Tuesday, December 7, 2010

Belajar dari kebangkrutan.


Tahun 2008,  saya ikut rombongan Presiden ke Pulau Bintan meresmikan proyek kawasan wisata kerjasama antara Indonesia dan Malaysia. Dari Indonesia pengusahanya adalah mantan pejabat yang dekat dengan SBY. Saya tidak terbang bareng bareng dari Jakarta. Karena kebetulan saya lagi di Hong Kong ketika undangan datang. Dari Hong Kong saya terbang ke Singapore dan terus ke Bintan dengan kapal Feri. Itu sehari sebelum rombongan datang. Saya menginap di Hotel Nirwana resort bintan. Seusai subuh saya keluar dari kamar untuk jalan jalan sekitar hotel. Saya bertemu dengan salah satu konglomerat yang saya kenal. Dia juga datang untuk acara yang sama dengan saya. Ketika itu usia saya masih 45 tahun. Konglomerat itu usianya sudah diatas 50 tahun. 

Konglomerat itu cerita bahwa sebelum krismon 1998 dia pernah membiarkan direktur Bank Dunia menanti di ruang tamunya untuk bertemu dia. Begitu banyak orang ingin bertemu dengan dia. Ketika itu dia merasa sangat berkuasa walau hanya sebagai pengusaha. Namun setelah Soeharto jatuh, sampai dengan tahun 2003 dia merasa masuk dalam prahara yang tiada pernah dia bayangkan akan terjadi. Hari hari begitu menekan. Satu demi satu perusahaannya terpaksa masuk daftar yang diambil alih BPPN. Secara bisnis dia menuju ke bangkrutan.

“ Entah bagaimana nasip saya tahu tahun yang akan datang.” Katanya dengan wajah sendu. Apakah doa saya selama ini tidak didengar Tuhan?”

“ Sebetulnya apa yang terjadi pada diri anda sekarang  karena doa anda sendiri kepada Tuhan. Tuhan menjawabnya dengan masalah yang datang. “

“ Mengapa Tuhan setega itu ? Katanya dengan nada bingung.

“ Begitulah cara Tuhan menyampaikan pesan cinta agar anda berubah karena waktu. Setidaknya Tuhan memperlihatkan dampak dari kelemahan anda, kekurangan anda dan tentu kesalahan anda.” Kata saya mencerahkannya.

“ Apa kelemahan itu ? 

“ Mungkin anda kadang lupa bahwa hidup harus rendah hati. Bukan merendahkan diri tapi menjadi kuat apa adanya. Tidak perlu aksesoris kata kata atau penampilan agar orang menaruh hormat tapi cukuplah menjadi diri anda sendiri yang lebih mengutamakan Tuhan, dengan menjaga diri anda selalu ikhlas. Tidak sombong dengan apa yang anda punya. Tidak berkeluh kesah dengan kegagalan dan menyalahkan orang lain. Tapi nyatanya ketika anda jatuh,  anda merasa kehormatan hilang. Padahal senyatanya dari awalnya anda tidak pernah membangun rasa hormat. Semua hanya karena transaksional saja."

“ Mengapa ? 

“ Keluh kesah itu salah satu ciri sifat sombong di tengah kegagalan dan kemiskinan. Dampaknya kita terjebak dengan berpikir sempit dan menutup diri terhadap hal hal yang ada di luar kita. Padahal salah satu kelemahan kita adalah tidak bisa membuka diri dan belajar dari kesuksesan orang lain. Jadi berhentilah berdoa dengan keluh kesah, tapi mohon kepada Tuhan agar kita selalu kuat di tengah hantaman , merasa lapang di tengah sempit, merasa dekat di tengah rezeki menjauh. Akan selalu ada harapan selagi kita bertekad untuk berubah. Rezeki di bentangkan Allah seluas langit dan tidak ada satupun yang ada di bumi yang tidak dijamin rezekinya asalkan mau mengikuti sunatullah.

“ Apalagi kelemahan itu ? 

