Saya awalnya sempat bertanya tanya. Proposal apa sebenarnya yang dibawa Jokowi untuk misi perdamaian kunjungan ke Ukraina dan Moskow? saya tahu dari media massa bahwa kunjungan damai itu dalam rangka kemanusiaan untuk mengatasi krisis pangan dan energi dunia. Orang awam menganggap bahwa krisis energi dan pangan itu semata mata karena adanya serangan Rusia ke Ukrania. Padahal engga begitu.
Kalau anda berkecimpung sebagai pedagang oil and gas, dan komoditi pangan, anda akan tersenyum saja. Apalagi kalau membaca analisa pakar dan pengamat di media massa. Mengapa ? Baik saya jelaskan secara sederhana. Mari kita gunakan dulu logika ala pedagang sempak. Harga melambung naik karena faktor permintaan dan penawaran tidak seimbang. Pembeli banyak tapi barang engga ada di pasar. Mengapa barang tidak ada ? penyebabnya hanya dua.’ Pertama karena produksi berkurang atau kedua, stok menumpuk di gudang. Penjual tidak mau jual. Sampai disini paham ya.
Alasan COVID menyebabkan dunia kekurangan pasokan pangan. “ Selama COVID diterapkan prokol kesehatan, yang sehingga petani dan pekerja mengurangi jam kerja.” Begitu kan alasannya. Pertanyaan bego saya. “ Apa selama pandemi semua petani di lockdown? Kan engga. Mereka tetap kerja. “ Oh karena perubahan iklim sehingga banyak panen gagal.” Begitu ? Perubahan iklim kan engga permanen dan tidak terjadi di seluruh dunia. Jadi alasan pandemi dan iklim mengakibtkan kurangnya pasokan, itu absurd. Itu hanya cerita media massa. Jadi apa? ya penyebab utamanya adalah kerakusan pedagang. Mereka menumpuk stok.
Mati kita lihat data untuk memperkuat argumen bahwa kenaikan harga pangan karena ulah pedagang. Sejak tahun 2019 sudah terjadi penahan stok terhadap pangan. Pembelian besar besaran terus terjadi di pasar. Akibatnya harga terus melambung. Nah siapa pedagang yang rakus itu ? Dari 24 negara eksportir utama pangan dan pertanian dunia ternyata 10 negara merupakan kelompok negara maju atau negara industri, yaitu: Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Perancis, Spanyol, Kanada, Belgia, Italia, Australia, Selandia Baru, Inggris, Denmark. Artinya, merekalah biang kelangkaan pangan dan harga melambung.
Contoh sederhana aja. Produksi gandum dunia 800 juta ton. Rusia menyuplai lebih dari 40 juta ton gandung. Ukrania hanya 5 juta ton. Kemampuan pasokan Rusia dan Ukrania hanya kurang dari 5% produksi dunia. Emangnya suplai berkurang 5% ada pengaruh terhadap harga ? ya enggalah. Kalau percaya, anda harus belajar jadi pedagang sempak dulu. Itu penyebannya adalah ulah pedagang yang stok gila gilaan. Contoh sederhana aja. CPO itu sempat tinggi di pasar dunia, karena pedagang Singapore timbun CPO. Baik dalam bentuk phisik maupun kontrak future.
Nah bagaimana dengan energi ? sama saja. Tadinya harga minyak bumi dan gas jatuh ketitik terendah karena adanya ditemukannya teknologi shale gas oleh AS. Kemudian, katanya harga gas dan minyak naik karena produksi Shale gas AS turun drastis akibat perubahan iklim ekstrem. Suhu panas tinggi membuat shale gas menguap. Percaya? Itu bohong. Kenaikan harga itu karena ulah pedagang yang menimbun berlebihan lewat phisik maupun kontrak future.
Nah pertanyaan terakhir? mengapa sampai pedagang menumpuk stok ? karena krisi kepercayaan terhadap mata uang. Selagi pemerintah tidak transfarance dan akuntable mengelola moneter ya mending pegang barang. Ngapain pegang uang. Bego aja kalau masih percaya uang.. Apakah pedagang kalah? ayolah adu kuat. Emang sekuat apa pemerintah? lah tuh akhirnya semua negara suffering akibat krisis dan sebagian besar menuju resesi.
Diplomasi Jokowi yang engga mau pakai dasi pada pertemuan G-7 sebenarnya itu diplomasi ala jawa. Dasi itu erat kaitannya dengan gaya pedagang. “ Lue orang mau bicara apa? krisis energi dan pangan itu karena kita semua bego. Kalah sama kartel pedagang dan lebih buruk lagi, kita udah engga dipercaya lagi oleh pedagang. Solusinya hanya satu. Berhentilah rakus dan terbukalah kepada rakyat. Dah gitu aja.”
***
“ Kalau lihat gestur Jo Biden saat bertemu dengan Jokowi dalam KTT G-7, itu terkesan sangat akrab. Padahal Jokowi jelas menolak sangsi ekonomi untuk Rusia. Hanya India dan Indonesia yang menolak keinginan AS. Ada apa” Tanya teman saya.
