu. Kita orang miskin. Sabar ya nak..Kamu adalah anak kami satu satunya. Tempat kami berlindung di hari tua kelak. Kamu harus terus sekolah. Pekerjaan sebagai supir itu sangat berarti bagi Ayahmu untuk meneruskan cita citamu masuk universitas. ” Muktar hanya tertunduk. Dia menyadari kegelisahan Ayahnya dengan sikap Sofiah yang kadang manja kepadanya. Walau diam diam , dia menaruh hati kepada Sofiah. Betap tidak, Sofiah yang cantik, terlahir dari keluarga kaya raya namun tetap rendah hati dan Sholeha. Tapi hasratnya itu ,dipendamnya dalam dalam. Dia tidak ingin bagaikan pungguk merindukan bulan. Hidup dalam angan angan adalah dosa. Bersikap realistis adalah kebijakan.

Belum lagi dia menamatkan SLA, ayahnya sudah tidak lagi bekerja di keluarga Sofiah. Muktar menyadari bahwa ini adalah puncak dari sikap Sofiah sendiri yang sulit dilarang untuk berusaha dekat dengannya. Untuk membantu beban orang tuanya, Muchtar ikut membantu Ayahnya membuat anyaman dinding bambu untuk dijual. Ini dilakukannya setelah pulang sekolah. Tidak banyak uang yang dapat dihasilkan namun cukup untuk mereka tetap bertahan hidup. Sofiah pun sudah jarang bertegur sapa dengannya. Karena supir yang sekarang menggantikan Ayahnya , terkesan sangat protektive. Apalagi belakangan , Muktar mengetahui Sofiah semakin akrap dengan anak seorang pejabat. Teman sekelasnya. Namanya Danny. . Mereka memang nampak pasangan yang serasi. Nampak bahagia. Orang tua sofiah sangat mendukung hubungan ini. Terbukti , orang tua Sofiah mengizinkan Danny membonceng dengan vespa kesekolah.

Lambat laun seiring semakin dekatnya Sofiah dan Danny , kemanjaan Sofiahpun kepadanya sirna sudah. Kalaupun bertemu di sekolah hanya melempat senyum tanpa sapa. Namum , Muktar tetap tidak bisa membuang panah cinta yang sudah terlanjur menghujam hatinya. Dia mengharapkan Sofiah. Mengharapkan menjadi istri. Menjadi ibu dari anak anaknya. Mungkinkah.

” Bertemu karena Allah dan berpisahpun karana Allah. Jangan tenggelamkan hatimu karena cintamu pada manusia. Perkuatlah tali cintamu kepada Allah, maka Allah yang akan menjagamu. Pergilah merantau. Jangan tinggalkan Sholat. Jangan berzina, Jangan berjudi, Jangan minum alkohol. Berjalanlah dengan cara yang benar maka kamu akan sampai pada tujuan yang sebenarnya. ” Demikian nasihat Ibundanya ketika Muktar akan pergi meninggalkan kampung halamannya untuk mengadu nasip dirantau

***

Lima tahun sejak tamat SLA. Muktar termenung di koridor stasiun sambil memandangi orang yang lalu lalang sambil berharap ada yang menawar barang dagangannya. Sejak tamat SLA , muktar pergi merantau untuk melanjutkan sekolah keperguruan tinggi. Dua tahun setelah berjuang mandiri , barulah dia dapat masuk perguruan tinggi. Itupun bukanlah Universitas terkenal. Dia terima ini sebagai nikmat Allah dengan rasa syukur. Karena ada 99,8 % penduduk negeri ini , tidak mendapatkan kesempatan belajar kejenjang lebih tinggi. Dan dia mendapatkan kesempatan itu. 

Dalam kelelahan dan rindu akan kampung halaman serta ayah ibunya, dia larutkan dalam doa disetiap sholat tahajudnya. Walau tubuh kerempeng namun wajahnya berseri. Seorang wanita nampak jalan terhuyung keluar dari Kereta senja. Kemudian, tidak jauh dari tempat Muktar berdagang, wanita itu tersungkur. Muktar memperhatikan keadaan wanita itu sejak turun dari kereta. Dengan cepat dia menghampiri wanita itu. Di tengah kerumunan orang banyak, Muktar mengambil inisiatif untuk membawa wanita itu ke rumah sakit.

Ketika sampai di rumah sakit , wanita itu langsung masuk ruang emergency. Tak berapa lama wanita itu siuman. Dokter mengatakan bahwa wanita itu sedang hamil muda. dan dalam keadaan shock berat. Di sebagian tubuh wanita itu ada bekas penganiayaan. Tak berapa lama , polisi datang menginterogasi Muktar dan wanita itu. Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut wanita itu kecuali wajah cemas dan ketakutan yang selalu terpancar. 

Polisi terpaksa menjadikan Muktar sebagai tersangka kejahatan. Walau berkali kali dia menyatakan tidak bersalah dan hanya membantu wanita itu membawa ke rumah sakit. Polisi tidak mempercayainya. Para saksi yang ada distasiun, tidak ada satupun yang bersedia membela Muktar. Muktarpun menjadi pesakitan. Terkurung dalam jeruji besi. Rasanya dia ingin menangis dengan kemalangannya berkumpul dengan para pelaku tindak kriminal.

Ke esokan harinya. Muktar terkejut karena ada yang ingin bertemu dengannya. Polisi mengantarnya sampai keruang khusus untuk bertemu dengan tamunya. Di hadapannya, sudah ada seorang Pria dan wanita setengah baya. Mereka mengaku sebagai orang tua dari wanita yang sedang terbujur di rumah sakit.

” Kami tidak akan menuntut kamu, asalkan kamu bersedia bertanggung jawab terhadap perbuatan kamu. Nikahi anak kami dan masalahnya selesai. ” Kata ayah dari wanita yang sedang terbujur sakit.

” Saya tidak mengenal anak bapak sebelumnya dan sampai sekarangpun, saya tidak tahu nama anak bapak. Demi Allah , Pak, Saya tidak melakukan apapun terhadap anak bapak kecuali menolong membawanya kerumah sakit. ” Kata Muktar dengan lambat dan berharap bapak itu dapat mempercayainya.

