Thursday, May 25, 2023

Cara china membangun industri kendaraan listrik.

 



Kini China lead dalam hal industri kendaraan listrik (EV) dan konsumen EV. Hanya dalam dua tahun terakhir, jumlah EV yang dijual setiap tahun di negara itu tumbuh dari 1,3 juta menjadi 6,8 juta. Kini China merupakan pasar terbesar dunia untuk EV. Merek EV China yang masuk papan atas adalah BYD, SAIC-GM-Wuling, Geely, Nio, Xpeng, dan LiAuto. Sebagai perbandingan, AS hanya menjual sekitar 800.000 EV pada tahun 2022. Sekarang pertanyaan yang harus kita jawab sebagai bahan studi adalah bagaimana China bisa unggul dalam hal EV ?  Mari kita simak tulisan sederhana ini dari sudut pandang praktis.


Pertama. China sudah memiliki beberapa keunggulan struktural. China memiliki kemampuan manufaktur dan supply chain murah yang menopang pabrik kendaraan BBM dan Gas.  Dengan kebijakan pemerintah akan bisa dengan mudah dialihkan untuk mendukung industri EV.  Meskipun China tidak banyak memiliki sumber daya alam untuk bahan baterai, China sudah memiliki industri kimia yang sangat penting untuk baterai, seperti kobalt, nikel sulfat, litium hidroksida, dan grafit. Tekhnologi kimia ini sudah China kuasai sebelumnya dan China lead.


Kedua. China memberikan izin usaha industri EV berdasarkan ekosistem. Jadi insentif berupa subsidi dan dukungan pasar dalam negeri bukan hanya kepada pengusaha dalam negeri tetapi juga kepada investor asing. Nah kebijakan ini mendorong terjadinya arus investasi asing EV ke China. Umumnya ingin memanfaatkan pasar domestik China. Tapi karena supply chain sebagian besar berasal dari dalam negeri CHina, lambat laut, industri EV lokal tumbuh juga. Seperti awalnya Tesla dapat karpet merah kala investasi di China. Kini produk Tesla seperti jadul di China. Kalah bersaing dengan merek lokal.


Ketiga. China memberikan subsidi dan insentif kepada produsen EV dalam bentuk kemudahan mendapatkan lahan dan perizinan. Tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah pemerintah memberikan pasar lewat belanja APBN dan APBD untuk pergantian kendaraan publik dari gas ke EV. Produsen EV dapat pengurangan pajak atas biaya riset yang mereka keluarkan. Sementara konsumen mendapatkan pembabasan pajak PPN 10%. Di kota besar seperti Beijing, nomor kendaraan dilelang. Harganya sudah sangat mahal. Tapi khusus EV, bisa langsung dapat nomor kendaraan. Bebas bayar ongkos toll. Transfer Cash tunai atas pemakaian pada kilometer tertentu dan pada setiap jenis EV. Misal jarak tempuh 150 Km dapat cash transfer ( refund ) sebesar USD 5.


Per 1 Januari, pemerintah China tidak lagi memberikan subsidi kepada pembeli kendaraan listrik (EV), namun digantikan dengan mekanisme pasar credit carbon.  Sistem kredit mobil hijau yang menetapkan persyaratan kepatuhan tahunan untuk pembuat mobil. Perusahaan yang melebihi target proporsi EV dapat menjual kelebihan kredit, sedangkan yang gagal harus membeli kredit atau membayar denda. Kebijakan ini secara tidak langsung melarang  penjualan kendaraan berbahan bakar.


Keempat. China memberikan insentif kepada swasta atau BUMD membangun stasiun pengisian ulang baterai di seluruh kota. Sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi konsumen untuk isi ulang dimana saja. Ini sangat penting mendorong konsumen tidak ragu untuk membeli EV. China juga memperdalam riset baterai lithium besi fosfat, yang dikenal sebagai teknologi LFP. Awalnya memang baterai LFP memiliki kepadatan energi yang jauh lebih rendah dan kinerjanya buruk pada suhu rendah. Perusahaan baterai China, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), menghabiskan satu dekade untuk riset baterai LFP dan berhasil mempersempit kesenjangan kepadatan energi. 


