Thursday, December 17, 2009

Bisnis dan keimanan.



Perempuan yang sering dilihat Udin ketika usai sholat subuh di Masjid, tidak ada yang menarik. Bibirnya mencong. Cacat. Tapi dari pandangan mata perempuan itu, Udin tahu bahwa perempuan itu menyukainya. “ Pilih wanita karena kecantikannya, hartanya dan agamanya.” Demikian keyakinan Udin bila hendak memilih wanita yang akan dijadikan istri.  Namun siapa wanita yang cantik, kaya yang seiman menyukai Udin, bila jangankan menghindupi orang lain, menghidupi diri sendiri saja susah. 

Namun Udin tidak peduli. Tuhan mengkayakannya ketika dia semakin banyak berzikir dan semakin dekat ke masjid. Waktu berlalu dan tak terasa usia menua, hanya perempuan berbibir mencong itu yang menyukainya. Perempuan itu memang tidak kaya namun dari perkejaan sehari harinya sebagai tukang jahit sudah bisa membeli sepasang kambing untuk diternak. Perempuan itu menawarkan kerjasama kepada Udin untuk mengelola sepasang kambing itu untuk dikembangkan, menghasilkan uang dimasa depan.

Udin menganggap tawaran itu bukan hal yang buruk. Apalagi kemitraan itu tidak akan membuat dia jatuh cinta kepada wanita itu. Karena libido nya tak pernah bangkit apabila melihat wajah buruk rupa wanita itu. Namun berlalunya waktu, dia mulai menaruh hati. Kebaikan demi kebaikan hati wanita itu menghilangkan keburukan wajahnya. Akhirnya mereka menikah. Usaha ternak berkembang. Sementara usaha jahit pakaian wanita itu telah berkembang menjadi usaha konveksi. Hidup mereka berubah. Mereka mulai menumpuk hartanya dengan membeli tanah. Belakangan tanah itu mengandung tambang. Seorang teman dari kota datang membawa rencana bisnis, mengajaknya bermitra. Udin senang. Karena dia tidak menjual tanahnya tapi hanya disewa yang dibayar sesuai yang nilai tambang yang berhasil dijual.

Semakin lama, Udin semakin kaya. Istrinya minta dioperasi bibirnya. Setelah itu, wajah istrinya nampak cantik. Namun tidak terlalu sempurna. Udin membahwa istrinya ke luar negeri untuk di operasi plastik. Hasilnya membuat istrinya semakin cantik. Wajah cantik , juga membuat pikirannya cantik dan dia berubah tentunya karena itu. Istrinya tahu memanjakan diri, menikmati uang. Udin pun tahu melaksanakan sunnah rasul untuk menikah lagi. Poligami yang hanya patut bagi yang berlebih harta, pikirnya. Poligami jadi polemik dan membuat istri yang tadinya nrimo berontak. Tahu arti keadilan yang harus dilawan di hadapan pendusta yang yakin imannya mampu berlaku adil. Perceraian tak bisa dihindari. Saat itu Udin sadar  bahwa dia tidak terlalu kuat di hadapan orang lemah yang cerdas. Udin tak bisa menuntut banyak karena memang semua harta atas nama istrinya. Harta gono gini hanya cukup membuat Udin melanjutkan hidupnya

Seorang ustad menasehatinya untuk bersabar. Caranya. Gunakan uang gono gini itu untuk sedekah agar berlipat ganda. Janji Tuhan pasti bahwa orang bersedekah akan mendapatkan balasan berlipat ganda. Udin percaya. Semua uang habis dan janji Tuhan tidak kunjung datang. Istri keduanya minta cerai karena tidak tahan hidup menumpang di rumah orang tuanya. Temannya yang bermitra dengan tanahnya , tidak ingin menegurnya, apalagi membantunya. Karena mitranya itu telah menjadi suami dari mantan istrinya “ Kemitraan lahir batin. Istrinya punya lahan dan mitranya punya modal” 

Di tengah kesedihan dan kemiskinan itu, Guru spiritual menasehatinya agar bersabar. Hidup sekarang dicengkram oleh kerakusan kapitalisme. Kehidupan kapitalisme, yang hanya mementingkan modal dan laba. Membuat manusia hanya diukur dari berapa yang didapat dan di bagi, Tidak ada belas kasih yang mengharapkan balasan dari langit. Dia semakin dipahamkan bahwa hidup ini tak akan pernah ada keadilan bila tidak kembali kepada kemurnian ajaran agama. Tidak akan pernah hilang kemaksiatan, bila tidak ada fundamentalisme. 

Udin membenci semua orang kaya yang kafir. Dia membenci sistem pemerintahan yang tidak kaffah sesuai agama yang diyakininya. Menyalahkan kemaksiatan ada karena pemerintah brengsek. Kalau tadi hanya membenci orang tidak seiman, tapi sekarang juga marah kepada orang yang seiman yang mendukung orang kafir, mendukung sistem kafir.