” Sudah! ” Teriak Bapak itu dengan keras ” Kamu jangan berdalih apapun. Anak saya sudah mengakui bahwa kamulah pelakunya. Terimalah jalan damai dari saya atau kamu saya bikin membusuk di penjara. ”

Muktar terdiam. Dia teringat pituah ibundanya. Semua telah dia lakukan dengan baik untuk menghindari zina tapi sekarang dia didakwa sebagai pezina yang harus menikahi wanita yang diperkosa oleh pezina. Adilkah ini ? Dia berada dalam prahara tersulit menguji keimanannnya. Menerima tawaran bapak itu, sama saja dia menikahi wanita yang sedang hamil. Ini dosa besar. Sama dengan Zina. Tidak menerima, dia akan terhina di penjara. Bukankah Nabi pernah bersabda bahwa wanita pezina akan menikah dengan pria pezina. Pezinakah dia ?

’Bagaimana ? ” Bapak itu kembali bersuara lambat tapi tetap terkesan mengancam tanpa memberi dia pilihan apapun.

Entah dari mana terdengar bisikan dari dalam hatinya ” Nikahi wanita itu. Tetaplah berserah diri kepada Allah..

” Baik , Pak, Saya bersedia. ” Muktar menjawab dengan getir sambil menahan tangis. ”

” Ya, Allah, setiap malam dalam tahajudku, dalam sholat ku, selalu aku memohon kepada Mu agar terhindar dari fitnah dunia. Aku tidak tahu rahasia apa dibalik peristiwa yang kualami. Kecuali aku harus menerima ini dengan ikhlas dan sabar. Andaikan ini merupkan kelemahanku, maka kuat kanlah aku. Andaikan , ini cobaan untuk ku maka sabarkanlah aku.” Demikian doa Muktar didalam hati sambil menahan tangis.

Pesta pernikahan berlangsung meriah. Semua yang hadir tersenyum cerah kecuali Muktar. Dia baru mengetahui nama wanita sebagai istrinya ketika hijab kabul. Nurmala. Itulah nama wanita itu. Tidak ada ibu dan ayahnya hadir dalam pernikahan ini. Karena dia tidak mau melibatkan orang tuanya dalam pernikahan palsu ini. Ketika malam pertama datang. Wanita itu tersenyum indah kepadanya.

” Aku akui bahwa kamu adalah korban kebohonganku. Aku akui bahwa kamu teraniaya dengan kesalahanku. Tapi , lindungilah aku dari kebodohan dan kelemahanku karena tergoda rayuan pria yang sangat kucintai dan akhirnya pergi meninggalkanku setelah mendapatkan keperawananku. Apalagi selama pelarianku bersama pria kekasihku, aku sempat dijadikan pemuas nafsu teman temannya sampai aku menderita. Tetaplah bersamaku sampai anak dalam kandungan ini lahir. Lindungilah aku dari fitnah dunia ini. Aku akan bertobat .... ” Kata Nurmala.

Muktar tetap diam. Namun dia menaruh iba terhadap Nurmala. Apalagi setelah Nurmala dapat berkata jujur di hadapannya. Nurmala adalah korban perkosaan yang dilakukan bukan oleh orang lain tapi oleh orang terdekat dalam hidupnya. Orang yang sangat dia percaya karena cintanya. Ini perkosaan yang banyak terjadi di era sekarang. Tidak ada kekerasan atau ancaman seperti layaknya perkosaan cara barbar , tapi menggunakan rayuan, magic word. Sama saja dengan PSK yang diperkosa setiap hari dengan menggunakan uang. Ini juga perkosaan dengan intimidasi psikis bagi wanita miskin yang memang butuh uang untuk hidup. Perkosaan jenis ini tidak tersentuh oleh hukum manusia. Tapi Allah tidak buta. Wanita , kadang kalau sudah menyangkut cinta, selalu irrasional. Apapun akan mereka lakukan untuk seseorang yang dicintainya. Makanya, Agama mengharamkan pria menggoda wanita dengan rayuan yang memabukkan. Wanita harus dilindungi dari parasaan cintanya untuk menuju kepernikahan.

“ Maafkan saya kalau tidak bisa menyentuh kamu. Ini tidak dibenarkan dalam agama menggauli wanita yang dinikahi ketika hamil. Saya akan melindungi kamu sampai usia bayi kamu 5 tahun.’ Kata Muktar.

Nurmala menatapnya dengan seksama dan kemudian menangis. ” walau baru sehari kamu saya kenal dekat , namun saya tahu betul bahwa hatimu sangat mulia. Saya akan bertobat dengan segala kebodohan saya. Saya akan hargai kehormatan kamu di hadapan Allah dengan tidak menggauli saya. Tolong rahasiakan ini dihadapan orang tua saya.” Nurmala berusaha untuk memeluknya tapi Mukhtar cepat menghindar ” Sebaiknya, kamu istirahat dan tidur. ” Katanya sambil mengambil bantal di kasur untuk dia tidur di lantai. Nurmala mengangguk sambil mengusap airmatanya.

Keesokan paginya , Muktar bersiap untuk berdagang. Tapi orang tua Nurmala melarangnya. ” Kamu tidak perlu lagi dagang distasiun. Harta kami lebih dari cukup untuk hidup tujuh keturunan. Selesaikan sajalah kuliahmu dan setelah itu bergabung dalam perusahaan kami. ” Kata bapak mertuanya. Muktar dengan bijak menolak.  Orang tua Normala bisa menerima dengan bercampur bangga dengan sikap menantunya. 

***
Tetapi lapak daganganya sudah diambil orang. Saat itu temannya menawarkan dagang Bunga. Temannya itu sudah sukses. Setidaknya bisa memenuhi belanja hari hari. Temannya menunjukan tempat pengambilan bunga untuk dijual kembali. Benarlah, dia lalui dagang bunga itu walau omzet tidak besar namun untung lumayan.  Kemudian dia berpikir untuk menawarkan bunga di kantor kantor. Nurmala meminjaminya motor. Dengan motor dia mendantangi gedung perkantoran memasukan brosur penawaran bunga diantar ke tempat.  Ternyata ada hasilnya. Setiap hari ada saja permintaan lewat telp. Berlalunya waktu omzetnya terus meningkat. Diapun memutuskan untuk impor bunga dari China, Yunan. Mukhtar bisa berkembang dan menabung karena dia tidak dibebani biaya hari hari. Dia tinggal di rumah orang tua Nurmala. Dari uang tabungan, dia bisa sewa ruko. Diapun sudah jadi importir bunga dan pedagang besar. Pelanggan bukan hanya direct salling lewat mail-order tetapi juga para pengecer bunga. Urusannya semua lapang dan rezekipun lancar. Muktar sudah jadi pengusaha sukses. 