Kini terbukti Baterai LFP lebih aman dan lebih murah dibandingkan baterai lithium nikel mangan kobalt (NMC) yang populer di Barat. Saat ini, industri EV dunia kembali mengakui keunggulan baterai LFP. Sepertiga produksi EV menggunakan baterai LFP. Nah karena china unggul dalam tekhnologi baterai LFP, yang murah dan aman, telah membawa Industri EV China ke garis depan dalam kompetisi global.


Tapi bagaimanapun sukses China tidak lepas nama Wan Gang, seorang insinyur otomotif yang telah bekerja untuk Audi di Jerman selama satu dekade. Wan adalah penggemar berat EV dan ketua tim penguji model EV pertama Tesla, Roadster, pada tahun 2008, tahun peluncurannya. Ia diangkat menjadi menteri sains dan teknologi China. Kehebatan China dalam industri EV, tidak bisa lepas dari kehebatan visi Wan yang membuat keputusan nasional untuk menggunakan kendaraan listrik secara menyeluruh. Sejak saat itu, pengembangan EV secara konsisten diprioritaskan dalam perencanaan ekonomi nasional China. 


Bagimana Indonesia ?

Pemerintah Indonesia lebih focus kepada subdisi produsen berdasarkan kuota. Skemanya, pemerintah akan memberikan bantuan subsidi untuk pembelian motor listrik roda dua sebesar Rp 7 juta per unit. Sementara untuk bantuan subsidi roda empat atau mobil listrik , ada 2 merek yang sudah dipastikan mendapatkan subsidi ini. Yaitu Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air Ev. Untuk Hyundai Ioniq 5, bocoran nilai subsidi yang diberikan antara Rp 70 juta hingga Rp 80 jutaan. Sedang Wuling Air Ev antara Rp 25 juta hingga Rp 35 juta.

Sementara hal yang berkaitan dengan ekosistem EV tidak ada. Seperti penyediaan pasar domestik lewat APBN/D, insentif riset baterai yang murah dan aman,  pengadaan infrastruktur pengisian ulang disetiap sudut kota, dan political will untuk mengurangi hegemoni kendaraan bahan bakar. Jadi bisa disimpulkan subsidi EV itu tidak berdampak apapun untuk pengembangan Industri EV dalam negeri. Itu hanya cara lain menghamburkan APBN berdasarkan kuota. Soal hasil ? EGP aja. Dan lagi apa  berani lawan ASTRA atau Jepang yang produksi kendaraan BBM. Prioritas untuk memperluas armada kendaraan listrik tidak bisa bergantung pada subsidi tapi ekosistem.


Masalah utama di Indonesia, tidak ada menteri yang visioner bidang EV. Mereka low class dalam industri EV. Hanya jadi pengekor tapi hanya sebatas kulit saja, dan itupun caranya rente, mainannya subsidi doang. 

Friday, May 19, 2023

Rapor pemerintahan Jokowi.

 


Kemenangan Jokowi pada tahun 2014, adala cermin dari dukungan publik sangat tinggi terhadap perubahan fundamental untuk membuat sistem berjalan lebih baik. Apalagi standarnya adalah revolusi mental. Duh benar benar tinggi espektasi terpilihnya Jokowi sebagai Presiden.  Saya yakin  sekitar 6 dari 10 orang Indonesia percaya bahwa Jokowi membawa angin perubahan. Akan mendobrak statusquo. Lantas apa yang terjadi setelah dua periode menuju akhir babak kekuasaannya?  Tidak ada perubahan. Bahkan berdampak semakin disfungsi institusi demokrasi, polarisasi. 


Ada lima indikator yang bisa menyimpulkan bahwa Jokowi gagal melakukan perubahan. 


Pertama. Hingga saat ini kontribusi dari sektor manufaktur Indonesia terhadap PDB masih berada di bawah 20%. ( data BPS 19,84%). Padahal salah satu syarat menjadi negara industri itu, kontribusi dari sektor industri manufaktur itu diatas 20% PDB. Kalau bisa sampai 30% PDB. Sebenarnya Jokowi punya modal kuat untuk angkat jadi 30%. Karena periode 2005-2012, sumbangan industri pengolahan kepada PDB nasional mencapai 26,2%. Tapi Jokowi bukan hanya gagal angkat pertumbuhan bahkan malah menurun. Dana PEN mengatasi dampak Pandemi sebesar Rp. 1.600 triliun lebih, boleh dikatakan useless kalau tujuannya untuk recovery.