Dalam kelelahan , Udin bertemu kembali dengan mantan istrinya “ Saya sarankan kamu untuk bertobat. Kamu telah jauh menyimpang dari ajaran agama. Hidup di dunia ini hanya sementara dan yang kekal itu kampung akhirat.”

“ Kamu minta orang bertobat dengan pemahaman agamamu yang terbatas.  Sebetulnya kamu membenci kehidupan hanya karena kamu gagal bersaing dan tak mampu memenuhi keinginan kamu. Dan lebih buruknya lagi kamu tidak menyadari kelemahanmu, kelemahan manusia yang memang tidak ada yang sempurna. Kamu berlindung dari keimananmu dengan menyalahkan semua. Siapapun hidup bersamamu, sadar dia harus menyingkir. Karena akal sehat tak bisa akrap dengan orang yang selalu berpikir utopis tapi tak bisa merubah apapun, bahkan tak mampu merubah diri sendiri agar bisa berguna bagi orang lain." Uci tak menyebut Udin munafik , hanya dia meyakinkan dirinya masih waras atau punya akal sehat.

Udin hidup dalam paranoia karena kemiskinannnya. Tetapi dia lupa guru spiritual yang memprovokasinya untuk membenci kapitalisme, hidupnya bergelimang harta karena business communication menjual magic word atas nama dali agama yang murni. Semua orang penjual dan semua orang adalah pedagang. Yang unggul adalah yang smart. Seperti mantan istrinya. Hidup itu harus berakal agar mati beriman. Dan udin jadi laler ijo. Kemana saja mengeluh dan mengumpat. Udin lupa, benar Tuhan menjamin semua rezeki tetapi Tuhan tidak mengirim makanan ke sarang burung. Udin percaya kepada Tuhan tetapi tidak percaya kepada hukum ketetapan Tuhan.

Saturday, December 12, 2009

Berbisnis itu adalah ibadah



Setiap pagi pedagang bubur ayam melintas di depan rumah saya. Nampak wajah tua yang tak kenal lelah. Walau kadang saya tak sanggup melihatnya setengah terbungkuk dan tertatih tatih mendorong kereta dagangannya. Selalu istri saya sempatkan membeli dagangannya. Dari istri saya tahu bahwa pedagang itu berusia diatas 70 tahun. Ada yang membuat haru tentang Pak tua ini. Dia punya satu orang anak perempuan. Setelah istrinya meninggal dia menumpang tinggal dirumah anak perempuannya yang telah berumah tangga. Namun awalnya menantunya menolak dengan alasan keadaan ekonomi mereka memang tidak bagus. Anaknya berusaha meyakinkan kepada suaminya agar menerima ayahnya tinggal bersama. Akhirnya suaminya setuju dengan syarat ayahnya tidak boleh makan dirumah.

" Anak saya tidak bekerja. Diapun menumpang sama suaminya. Saya bersyukur masih diberi tempat tinggal" kata Pak tua itu dengan suara lirih.

" Dagangan ini bapak yang buat sendiri ?

" Bukan. Anak saya yang buat. Saya hanya dagangin aja. Dari hasil dagangan inilah saya makan hari hari. Kalau ada lebih saya berikan kepada anak saya"

Saya termenung lama. Inilah hidup. Pak tua itu tidak merasa kecil hati ketika mantunya menolak dia untuk menumpang tinggal karena kesendirian dan kemiskinan setelah istrinya wafat. Dia tetap bersyukur karena masih diberi tempat untuk bernaung dari hujan dan terik matahari walau karena itu dia harus tetap bekerja keras untuk makan. Dia tidak mengeluh atas semua itu. Dari sisa umurnya dia tetap bekerja keras dan berusaha memberi sebisanya tanpa harus menadahkan tangan.

Tahukan kamu Nak, pernah dikisahkan dalam sejarah Rasul. Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

“Kenapa tanganmu kasar sekali?” Tanya Rasulullah.

" Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”

Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda,

“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, ‘inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya’

Rasulullah tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang di cium oleh Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.

Anakku , Menikah itu sama saja melaksanakan setengah kewajiban agama. Mengapa? Dari rumah tangga itulah kamu di latih menjadi pemimpin mengemban amanah Allah. Kewajiban sebagai laki laki ada lima. Yang pertama adalah sebagai pemimpin rumah tangga. Bagaimana memastikan keluargamu aman dan nyaman di bawah kepemimpinanmu. Itu hanya mungkin bila kamu mampu memenuhi tanggung jawab lahir dan batin. 

Kedua adalah bagaimana kemampuanmu menjaga dan melindungi ibu, anak perempuanmu serta saudara perempuanmu sepanjang usiamu. 

Ketiga, menolong handai tolan yang kekurangan agar mereka tidak terkena kufur akibat kemiskinan. 