Dalam keseharian Nurmala sangat santun kepadanya. Melayani semua kebutuhannya. kecuali di tempat tidur. Ketika malam datang, dia acap mendengar Nurmala merintih halus dalam tahajudnya. Terdengar suara memohon ampun kepada Allah. Wajah Nurmala itu tidak pernah lekang dari air mata dalam setiap sholatnya. Sesal yang tak bertepi. Setiap di kamar , Nurmala tidak pernah lepas dari hijap. Semua janjinya kepada Muktar diturutinya agar tidak terkesan menggoda.

Dalam kesunyian malam di dalam kamar megah , di atas sofa, Muktar menatap dinding kamar tapi pikirannyan kepada Sofiah. Dia masih merindukan sofiah. Mengapa Sofiah yang diharap , yang datang justru wanita lain dengan gelimang dosa sebagai pezina. Muktar kembali menarik nafas. Diliriknya Nurmala yang resmi menjadi istrinya tapi tidak syah secara agama, yang nampak terlelap diatas kasur bersama putrinya. 

***
Hampir dia tidak percaya ketika hendak masuk kedalam Super maket bersama Nurmala, dia menatap sosok wanita yang tak pernah hilang dalam pikirannya. Sofiah. Benarkah itu sofiah. Sofiah setengah berlari mendekatinya

” Bang, Tar ? ” Teriak Sofiah.

” Ya , Aku Sof. bagamana kabar kamu ?”

” Kabarku baik bang. Dua bulan setelah kepulanganku ke tanah air , aku menetap disini. Aku bekerja disini, bang. Abang gimana ?

” Aku engga selesai kuliah. Sekarang aku wirausaha.” Kata Muktar. Dilihatnya Sofiah sempat melirik kearah Nurmala. Dia agak ragu untuk memperkenalkan Nurmala. Tapi Nurmala cepat tersenyum ke arah Sofiah dan kemudian masuk ke dalam super market tanpa memperkenalkan dirinya. Tinggalkan Muktar berdua dengang Sofiah.

’ Kamu sudah menikah ? tanya Muktar

” Denny, berengsek. Aku benci dia. Kami sudah putus sejak dua tahun lalu. ”

” Oh...

Mereka sempat terdiam sesaat. ” waita itu ? ” tanya Sofiah kemudian.

” Bukan siapa siapa” Entah mengapa Muktar menjawab spontan seperti itu. Tidak disadarinya Nurmala sudah ada di belakangnya. Nurmala pasti mendengar apa yang dikatakannya. Pikirnya. Tapi dia abaikan. Sambil tersenyum kepada Sofiah. Sofiah seperti kembali ketika masa SLA dulu. Nampak manja dihadapan Muktar. Dia merasakan menemukan kembali Sofiah yang sebenarnya.

” Ini kartu namaku. Telpon aku ya..” Kata Sofiah sambil tersenyum manja kepada Muktar. Mereka berdua tidak memperdulikan kehadiran Nurmala yang nampak diam seperti patung. Muktar pun tak ketinggalan pula memberikan nomor Hpnya.

” Sofiah tentu beruntung sekali ” Kata Nurmala ketika didalam kendaraan menuju pulang.

” Apa masksud kamu ? ”

” Cantik, terdidik dan mempunyai jabatan bergengsi. Dia wanita terhormat “

“ Iya. “ Muktar menjawab pendek, Pikirannya masih kepada Sofiah.

Setelah pertemuan di Supar Market, Sufiah dan Muktar terus melakukan hubungan intensip. “  Tar, sebaiknya kita engga usah sering ketemu. Aku tidak mungkin mencintai kamu. Kamu udah aku anggap saudara sendiri. “ Kata kata itu seperti petir di siang bolong.  Artinya selama Sofiah tidak pernah mencintainya.

Muktar tidak pernah menyentuh Nurmala. Nurmala selalu setia dan santun kepadanya dengan segala pengorbanan menjaga aqidahnya dari perbuatan zina. Disisi lain , Muktar pun menyadari bahwa perjalanan waktu, telah menimbulkan benih benih cinta di dalam hati Nurmala kepadanya. Walau tak pernah disambutnya. Nurmala selalu hadir dengan senyum tanpa terkesan menggodanya. Disadari oleh Mukhtar , walau awalnya wanita ini telah menjebaknya dalam fitnah namun tidak ada alasan baginya untuk menyakiti perasaan Nurmala. Karena bukan tidak mungkin Allah telah memaafkan kesalahannya. Tapi , apakah mungkin memperistri wanita yang tidak pernah dicintainya ? Apalagi pezina,..

***
Suatu malam ketika usai Sholat Isya Nurmala berkata kepadanya ” Abang, ” Seru Nurmala. Muktar masih tetap diatas sajadahnya sambil berzikir. Dia agar terkejut ketika mendengar Nurmala memanggil namanya.

” Ada apa ?”

” Aku ingin bicara. Apakah abang berkenan mendengarnya” Kata Nurmala sambil tetap menundukkan kepalanya. Dia tidak ingin bertatap langsung lama lama dengan Muktar. Ini sesuai dengan janjinya untuk menjaga hubungan mereka tidak terjebak dalam zina..

” Bicaralah. Aku siap mendengar ” Kata Muktar.

