Thursday, August 18, 2011

Kebangkrutan massal karena rakus dan tolol



Mardi berjalan memasuki sebuah desa. Di sampingnya ikut pula sang kurcaci yang selalu setia mengikuti kemanapun dia pergi. Dia tersenyum ketika melintasi jalan desa.“ Hmm… Saya mencium bau uang bertebaran di jalanan ini “ katanya sambil menebar senyum setiap berlintasan dengan penduduk desa.

“ Tuan, saya tak melihat ada uang di jalanan “ Sang Kurcaci menimpali

“ Tentu kamu tak akan pernah bisa melihat. Kamu tolol..”

“ Saya memang tolol , tuan. Tapi yang pasti saya tidak buta. Memang tidak ada uang bertaburan di jalan. “ Kurcaci itu membungkukan tubuhnya ke tanah. Seakan meyakinkan Mardi bahwa matanya tidak salah.

“ Itulah ketololan kamu. Melihat dengan matamu. Mata itu selalu berdusta. Lihatlah dengan mata pikiranmu. Kemudian kembangkanlah imajinasimu. Maka semua akan nampak dan jelas. Itu semua ada uang “ Mardi berfilsafat.

“ Saya tidak paham ,tuan. “

“ Bagus. Lebih baik kamu tidak faham. Cukuplah kamu menghamba denganku”

“ Saya Tuan..”

Mardi terus melangkah mengelilingi seluruh kampung. Dia menghitung seluruh rumah beratap yang ada di desa itu. Jumlah 423 rumah. “ Jumlah yang cukup besar” gumamnya. Dari sejumlah rumah itu, 40 rumah tergolong mewah bagi ukuran kampung. 5 Rumah sangat mewah. Sisanya adalah rumah biasa. Layaknya rumah kampung dengan bangunan apa adanya sekedar berlindung dari terik matahari dan hujan deras. Akhirnya langkahnya menuju ke kantor Kepala Desa. Dengan baju yang serba mewah, penampilan Mardi cukup meyakinkan kepala desa bahwa dia orang asing kaya raya. Tentu kedatangannya disambut oleh kepala desa dengan ramah sekali. Orang kaya datang , tandanya berkah akan datang pula.

“ Apa gerangan kehendak sanak untuk datang berkunjung kedesa kami ini “ Demikian sang kepala desa bertanya kepada Mardi.

“ Saya lagi bingung Pak. Bagaimana caranya menghabiskan uang di kantong saya. Harta saya berlimpah dan ingin berbuat baik sekali dalam hidup saya. Itulah sebabnya saya datang ke desa ini. “ Kata Mardi dengan bahasa dibalut senyum. Menunjukan dia orang yang tulus.

“ Apakah maksud tuan ingin membagikan uang itu kepada rakyat kami “

“ Ya..” Jawab Mardi dengan tegas.

Sang lurah segera berdiri dan menghampiri Mardi. Dengan wajah berwibawa Lurah itu berkata “ Tuan, rakyat disini hidup damai sejahtera. Semua kebutuhan desa terpenuhi oleh alam. Mereka hidup saling begotong royong menyelesaikan masalah. Orang kaya melindungi orang miskin. Para pamong desa dan tetua adat bersama sama mengayomi rakyat untuk maju , tertip dan selaras. Itulah kami didesa ini , Tuan. Jadi kami tak butuh apapun dari Tuan. Terimakasih”

Mardi tersenyum mendengar ungkapan simpatik dari kepala Desa itu
“ Tadi saya sempat berkeliling desa. Masih banyak warga desa yang butuh pertolongan. Kan tidak ada salahnya kalau saya ingin membantu mereka. “

“ Membantu itu boleh. Tapi jangan beri mereka uang tapi kesempatan. Itulah yang diperlukan oleh mereka. Dan ini adil untuk saling memanfaatkan. Harta tuan tidak habis , dan rakyat desa tertolong.

“ Kesempatan apa yang bapak maksud “

“ Peluang usaha yang memungkinkan mereka dapat menghasilkan uang. Kalau itu yang tuan berikan maka saya berserta tetua adat serta para saudagar kaya di desa ini akan berada di belakang tuan. Yakinlah .”