Keempat, menolong tetangga dan orang miskin serta yatim agar kamu tidak dicap pendusta agama oleh Allah. 

Yang ke Lima, membela syiar agama. Laksanakan fungsimu sebagai laki laki sesuai urutan itu. Jangan sampai kamu berusaha menjadi matahari pembela syiar agama,  tapi menjadi lentera bagi keluarga dan handai tolanpun kamu tak sanggup. Jangan sampai kamu ingin memperbaiki dunia,  sementara memperbaiki keluarga saja tidak mampu.

Karenanya wahai anakku, jangan pernah berhenti bekerja keras. Jangan bersedih bila hasil dan peluh tak sebanding. Ingatlah setiap keringatmu untuk menafkahi keluargamu adalah fisabilillah. Setiap tarikan nafasmu akan dihitung Allah sebagai pahala dan kelak di akhirat itulah yang akan menolongmu. 

Menjadi pria itu nak adalah berkah dan juga cobaan bagimu. Kamu tahu Allah  berfirman bahwa “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45). Perbuatan paling keji dan munkar apabila kamu lalai dengan tanggung jawabmu kepada keluarga. Walau kamu tak henti berdoa dan sholat namun kamu tak punya semangat berkeja keras mencari nafkah sebagai caramu melaksanakan amanah Tuhan maka sholatmu tak membuahkan apapun. Seharusnya orang yang sholat adalah orang yang menang, dan itu pasti tidak malas dan tidak hidup mengandalkan doa tapi miskin effort. Jadilah pria sejati sebagaimana Tuhan mau, ya sayang..

Wednesday, December 2, 2009

Berbisnis untuk membahagiakan istri.



Pada suatu kesempatan seorangs sahabat datang kesaya bahwa dia berniat untuk mencari penghasilan tambahan. Karena pekerjaannya di hotel tidak penuh waktu. Walau honornya cukup untuk biaya hidup sebulan dengan satu istri dan satu anak, namun dia ingin berbuat lebih, untuk membahagiakan keluarganya. Rencana usaha yang diajukan bukanlah yang rumit. Hanya sederhana. Jadi subkontraktor galian kabel. Saya memberi dukungan pembiayaan hanya satu SPK. Dia berjanji akan segera mengembalikan. Saya doakan semoga dia sukses.

Beberapa bulan kemudian, saya dapat kabar dari istrinya bahwa dia sudah meninggal karena kanker paru paru. Ketika ada kesempatan saya berkunjung ke rumah duka. Istrinya menyambut saya dengan air mata sembab. Telah sebulan suaminya meninggal namun airmatanya belum juga kering. Istrinya bercerita bahwa betapa dia sangat menyesal atas sikap kasarnya kepada suaminya selama ini. Dia selalu marah tidak jelas kepada suaminya karena penghasilan tidak lebih dari cukup untuk memenuhi keinginannya. Dia acap merendahkan suaminya. Bahkan jarang memasak untuk suaminya kalau sedang kesal. Namun suaminya tidak pernah marah dan tetap sabar menghadapinya.

Beberapa bulan belakangan ini , menurutnya, dia semakin marah kepada suaminya. Karena sering pulang telat, kadang sampai larut malam.Kalau di tanya suaminya hanya diam saja. Dia semakin kesal dan menuduh suaminya selingkuh. Bahkan dia sampai merendahkan suaminya dengan kata kata yang kasar. Kerja keras sebagai alasannya suaminya ternyata tidak membuahkan hasil apapun. HIdup tetap sulit dan kebutuhan yang terus bertambah, tidak pernah tuntaskan oleh suaminya. Dia bosan dengan kehidupan rumah tangganya. Karenanya dia malas melakukan pekerjaan rumah tangga. Suaminya selalu bila pulang larut malam, membawa makanan dan bila pagi sempatkan mencuci pakaian. Walau pagi tanpa sarapan suaminya tetap semangat kerja. dia tetap dengan sikap membosankan.

Dan ketika suaminya meninggal ,dia baru sadar apa yang telah di lakukan suaminya untuk dia. Dalam buku harian itu tertulis dengan jelas semua alasan dari balik semua kerja keras suaminya. Dia menyerahkan buku harian itu dan saya membaca hanya sepenggal kalimat " Setiap hari aku kerja keras agar bisa membelikan kamu rumah mungil. Aku mencintaimu dan tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membahagiankanmu,sayang. Usaha yang kukerjakan beberapa bulan ini ada untung. Namun Tuhan beri aku penyakit. Keuntungan itu habis untuk berobat. Maafkan aku sayang. Tolong ambil uang di tabunganku dan bayarlah hutang itu kepada sahabatku. Karena aku tidak mau terhalang masuk sorga hanya karena hutang. Semoga kelak kita bertemu kembali di sorga dan kamu adalah bidadariku selamanya..”