” Usia anakku sudah lima tahun. Sudah cukup kepura puraan. Abang menderita dan aku juga menderita. Sekarang abang bebas pergi. Maafkan aku telah membuat abang menderita dengan keegoisanku sehingga abang terpenjara dalam pernikahan palsu. Aku memang wanita hina dan kotor yang tak mungkin bersanding dengan abang yang sholeh. Abang berhak untuk mendapatkan yang terbaik. Dan tentu itu bukanlah aku. ” Nurmala berkata tanpa emosi apapun. Dia nampak tegar. ” Beberapa hari lalu , aku sempat bertemu langsung dengan Sofiah. Kami berbicara dari hati ke hati sebagai wanita. Abang begitu berharga bagi Sofiah. Dia sangat mencintai abang. Tetapi dia tidak ingin mengecewakanku. Akupun tidak bisa berdusta dengan perasaanku kepada abang, bahwa aku sangat mencitai abang dan berharap menjadi istri abang. “

Muktar terdiam. 

“ Besok aku akan temui Sofiah. Aku akan ceritakan semua tentang hubungan kita dan juga kesucian abang yang tak pernah menyentuhku. Bahwa pernikahan kita falsu. Aku yakin sofiah akan menerima Abang. “ Kata Nurmal. 

 “ Maafkan aku bang” Nurmala menangis.

” Abang tidak berhutang sesenpun terhadapku. Jusru aku yang tak pernah dapat membayar lunas segala kebaikan abang kepadaku. Kini , menikahlah dengan Sofiah dan tolong aku dimaafkan...” Kata Nurmala sambil mengusap airmatanya. Kemudian terdengar putrinya terjaga. Nurmala berdiri , dia memeluk putrinya dengan kasih. Tidak nampak sedikitpun dendam wanita ini kepada pria yang pergi darinya setelah meninggal aib dan dosa.. Kasihnya kepada bayinya tetap utuh tanpa cacat walau darah daging bayi itu dari pria yang telah menganiayanya.

” Besok aku akan mengeluarkan talaq cerai secara resmi di KUA. Selanjutnya kita akan urus perceraian ini. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Apa yang kulakukan semua ini karena ikhlas hanya untuk beribadah kepada Allah. Jaga dirimu baik baik. Aku berdoa semoga kamu akan mendapatkan pria yang dapat menjadi imam mu. ” Kata Muktar tanpa berani menatap Nurmala.

” Ya. Bang. Terimakasih atas semua keikhlasan abang. ”

Setelah itu, Mukhtar terlelap diatas sajadahnya.

Dua orang pria perkasa berotot kawat datang menghampirinya. Pria itu membawanya kesuatu Istana yang megah namun istana itu tidak beratap. Dari atas istana tak beratap itu menerobos cahaya yang sangat panas. Yang sehingga membuat kulit Muktar hampir terbakar dan memerah.

” Siapa pemilik Istana ini ? tanya mukhtar kepada dua orang pria kekar itu.

” Ini adalah milikmu, sebagai ganjaran dari Allah atas segala amal kebaikanmu. Terutama karena kamu dapat menghindar dari perbuatan zina”

” Tapi mengapa istana ini tidak beratap. Bagaimana aku dapat tinggal nyaman bila sinar matahari menerobos kedalam istana dengan panas menyengat”

” Tadinya, istana ini beratap kokoh. Atapnya hilang karena kesombongan kamu dalam beribadah. Kamu begitu teguh menjaga aqidah tapi kamu melupakan kasih sayang kepada manusia. Wanita yang kamu tolong itu telah bertobat kepada Allah dan Allah telah pula mengampuninya. Tapi kamu abaikan semua keikhlasan wanita itu, hanya karena kamu lebih mengedepankan hawa nafsumu kepada wanita lain. Di tambah lagi , kamu tidak pernah berterima kasih dengan semua kebaikan wanita itu dan kamu tetap merasa sebagai pahlawan. Kamu sombong dalam beramal. 

Kamu bangga dengan aqidahmu, sehingga kamu lupa hakikat islam tentang keikhlasan menerima dan mencintai serta berprasangka baik. Padahal setiap kamu melihat wanita itu sholat dan tahajud, sebetulnya Allah berdialogh denganmu. Tapi kamu menulikan telingamu , membutakan hatimu, sehingga kamu lupa berterima kasih. Orang yang tidak pendai berterima kasih adalah orang yang paling merugi diahirat kelak, Karena amal ibadahnya berterbangan dan menyiksanya dalam sesal tak berujung.”

” Oh....” Kerongkongan Muktar terasa panas dan tersekat. Dia berusaha memegang kerongkonganya untuk menghilangkan rasa panas. Dia berusaha berteriak keras..” ahhhhh”

”Bang ..bang., .bangun , bangun , bang..” Nórmala berusaha menggoyang goyang bahunya untuk membangunkannya dari tidur. Muktar terjaga, di hadapannya nampak Nurmala dengan wajah kawatir memandangnya ” Abang bermimpi , ya ”

”Ya, Nur..” Muktar baru menyadari bahwa dia tertidur dalam keadaan bersila diatas sajadahnya. Bersegera dia pergi berwudhu. Kemudian melakukan sholat Tahajud. Tidak jauh dari tempatnya sholat nampak Nurmalapun melakukan hal yang sama. Seusai Sholat, Muktar menghampiri Nurmala yng masih berhjab dalam pakain sholat nya.

” Nur. Aku tidak perlu menalaqmu karena itu tidak ada gunanya. Toh kita pun secara agama tidak pernah syah sebagai istri. Biarlah ini menjadi rahasia keluargamu dan Allah.” Kata Muktar.

” Maksud abang ? Nurmala terkejut.

” Yang harus kita lakukan adalah berterus terang kepada orang tuamu tentang hal yang sebenarnya agar mereka bersedia menikahkanmu denganku kembali secara syah menurut agama.. Sehingga yang haram akan menjadi halal dalam hubungan kita sebagai suami istri yang diridhoi Allah.”

Nurmala nampak terkejut menatap wajah Mukhtar dan segera menunduk.

” Abang....” Tangis Nurmala meledak.

” Ya..Nur ,,,aku akan menjadikanmu sebagai istriku. Bukan Sofiah. Aku akan menjadi imammu untuk membina keluarga sakinah mawadah, warrahamah.”

” Benarkah itu , bang..” Antara terdengar dan tidak suara Nur dalam isakan tangis. ” Terimaksih , ya Bang. Abang telalu baik dan mulia hatinya. .Nur akan terus mengabdi untuk mendapatkan ridho suami agar Nur mendapatkan ridho dari Alalh pula. Bimbinglah Nur ...”

