Bagaimana pendapat kamu soal Jokowisme? tanya teman kemarin sore saat kami ngobrol santai sambil minum kopi. Memang saya ada baca berita soal itu. Terutama penjelasan dari kader PSI, partai pendukung setia Jokowi. Katanya, "Jokowisme adalah sebuah paham progresivitas Indonesia menuju sebuah negara bangsa yang maju, berkeadilan dan berdaulat dalam makna yang sesungguhnya. Saya termasuk yang memilih Jokowi saat Pilpres 2014 dan 2019. Dan ikut berkampanye lewat sosoal media mendukung Jokowi dalam putaran Pemilu. Jadi sedikitnya saya pengamat tentang Jokowi. Tentu paham sedikit.
Saya sering terlibat wacana seputar kebijakan pemerintah dari sejak tahun 2015. Lebih banyak saya mendukung daripada mengkritisi. Karena ada harapan. Mengingat Jokowi tidak terhubung dengan Order Baru dan berasal dari bukan siapa siapa. Tapi soal Jokowisme, jelas saya tidak setuju. Isme, adalah paham semacam idiologi politik. Dalam konteks prestasi Jokowi sebagai presiden selama dua periode, itu terlalu tinggi mereka mengkultuskan Jokowi. Sangking tingginya, terkesan emosional bigot.
Presiden di era reformasi ini kita pilih dengan harapan bisa membarantas dan hebat mencegah korupsi. Benarkah begitu? Indeks Persepsi Korupsi tahun 2022 anjlok empat poin yaitu dari 38 menjadi 34 atau sama dengan tahun 2014. Tidak ada progress yang significant. Di penghujung kekuasaan Jokowi ini baru disadari. Itupun setelah kasus TPPU 300 triliun lebih viral di sosial media, Jokowi ajukan RUU Perampasan Aset. Tapi saya tidak yakin RUU itu akan mulus. Karena cengkraman partai koalisi terlalu kuat ditengkuk Jokowi. Itu hanya drama tanpa jeda.
Mengapa ? sebenarnya pokok persoalan karena menagement anggaran yang buruk dari sejak perencanaan sampai kepada pelaksanaan. Itu bisa dilihat dari data tahun 2022, ICOR (Incremental Capital Output Ratio) pada level 6,24. Paling tinggi di ASEAN. Artinya bisa jadi 40% lebih uang mengalir ke elite, birokrat dalam setiap ekspansi APBN. Jadi partai koalisi yang diharapkan mendukung agenda pollitik anggaran Jokowi untuk membuat Indonesia hebat dan maju, ternyata justru sumber masalah ketidak efisienan pembangunan.
Engga percaya para koalisi itu sumber masalah? Gebyar pembangunan infrastruktur yang dibanggakan itu, dengan anggaran ( 2014-2022) mencapai Rp 2.778,2 triliun. Ternyata tidak memperbaiki Logistic Performance Index (LPI). Data tahun 2023, yang dikeluarkan oleh World Bank, Indonesia berada di peringkat ke-61 dengan score 3 dari keseluruhan score yang sebesar 5. Bandingkan tahun 2012 score LPI 2,94. Apa artinya ? tidak ada perubahan significant. Bahkan menurun.
Dampak buruk dari pemborosan APBN itu besar sekali terhadap kehidupan demokrasi. Itu bisa dilihat dari data riset yang dilakukan Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia meraih skor 6,71 pada Indeks Demokrasi 2022. Termasuk katagori flawed democracy atau demokrasi cacat. Dari situasi demokrasi yang cacat itu tentu berdampak pula kepada program transformasi ekonomi dari tradisional ke Industri. Itu bisa diihat data rendahnya pertumbuhan industri karena tingginya ongkos logistik yang mencapai 20% dari PDB. Terjadinya deindustrialisasi karena gagalnya pembangunan infrastruktur ekonomi.
Tapi bukankah tingkat kepuasan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi tinggi sekali. Tuh lihat. Jalanan di kota besar semakin macet, jalan tol pun kadang macet. Bandara penuh sesak orang bepergian, restoran di hari minggu ramai, tempat wisata ramai disaat liburan. Kelompok ini yang dianggap mampu untuk membeli hal-hal di luar kebutuhan mendasar, seperti hiburan, kendaraan pribadi, asuransi kesehatan, dan lainnya. Nah jumlah mereka di Indonesia kalau menurut laporan Bank Dunia dalam “Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class” (2020) jumlahnya 20% atau 1 dari 5 orang indonesia aman secara ekonomi. Tentu kalau survey lewat wawacara telp, mereka pasti akan menjawab sangat puas dengan kinerja Jokowi.
Para kelas menengah sebesar 20% populasi itu hanya melihat dan merasakan. Tetapi kecerdasan politik dalam bersikap dihadapan pemerintah sangat kurang. Ini bisa dimaklumi. Karena tingkat literasi sangat rendah. UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!