Seya menolak halus pembayaran hutang itu. Saya katakan, sebetulnya ketika saya memberikan bantuan modal, tidak pernah saya berpikir untuk meminta kembali uang itu. Saat itu juga saya sudah ikhlaskan. Karena uang itu dipakai modal tidak untuk memperkaya dirinya tapi hanya satu ikhtiar untuk mendapatkan uang muka rumah murah sederhana. dan itu memang tanggung jawab seorang suami kepada keluarganya. Saya meninggalkan rumah duka dengan haru. Semoga arwah sahabat saya di terima di sisiNya dengan sebaik baiknya rahmat Allah, dan bagi keluarganya dapat di beri kesabaran untuk melanjutkan hidup dalam dekapan illahi…selalu.


mencintai bukan hanya mengucapkannya dengan kata kata indah tapi bagaimana memahami sikapnya dan mempercayainya dengan penuh prasangka baik dan terus mendoakan, dan berkorban untuk itu.

Sunday, November 8, 2009

Medium Term Notes (MTN’s) ?



One should be careful to distinguish between Prime Bank Notes (PBN's), Prime Bank Debentures (PBD's) and Medium Term Notes (MTN's). Both forms do not exist but MTN does. The difference has to be careful because sometimes PBN and PBD are intertwined and fraudsters will package it into MTN. In the article entitled "The Anatomy of the Medium-Term Money Market" published in the "Federal Reserve Bulletin," Volume 7, Number 8, 1993 which appears in the monthly publication of the Publications Committee of the Federal Reserve System Board of Governors, Washington, DC (you can log on to the website them at www.federalreserve.gov, or call on 202 452 3244), there's a lot of discussion about MTN.

Following are some of the topics discussed:
Mechanics of the Market
Discreet Funding with MTN’s
Reverse Inquiry in the MTN Market
Principal Transactions
EURO-MTN’s”

There is nothing in that bulletin that indicates the validity or credibility of the transactions that fraudsters promote in their High Yield Investment Programs (HYIP). Again, the fact that MTN’s exist does not under any circumstances suggest, imply nor prove that the HYIP programs that fraudsters promote utilizing MTN’s exist.

Here are a few capsulized comments extracted from that bulletin that are for informational purposes only!

“…MTN’s have emerged as a major source of funding for U.S. and foreign corporations, federal agencies, supra-natural institutions and foreign countries.”

“Although MTN’s are generally offered on an agency basis, most programs permit other means of distribution. For example, MTN programs usually allow the agents to acquire notes for their own account and for resale at par or at prevailing market prices.”

“The MTN market also provides corporations with the ability to raise funds discreetly because the issuer, the investor, and the agent are the only market participants that have to know about a primary transaction.”

“Another advantage of MTN’s is that investors often play an active role in the issuance process through the phenomenon known as reverse inquiry.” “…(here) the investor relays the inquiry to an issuer of the MTN’s through the issuer’s agent. If the issuer finds the terms of the reverse inquiry sufficiently attractive, it may agree to the transaction even if it was not posting rates at the maturity that the investor desires.”

“…in the distribution process…a larger share of MTN’s are sold on a principal basis, rather than on an agented basis. In a principal transaction, the MTN dealer purchases an MTN for its own account and later resells it to investors. In a “riskless principal” transaction, when the dealer buys the MTN, it has already lined up an investor that has agreed to the terms of the resale.”

“MTN’s have become a major source of financing in international financial markets, particularly in the Euro-market. Like Euro-bonds, Euro-MTN’s are not subject to national regulations, such as registration requirements. Although Euro- MTN’s and Euro-bonds can be sold through the world, the major underwriter and dealer are located in London, where most offerings are distributed.”


It is important to be repetitive here: the above excerpts are for informational purposes only and under no circumstances should one believe that HYIP programs that are promoted by fraudsters in the buying and selling of MTN’s are real. They are not!

Standby Letters of Credit ?



A standby letter of credit is a bank instrument regulated by the Uniform Customs and Practice International Chamber of Commerce (ICC), Publication No. 500, International Standby Practices ISP98, ICC Publication No. 590 and the Uniform Commercial Code (UCC). The ICC 500 and ICC 590 are the rules set and the UCC is the law.

The standby letter of credit is quite flexible. ISP98 offers the following descriptive list, however, keep in mind that this is only a convenience list and can be expanded as needed depending on the specific functionality or application required.