Ketika usai sholat subuh, Muktar berdoa dalam sujudnya ” Ya, Allah sesungguhnya aku adalah hambamu yang lemah dan zolim. Ilmu Mu teramat luas, seluas nikmat dan rahmatMu. Apapun ibadahku takakan pernah menandingi nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku. Apapun ilmu yang kumiliki tak akan pernah sebanding dengan IlmuMu. Belas kasihanilah aku atas segala takdir yang telah engkau tetapkan. Tuntunlah aku dalam setiap langkahku untuk mencari ridhoMu. Limpahkanlah aku kekuatan dalam kesabaran dan keiklasan hanya karena untuk mendapatkan ridhoMu...Amin ya Allah..

Jodoh adalah kehendak Tuhan. Bukan tidak mungkin yang buruk menurut kita , justru itulah yang terbaik untuk kita. Rahasia Tuhan maha luas dari segala peristiwa yang hadir dalam hidup kita,. Yang pasti setiap peristiwa itu adalah cara Tuhan berdialogh kepada kita. Keikhlasan menerima takdir dan tetap istiqamah adalah kunci untuk mendapatkan ridho Tuhan. Begitulah kebijakan yang mengalir kedalam kalbu Muktar untuk memperistri Nurmala dan melupakan cintanya kepada Sofiah. Hidup memang soal pilihan dan muktar telah berhasil memilih karena Tuhan.

Amanah seorang Sahabat.



Aku perhatikan dari tempat duduk para orang tua di anjungan. Dini nampak dengan wajah cerah dalam pakaian toganya. Dia tersenyum menatapku dari kejauhan. Dini telah jadi Sarjana.  Sebelumnya dia juga mengabarkan aka dapat beasiswa melanjutkan pedidikannya ke luar negeri. “ Om, aku ingin kenakan pakaian toga di kuburan Bunda. Boleh ya Om. Nanti om Photo ya. ” Katanya.  Aku mengangguk. “ Ya kita akan ke makam Bunda kamu.”  
“ Bundaku cantik Om? Ada wajah mendung di wajahnya.
“ Ya cantik, Cantik seperti kamu, Din”
“ Ayahku? 
“ Ya gagah. “
“ Semoga mereka berdua damai di alam Baqa. “ Kata Dini ketika dalam perjalanan ke Makam Ibunya.

Dari usia 5 tahun Dini tinggal di Desa bersama Neneknya. Setiap bulan aku kirimi biaya hidup Dini. Tetapi  usia 11 tahun, neneknya meninggal. Aku menempatkannya di Panti Asuhan atas biayaku. Tamat SMU, Dini diterima di PTN. Aku mendukungnya sampai  dia menamatkan pendidikannya. Selama ini aku selalu berbohong tentang kedua orang tuanya. 

“ Bertahun tahun aku membiayaimu. Tak pernah aku mengeluh karena setiap kupandang wajahmu maka wajah ibumu selalu membayang. Karenanya aku harus melindungimu sampai sekarang. Kini kamu sudah sarjana dengan karir yang bagus. Aku sekarang merasa puas. Semoga Atik, ibumu akan senang di alam baqa karena aku menuntaskan tugasku menjaga amanah. Amanah dari seorang sahabat, tentunya.” Kataku tiga tahun kemudian setelah Dini pulang dari luar negeri dan mendapat jodoh pria yang baik baik. Dini menangis dalam dekapanku.  “ Terimakasih om. Terimakasih udah jaga dini selalu“ 

***
“ Mas, aku numpang tidur ya malam ini di tempat mu”  Itu tandanya dia memang lagi tidak ada tamu yang mau bookingnya. Juga takut pulang karena ditunggu uang kontrakan. Atik, namanya. Bertubuh mungil dengan raut wajah yang sebetulnya cantik. Hanya karena kemiskinan membuat auranya mengabur. Kami bersahabat karena merasa senasip. Aku dan Atik memang terdampar di tempat yang salah.

Aku bekerja sebagai kuli di gudang sebuah expedisi. Karena kebaikan hati pemilik gudang, akupun tidak perlu pusing untuk memikirkan tempat tinggal. Pemilik gudang mengizinkan ku membangun ruang kecil di belakang halaman gudang. Dinding kamar itu menempel di tembok pagar gudang dan pintunya menghadap ke pintu belakang gudang. Tinggi tembok pagar itu hanya 1,5 meter. Hingga tidak terlalu sulit untuk dilewati. Ini juga pertimbangan pemilik gudang mengizinkan aku membangun ruang kecil agar sekalian dapat menjaga kemungkinan orang melompati pagar itu. Di dalam kamar itu hanya berisi tempat tidur yang tingginya lebih dari 80 cm dari lantai. Di dinding kamar terdapat lemari tempel yang berisi buku pelajaranku. Biasanya, aku baru tidur setelah menjelang dini hari. Karena harus belajar untuk mendapatkan certifikat Penata Buku. Ini adalah jalan yang dapat kuharapkan untuk merubah nasip yang hanya berbekal izazah SLTA.

Biasanya menjelang dini hari , akan terdengar suara langkah di luar tembok. Itu artinya Atik dan teman temannya sedang berusaha menaiki pagar tembok. Akupun segera menyediakan kayu yang di senderkan di tembok agar mereka mudah masuk kedalam pagar. Setelah itu mereka masuk ke dalam kamarku. Mereka tidur di bawah tempat tidur. Kadang pernah berjumlah lima orang. Mereka berjejalan diruang sempit itu. Sementara aku terus asik belajar.

Sebelum tidur sudah menjadi kebiasaan wanita untuk saling ngobrol. Mereka berbicara berbisik bisik. Kawatir mengganggu aku yang sedang belajar. Kadang yang mereka ceritakan adalah sangat menyedihkan tapi setelah itu merekapun tertawa. Ya mentertawakan penderitaan itu dengan polos. Seperti cerita mereka digaruk oleh petugas namun dapat diselesaikan setelah bersedia untuk melayani nafsu petugas. Selalu begitu setiap malam. Mereka datang mengendap ngendap dan pagi pagi sebelum gudang buka, mereka sudah pergi entah kemana.