“ Kalau begitu saya paham…”

“ Terimakasih , tuan “

Karena senangnya sang Lurah dengan kehadiran Mardi maka dia sediakan tempat tinggal yang layak untuk Mardi. Rumah itu milik salah satu juragan kaya di desa. Yang tentu punya beberapa rumah bagus. Sang juragan menyambut Mardi dengan antusias. Karena merasa akan mendapatkan mitra yang pantas untuk memperbanyak uang masuk ke pundinya.“ Nah apa rencana tuan selanjutnya “ tanya sang juragan kaya

‘ Saya mencari Bunglon. “ Jawab Mardi mantap.

“ Untuk apa ? Juragan itu menampakan wajah keheranan.

“Untuk saya jual kembali di kota. “

“ Tentu jumlah banyak ? “ Sang Saudagar melihat ada peluang bisnis.“ Tentu. Berapapun jumlahnya saya beli”

“ Berapa harga yang bisa tuan beli. “

“ Rp.10,000 satu ekor. “ Jawab Mardi dengan tegas dan meyakinkan.

“ Apa ! “ Suara saudagar terdengar setengah berteriak dan hampir melompat dari tempat duduknya “ Seekor bunglon dihargai Rp. 10,000”? Benarkah itu ?” Sambung saudagar itu dengan ceria.

“ Ya , kenapa “

“ Wah , ini bisnis yang bagus tuan. Bagus...Bagus sekali. Tahukah Tuan, di sini bunglon banyak berkeliaran di kebun kebun. Kami bisa sediakan sesuai yang tuan inginkan. Sebutkan berapa pesanan yang tuan inginkan. “ Saudagar itu langsung menangkap peluang bisnis dan bicara layaknya bisnisman sejati.

“ Tahap awal saya butuh 500 ekor ‘ Kata Mardi.

“ Oh, itu mudah tuan. “

“ Berapa lama bisa saya dapatkan itu “

“ Kasih saya waktu paling lama seminggu, tuan akan dapatkan pesanan itu. Tidak usah kawatir “

“ Baiklah. “

“ Eh..bagaiman soal pembayarannya “ Tanya juragan itu dengan sedikit sungkan. Maklum dia takut Mardi merasa diragukan kemampuannya.

“ Tidak usah kawatir. Saya bayar tunai setelah jumlahnya pas 500 ekor.”

“Baik tuan. Baik..Terimakasih. Ini tawaran yang sangat menguntungkan.

Ke esokannya Juragan itu mengumunkan kepada orang desa bahwa dia bisa membeli bunglon dengan harga per ekor nya Rp. 5000. Berita ini tersebar begitu cepat dari mulut ke mulut. Orangpun berdatangan ke rumah juragan itu untuk meminta kepastian pesanan itu. Juraga itu menjawab dengan tegas. Bahkan menyediakan pavilion rumahnya sebagai kasir dan sekaligus sangkar penyimpan bunglon yang akan dibelinya. Maka hari hari berikutnya berdatanganlah orang perorang ke rumah juragan itu membawa bunglon hasil tangkapannya. Belum sampai seminggu, Bunglon sejumlah 500 ekor tekumpul sudah. Mardi menghitung dengan cermat satu per satu bunglon yang ada. Kemudian dia membayar tunai.

Mardi minta pamit untuk kekota sebentar menjual bunglon itu. Dalam perjalanan Mardi berkata kepada kurcacinya “ Mulai besok kamu tinggal di kota saja. “

“ Mengapa , Tuan “ ?

“ Jangan tanya mengapa. Kamu orang bodoh. Turuti saja apa kata saya “

“ Saya tuan”

“ Nah itu bagus. Di kota kamu tinggal bersama bunglon bunglon ini. Bila kelak ada orang datang mengambil bunglon ini maka berikan.Bila dia memberikan uang kepadamu maka terima”

“ Mengapa ? “Tanya Kurcaci itu.

“ Sudah kubilang, jangan tanya !”

“ Saya, Tuan. “

“ Jaga itu bunglon dan jangan sampai lepas barang satu ekorpun. Paham,kan !”

“ Kalau itu paham tuan. Saya harus jaga bunglon itu sama seperti menjaga nyawa saya. “

“ Betul. “

Tak lebih dua hari Mardi sudah sampai di desa itu lagi. Tentu disambut girang oleh juragan. Namun kali ini keadaan menjadi lain. Karena lurah ada menyambutnya di rumah juragan itu.

“ Saya butuh 1000 ekor bunglon lagi. Kalau ini berhasl maka berikutnya saya butuh 2000 ekor dan terus , terus . Apakah bisa “ Kata Mardi mantap.