Kedua. Berdasarkan data Logistic Performance Index (LPI) 2023, yang dikeluarkan oleh World Bank, Indonesia berada di peringkat ke-61 dengan score 3 dari keseluruhan score yang sebesar 5.  Adapun, kinerja LPI dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing. Bandingkan tahun 2012 score LPI 2,94. Apa artinya ? tidak ada perubahan significant. Bahkan menurun.


Padahal upaya serius Jokowi mencapai index LPI diatas 3 itu luar biasa. Dukungan politik dari DPR juga besar sekali.  Kalau dihitung dalam periode penuh pemerintahannya (2014-2022), Jokowi sudah menghabiskan anggaran infrastruktur sebanyak Rp 2.778,2 triliun. Tetap saja walau dukungan politik dan citra sangat bagus, namun faktanya tidak seperti berita pencitraan. Rendahnya pertumbuhan industri karena tingginya ongkos logistik yang mencapai 20% dari PDB. Terjadinya deindustrialisasi karena gagalnya pembangunan infrastruktur ekonomi.


Ketiga. Indeks Persepsi Korupsi tahun 2022 oleh Transparency International Indonesia (TII), menunjukan skor Indonesia anjlok empat poin yaitu dari 38 menjadi 34 atau sama dengan tahun 2014. Tak cukup itu, peringkat Indonesia pun terjun bebas, dari 96 menjadi 110. Merujuk pada temuan TII, tak salah jika kemudian disimpulkan bahwa Indonesia layak dan pantas dikategorikan sebagai negara korup. Gagalnya pemberantasan korupsi ini sebagai bukti lumpuhnya lembaga demokrasi untuk menciptakan kepastian berusaha, yang tentu berdampak menurunnya pertumbuhan industri, kecuali rente semakin subur.


Keempat. Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca! Apa artinya ? sistem pendidikan di Indonesia gagal menciptakan masayarakat Industri. Karena kunci jadi masyarakat industri adalah gemar membaca.


Kelima. Euforia terpilihnya Jokowi adalah buah semangat demokrasi. Berdasarkan riset yang dilakukan Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia meraih skor 6,71 pada Indeks Demokrasi 2022. Skor tersebut sama dengan nilai yang diperoleh Indonesia pada Indeks Demokrasi 2021, dan masih tergolong sebagai demokrasi cacat (flawed democracy). Meski nilai indeks tetap, ranking Indonesia di tingkat global menurun dari 52 menjadi 54. Dalam 12 tahun terakhir, EIU mencatat bahwa indeks demokrasi Indonesia mengalami tren naik turun. Sempat mengalami kenaikan pada periode 2010 hingga 2015, kemudian nilai Indonesia mengalami penurunan sepanjang 2016 hingga 2020. Penurunan terdalam terjadi pada tahun 2017, ketika nilai indeks Indonesia menurun 0,58 dibanding capaian tahun sebelumnya.


Bahwa jika demokrasi gagal di indonesia, itu bukan karena mayoritas orang Indonesia menuntut bentuk pemerintahan yang non-demokratis atau syariah islam. Itu karena minoritas yang terorganisasi dan memiliki tujuan merebut posisi strategis dalam sistem dan merongrong substansi demokrasi sambil mempertahankan cangkangnya—sementara mayoritas tidak terorganisasi dengan baik, atau tidak cukup peduli, untuk melawan. Ya rusaknya demokrasi karena diamnya orang baik, walau mayoritas tetap saja pencudang dihadapan minoritas yang membeli hukum dan demokrasi.