Bagaimana dengan orang miskin? Angka kemiskinan di Indonesia dengan data garis kemiskinan penghasilan sesuai BPS yaitu Rp2.324.274,00/rumah/bulan yang berjumlah 26,36 juta orang indonesia. Memang kisaran dibawah 10%. Bagus. Bagaimana kalau garis kemikinan dinaikan jadi Rp. 5 juta/bulan, mungkin jumlah orang miskin mencapai 200 juta. Apakah itu masuk hitungan yang di-survey sebagai penduduk cerdas politik? I dont think so. Jangan jangan sebagian besar mereka terjebak dengan mentality victim. pasrah jadi korban. Karena effect dari politik pencitraan lewat media massa dan sosial media.
"Kita tidak Ingin diadu-adu, semua data menunjukkan ekonomi kita masih terbaik diantara G20," papar Luhut. Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2023 yang mencapai 5,03% (year on year/yoy), menjadi tertinggi kedua di antara negara G20. Saya senyum aja membaca berita itu. Negara lain itu mengalami kontraksi karena mereka sedang melakukan market adjustment. Ya , itu dalam sistem ekonomi modern diperlukan untuk menciptakan balance economic agar terjadi sustainable growth. Tapi Indonesai tumbuh karena kenaikan harga komoditas, bukan karena agenda dan kinerja pemerintah. Jadi resiko laten pemerintah tetap pada fundamental yang rapuh.
Selama tahun 2023-2024, harga-harga komoditas andalan kita drop karena melambatnya pertumbuhan ekonomi Global. Bank Dunia mencatat, kinerja ekspor Indonesia konsisten merosot sejak Juli 2021-Maret 2022, lalu berlanjut pada April 2022-April 2023. Pertumbuhan ekspor barang pada Juli 2021 masih mencapai 52,6% namun pada Maret 2022 sudah ke posisi 35,3%. Sempat naik pada April 2022 ke posisi 41,2% namun terus anjlok hingga April 2023 sudah minus 9,5%. Mey tahun ini devisa susut USD 4,9 miliar. Makanya bulan lalu tanggal 10 Mey, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kekhawatiran akan dampak ekonomi global pada kinerja ekonomi Indonesia. Artinya kalau luar negeri flue ya kita demam. Jangan dengar pujian world bank. Dimana mana banker selalu puji debitur selagi cicilan dan bungan rajin bayar. Tapi kalau default, cinta berubah jadi benci. Hitungan detik berubahnya. Hilang sudah pujian.
Terus Luhut menyampaikan, bahwa ekspor nikel ke negara Eropa dan AS hanya 1%, tapi mereka punya Inflation Reduction Rate (IRA) untuk alasan kucilkan," terang Luhut. Boss, benar pasar eropa dan AS hanya 1%, tapi 100% sumber investasi berasal dari bank Eropa dan AS atau yang terhubung dengan mereka. Makanya dari 34 Smelter Nikel Indonesia, Hanya 4 Smelter yang Bisa Produksi full downstream termasuk Bahan Baku EV. Tahu kenapa ? mereka engga dapat kucuran duit dari bank. Mana ada orang invest pakai uang pribadi. Saran saya, dalam hal ekonomi, daripada sibuk euforia dengan pujian, mending focus memperbaiki fundamental ekonomi lewat tranformasi ke Industri. Daripada ribut dengan AS dan Eropa, mending patuhi standar ESG ( environment sosial governance ) pada bisnis tambang dan mineral. Dengan demikian kita bisa tampil cerdas dan bermartabat dihadapan eropa dan AS, masa depan hilirisasi nikel bisa kita harapkan.
Saya juga tidak yakin Jokowi setuju dengan gaung Jokowisme. Jokowi yang saya kenal adalah pribadi yang rendah hati. Jokowisme itu datang dari pengikut emosional yang tidak rasional. Dalam diri mereka masih ada mental feodalisme atau setidaknya ada gen Orba dan kolonialisme yang doyan mengkultuskan individu, bahkan mereka berharap Jokowi tiga periode atau kekuasaanya terus lanjut. Ya mereka menikmati kekuasaan Jokowi, tentu berusaha ingin terus Jokowi berkuasa. Atau inginkan pengganti Jokowi adalah presiden yang sama dengan Jokowi. Yang jelas PDIP belajar dari kepemimpinan Jokowi yang terjebak koalisi. Ganjar adalah Bacapres PDIP dan tentu dia belajar dari kekurangan Jokowi.
Saran saya, biarkanlah Jokowi mengakhiri jabatan dengan tenang. Pulang ke Solo menikmati waktu bersama keluarga yang selama ini dia korbankan demi tugas negara. Jokowi tetap presiden hebat. Karena dia lahir dari rakyat jelata. Legacy terhadap Jokowi yang utama bahwa siapapun bisa jadi presiden. Semua rakyat berpeluang jadi Presiden. Presiden ditangan Jokowi bukan lagi jabatan sakral. Ia bisa dikritisi dan rasanin, tentu dicintai dan juga dibenci. Tidak ada pemimpin dan sistem yang sempurna.