“ Kita kadang lupa bahwa hidup harus penuh cinta. Bukan mengobral cinta tapi menanamkan empati kepada siapapun dan menempatkan rasa hormat kepada siapapun. Dari itu kita sedang membangun jembatan terbukanya rezeki untuk mendapatkan modal cinta bila kelak bangkrut. Bukan tidak mungkin salah satu dari mereka menjadi pembuka jalan kita meraih cahaya di tengah gelap. Tetapi karena  selama ini semua yang kita lakukan dasarnya adalah pamrih, bukan cinta tulus maka ketika uang tidak ada, teman jadi acuh dan mejauh. Itu wajar saja. "

“ Apalagi ?“

“  Kadang kita lupa bahwa hidup adalah proses perjuangan melewati sunatullah. Tidak ada yang too good to be true. Semua orang harus berani melewati ketidak pastian, terluka, kadang terjatuh, agar manusia menjadi lebih baik karena waktu. Kebanyakan kita selalu ingin gampangan dan takut mengambil resiko. Hidup selalu ingin aman. Kelola bisnis juga ingin yang gampangan. Kalau bisa gunakan loby politik untuk dapatkan bisnis rente ngapain cari yang susah Mau gampang dan aman saja.  Padahal ketika kita merasa aman maka saat itulah kita tidak aman. Kita memilih cara hidup dan kita sendiri yang akan menanggungnya…"

“ Apalagi ?

“ Kurang sabar. Kita ingin semua serba tergesa gesa. Kalau buat proposal ingin segera ada orang yang peduli meng aktualkan mimpi kita,  padahal tidak mungkin deal tercipta tanpa ada cinta. Dan cinta itu butuh proses sampai orang percaya dan siap menghadang resiko bersama sama. Kita abaikan proses membangun cinta itu. Kita kurang sabar merebut hati orang untuk percaya kita dan jatuh cinta. Maunya ketemu langsung tembak, kadang gunakan power politik untuk itu. Ya pasti paradox hasilnya. Mereka yang tadi bermitra dengan kita, ketika politik berubah, mereka jadi musuh kita. …”

“ Apalagi ?

“ Terlalu mencintai diri sendiri. Apapun yang kita miliki hanyalah cara kita mengungkapkan cinta kita pada diri kita sendiri. Lupa bahwa Tuhan lah satu satunya yang berhak dicintai. Umumnya 90% kegagalan manusia dan akhirnya terpuruk tiada ujung sampai akhirnya sesat adalah karena terlalu mencintai dirinya sendiri. Pengusaha dan penguasa hancur karena mereka terlalu mencintai dirinya sendiri, dan ingin serba gampangan, kurang empati dan dampaknya merusak orang lain dan dirinya sendiri. Mereka kehilangan nilai nilai spiritual“ Kata saya. 

“ Benar kamu. Setelah tahun 2003, saya kembali mendapatkan peluang untuk bangkit dan akhirnya bisa kembali berjaya. “

“ Lantas apa hikmah yang anda dapat, Pak...? Tanya saya.

“ Ya. Jangan pernah berprasangka buruk dengan nasip apalagi menyalahkan Tuhan tidak adil. Jangan pernah berputus asa dengan pertolongan Tuhan. Lalui sajalah hidup dan pastikan belajar dari kesalahan yang ada. Ya seperti kamu barusan ingatkan. Saya belajar dari itu semua. “ 



Friday, December 3, 2010

Pencuri yang terhormat


Tahun 2001. Jam 7 malam Robi kedatangan tamu di kantornya di kawasan Kuningan. Tamu itu pria tengah baya. Robi sudah kenal sebelumnya pria itu. Namun tidak begitu akrab. Dia menerima di kamar kerjanya. Hanya sebentar basa basi, pria itu menawarkan peluang bisnis untuk pengambil alihatan aset di BPPN.

“ Ini ada asset Group perusahaan yang sekarang di bawah penguasaan BPPN. Saya tawarkan anda ikut kerjasama dalam proses lelang di BPPN. “ 

“ Mengapa ?

“ Karena anda punya akses ke pembiayaan dari luar negeri.” 