“Tentu bisa , Tuan..bisa “ Jawaban serentak dari lurah dan juragan.

“ Tapi…” seru lurah dengan lembut “ harus diatur tata niaganya pak.”

“ Mengapa diatur?

“ Di desa ini semua kesempatan harus dibagi rata. Tak boleh hanya satu orang yang menikmati keuntungan. Disini ada 10 juragan, Mereka harus dibagi rata peluang ini. Itu sudah kesepakatan dan menjadi tradisi kami disini.” Kata Lurah dengan bijak.

“ Oh ..itu bukan urusan saya. Saya hanya butuh bunglon terkumpul dan saya bayar tunai.”

‘ Tentu , ini bukan urusan tuan. Tentu. “

Keesokan harinya rapat digelar di desa. Para juragan berkumpul untuk membicarakan bagaimana membagi peluang yang ada ini. Rapat berlangsung awalnya penuh tawa namun akhirnya mulai memanas. Karena masing masing juragan menuntut lebih banyak jatah alias kuota untuk menjual kepada Mardi. Hampir tengah malam , rapat belum juga tuntas mendapatkan jalan keluar. Akhirnya salah satu tetua adat berkata..

“ Baiknya masalah ini diserahkan kepada mekanisme pasar saja. Biarkan para juragan ini bersaing untuk membeli sesuai harga yang bisa dibelinya. Namun, rakyat lainnya juga harus diberi kesempatan. “ Tetua adat ini terdiam sebentar sambil memandang semua yang hadir.

Semua terdiam. Kemudian Lurah berkata kepada tetua adat itu “ Silahkan teruskan sarannya , pak ..”

“ Kita harus bagi rakyat kita sesuai kemampuannya. Yang agak punya kemampuan ekonomi kita jadikan agent. Yang kurang mampu kita jadikan pencari bunglon. Nah, agar rakyat desa dan agent punya kepastian likuiditas maka kita gunakan koperasi dan bank desa untuk memberikan pinjaman sementara dengan jaminan penjualan kepada anda semua. Dengan demikian, terjadi pemerataan kesempatan.”

Semua terkesima dengan saran gemilang dari tetua adat ini. Para juragan merasa senang karena tak lagi direpotkan dengan uang atau ongkos untuk mendapatkan bunglon. Mereka tinggal tunggu bunglon datang dan bayar. Kemudian langsung jual kepada Mardi dan langsung pula dapat tunai. Business yang mudah dan tak beresiko.

Setelah rapat itu selesai. Maka keesokan harinya antar juraganpun mengadakan rapat. Mereka membahas bagaimana mengatur harga beli dan mengatur untung diantara mereka dari transaksi bunglon ini. Salah satu diantara mereka mengusulkan “ Kita harus bersatu di hadapan Mardi. Kita harus mengatur harga jual kita.Jangan hanya setuju apa kata dia. ““ Setuju” jawab yang lain serentak.

‘ Untuk itu kita naikkan harga jual kita kepada Mardi menjadi Rp. 15,000. “

“ Setuju “: Jawab yang lain serentak.

Kenaikan harga ini di sampaikan kepada Mardi. Dengan wajah yang agak kecewa Mardi menyanggupi untuk membayar sesuai harga yang mereka inginkan.

Tak terasa berlangsung lebih dua minggu kegiatan ini berlangsung. Keadaan menjadi lain. Penduduk desa sudah tidak tertarik lagi bertani atau membuat bata atau membuat ijuk atau berternak. Semua kegiatan desa terpusat kepada mencari bunglon. Mereka tidak lagi mencari sesuai pesanan tapi sudah mulai melakukan pengumpulan stock. Lewat sebulan harga sudah mencapai Rp. 40,000 perekor. Setiap kenaikan harga yang diminta oleh juragan, selalu dituruti oleh Mardi. Antar juragan di lapangan bertarung memperbanyak stock sebanyak mungkin dan bank desa selalu bersedia memberikan tambahan modal kalau diperlukan. Namun mereka bersatu kalau menghadapi Mardi untuk mendapatkan kenaikan harga. Selama ini kegiatan keuangan desa bergerak cepat. EKonomi tumbuh dua digit. Jumlah yang berhasil dibeli oleh Mardi dari juragan itu sudah mencapai 10,000 ekor bunglon. Sementara stock yang tersedia di tangan juragan lebih 5000 ekor bunglon.