Apa yang dapat saya simpulkan dari lima hal itu? Selama era Jokowi, hanya hebat diawal saja terutama selama 3 tahun. Euforia perubahan di tengah masyarakat sangat percaya bahwa indonesia akan lebih baik dipegang presiden yang tidak terhubung dengan masa lalu era Orba. Tetapi setelah itu, kembali melemah dan lambat laun euforia berubah menjadi pesimis. Namun Jokowi masih bisa menang  periode ke dua walau menang tipis. Masuk periode kedua, pesimis berubah jadi skeptis dan hopeless.  


Ini pelajaran bagi presiden berikutnya. Jangan ada lagi istilah koalisi. Apakah mungkin presiden bisa kerja tanpa koalisi ?  Kalau agenda presiden bagus dan niatnya baik kenapa takut tanpa koalisi.  Kalau DPR menolak agenda presiden, kembalikan kepada rakyat  lewat media massa. Bukankah dalam sistem demokrasi, media massa adalah kekuatan keempat. Nah, komunikasikan agenda itu kepada rakyat. Kalau benar dan baik,  pasti rakyat dukung. Mana berani DPR melawan rakyat langsung. Toh gimanapun kan sistem kita presidentil bukan parlementer. Presiden tidak bisa dijatuhkan DPR kecuali presiden melanggar konstitusi dan sumpah jabatan. 


Siapapun presiden, maka dia harus bersikap adil kepada siapapun termasuk kepada oposisi. Utamakan kebenaran walau pahit. Utamakan keadilan walau mahal. Dan rakyat harus mulai cerdas untuk gemar membaca agar bisa jadi konstituen yang bijak dan tidak mudah jadi korban influencer politik. Pemerintah hebat karena rakyatnya hebat.

Tuesday, May 9, 2023

Ada apa dengan menteri keuangan.?

 



Belum usai kita tersentak karena bocornya informasi PPATK soal transaksi mencurigakan sebesar Rp. 349 triliun, yang berujung dibentukan Satgasus oleh MenkoPolkam. Kini kita dikejutkan lagi oleh berita dari LBP.  “  Ternyata izin kelapa sawit ada 20,4 juta hektare, yang tertanam 16,8 juta hektare, yang belum bayar pajak itu 9 juta hektare,” Katanya. Itu bukan sekedar omongan. Tapi hasil audit BPKP dua kali. Tentu LBP lakukan ini atas perintah presiden yang menunjuknya sebagai Ketua Pengarah Satgas Tata Kelola Industri Sawit.


Bagaimana sampai terjadi hilangnya penerimaan pajak ini?  itu disebabkan adanya pengembangan kebun ilegal dalam kawasan hutan oleh perusahaan dan pembiaran oleh negara. Itu  baru satu kasus. Ada lagi kasus, pabrik minyak sawit (PKS) bekerja sama dengan koperasi atau kebun masyarakat yang tidak terdaftar. Akibatnya, ada produksi tandan buah sawit (TBS) yang tidak masuk radar pajak, yang menghitung PPN berdasarkan kapasitas produksi pabrik. Modus lainnya, perusahaan mengembangkan kebun di luar izin melalui skema plasma dan kemitraan dengan Koperasi Kredit Primer Anggota (KPPA). 


Ditingkat korporat penggelapan pajak itu terjadi secara sistematis. Ada beberapa modus yang dilakukan oleh WP. Pertama, WP badan yang mengekspor CPO dan produk turunannya menggunakan perusahaan special purpose vehicle (SPV) untuk melakukan praktik transfer pricing. Caranya, catatan transaksi ekspor yang ada di dalam dokumen ekspor (laporan surveyor dan nota pemberitahuan ekspor) dibuat dengan perusahaan SPV di Singapura. Padahal, negara tujuan ekspornya adalah India. WP badan membuat transaksi bayangan (shadow trading). Dan, tentu harga ekspor di dalam nota transaksi diturunkan (downgrade) dari harga riil.


Kedua, uang dari devisa hasil ekspor tidak langsung dimasukkan ke dalam negeri tapi disimpan di negara suaka pajak dengan menggunakan rekening SPV. Sehingga, otoritas perpajakan kesulitan melacak dana tersebut. Ketiga, banyak pemilik perusahaan menyimpan harta dan aset mereka di negara suaka pajak dengan menggunakan SPV. Mereka menikmati berbagai fasilitas perpajakan yang minim dan fasilitas kerahasiaan simpanan dari otoritas setempat.