Standby Performance
Prepaid Prepayment
Standby for Bid Guarantee / Tender Bond
Counter Standby
Financial Alert
Standby Pay Direct
Insurance Alert
Commercial Standby

The standby letter of credit is conditioned on default or non-performance by the applicant, the party having the credit issued by his bank to the recipient. These instruments are, by themselves, non-negotiable and the obligations they represent are not easily transferable. ICC 500 Article 48 b, states "Credit is transferable only if expressly designated as" transferable "by the issuing bank" and, c, "The Sending Bank is under no obligation to make such a transfer except to the extent and in a manner expressly agreed by the bank. . "

ISP98 Rule 6.02 states "a. Standby is not transferable unless stated so, b. A standby stating that it is transferable without further provisions means that the right to withdraw: i. can be transferred as a whole more than once, ii. partially transferable, and iii. cannot be transferred unless the issuer (including confirmer) or someone else specifically designated on standby agrees and affects the transfer requested by the recipient.

Like the bank guarantees described above, fraudsters will often sell standby letters of credit to uninformed parties for a small percentage of their face value. It has never been disclosed that the credit is no longer valid because the applicant has fulfilled his obligations to the recipient. Another facet of the fraud scheme is offering investment opportunities through standby letters of credit and independent bank guarantees. Bear in mind that these instruments are out of date and in themselves non-negotiable, and, furthermore, the obligations they represent are not transferable immediately.


Fraudsters will claim that this instrument is discounted, has a coupon attached and pays interest. None of this is true! These instruments cannot be bought, sold or traded and there is absolutely no secondary market in which they can be traded. Any investment program that claims investing in a discount standby letter of credit is a scam.

Tuesday, October 27, 2009

Kebersamaan Bisnis lebih bernilai daripada perkumpulan Agama.



Lebih dari sepuluh tahun Rukmana tidak pernah pulang kampung . Ada yang berbeda dirasakannya ketika menginjakan kaki di kampungnya. Dia tidak lagi melihat tawa diatara para penduduk. Desa ini memang jauh sekali dari kabupaten dan sulit terjangkau karena letaknya terisolasi. Apa yang bisa diharapkan dari desa ini. Sawah tadah hujan tak dapat diharapkan memberikan hasil berlebih. Hasil kebunpun tidak banyak diharapkan karena tanah tak subur. Dulu, hampir sebagian besar penduduk desa yang muda muda termasuk Rukmana pergi ke kota untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Namun kini karena kotapun tidak lagi tempat yang nyaman bagi migran maka banyak diatara mereka kembali kedesa. Ketika para pria kembali ke desa, para wanitapun pergi meninggalkan kampung. Mereka lebih diperlukan kota untuk mengisi pekerjaan pemuas nafsu pria berduit atau ada juga terpaksa menjadi jongos dirumah rumah orang kota. Bahkan ada yang menjadi jongos di negeri orang. Walau semua mengetahui bahwa wanita adalah kaum ibu yang harus dilindungi namun ketika para pria gagal menjadi pelindung maka panggilan jiwa para ibupun bangkit untuk menjadi lebah pekerja. Cerita duka dan nestapa bagi sebagian para wanita yang bekerja, hanya ditelan getir oleh para pria. Mereka kalah dan terpaksa membiarkan semua terjadi.

Inilah yang membuat Rukmana merasa sedih. Merasa telah berdosa dengan keberhasilannya sebagai pengusaha dikota bila tak bisa berbuat sesuatu bagi penduduk kampung halamannya ini, Dia harus berbuat.

Dikantor lurah.

” Benarkah itu , Den ? ” Sang lurah terkejut ketika Rukmana menyampaikan gagasannya membangun desa ini. Tentu yang terbayang adalah uang banyak akan mengalir kekas desa.

” Berapa aden akan membantu ? ”

” Saya tidak akan memberikan uang kepada penduduk ” jawab Rukmana dengan tegas. Sang Lurah , mengerutkan kening. ” Saya akan memberikan mereka mesin uang sehingga mereka bisa mencetak berapa yang mereka mau ”

” Wah, den. Jangan becanda. Itu kriminal. Walau kami di desa ini miskin tapi tidak mungkin kami akan melawan hukum. ” Jawab tegas dari sang lurah.

” Bukan begitu maksud saya , Pak. Saya ingin memberikan lapangan usaha bagi penduduk. Bila mereka bekerja tentu mereka akan mendapatkan uang. Itulah yang saya maksud.” Jawab Rukmana dengan senyum.

” Oh....” Lurah itu tersenyum. ” Kira kira aden mau bikin usaha apa ? Pabrik ? Perkebunan ? ”

” Saya tidak akan membuat apapun. Penduduklah yang membuka usaha. ”

” Apa yang bisa mereka lakukan ? Hidup saja susah. Tanah di desa ini tidak cocok untuk usaha tani. ”

” Kalau begitu apa yang bisa mereka lakukan hingga mereka bisa bertahan sampai sekarang? ” Tanya Rukmana

” Beternak kambing. Hanya itu yang bisa mereka lakukan. Sebagian hanya menunggu kiriman uang dari anak perempuannya yang bekerja di kota. ”

’ Baik !. Peternakan. Itulah yang akan kita kembangkan. ” Kata Rukmana mantap.

" Jadi bagaiman caranya ” Tanya lurah bingung.