“ Saya butuh pesanan bunglon lebih banyak lagi.’Mardi berkata kepada seluruh juragan yang hadir dalam pertemuan dikantor lurah. “ Setidaknya dalam bulan ini saya butuh 40,000 ekor bunglon. Apakah bisa dipenuhi” Sambungnya.

“ Tentu bisa.” Jawab juragan itu serentak. “ Tapi , kami minta harga yang lebih baik. Karena tidak mudah mendapatkan bunglon lagi. Karena sudah banyak yang ditangkapi. Tapi kami akan mendatangkan dari desa tetangga. “ Kata salah satu juragan yang menjadi penyambung lidah para kumpulan juragan.

Mardi terdiam. Seakan berpikir keras. Akhirnya dia berkata “ Baiklah. Saya akan beli dengan harga Rp. 100,000 perekor. “

Sudah seminggu berlansung jumlah bunglon yang berhasl ditangkap semakin menciut. Karena mungkin sudah tak lagi bisa berkembang karena semua banyak yang ditankapi. Tapi ini tidak mnyurutkan semangat para juragan. Mereka makin meninggikan harga beli kepada agent. Lama lama harga sudah mendekati harga jual kepada Mardi. Hal ini membuat mereka takut tak ada untung. Makanya mereka menemui Mardi. Minta kenaikan harga. Dengan agak berat hati akhirnya Mardi menerima kenaikan harga itu dengan berkata “ Saya dikejar janji dengan pembeli dikota. Saya tak penting lagi untung .Apalagi saya datang kemari hanya ingin bantu masyarakat desa. Ya sudah , ini harga terakhir dari saya yaitu Rp. 1.000.000 per ekor. “

Para juragan itu mendengar kenaikan harga dengan kegirangan. Mereka tidak lagi melihat masalah yang sulit. Untung dan harta berlimpah dari usaha bunglon ini sudah di depan mata. Mereka memeluk Mardi dengan hangat. Sambil memuji kemuliaan hati Mardi. Keadaan desa semakin mendapat pujian dari para masyarakat. Kegiatan ekonomi desa tumbuh. Masyarat bergairah. Karena banyak uang dari hunglon ini maka tak ada lagi padi yang ditanam. Beras tinggal beli. Semua kebutuhan dibeli dari desa tetangga. Kegiatan produksi real tak lagi nampak bergairah. Hanya seadanya dari segelintir orang.

Semua juragan itu tersenyum riang. Antara mereka saling bersalaman sebagai ujud sukses dalam kebersamaan. Ketika keluar dari rapat itu terdengar bisikan juragan kepada lurah “ Saya akan sediakan Rp. 10.000 setiap ekor bunglon yang kami beli untuk biaya bapak ikut pemilihan kepada desa. “

Lurah tersenyum. Kemudian menarik salah satu juragan itu kedalam kamar kerja nya “Ini rahasia. “ Kata lurah itu dengan berbisik” . Saya ada contact dengan desa tetangga mereka bisa menyediakan setidaknya 5000 ekor. Dan desa lainnya bisa menyediakan 5000 ekor. “

“ Benarkah itu ?

:” Benar” Jawab lurah itu dengan tegas.

“ beritahu saya alamatnya. “

“ Tapi jangan bilang siapa siapa ya “ kata lurah itu sambil memberikan alamat.

“ Baik pak..”

“ Tapi…”

“ Apalagi “ kata juragan itu.

“ Saya tidak hanya butuh uang Rp. 10.000 per ekor tapi juga mau ikut urut modal beli bunglon itu. Karena saya lurah maka saya titip modal kepada kamu. Hasilnya kita bagi sesuai modal yang keluar , gimana setuju.?”

“ Baiklah pak..” kata juragan itu dengan muka masam.

“ Ini uang untuk 2000 ekor. Harga beli disana hanya Rp. 500.000. Jadi untung saya Rp Rp. 1 milliar ya. Plus Rp. 40 juta dari janji kamu. OK.”

“ OK pak..”

“ Nah , ini uang yang untuk 2000 ekor. : Kata lurah itu sambil mengeluarkan uang dari dalam lemari.