Suatu hari..

“ Mas, bantu kami “ teriakan suara di balik pagar. Aku terkejut segera melompat keluar pagar. Nampak Atik dipapah oleh teman temannya.
“ Kopral bangsat itu, gebukin Atik. “ Kata temannya. Tentu yang dimaksud Kopral adalah petugas yang berkuasa di wilayah itu. Yang selalu datang setiap malam untuk minta uang setoran dari preman preman yang menjadi “ jago” di wilayah itu. Para preman mendapatkan uang setoran dari para pelacur. Pria berkuasa dan wanita diperas. Sangat ironi.
‘’ Kenapa masalah nya. Kok sampai jadi begini. “ kataku sambil memapah Atik naik melewati pagar. Kepalanya mengeluarkan darah. Kening dan tangannya nampak lebam. Atik hanya meringis. Aku tahu dia snagat menderita.
“Tidak tahu sebabnya, tahu tahu Kopral itu sudah menyeret Atik ke tengah jalan. Dia menendang dan memukul Atik dengan sepatu bot nya. “ Kata temannya. Aku segera memberi bubuk kopi ke tempat luka yang menganga agar dapat menghentikan pendarahan. Sementara teman temannya melap tubuh Atik dengan air hangat. Tak berapa lama Atik tertidur. Semalaman itu mereka tidak ada yang tidur. Atik tidur di atas tempat tidurku. Kami hanya duduk diam memagut kaki sambil jongkok di dinding kamar.
“ Terlalu sulit hidup seperti kami. Setiap hari kami diperas oleh preman, kopral. Padahal penghasilan kami tak seberapa. Mengapa ? Apa salah kami ? . Tidak adakah rasa kasian mereka itu kepada kami” Kata teman Atik.
“ Apakah tidak sebaiknya kalian berhenti saja bekerja seperti ini. Pulang kampung aja. Karena di sini tidak aman bagi kalian. “ kataku.
“ Pulang ? Mereka berpandangan satu sama lain. “ tidak ada yang dapat kami lakukan di kampung. Hidup terlalu sulit di kampung. Apalagi dengan status kami sebagai janda. Keluarga kami kuli tani. Tak punya sawah untuk digarap sendiri. Ah , Mas..jangan pernah bicara tentang kampung.’’
‘’ Tapi sampai kapan kalian akan begini terus ?. Coba, apa yang kalian dapat setelah sekian lama berkerja ‘’
“ Kami tetap hidup sampai sekarang dan engga tahu sampai kapan. Aku engga pernah mikir tuh. Biar aja dilalui hidup ini dengan apa adanya.”  Kata temannya. Pagi ketika fajar menyingsing dan suara azan menggema. Aku berwudhu untuk sholat. Atik terjaga dari tidurnya ketika aku usai sholat. Sementara teman temanya semua terlelap.
“ Mas “ serunya.
“ ya , Tik. Gimana rasanya keadaan kamu sekarang “
“ Ya engga apa apa Mas. Hanya perih aja. Terimakasih ya Mas. “ katanya sambil berusaha untuk berdiri. Aku segera menahan tubuhnya “ mau kemana Tik, ? “ kataku. Dia menatapku dengan tersenyum. Akupun terdiam dan dapat memaklumi bila akhirnya dia membangunkan teman temannya untuk segera keluar dari kamarku, Dia mengkawatikan kemarahan pemilik gudang bila mengetahui aku membawa orang lain ke dalam kamar ini. Mereka pergi. Aku mengikuti mereka sampai keluar. Mereka duduk di warung kopi yang berada tepat di depan gudang.

Seminggu kemudian Atik sudah nampak baikan. Dia kembali dengan pekerjaannya. Diatas jam 7 malam dia sudah berada di depan losmen menjajakan dirinya. Aku selalu melihatnya ketika pulang makan dari warung. Tapi malam itu aku tak dapat menyembunyikan kekawatiranku. Wajah Atik nampak pucat. Walau dia berusaha menghiasnya dengan senyum dan gincu tebal.
“ kamu sakit, tik.? “
“ Enggak. Aku sehat , kok. Emang kenapa ? “
“ Engga. “ kataku berusaha menyembunyikan kekawatiranku. Kemudian sekonyong tubuhnya terhuyung. Dengan bersimbah keringat di sekujur tubuhnya. Badannya terasa panas. Aku berusaha menahan tubuhnya. Atik tidak sadarkan diri. Teman temannya semua berdatangan. Mereka berusaha membangunkan Atik tapi dia tetap tidak sadarkan diri.

Aku memutuskan membawa Atik ke rumah Sakit umum dengan bajay. Di ruang emergency, Atik hanya di diamkan oleh petugas sebelum kami yang mengantar mengisi formulir. Aku menyerahkan KTP ku kepada petugas Rumah Sakit dan menyatakan bahwa aku adalah keluarga dari Atik. Betapa terkejutnya aku ketika dokter mengatakan bahwa Atik terjangkit penyakit Raja Singa yang Akut. Ternyata penyakit ini sudah lama diidap oleh Atik namun tidak pernah tuntas diobatin. Petugas mengharuskan Atik di opname. Kami yang mengantar saling berpandangan. Tidak tahu harus berbuat apa. Karena darimana uang untuk membayar pengobatan Atik yang harus di opname.

“ Kalau anda tidak punya uang, maka anda harus mengisi formulir ini " kata petugas. Formulir itu berkaitan dengan tunjangan sosial bagi keluarga yang tidak mampu.

“ Setelah formulir ini diisi maka anda harus mengurus surat surat pendukungnya dari RT, RW, Lurah, camat,dan Walikota. Untuk sementara dia dapat tinggal dirumah sakit ini. Tapi ,paling lambat lusa semua kelengkapan surat surat sudah harus disampaikan kemari. Jelas kan , dik. “ kata petugas rumah sakit . Aku hanya mengangguk dan menyerahkan formulir yang sudah kuisi. Aku sendiri tidak tahu bagaimana melengkapi surat surat itu. Formulir yang kuisipun bukan memuat informasi yang sebenarnya. Namun menyerahkan Atik di rumah sakit adalah lebih baik karena dia berada di bawah pengawasan dokter. Begitu pikirku.