“ Coba jelaskan ke saya, mengapa sampai ada kesimpulan begitu? 

“ Begini. Total asset group perusahaan ini berdasarkan laporan keuangan yang belum di audit mencapai Rp. 10 triliun. Dari Rp. 10 triliun itu, 40% atau Rp. 4 triliun utang ke Bank. Dan sisanya Rp. 6 triliun adalah utang ke vendor , leasing, pemasok dll.”

“ Nilai realnya berapa ? Tanya Robi dengan berkerut kening.

“ Rp. 4 triliun.

“ OK. lanjut “

“ Kita akan tawarkan dua skema. Pertama, untuk utang ke bank dibayar 60% atau Rp 2,4 triliun. Jadi kita minta diskon 40%. Kedua, untuk utang ke konsorsium kita tawarkan solusi dalam bentuk obligasi tanpa bunga. Jadi kita ambil alih utang group itu dalam bentuk penerbitan surat utang. Maka 100% group itu dapat kita ambil alih. Robi terdiam. Skema ini terkesan too good to be true. Apa iya pemerintah sebodoh itu.

“ Anda yakin proposal ini bisa diterima BPPN? Tanya Robi.

“ Yakin.”

“ Mengapa ?

“ Ada macan besar di belakang transaksi ini. “

“ Siapa ? 

“ Pak Bonanza. Dia punya koneksi kuat di politik. Anda juga tahulah siapa dia. “

“ OK saya paham.”

“ Nah apakah anda bisa bantu?. Kami butuh pendanaan dari luar negeri. Karena pemerintah larang akuisisi pakai utang bank dalam negeri. “ 

“ Ok saya akan pelajari proposal ini. Kita akan meeting lagi di Singapore minggu depan biar lebih detail bicaranya. Saya minta semua pihak yang akan terlibat juga hadir.

“ Ok pak Robi. “
***
Bertempat di Cafe Fountain Grand Hyatt , Robi menanti kedatangan Pak Darto. Dia kenal Darto sebagai politisi dan sekarang jadi Menteri. Lima menit duduk di cafe, nampak Pak Darto datang dengan langkah tegas. Seraya menebar senyum dia menyalami Robi. “ Rob, dengan kabar kamu gabung dengan perusahaan investasi dari Singapore. Engga ikut ramein tender BPPN. “

“ Enggalah. Kita hanya terima muntahan aja pak. Ada orang menang lelang, engga duit kita ambil. Gitu aja. Engga mau repot ikut tender. Pusing “ Kata Robi ramah.

“ Oh gitu.”Darto tersenyum seraya menepuk pundak Robi.

“ Pak..saya mau tanya. Kenal dengan Pak Bonanza engga ?

“ Ya semua kenal lah. Siapa yang engga kenal dia. Dia kan Pati dan populer ketika menjelang kejatuhan Presiden Orba. Ada apa ?

“ Maksud saya. Apa iya dia bisa bisnis ?

“ Itu engga tahu saya.Tetapi dia kan punya adik yang jago bisnis. Tentu bisa bantu dia. Ada apa sih ?

“ Gini, ada yang datang ke saya, dia tawarkan kerjasama ambil alih group perusahaan dari BPPN. Bisa tahu kenapa dia tertarik ?

“ Oh itu. Saya tahu. Dengar kabar dia tidak ingin asset itu jatuh ke asing. Dia ingin perusahaan itu dikuasi oleh orang indonesia sendiri”

“ Dia bilang begitu ? Robi berkerut kening. Sepertinya informasi yang dia terima kemarin tidak valid.

“ ya itu saya dengar dalam rapat kabinet. “ 

“ Apa pemerintah mendukung ?

“ ya jelas dukung dong. Itu nasionalis namanya. Harus didukung “

“ Ok pak. Jadi kalau dia ikut tender ,pasti menang.?

“ Pasti, kalau memang dia ada duit dan ikuti aturan.”

“ Terimakasih Pak. “ Kata Robi seraya menyalami pak Darto.