Setelah sampai waktu pengiriman bunglon kepada Mardi , bunglon belum juga terkumpul sebanyak yang dipesan.Masih kurang 5.000 ekor lagi. Mardi nampak murung ketika hal ini dikabarkan oleh para juragan, Mereka minta waktu sebulan lagi atau seminggu lagi. Mardi tak bisa memberikan persetujuan kecuali harus melaporkan kepada pembeli di kota soal keterlambatan pengiriman bunglon. Tak ada kekawatiran dari para juragan itu. Karena mereka yakin pembeli kota akan menerima. Apalagi usaha ini sudah berlansung hampir enam bulan.Selalu tidak ada masalah. Mereka sudah merencanakan yaitu kalau orang kota setuju jadwal pengiriman ditunda maka mereka akan minta kenaikan harga lagi.

Kedatangan Mardi di kota disambut oleh sang kurcaci dengan penuh penghambaan. Kurcaci itu membungkukkan tubuhnya sambil menyerahkan uang sebesar Rp. 5 miliar untuk 10,000 bunglon yang diambil oleh dua orang yang berlainan. Mereka itu berasal dari dua desa yang bersebelahan dengan desa dimana Mardi membeli bunglon. Mardi tersenyum menyaksikan tumpukan itu dan akhirnya tertawa tinggi sambil menari menari menyaksikan tumpukan uang yang ada diatas meja. Kemudian di tatapnya sang kurcaci itu “ Kamu tidak akan tidak akan bertanya mengapa saya kegirangan..ya kan..”

“ Saya Tuan..”

“ Bagus. Kamu juga tidak bertanya apapun kepada orang yang datang mengantar uang ini ke rumah sambil membawa 10.000 ekor bunglon kita. “

“ Saya , Tuan..”

“ Bagus…

“ Saya, Tuan..” Kurcaci itu senang dipuji oleh juragannya.

“ Bukan kamu yang bagus. Tapi bagus karena besok kita akan pergi ketempat lain. “

“ Kemana , Tuan?

“ Ke tempat dimana ada banyak orang kaya yang rakus dan masyarakat yang suka cari untung cepat lewat jalan pintas…”

Sudah lebih seminggu Mardi tak lagi menampakan batang hidungnya di desa. Para juragan , agent, koperasi desa , bank desa kebingungan. Harga bunglon langsung turun dari Rp. 500 ribu per ekor sampai akhirnya Rp. 1000 rupiah dan akhirnya lurah terpaksa menghentikan perdagangan bunglon sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Setidaknya menanti sampai Mardi datang kedesa.

Sebulan kemudian , Mardi tak kunjung datang. Lurah kebingungan membayar hutangnya kepada Koperasi. Agent bingung membayar hutangnya kepada koperasi. Rakyat bingung bayar hutangnya kepada Agent. Agent bingung menagih janji beli kepada juragan. Dan Juragan pun bingung karena harus bayar hutang kepada bank desa. Sementara seluruh bunglon yang disangkarnya tak lagi bernilai sebagai jaminan bank. Merekapun akhirnya menanti masa dimana kebangkrutan massal tak terelakan. Suatu kebodohan karena kerakusan selalu terjadi dari waktu ke waktu di mana saja, walau bentuk berbeda namun esensinya sama. Bahwa akan selalu ada orang culas menarik manfaat dari sikap hidup yang salah ini.

Berkah mendapatkan mitra hebat.



Lewat setahun bisnis makloon dilakoni, aku berhasil meraih laba sebesar USD 20 juta. Kalau tadinya karyawan hanya James, namun kini sudah ada 40 orang bekerja. Aku berniat untuk ekspansi. Dari Wenny, aku ditawari peluang. Lewat e-mail, ia mengenalkan aku dengan seorang pengusaha di Hangzhou yang berencana menjadi supply chain dari Celuler Device yang pabriknya sedang berkembang hebat di Hangzou  Orang itu menginginkan mitra yang memungkinkannya mendapatkan kontrak dengan FxC. Aku segera terbang ke Shanghai. 

Di bandara aku dijemput Wenny. Sebagai tenaga analis di pusat riset investasi, aku mendapatkan penjelasan dari Wenny tentang kehebatan insinyur China di bidang elektro. Aku baru tahu bahwa sebagian besar pengusaha di bidang hi-tech di China merupakan alumni dari China Academic Science. Mereka tadinya bekerja lebih banyak di pemerintahan, khususnya militer dalam riset persenjataan. Tapi seiring dengan berubahnya China di bidang politik dan ekonomi, para insinyur itu terseret dalam arus kencang perubahan itu. 