Setelah seminggu Atik di rumah sakit. Aku dan teman temannya tidak berani datang membesuknya. Karena ingat akan janji dengan pihak rumah sakit untuk melengkapi surat surat. Sebulan berlalu , teman temannya sudah mulai melupakan Atik. Tapi tidak denganku. Pikiranku terus kepada Atik. Bagaimanakah keadaannya sekarang. Sudah sembuhkan dia.? Kalau sudah sembuh mengapa dia tidak datang kemari ? atau dia sudah pulang kampung ? Atau dikirim ke Panti Rehabilitasi? Akupun tidak bisa terus dengan dihantui pikiranku. Maka aku memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Hanya ingin memastikan keadaanya.

Ketika aku sampai di rumah sakit. Atik sudah tidak ada di ruangan ketika awal kami mengantarnya. Dari petugas rumah sakit , aku ketahui bahwa Atik sudah di pindah keruang sebelah belakang. Setengah berlari aku menuju ruangan itu. Di dalam ruangan yang memuat lebih dari 20 pasien. Di sudut ruangan dekat jendela itu ada nama tertulis. Atik. Kuhampiri perbaringan itu. Atik nampak tidur. Dia nampak pucat. Matanya cekung. Tak berapa lama, matanya terbuka. Dia lama menatapku.
“ Tik, Ini aku. Kamu gimana ?“ Kupegang tangannya. Terasa lembut sekali. Hanya kulit pembalut tulang.
“ Mas...” suaranya tertahan dan tergantikan dengan air mata yang jatuh berlinang di pipinya. “ Setiap jam, setiap hari ,setiap minggu, aku selalu berharap Mas datang menjengukku. Aku kangen , Mas…” Katanya kemudian. Tak berapa lama , dia tersenyum ketika kuusap keningnya. Tak disengaja aku melihat ada seperti butir nasi yang melekat di tepi tempat tidurnya. Aku mengambil butir itu. Tapi nampak bergerak. Akupun terkejut. Ini ulat belatung. Kuraba tanganku ke bawah punggung Atik karena dari sana asal ulat itu. Terasa panas tanganku seperti ada cairan melekat. Atik nampak meringis. Ketika tangan kulepas , di telapak tanganku ada beberapa ulat menempel di jari. Akupun segera berlari mencari suster .
“ Suster, tolong keluarga saya. “ kataku tanpa sadar menyebut diriku keluarga.
“ Yang mana ? jawab suster bingung.
“ Nomor 19 , Sal F. “ kataku.
Suster itu melihat catatan di depan mejanya. “ Anda keluarganya ? “
“ ya “
“ Mengapa baru sekarang datang ?
“ Ya…tapi tolong suster..” kataku dengan wajah kawatir. Suster itu mengikuti langkahku menuju ruang Atik. “ Lihat suster.! lihat, di balik punggunya ada banyak ulat. Ini kenapa ? Mengapa ini dibiarkan ? “ kataku setengah berteriak. Suster itu membalikan tubuh Atik dan nampak begitu banyak ulat menempel di punggungnya. Kemudian suster itu membersihnya dengan cairan. Nampak Atik meringis menahan sakit. Tapi tidak ada teriakan bahkan dia masih sempat tersenyum kearahku..
“ Untuk kamu ketahui. Dia lumpuh. Tubuhnya tidak bisa digerakan. Makanya punggungnya memanas dan akhirnya melepuh. Karena lembab makanya berulat. “
“ Kenapa suster “
“ Baiknya kamu ikut saya ke ruang dokter. Kami sudah lama menunggu keluarganya datang. “ Kata suster itu. Akupun mengikuti suster keruang dokter.
“ Anda keluarganya.? “ Kata dokter itu.
“ Bukan, dokter. Saya temannya. “ jawabku ragu ragu.
“ Lantas di mana keluarganya “
“ saya tidak tahu, dokter. “
“ Baiklah, teman kamu itu terkena penyakit kelamin yang akut. Penyakit itu telah menggerogoti tulang punggungnya yang mengakibatkan dia lumpuh.”
“ Apakah dia dapat disembuhkan,dok “
“ Bisa ! tapi biayanya mahal sekali. Sementara anak itu tidak ada yang menjamin. Makanya kami berusaha untuk mengurangi penularan penyakit kebagian tubuh lainnya. Tapi , mungkin besok , anak itu akan dipindahkan ke panti sosial. Itu sudah jadi kebijakan rumah sakit.’’ Kata dokter. Aku kembali ke ruangan itu. Atik nampak tersenyum kearahku. Keadaan ini agak menentramkanku. Namun tetap tidak bisa menyembunyikan kesedihanku melihat keadaan Atik. Karena aku tidak bisa berbuat banyak untuk membantunya.
‘’ Berdoalah , Tik. Mintalah kepada Tuhan. Hanya itu yang dapat kamu lakukan.’’ Kataku sambil menggenggam jemarinya. Airmataku berlinang. Aku merasa gagal melindungi sahabatku. Entah kenapa aku merasa dia sudah menjadi bagian dari diriku sendiri.
‘’ Apakah mungkin, Tuhan masih mau mendengar doa dari pelacur sepertiku.?’’katanya dengan tatapan kosong.
‘’Tentu, tentu, Tik. Tuhan itu pengasih penyayang. Siapapun kita berhak mendapatkan kasih sayang Allah. Mintalah dan bertobatlah. “ kataku.
Dia mengangguk. Di tatapnya aku lama sekali. Kemudian air mata menganak sungai di tubir matanya. Ku usap airmatanya. Dia tersenyum dan berkata dengan suara lambat.
“ Ya, aku sudah bertobat , Mas, Entah kapan itu, aku lupa. Ketika aku bermimpi dituntun oleh seorang kiyai untuk membaca doa. Di tengah suasana yang begitu indah. Aku melihat Mas , ada disana juga. Tersenyum kearahku. Aku bahagia sekali. Akupun terjaga. Dokter bilang aku tidak sadarkan diri selama tiga hari. Padahal perasaanku hanya tidur seperti biasa. Sejak itulah aku tidak pernah berhenti sholat walau hanya dengan menggerakan mata. Untunglah sedari kecil aku dididik agama oleh orantua dikampung. Aku terus tidak berhenti berzikir. ‘’ katanya dengan senyum.
“ Apa doamu , Tik. Boleh aku tahu ?”  Kataku dengan wajah ceria. Aku senang ternyata Atik menemukan Tuhan di tengah deritanya.
“ Aku tidak pernah meminta kepada tuhan. Aku hanya mengikuti doa dari kiyai itu yang ada didalam mimpiku. “
“ Apa itu ? “
Tiada tuhan selain Allah, Sesungguhnya aku termasuk orang yang zolim. Hanya itulah yang kusebut setiap hari, setiap detik jantungku. Akhirnya aku tidak pernah lagi merasakan pedih dan sakit. Aku sangat bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dengan penyakit ini. Hingga aku disadarkan untuk bertobat. Aku tahu dosaku tak terbilang. Tak banyak yang kuharap selain tobatku diterima Allah. Aku ingin kembali ke Allah dengan sesalku atas segala dosaku. Mungkinkah Allah mau menerimaku ?" Atik berlinang air mata.
" Allah itu maha pengampun. Kasih sayangnya lebih dulu ketimbang amarahnya. Setiap waktu Allah menanti hambanya yang berdosa untuk datang kepadaNYA memohon ampun. Sebesar apapun dosa ampunan Allah masih lebih besar. Ya kan Tik."
" Ya , Mas”