“ Menurut saya temuan BPKP atas 9 juta hektar yang belum bayar pajak, ini menambah keyakinan kita betapa brengseknya pengelolaan keuangan negara. Anda bisa bayangkan. Andaikan 1 hektar itu pajaknya Rp. 1 juta. Maka 9 juta hektar itu sama dengan Rp. 9 triliun. Tapi apa iya pajak hanya sebesar itu/tahun. Pasti lebih lah. Apalagi kalau dikaitkan dengan loss opportunity kemakmuran, seperti kasus Surya Dharmadi. Nilainya Rp. 78 Triliun untuk luas lahan 37.000 hektar. Kalau kasus itu dijadikan benchmark, Wah engga kehitung besarnya kerugian negara.” Kata teman waktu kami ngobrol santai.


Terus mengapa baru sekarang dibuka ke publik secara resmi? tanya saya. “ Ya karena ini kan tahun politik. Sepertinya antar elite saling membuka borok, sebagai cara saling menekan untuk dapatkan posisi tawar secara politik. Maklum oligarki itu kan tumbuh karena ada kesepakatan haram antara pengusaha dan elite. Para pejabat birokrat berani begitu karena mereka juga jadi kurcaci elite. Jadi udah konspirasi sifatnya. 


Engga percaya? itu perhatikan aja usulan dari LBP kepada presiden.  tidak usah dibawah ke ranah hukum. "Sekarang semua didigitalisasi. Saya bilang Pak Presiden, tidak usah dibawa legal, 'Jadi gimana?', pokoknya penalti saja. Berapa yang ditentukan KLHK, dia bayar. Kalau tidak bayar diambil pemerintah," jelas Luhut. "Kalau dibawa ke pengadilan, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), 2023 gak selesai-selesai. Kungfu pengadilan itu macam-macam. Jadi bikin sederhana saja," tandasnya.


Anda  bayangkan. Kalau presiden setuju atas usulan LBP itu, maka sebenarnya pemerintah sendiri udah distrust dengan hukum. Artinya, kita tidak sedang membangun peradaban lebih baik.  Kita sedang membangun peradaban bar bar. Hukum rimba. Yang kuat makan yang lemah. “ Siapa yang bisa jamin cara sederhana itu lebih efektif dibandingkan proses hukum? jangan jangan hanya cara untuk malakin pengusaha sawit untuk ongkosi orang jadi presiden atau ongkosin chaos Politik . “ Kata teman. Saya terhenyak. Ada apa dengan menteri keuangan dan LBP? 

Tuesday, May 2, 2023

BUMN dan menegement Ponzi

 



Waskita memang paling banyak dapat penugasan proyek strategis dari Jokowi untuk membangun jalan tol. Ini program B2B atau PINA atau pembiayaan investasi non anggaran. Sebenarnya skema ini layak sekali untuk amakan ruang fiskal. Tapi karena skemanya grey area, sehingga bukannya membantu keuangan negara malah menjadi sumber korupsi yang mudah  “ Kalau mau jujur, jauh lebih murah bangun jalan tol pakai uang APBN langsung lewat Menteri PU daripada tugaskan BUMN, yang pada akhirnya toh negara juga yang bailout kerugian dan hutangnya.” kata teman.


Kejaksaan Agung telah menahan Direktur Utama Waskita Tbk  ( BUMN), dan 8 lainnya. Modus kejahatannya termasuk canggih. Yaitu memanfaatkan Supply chain Financing. Ini fasilitas dari bank untuk membiayai cash flow perusahaan.  Oleh tersangka, fasilitas ini disalah gunakan untuk kepentingan pribadi. Caranya dengan memalsukan dokumen pendukung pencairan. Sehingga menurut BPKP, kerugian keuangan negara dalam kasus ini sebesar Rp 2.546.645.987.644. Dampaknya saham Waskita langsung ARB.