Nampaknya mereka tidak mau berdiam diri menanti peluang kemakmuran dari para pedagang dan Pemerintah. Di era Deng Xioping, ratusan ribu dari mereka mengajukan pengunduran diri sebagai PNS dan terjun ke dalam kancah wirausaha. Mereka harus belajar bisnis dan mengenal medan kompetisi, atau mereka akan digilas oleh perubahan. Proses itu dilalui sambil mereka terus belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda dari sebelumnya, ketika mereka jadi PNS. 

Dari Shanghai dengan menggunakan train, aku meluncur ke Hangzhou bersama Wenny. Di kantor temannya itu kami diterima dengan sangat ramah. Namanya Wang. Usianya sebaya denganku. Nampak terpelajar dengan bahasa Inggris yang bagus.  Betapa terkejutnya aku, dari kantornya yang sederhana itu ia memimpin riset dan memproduksi alat yang sangat vital untuk misi pesawat ulang alik dari NASA. Bukan itu saja, ia juga memegang paten untuk beberapa peralatan elektro yang dipakai oleh Boeing. Pabriknya menjadi supply chain untuk NASA dan Boeing. Omzetnya setahun di atas USD 100 juta. 

"Begitu hebatnya bisnis Anda, mengapa Anda menawarkan kerjasama dengan saya?,” kataku ketika ia mengundang makan malam. 

"Alasannya karena saya mengenal baik Wenny. Ialah yang merekomendasikan Anda untuk bermitra dengan saya. Kedua, business network Anda yang luas khususnya dengan pengusaha Taiwan itu juga penting. Dan ketiga, saya suka dengan Anda, Jaka". 

"Tapi saya tidak begitu paham dunia elektro dengan standar hi-tech

"Saya yakin Anda bisa belajar cepat. Tidak sulit kok. Teknisnya itu urusan kami. Sebaiknya Anda pelajari proposal bisnis kami dulu, setelah itu Anda kami tunggu untuk membicarakan lebih jauh bagaimana kemitraan itu akan dijalankan," katanya seraya menyerahkan dokumen yang tidak begitu tebal. Aku berjanji akan mempelajarinya dengan cepat.  

Usai makan malam, aku kembali ke hotel bersama Wenny. "Terimakasih kamu sudah rekomendasikan aku kepada mereka. Kelihatannya mereka orang hebat. Mengapa kamu rekomendasikan aku kepada mereka?,” kataku kepada Wenny ketika di dalam taksi. 

"Walau kita belum lama kenalan namun dari komunikasi e-mail dan pembicaraan lewat Skype, pertemuan, aku tahu kamu orang baik dan punya visi hebat dalam bisnis. Entah mengapa aku percaya. Boleh kan?," katanya. 

"Bagaimana dengan suami kamu?." Aku khawatir kedekatannya membantuku mengganggu hubungannya dengan suami. 

"Aku sudah bercerai sejak setahun lalu. Aku hidup bersama seorang putra. Sekarang ia masih sekolah dasar tingkat 8", katanya. Sekarang baru aku tahu bahwa Wenny seorang single parent. Sesampai di hotel, aku langsung ke kamar karena lelah sekali. Dan ia juga ke kamarnya.

Kami janji besok pagi bertemu di restaurant untuk breakfast. Usai breakfast, kami langsung check out. Aku menuju bandara untuk pergi ke Shenzhen, dan Wenny ke stasiun kereta menuju Shanghai. Aku berjanji akan keep in touch dengan Wenny. Juga berjanji akan mem-follow up peluang bisnis yang ditawarkan temannya itu. 

Lewat sebulan setelah bussiness trip ke Hangzhou, aku ditelepon oleh relasi dari New York untuk bertemu di Hong Kong. Ia seorang warga negara AS. Tadinya di tahun 90an, ia bertugas sebagai penasehat ahli Pak Harto untuk urusan Pertamina. Aku mengenalnya sangat dekat, tapi ia lebih menganggap aku sebagai anaknya. Usai tugasnya di Indonesia, ia kembali ke AS. Belakangan aku mendapat informasi bahwa ia dipercaya sebagai Direktur Deposit Trust Corporation (DTC). Ya, semacam perusahaan penyelenggara clearing perdagangan surat berharga. Sejak ia kembali ke AS, aku tetap menjalin komunikasi dengannya karena ia senang menjawab semua pertanyaanku seputar dunia keuangan. Berkatnya pula aku berkesempatan ikut kursus Financial Engineering di World Bank. 