" Beri saya waktu untuk berpikir bagaimana caranya. "
Setelah seminggu, Rukmana datang lagi ke lurah. Dia sudah siap dengan gagasannya.

" Bagaimana Den, rencananya ? Tanya lurah itu.

” Kita harus membentuk tiga kelompok penduduk desa. Kelompok Pertama adalah peternak kambing. Saya akan memberikan tiga ekor kambing kepada setiap satu keluarga. Kedua, Peternak sapi perah. Yang masing masing keluarga akan mendapatkan satu ekor sapi perah. Ketiga adalah peternakan ayam petelur, yang akan mendapatkan 50 ekor ayam petelur. Inilah modal awal yang akan saya keluarkan kepada mereka. ”

” Apakah itu pemberian modal Cuma Cuma. ?

“ Tidak !. Mereka harus membayarnya kembali dengan hasil produksi mereka. Saya akan menjamin pembelian hasil produksi mereka. Untuk itu saya akan membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang khusus membina desa ini. Lembaga inilah yang bertugas memonitor dan membina usaha mereka. Agar usaha penduduk ini tidak menimbulkan persaingan yang tidak sehat maka kita membuat aturan untuk saling berbagi diantara mereka. Pemilik sapi perah harus membagi susu setiap minggu 4 liter kepada tetangganya yang beternak ayam. Dan peternak ayam harus membagi 10 Kg telur kepada tetangganya yang beternak sapi. Nah bagi peternak kambing harus menyerahkan seekor kambing setiap tahun untuk pebaikan jalan desa.”

Kepala Desa itu tertegun dengan penjelasan itu.

” Kami aparat desa akan berkerja keras untuk menyadarkan masyarakat desa untuk bangkit dengan kesempatan yang aden berikan ini. Kami sudah capek dengan berbagai janji janji aparat pemerintah untuk membantu tapi tidak pernah ada kenyataan ” Kata lurah itu. Sambil memeluk Rukmana.

” Betul sekali, Pak. Tapi kita tidak boleh terus menyalahkan pemerintah. Mungkin bapak bapak yang ada diatas itu sangat sibuk berpikir hingga lupa berbuat. Ya, sudahlah, Kasih kesempatan mereka terus berpikir , dan kita terus saja berbuat apa saja untuk membina masyarakat agar mandiri. ”

Tak terasa sudah lima tahun berlangsung sejak pembicaran antara Lurah dan Rukmana. Kini keadaan desa yang dulu muram telah menjadi desa yang bercahaya. Wajah muram telah tergantikan dengan keceriaan. Para wanita yang tadinya bekerja di kota sebagai PSK, sebagai jongos, telah kembali kedesa membantu memberikan semangat bagi para pria menjalankan usaha keluarga. Secara tidak langsung usaha Rukmana telah berhasil mengurangi penyakit sosial di kota dan catatan buram perbudakan manusia. 

Setiap minggu diadakan pertemuan di Balai desa. Pertemuan ini merupakan ajang komunikasi antara penduduk dengan petugas LSM yang dipimpin Rukmana. Setiap sehabis sholat Isya, diadakan ceramah agama. Moshola yang tadinya sepi sekarang mulai ramai. Kegiatan masjid tidak hanya diisi oleh kegiatan ritual agama tetapi juga untuk kegiatan sosial ekonomi penduduk. Mesjidpun menjadi hidup.

Rukmana sudah jarang datang ke desa. Dia lebih banyak menghabiskan waktu sibuknya di kota mengelola usahanya. LSMnya sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan derap pembangunan desa. Dia merasa bersukur bahwa uang yang dulu ditanamnya untuk membantu masyarakat desa sebesar Rp. 5 miliar telah menjadi Lembaga pengelola Dana desa dalam bentuk BMK. Sementara dia tahu bahwa banyak temannya yang menghabiskan uang puluhan miliar untuk hal yang tak berguna seperti membeli rumah mewah, apartment mewah, mobil mewah. Semuanya akan larut ditelan waktu.

Satu saat , ” Pak, Ada petugas dari Kota datang kedesa kita. Tolong bapak datang kemari. Kami bingung karena mereka minta agar usaha kami ditutup. Masyakarat desa mulai marah dan menentang ” Rukmana terkejut mendengar suara dari telp genggamnya.. Tadi yang telp adalah lurah. Ada apa gerangan ? Pikirnya. Ditengah kebingungan tersebut , dia putuskan untuk segera datang kedesa.

” Pak,. Saya segera ke desa sekarang. Tolong jangan ada kekerasan. Kumpulkan penduduk desa di Balai Desa dengan tertip. . ” Pintanya.