AS memang sedang suffering akibat krisis energi. Perubahan iklim ekstrim yang sangat panas, AS tidak bisa produksi Gas. Harga Gas melambung diatas 100% di AS. Sebelumnya AS sedang berjuang menjinakan Inflasi dan terkahir index Dollar jatuh pula. Ya satu satunya Biden berharap agar masalah Gas ini teratasi dulu kalau tidak AS akan sulit mekukan recovery. Masalah energi juga berdampak kepada teman temannya di Eropa. Sementara AS harus jadi mitra senior yang protektif terhadap Eropa. Satu satunya jalan bagi AS harus melunak dalam solusi damai di Ukrania. Karena Rusia adalah produsen gas terbesar di dunia dan memasok 2/3 gas di Eropa dan AS.
Namun untuk memaksa Ukrania menyerah, tentu tidak elok terhadap faktor psikologis politik AS dan Eropa yang pernah mengalahkan USSR dalam perang dingin. Tidak ada mitra AS yang efektif menyelesaikan perang ini. Israel sudah datangi Putin, namun gagal. Bahkan Turki, Endorgan juga sudah datang bertemu Putin, dan ikut memediasi perundingan damai, gagal juga. Pada situasi itu, Indonesia berinisiatif menjadi juru damai. Tentu disambut oleh AS dan Eropa.
“ Mengapa ?
“ Karena pertama, Indonesia itu sahabat bagi Tiongkok. Hubungan personal antara Jokowi dan Xijinping sangat baik. Banyak masalah LCS diselesaikan oleh lobi kedua kepala negara ini tanpa menimbulkan ketegangan hubungan dua negara. Semua tahu bahwa hubungan Tiongkok dan Rusia itu sangat dekat. Kedua. Indonesia mampu meminta agar anggota ASEAN ( Philipina dan Vietnam) menahan diri beraliansi dengan Rusia dalam hal indopacific dan menyetujui proposal Indonesia untuk menjadikan kawasan Indopasific dalam rangka kerjasama ekonomi yang inklusif. AS setuju dan ini memuaskan keinginan Rusia. Ketiga, Rusia sedang mengembangkan hubungan dengan Dunia islam, dalam Visi Strategis Russia-Dunia Islam atau yang disebut Group for Strategic Vision Russia-Islamic World.
" Apa itu Group for Strategic Vision Russia-Islamic World.?
Pascaperang dingin membawa ketidakpastian, sepertinya tesis The End of History, Fukuyama dan The Clash of Civilization, Huntington memang terjadi, tetapi mendorong konvergensi. Namun tidak terjadi pada dunia islam. Adanya proxy War antara sesama negara islam dan kampanye meluas soal terorisme yang identik dengan islam. Sementara tujuan globalisasi melahirkan new world orde gagal total karena bangkitnya ekonomi Asia mengalahkan Eropa dan AS.
Atas dasar itu, Rusia sejak tahun 2007 menetapkan starategi baru. Yaitu menarik dunia islam dalam satu group bersama Rusia. Ini seakan kelanjutan perang dingin. AS, berusaha mendorong Turki untuk lead dunia islam dengan memotong semua upaya Rusia mendapatkan pengaruh di dunia islam. Namun Turki gagal total dalam mendapatkan pengaruh terhadap Suriah. Bashar justru merangkul Rusia. Dan Turki harus repot dengan pengungsi Suku Kurdi yang menelan onkos mahal.
Hubungan yang membaik antara Israel dan dunia Arab memberikan peluang AS untuk meminta israel jadi juru damai dengan Rusia dalam serangan ke Ukrania. Namun Putin tidak ladenin. Karena Putin tahu bahwa Israel tidak netral dan lagi pengaruh Arab tidak lagi significant dalam dunia islam sejak bangkitnya negara islam dari Asia Tengah. Kemudian Turki juga diminta untuk jadi juru damai oleh As. Kembali ditolak oleh Putin, karena dia tahu Endorgan tidak netral dan tidak punya reputasi dalam dunia islam.
Hingga saat ini 33 negara tergabung dalam group, termasuk tokoh masyarakat terkenal dari 27 negara Muslim, termasuk mantan Perdana Menteri, mantan Menteri Luar Negeri dan sejumlah teolog besar di Timur Islam. Beberapa toloh Muhammadiah dan NU ada dalam forum ini. Bersama sama group negara islam dan didukung Rusia dan China tanggal 15 Maret 2022 Sidang Umum PBB mengeluarkan resolusi memerangi Islamobofia. Tanggal 15 Maret diperingati sebagai hari international memerangi Islamofobia. Indonesia termasuk negara yang meratifikasi itu. Dan akhirnya Rusia dan China juga yang menang.
Jadi upaya Jokowi mendekati Putin untuk perdamaian di Ukrania sangat logis sebagai anggota Group for Strategic Vision Russia-Islamic World. Karena suka tidak suka, Indonesia terbukti mampu lead dalam menyelesaikan konflik di Dunia islam seperti di Afganistan, Islam Moro di Philipina dan Palestina. Dan yang penting, Putin tidak akan kehilangan muka kalau lobi pedamaian datang dari Indonesia yang dia tahu netral dan sesuai dengan visi Russia-Islamic World.
Rusia juga engga mau terus perang. Karena bikin repot ekonomi. Dan Eropa serta AS juga udah males perang. Mereka semua focus atasi ekonomi yang sedang melaju ke jurang resesi. Tapi mereka semua ogah keliatan lemah dihadapan Rusia dan Rusia juga engga mau dikacangi barat dan AS. Nah datanglah Jokowi menyelamatkan muka mereka semua. Bukan untuk gagahan di hadapan dunia. Tetapi dalam rangka melaksanakan amanah konstitusi, bahwa Indonesia harus berperan aktif untuk perdamaian dunia.