Jam 8 pagi aku sudah berada di Stasiun Louhu Shenzhen menuju Hong Kong. Janji dengannya jam 11 pagi. Aku mampir ke toko bebas bea untuk membeli cigar kesukaannya. Walau usianya hampir 70 tahun, tapi ia tetap sehat dan masih menyukai cigar. Ia menginap di hotel Conrad, Central Hong Kong. Aku rindu kepadanya. Rindu akan kebersamaan dulu saat menemaninya makan sate Pak Kumis di Blora.

Benarlah, ketika aku masuk ke lobby hotel ia sudah menanti di depan. Dengan wajah berhias senyum akrab, ia merentangkan kedua tangannya siap menerima pelukan hangatku. Ia menuntunku ke cafe yang ada di hotel itu. Aku menyerahkan dua kotak cigar.  Ia senang sambil memeluk hangat, "Kamu anak yang berbakti dan tahu apa yang orang tua suka". 

Ia bertanya tentang Indonesia dan juga menanyakan kemajuan binisku  di China. Aku menyimpulkan bahwa ia senang membaca e-mail kisah tentang hijrahku ke China. Itu keputusan yang tepat, menurutnya. 

"Saya ada rencana mau membangun pabrik untuk jadi mitra FxC sebagai supply chain. Tapi prinsipal mereka di Taiwan tidak mempercayai saya, atau tepatnya saya tidak dipandang sebelah mata pun oleh mereka. Teman saya di Hong Kong bilang memang tidak mudah bermitra dengan FxC. Tapi kalau mereka setuju mereka akan menjadi angel yang hebat dalam membina mitranya berkembang. Sudah hampir sebulan mendekati mereka, jangankan meeting dengan Boss mereka, untuk ketemu dengan level manajer saja tidak bisa. Network saya di Taipei tidak bisa bantu", kataku. 

"Bagaimana kesiapan teknologi kamu?” 

"Saya dapat dukungan dari mitra di Hangzhou. Mereka qualified bermitra dengan perusahaan sekelas Apple. Produk mereka sudah dipakai oleh NASA dan juga Boeing”. Ada rencana China akan mengurangi quota ekspor Rare Earth ( logam tanah jarang). Ini peluang besar sekali bagi industri hilir China, dibidang high tech.

"Jaka, apa satu-satunya yang disegani perusahaan raksasa?” Katanya dengan raut wajah rilex namun serius

"Pemerintah"kataku tegas

"Salah!”

"Jadi siapa?” Aku tahu dia sudah tahu jawabannya.

"Konglomerat Venture Capital“.

"Oh, ya. Tapi apalah saya?” 

"Eh, kamu itu anak saya. Tidak ada orang boleh sesukanya merendahkan putra saya. Tidak usah khawatir. Saya kenal orang yang bisa paksa Boss FxC di Taiwan telepon kamu dan undang kamu makan malam. Saya akan atur itu", katanya sambil menepuk bahuku dan melepaskan asap cigar ke udara. 

Benarlah. Seminggu kemudian Boss FxC melalui sekretarisnya mengundangku ke Taipei. Jam dan tanggal telah ditentukan untuk pertemuan itu. Artinya aku hanya punya waktu 3 hari mempersiapkan diri menjelang pertemuan itu.  Rencananya aku akan berangkat ke Taipei bersama direkturku. Tapi jadwalnya padat tanggal tersebut ada di Spanyol untuk melakukan negosiasi bisnis dengan Group Mondial sebagai buyer potensial garmen kami. Keesokannya aku mendapat kabar bahwa pertemuannya dipercepat. Tapi tempatnya di Bangkok, karena sang Boss FxC ada business trip ke Bangkok. 

Aku menghubungi Wenny untuk mendampingiku dalam meeting itu. Tentu aku tidak begitu berharap banyak ia ada waktu, mengingat ia terikat dengan jam kantornya. Tapi Wenny langsung menyanggupi. Aku mengirim tiket dan uang untuknya terbang ke Hong Kong bergabung denganku. 

Agar lebih praktis, aku dan Wenny menginap di hotel yang sama dengan Boss FxC di mana pertemuan itu akan berlangsung. Jam 7 malam aku dihubungi via telepon untuk datang ke kamar Penthouse sang Boss. Dengan cepat aku melangkah ke lift utama,  ke kamar penthouse. Kulirik Wenny di dalam lift, dan baru aku sadar ia terlihat cantik dengan gaun malamnya. Berbeda, tidak seperti sehari-hari mengenakan blazer dan celana panjang. Ia tersenyum ke arahku. Mungkin merasa aku perhatikan. 