***
Sesuai jadwal, rapat diadakan di Hotel Mandarin Mauritius Singapore. Yang hadir dari pihak pemrakarsa akuisisi ada 4 orang. Walau tidak pernah deal dalam bisnis, namun Robi mengenal baik mereka. Robi di dampingi oleh Fund Manager dari investement banker dari Amerika, yang punya kantor perwakilan di Singapore.

“ KIta butuh USD 200 juta atau sekitar Rp. 2,4 triliiun untuk ambil asset group perusahaan yang dikuasai bank sebagai collateral. Bank kasih haircut 60%”

“ Jaminannya apa ? Kata Robi.

“ Ya asset itu sendiri. Toh nilai assetnya 2 kali lipat dari utang bank.”

‘ Itu saya paham. Tetapi kan itu setelah lelang menang. Sebelum itu apa jaminannya ? tanya Robi dengan hati hati.

“ Kita ada kontrak dengan salah satu konsorsium jepang yang mau abil alih asset group perusahaan seharga 4 kali dari nilai asset. “ kata salah satu mereka sambil menyerahkan MOU kepada salah satu konsorsium. Robi hanya melihat sekilas MOU itu. 

“ Bagus. Tetapi tetap saja akan ada deal kalau lelang menang. Kalau gagal gimana ?“

“ Lelang pasti menang. Kami hanya butuh sekarang keseriusan dukungan pembiayaan dalam bentuk Bukti dana. INi penting sebagai prasyarat ikut lelang “

“ Oh artinya anda butuh credit enhancement dari kami. Tanpa itu anda tidak bisa menang.” Kata Robi dengan wajah srigala. 

Mereka semua terdiam. Saling pandang.

“ Saya rasa ini deal yang bagus dan aman. Semoga anda bisa pertimbangkan.” Kata salah satu dari mereka. 

“ Baik saya akan pertimbangkan. Apakah saya bisa pelajari semua dokumen itu. Saya akan tanda tangani kerahasiaan informasi” Kata Robi. 

Mereka mengangguk. 

“ OK kasih waktu saya seminggu untuk pelajari. Kalau ok. saya akan putuskan mendukung. Untuk sementara tidak ada komiment apapun.” Kata Robi mengakhiri meeting.

Usai meenting dilanjutkan dengan makan malam. Saat itu Pak Bonanza bicara berapi api bagaimana idealismenya untuk menyelamatkan asset agar tidak jatuh ke asing. Robi melihat salah satu dari mereka tidak begitu antusias mendengar celoteh Pak Bonanza. Terutama adiknya. Ketika usai makan malam, adiknya berbisik “ Apakah kita bisa bicara secara pribadi. Berdua saja. “ 

‘ Boleh. “Kata Robi.

“ Gimana kita bicara di kamar anda “ 

“ Engga ada masalah.” Kata Robi mengajar Adik Pak Bonanza naik ke kamarnya.