Ketika dia sampai di desa. Hari menjelang sore. Para penduduk desa telah memenuhi Balai Desa. Rukmana mendatangi kantor Lurah. Di dalam telah hadir Lurah dan Petugas dari Kecamatan dan Kabupaten. Mereka dari Petugas Dinas Peternakan dan Dinas kesehatan. Seragam mereka memang sangat berwibawa. Apalagi kedatangan mereka disertai dengan kawalan petugas Polisi Pamongpraja.

” Pak Rukmana... Untunglah anda datang dengan cepat. Penduduk desa tidak mau mendengar apapun dari kami. Mereka hanya mau mendengar dari Bapak. Mereka hanya mau menuruti kata kata bapak., " Kata petugas tersebut.

" Apa yang dapat saya lakukan "

" Tolong bapak jelaskan bahwa usaha peternakan mereka itu ilegal. Karena tidak dilengkapi izin dari instansi kami. Kami harus tegas menegakan aturan. Mereka harus menutup kegiatan petenakan ini sampai ada izin dari kami. ” Kata petugas Dinas Peternakan. Rukmana hanya tersenyum mendengarkan kata demi kata dari Petugas itu.

” Dan lagi Pak. Usaha mereka ini sangat beresiko terjangkitnya wabah Flue burung yang mematikan itu. ” Sela petugas Dinas Kesehatan.

” Juga , usaha peternakan ini sangat menggangu kesehatan lingkungan. ” Kata petugas Pengawas Lingungan Hidup.

” Baiklah, Pak. ” Kata Rukmana ” Yang pasti saya tidak pernah memaksakan kehendak pada mereka. Apalagi memprovokasi mereka untuk melawan kehendak atau aturan pemerintah. Selama ini saya hanyalah mendukung apa yang baik untuk mereka. Kalau sekarang mereka patuh pada saya , itu hanya karena mereka mengetahui program yang saya laksanakan memberikan manfaat bagi hidup mereka. Jadi ada baiknya kita bersama sama ikut bicara dengan mereka . Silahkan bapak bapak ikut dalam pertemuan itu dan duduk di samping saya.” kata Rukmana ketika memasuki Balai Desa. Para penduduk yang hadir nampak bertepuk tangan ketika Rukmana masuk kedalam Balai Desa itu. Tepukan itu baru berhenti ketika lambain tangannya mengisyaratkan untuk tenang. Para hadirin semua diam dengan seksama mendengarkan setiap kata demi kata yang dkeluar dari Rukmana.

” Hadirin sekalian. Menurut pemerintah bahwa usaha yang kita jalankan ini adalah tidak syah dan karenanya harus ditutup sementara sampai ada izin dari pemerintah. Jadi saya harap hadirin sekali dapat menerima ini sebagai suatu kenyataan dan tolong...jangan melawan karena kita harus menjadi warga negara yang baik. Kita harus percaya dengan segala kebijakan dari pemerintah. ” Pandangan Rukmana dilepaskan kepada penduduk yang hadir. Mereka saling berpandangan dan kemudian mereka tertunduk. Tanpa suara. Keadaan ini membuat Rukmana salah tingkah dan merasa berdosa karena gagal melindungi mereka.

” Baiklah. ” seru Rukmana . ” Mungkin ada yang hendak ditanyakan kepada petugas dari kabupaten ini .Silahkan. ” Kata Rukmana. Para hadirin diam sejenak. Kemudian, salah satu hadirin menujukan tangan. ” Silahkan. ” Kata rukmana memberikan izin

” Pak. Kami siap menutup usaha kami. Tapi ..." kata katanya terhenti sambil menatap kearah petugas di samping Rukmana. " Bila usaha sapi perah saya ditutup apakah bapak bapak dari kabupaten ini bisa memberi saya 10 Kg telur setiap minggu. Sebab , selama ini saya mendapatkan itu dari tetangga saya. Karena saya juga memberi dia 4 liter susu setiap minggunya.” Pertanyaan ini dicatat oleh perugas yang ada disamping Rukmana.

” Apakah ada yang lain yang ingin bertanya ?

” Saya pak. ” teriak seseorang yang duduk dibelakang. ” Kami siap menutup usaha ternak kambing kami !. Tapi baiknya bapak bapak mengetahui satu hal. Bahwa dulu jalan desa ini sangat buruk hingga kami terisolasi dari dunia luar. Berkat sumbangan dana dari peternak kambing telah bisa memperbaiki jalan desa hingga nyaman dilewati oleh mobil. Bapak bapakpun tidak mengalami kesulitan datang kemari dengan mobil bagus. Padahal sebelumnya tidak ada petugas dari kota yang mau datang karena jalanan rusak. Nah, bila usaha ternak kambing kami ditutup, apakah bapak bapak dari kabupaten dapat memberi kambing sebanyak biaya merawat jalan desa ini ? “