"You look so beautiful", kataku tanpa bilang gaunnya indah. Ia merona wajahnya.

"Thanks",  katanya menundukkan wajah. Wanita China tidak suka dibilang cantik karena pakaiannya. Sejauh ini Wenny bersikap sangat formal terhadapku. Lebih terkesan rasa hormat yang berlebihan, dan aku menjaga sikap itu dengan baik. 

Ketika pintu lift terbuka, kami sudah dinanti oleh sekretaris perusahaan. Dengan ramah ia menuntun kami ke ruang penthouse. 

Ketika ada di dalam ruangan, kami dipersilahkan duduk di ruang tamu. Terdengar dari ruang tidur, sang Boss sedang berbicara di telepon. Kami menunggu 15 menit, sang Boss keluar dari kamar tidur menemui kami.  

"Jaka?, katanya ramah mendatangiku untuk berjabat tangan. Sepertinya dia sudah hafal namaku dari seseorang yang merekomendasikanku.

"Ya, Pak", kataku dengan raut wajah ramah seraya membungkukan tubuh setengah.

Ia memperkenalkan namanya dan juga staf yang mendampinginya. Aku juga memperkenalkan Wenny sebagai temanku. Pertemuan itu cukup singkat. Hanya 10 menit. Sekedar bicara kosong dan lebih banyak menceritakan kesibukannya untuk memperluas pasar produknya di ASEAN. Aku hanya menjadi pendengar yang baik. Tidak ada keberaianku memulai bicara soal proposal kemitraan. Sampai pertemuan itu berakhir. Namun ketika hendak ke luar ruangan penthousenya, Ia berbisik, "Jaka, segera ajukan proposal Anda. Kami siap mendukung Anda menjadi bagian dari keluarga FxC." 

Aku terkejut dan akhirnya merasa terharu ketika ia menyalamiku dengan hangat sambil menepuk bahuku,  “Anda masih muda. Masa depan Anda masih panjang," katanya.

"Tanpa dukungan Anda, saya bukan siapa-siapa", kataku sambil setengah membungkukkan tubuh. Ia mengangguk dengan senyum berwibawa. Dengan adanya dukungan dari FXC maka aku dapat menegaskan siap bekerja sama dengan temannya Wenny di Hangzhou. Untuk itu aku akan ajukan proposal bisnis kepadanya. 

Untuk mempertajam konsep kemitraan tersebut aku meminta konsultan Global Strategy Business memberikan second opinion mengenai analisa Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) bisnis bermitra dengan FxC, dan juga bisnis elektro. Itulah yang ada dalam pikiranku dalam penerbangan ke Hong Kong dari Bangkok. 

"Mungkin bulan depan aku pindah ke Hong Kong", kata Wenny. 

"Mengapa tidak lagi di Shanghai?”

"Dapat pekerjaan lebih baik".

"Oh ya, selamat. Di mana kerjanya?” 

Wenny menyebut nama perusahaan tempatnya akan memulai karir di Hong Kong. Itu perusahaan investasi dari Jepang. 

"Mungkin bulan depan juga aku akan mendirikan perusahaan di Hong Kong. Karena untuk follow up bisnis supply chain akan lebih baik menggunakan perusahaan terdaftar di Hong Kong". 

"Kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan telepon aku ya, Jaka". 

"Tentu. Terimakasih". 

Wenny tersenyum. "Aku tak ingin kamu kecewa berbisnis dengan Wang." 

"Tenang saja. Kita akan lewati ini bersama-sama”.

Butuh dua tahun proses sampai akhirnya dapat persetujuan dari Fxc. Bantuan dan dukungan Wenny sangat luar biasa sampai proyek bisa disetujui. Dukungan dari pemerintah China juga sangat besar memaksa FxC bermitra dengan kami. Setelah  itu kami membangun industry supply Chain berupa LCD untuk device smartphone dan moulding chip. Wenny juga membantu aku mendapatkan sumber pembiayaan. Setahun  atau tahun 2009, industry supply chain Fxc sudah terbangun. Selanjutnya di tangan Wang pengembangan bisnis ini. Aku percaya itu. Dan Wenny mengundurkan diri di kantornya untuk bergabung denganku mendirikan bisnis shadown banking yang kemudian menjadi Asset management company.