Sejak tahun lalu Waskita sedang melakukan program penyehatan. Karena ada debt trap sebesar Rp 82 triliun. Apa saja program penyehatan itu? Reorganisasi, PMN, restruktur, M/A. Sebelum program penyehatan dilaksanakan, harus dilakukan audit forensik.  Apa itu audit forensik. Audit mencocokan data dan fakta. Berbeda dengan general audit yang hanya melihat dokumen pendukung. Yang dilihat dalam audit forensik bukan hanya dokumen pendukung tapi juga fakta. Mana alatnya? oh ada. Benarkah spec nya? minta konsultan ahli menilai spec itu, apakah cocok untuk kebutuhan. Kira kira begitu audit forensik. Jadi sama dengan fakta hukum di pengadilan. 


Setelah audit forensik dilakukan. Maka akan diketahui penyakit perusahaan. Kalau karena mis management. Maka direksi dan komisaris ganti semua. Lakukan reorganisasi secara luas. Kalau karena kurang modal, ya pemegang saham harus bailout utang itu lewat penambahan modal agar struktur neraca keuangan jadi sehat. Kalau karena kompetisi, ya lakukan merger atau akuisisi perusahaan pesaing agar terjadi kolaborasi. Kalau karena sarat utang yang berat, ya restruktur utang lewat pejadwalan pembayaran utang dan keringanan suku bunga.


Nah dalam kasus Waskita. Saya sendiri bingung. Ilmu management apa yang mereka jadikan referensi. Karena tahun 2022 mereka lakukan restrukturisasi utang dan dirut yang jadi tersangka sekarang justru dipilih lagi untuk periode kedua pada februari 2023. Ada dua putaran restruktur . Satu putaran untuk restruktur utang Bank sejak tahun 2022 dan satu lagi utang obligasi yang masih menanti hasil restruktur putaran pertama. Kenapa baru tahu ada perbedaan data akuntasi SCF dengan fakta?. Sehingga terindiikasi fraud. Kalau memang Meneg BUMN engga pernah lakukan audit forensik. Ya fraud itu dilakukan dengan sepengetahuan Kantor Meneg BUMN dan dewan komisaris. Restruktur dilakukan dengan tujuan menutupi tindakan kriminal. Saya berharap kalau jaksa agung tangkap dirut Waskita, ayolah KPK mulai sidik pejabat meneg BUMN dan komisaris. Ini bukan kejahatan biasa. Apalagi jumlah transaksinya massive. Udah kejahatan sistematis. Saya engga yakin kerugian negara hanya Rp. 2,8 triliun. Bisa saja lebih. 


Meneg BUMN selama ini terkesan menyelesaikan masalah tapi sebenarnya menggeser masalah ke jangka panjang dan itu kelak akan lebih besar masalahnya. Restrutktur utang pada akhirnya yang dikorbankan Bank BUMN juga. Contoh kasus GA. Itu memaksa bank BUMN menerima skema long-term payables (LTP). Melalui skema ini tenor jadi 22 tahun dan bunga 0,1%. Tidak ada cicilan tapi bullet repayament atau bayar saat jatuh tempo. Itu kalau dihitung angka PV/FV, sama aja engga bayar. Karena saat jatuh tempo udah nol nilainya. Dan biasanya setelah proses restrukturisasi juga dilakukan penyetoran modal negara  (PMN) lewat APBN. Apapun solusi ujungnya uang APBN dibancakin.


Yang jadi masalah adalah kebiasaan BUMN melakukan window dressing lewat pemberian deviden yang besar kepada negara. Bagi Meneg BUMN ini pencitraan kepada publik bahwa ditangannya BUMN untung besar. Padahal bukan rahasia umum kalau menjelang akhir tahun banyak direksi BUMN sibuk cari utangan untuk bayar deviden kepada negara. Bagi mereka setoran laba tinggi akan memudahkan leverage aset lewat utang dan PMN. Jadi sudah seperti menegement ponzi. Seperti kasus pembangunan IKN. Semua menteri gembar gemborkan banyaknya investor mau terlibat. Ternyata setelah dana APBN keluar lewat proyek infrastruktur IKN, sampai kini belum ada investor swasta dan asing mau terlibat. Entahlah, mau dibawa kemana negeri ini. Padahal mereka semua well educated dan digaji mahal.