Mendengar pertanyaan lugu dari penduduk desa ini, petugas Dinas Peternakan dari kabupaten yang duduk di samping Rukmana tak bisa berkutik. Dia hanya diam tanpa berani menatap langsung hadirin yang ada di hadapannya. Tapi Petugas Dinas Kesehatan dan Lingkungan menjawab ” Usaha peternakan ini akan mencemari lingkungan desa dengan bau yang tidak sedap dan akan mengakibatkan kehidupan masyarakat desa tidak sehat. Pemerintah mengkawatirkan terjadinya wabah flu burung dan penyakit lainnya. Itulah dasar pertimbangan kami untuk menertipkan usaha pertenakan ini. ”

” Aneh ya Pak ” teriak salah seorang hadirin menyela ” Kami yang setiap hari makan dan tidur di desa ini tidak merasakan aroma bau apapuni. Kok bapak yang jauhnya 100 Km dari desa ini bisa membauinya. Dan lagi setiap kami saling membantu membersihkan kandang. Yang punya kandang ayam akan dibantu oleh tetangga yang punya kandang sapi dan yang punya kandang sapi akan dibantu oleh yang punya kandang ayam. Karena hasil sapi perah akan berbagi kepada pemilik kandang ayam,begitupula sebaliknya, Diantara kami saling berbagi” .

” Kami hanya ingin menertipkan. Itu saja ” kata petugas kesehatan dan lingkungan.

” Dulu, waktu kami tidak punya usaha ternak dan hidup serba miskin, kenapa bapak bapak tidak tertipkan hidup kami. Mengapa baru sekarang setelah kami hidup nyaman harus ditertipkan ? Mengapa ? ” Kata salah satu hadirin sambil berdiri dan menatap semua yang hadir.

” Ya mengapa !! Teriakan serentak para hadirin. Suasana menjadi gaduh. Para petugas itu saling berpandangan. Dan akirnya berdiri. ” Maaf Pak Rukmana. Kelihatannya kami memang tidak diperlukan ada disini. ” Katanya kepada rukmana. Yang kemudian berjalan cepat keluar Balai Desa menuju tempat parkir kendaraannya. Rukmana berusaha mengejar petugas itu. Para hadirin yang ada di dalam balai desa berhamburan keluar.

" Maafkan mereka Pak. " Kata Rukmana

" Bapak dengar sendiri, kan. Mereka melawan kami. Ini sudah pelecehan negara. " Kata petugas ketertiban. "

" Tolong mengerti ,pak. Tidak ada satupun kata kata mereka melawan. Mereka sangat setia dengan aturan pemerintah. Mereka hanya butuh jawaban dan solusi dari bapak bapak. Karena ini menyangkut nasip mereka. Masa depan mereka . " Rukmana mencoba meyakinkan petugas itu. Mereka para petugas berseragam itu saling berpandangan. Seakan terkejut dengan ungkapan Rukmana.

" Anda benar !. Kami memang dalam posisi sulit. Aturan memang harus ditegakkan tapi apa artinya bila kami hanya pandai mengatur ...." Kata petugas itu.

Para penduduk desa melihat dari kejauhan ada percakapan serius antara Rukmana dengan petugas petugas itu. Kemudian Petugas itu masuk ke dalam kendaraan dan berlalu Rukmana hanya termenung memandang kepergian petugas dari kabupaten itu. Ketika dia berbalik kearah balai desa, nampak penduduk desa memenuhi halaman luar Balai Desa. Mereka menanti keputusan dari Rukmana

” Teruslah bekerja seperti biasa. ” Kalimat itu keluar dari mulutnya yang disambut dengan gegap gempita tepukan dari penduduk. ” Dengarkan , saudara saudara ..” teriak Rukmana menenangkan mereka. ” LSM yang membina kalian akan mengurus izin bagi kalian semua. Petugas itu tadi berpesan agar LSM yang selama ini tempat kalian bernaung membuat laporan secara berkala ke kabapupaten.” Lanjut Rukmana.. ” Nah , turutilah petunjuk pembina kalian agar usaha kalian dapat terus berkembang , Teruslah pelihara sikap gotong royong dan kekeluargaan. Itulah kekuatan yang sesungguhnya untuk membuat kalian tetap dihormati oleh pihak manapun, termasuk oleh penguasa yang ingin memaksakan kekuasaannya menzolimi kalian. ” para penduduk desa semua terdiam dan akhirnya mereka saling berpelukan dan berkata, ” Kami sebetulnya tidak butuh mereka dari kabupaten itu. Kami hanya butuh Bapak. Karena bapaklah yang mengajarkan kami untuk mandiri dan saling berbagi”

" Oh , salah. Saya hanya melaksanakan perintah Tuhan. Dan kalian bisa seperti ini karena juga telah melaksanakan apa kata Tuhan Dengan agama yang kita yakini harus mampu membuktikan bahwa kita pantas menjadi rahmat bagi alam semesta, setidaknya mampu memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah kita sendiri. Kuncinya adalah kebersamaan dalam bermusyawarah dan berbuat."