Keesokannya aku sudah berada di rumah sakit untuk menemani Atik diantar ke Panti social. Aku terus berada di sampingnya ketika berada di dalam mobil ambulance menuju panti. Matanya tertutup. Bibirnya begerak halus. Tentu Atik sedang zikir.
‘’ Mas, ... ‘’ katanya ketika sampai di panti.’’ Kalau ada waktu , ingat ingat aku ya. Hanya Mas, sahabatku di dunia ini.. “
"Ya Tik. Tentu. Kamu adalah sahabat ku. Aku tidak mungkin melupakanmu. Tapi...’’
‘’ Tapi apa , Mas..’’
‘’ Mulai minggu depan aku sudah harus pindah kerja. Aku tidak lagi bekerja di gudang itu.’’
‘’ Alhamdulillah. Terkabul juga cita cita Mas. Bekerja di kantoran’’
‘’ Aku dapat kerja sebagai salesman. Tapi akan aku usahakan untuk menjengukmu di sini.’’
‘’ Ya engga apa apa, Mas. Kalau Mas, sibuk tidak usah dijenguk. Cukup doanya saja.’’

Tiga bulan kemudian aku sempatkan datang untuk menemuinya di panti. Atik nampak teramat kurus. Hanya kulit pembalut tulang. Ketika kutemui , Atik tersenyum bahagia.
‘’ Aku senang lihat Mas, sekarang. Sudah rapi dan mukanya nampak bersih. Lain ya kalau sudah jadi orang kantoran.’’ Katanya. Aku cerita tentang pekerjaan baruku. Dia juga menceritakan keadaannya selama di panti. Para sukarelawan merawatnya dengan baik. Mereka juga mengajarinya menulis dan membaca. Ketika akan pulang aku sempat mampir ke kantor panti untuk memberikan dana santunan. Dari petugas panti aku ketahui bahwa keadaan Atik semakin memburuk. Penyakitnya telah memakan paru parunya. Hanya masalah waktu , dia akan menjemput ajal. Aku tak bisa menahan haru. Namun dia tetap tegar ketika kutemui tadi.“ Ketabahannya sangat luar biasa. Dia selalu cerita tentang anda. “ kata petugas Panti.

Setelah aku kembali dari perjalanan bisnis luar negeri. Aku gunakan waktu untuk menjenguk Atik di panti. Aku ingin membawa Atik kedokter terbaik. Aku ada uang lebih dari cukup untuk berobat Atik. Tapi apa yang kutemui ?. Telah berlaku takdir untuknya. Atik dijemput oleh Allah. Atik menemui sang penciptanya. Petugas Panti mengatakan “ dia sangat tenang sekali menemui ajalnya. Kami semua menyaksikan ketika matanya terpejam sambil menyebut asma Allah. Dia tersenyum.” 

Aku terduduk lemas. Petugas panti itu memberikan sepucuk surat kepadaku. “  ini ada surat yang dititipkannya kepada kami. Sebulan yang lalu. Dia berpesan bila ajalnya tiba , mohon agar surat ini diberikan pada anda’’.

Dalam perjalanan pulang aku membaca surat itu.

Mas,...Terimkasih karena telah mencurahkan perhatiannya kepada Atik selama ini. Kasih sayang Mas lah yang membuat Atik tidak pernah merasa sendiri di bumi Allah ini. Mas tidak pernah bertanya tentang masa lalu Atik karena begitulah cara Mas memperlakukan Atik. Mas terlalu bijak menjaga perasaan Atik. Sebetulnya sebelum aku kenal dengan Mas, Kopral itu adalah pria kekasih Atik. Dia yang menghamili Atik namun dia tidak pernah bertanggung jawab. Bahkan dia pula yang memaksa Atik menjadi pelacur. Atik dipaksa untuk menyetor uang kepadanya setiap hari. Kalau tidak maka dia akan memukul Atik. 

Setiap tarikan napas Atik, selalu berdoa untuk Mas, agar dimudahkan rezeki. Terkabul semua cita cita Mas. Mas pernah bilang. Tuhan maha adil kepada semua manusia. Semua orang berhak sukses. Asalkan mau kerja keras dan bersabar dalam doa.  Mas, Kalau Mas, ada waktu datanglah ke kampungku. Disana ada anak perempuan berusia 4 tahun tinggal bersama ibuku yang janda lagi miskin. Aku tidak tahu bagaimana nasipnya setelah aku tidak ada. ... Surat itu berhenti sampai kelimat  " Aku tidak tahu bagaimana nasipnya setelah aku tidak ada." Aku terhenyak. Petugas Panti memberikan alamat keluarganya di kampung ‘’ alamat ini baru kami peroleh dari Atik sehari menjelang ajalnya." Kata petugas Panti. Atik meninggal tahun 1984.