Di kamar, Adiknya Bonanza bicara. Menurut Robi, dia lebih business mindset. Pikiranya terguka. 
“ Sebetulnya kami hanya ingin dapatkan uang dari transaksi ini. Engga ada niat untuk lanjutkan bisnis itu. Kita beli terus kita preteli untuk dijual lagi. Dapat untung ya kita bagi. Sederhana kan. “
“ Tapi kakak anda…”
“ Ah engga usah dengar dia. Dia memang begitu. Semua saya yang atur.” 
“ Ok. Gimana rencana anda ?
“ Anda bantu saya dapatkan dukungan pendanaan dari Bank di sini. Tidak perlu uang cash. Hanya bukti dana atau dukungan resmi saja. Setelah itu urusan saya dapatkan uang cash untuk ambil alih aset itu ?
“ Konkrit nya ?
“ Pertama anda bantu mendapatkan bukti dana dari lembaga keuangan kepada perusahaan yang saya tunjuk. Bukti itu akan saya gunakan untuk ikut lelang mengambil seluruh aset group perusahaan. Baik yang ada di bank maupun utang kepada konsorsium kreditur lainnya. Setelah lelang menang, saya akan tarik gunakan bank di Indonesia sebagai channeling fund” 
“ Maksud anda ?
“ Ya bank dalam negeri hanya sebagai channeling fund. Sumber dana dari luar negeri. “
“ Termasuk bayar utang kepada konsorsium kreditur ?
“ Oh engga. Kalau kita sudah lunasi utang bank, kreditur kita bayar pakai obligasi aja. Mereka mau kok. Mereka semua berpikir positip. Berharap perusahaan itu jalan lagi. 
“ OK. So… ?
“ Anda bantu lagi saya untuk dapatkan non cash loan dari bank di luar negeri. “
“ Itu sama saja denga uang. Resiko tetap ada pada bank yang luar negeri.”
“ Agar tidak ada resiko non cash loan itu sifatnya best effort. Artinya tidak dijamin sepenuhnya. Resiko ada pada channeling fund”
“Kalau default kan tetap aja ada masalah.”
“ Engga usah kawatir. Saya punya exit. ?
“ Saya butuh kepastian. Karena kalau engga, resiko nya besar. Akan jadi kasus hukum. Saya menolak itu.”
“ Kan sudah ada MOU dengan exit buyer yang mau beli 4 kali lipat”
“ Itu hanya MOU. Apa mereka mau keluarkan payment guarantee ?
“ Sulit. ? Katanya dengan wajah lesu..
“ Artinya bukan solusi yang bagus. “ Kata Robi mengangkat bahu
“ Bantulah saya” Katanya memelas.
“ Saya tertarik dengan rencana anda. Saya akan pelajari. Ini semakin menarik.”
“ OK selanjutnya kita bahas ini berdua saja. “
“ Deal.”

***
“ Masih ingat saya engga “ tanya seseorang ketika bertemu dengan Robi di cafe Sheraton Hotel Singapore. Robi perhatikan dengan seksama. Namun belum bisa menebak pasti siapa orang yang ada di hadapannya. Seorang pria dengan pakaian parlente.
“ Mungkin anda lupa.” kata pria itu. “ Saya masih ingat, tahun 1996 kita ketemu di Shangrila hotel Jakarta. Waktu itu anda sedang sama Mr. Baskoro Direktur Bank BUMN dan satu lagi politisi dari partai penguasa. Saya tidak lupa karena anda membuat kami semua tertawa. Anda masih ingat joke tentang Hartono yang melarang penjaga kebunnya di Tapos untuk berhenti merokok. Tetapi dijawab oleh Penjaga kebunnya, lebih baik saya mati daripada berhenti merokok. Pak Hartono jawab, benar kamu. Perokok aja milih mati daripada berhenti merokok. Apalagi saya di suruh berhenti jadi presiden.”
“ Ahaa..saya ingat sekarang. Anda kan temannya David, Ya kan.”
Pria itu mengangguk sambil tersenyum.
“ Ya. Benar. Nama saya Sunyata.”
“ Ya pak Sunyata. Gimana kabar David ? Kata Robi yang ingin tahu nasip sahabatnya.
“ Engga tahu saya. Setelah pak Hartono jatuh, tahun 1999 dia keluar negeri. Engga tahu lagi di mana keberadaannya.”
“ Apa dia tersangkut kasus BLBI ?
“ Mungkin saja. Setahu saya dia ada partners dengan keluarga Hartono.”
“ Oh gitu. “ 
“ Anda lagi sendirian ? Kata Pak Sunyata dengan ramah.
“ ya lagi tunggu teman. “
“ Boleh saya duduk sebentar.”
“ Silahkan.” kata Robi seraya berdiri menyorong korsi untuk Sunyata. “ Ada apa di Singapore?
“ Saya tinggal di Singapore sejak tahun 1998. Anak anak sepertinya trauma sejak tragedi Mei 1998. Mungkin mereka butuh waktu untuk berdamai dengan keadaan. Tetapi tahun ini putra sulung saya berangkat ke Amerika untuk sekolah. Yang bungsu rencana juga mau lanjutkan SMU nya di Shanghai.”
“ Ya saya maklum. Yang penting utamakan keluarga dulu lah. Bisnis juga di Jakarta lagi engga bagus. Wait and see dulu lah. Setidaknya gunakan waktu lebih banyak untuk keluarga. “
“Benar anda.” kata pria itu dengan senyum. Wajahnya lebar dan mata sipit. Sikap ramahnya terkesan memang sudah nature dia.
“ Pernah dengan nama Perusahaa Rimba lestari Group ? “ kata pria itu. Robi terkejut. Mengapa pria ini tanya soal grup perusahaan itu”
“ Mengapa anda tanya itu ?
“ Sejak tahun lalu ada beberapa orang datang ke Singapore untuk cari pendanaan pengambil alihan group perusahaan itu. Tetapi susah deal karena masih belum menang lelang. Masih recana mau ikut lelang.”
“ Diantaranya siapa yang sedang cari funding itu ?
“ Orang malaysia bersama partner nya dari Jakarta. Mereka memang pebisnis kawakan dalam industri kertas. Rencana mereka ambil itu grup perusahaan untuk mensuplai bahan baku pabrik kertas di Malaysia dan China. Mereka punya kontrak dalam jumlah miliran dollar. Nah lahan HTI yang ada di grup Rimba Lestari di Kalimantan dan Aceh itu lebih dari cukup untuk memenuhi kontrak itu.” 
“ Bukannya Grup itu punya pabrik kertas juga ?
“ Ya tapi salah dalam proses pembelian mesin. Makanya engga efisien. Lebih untung jual bahan baku kayu ke pabrik kertas di Malaysia dan China daripada produksi sendiri.”
“ Kenapa sampai salah beli mesin ?
“ Maklum lah bisnis era Hartono. Kalau engga KKN engga kantao namanya. Itu dulu kan permainan pemilik lama dapatkan kredit investasi dari bank untuk pembelian mesin. Harga di mark up untuk bobol bank. Salahnya karena beli dari broker di Singapore. Di kerjain dia. Dia bobol bank, agent singapore bobol dia. Ya uang hantu dimakan setan. “
“ Wowww. “
“ Anda mau ketemu dengan mereka ?Kata Pak Sunyata ramah
“ Anda kenal ? Robi mengerutkan kening.
“ Kenal. Saya bisa atur pertemuan dengan anda. Siapa tahu ada jalan keluar. Anda masih main bisnis soft loan ?
“ Ya masih tetapi sekarang focus ke kredit ekspor aja. Itu yang ada peluangnya sekarang.”
“ Tetapi relasi banker anda masih kuat kan.”
“ Biasa aja. “

Pembicaraan terhenti karena Esther sudah datang. Dia permisi undur diri seraya menyerahkan kartu namanya. 
“ Rob, kayaknya gua kenal tuh sama orang tadi. “
“ Siapa coba namanya ?
“ Sunyata. Kalau engga salah dia pemegang saham Hotel ini dech. Dia partners sama Jepang.”
" Kok elo tahu ?
“ Gua kan banker. Walau engga kelas atas tetapi tahulah.”
“ Jam berapa datang dari Hong Kong”
“ Jam 2 sore. Sempat mandi dan tidur sebentar di kamar.”
“ Pantes…”
“ Pantes apaan?
“ jelek. “
“ Biarin. Gua kan jomblo. Apa pusing gua dibilang jelek. Ada masalah apa lue undang gua weekend ke sini.”
“ Kenalin gua sama pemain hedge fund yang bisa terbirkan prove of fund.”
“ Untuk apa ?
“ Nanti gua jelasin. Bisa bantu engga ?
“ Apa yang engga bisa kalau lu minta. Tetapi apa dulu ceritanya?

***
“ Gua minta tolong elu provide SBLC. Tetapi hanya credit enhancement. Ini hanya solusi dapat uang untuk akuisisi lewat lelang BPPN “ Kata Robi ketika berbicara di kamar hotel Esther.”

“ Risk management nya gimana ?

“ SBLC diterbitkan atas nama SPC lokal. Bank lokal memberikan jaminan stop loss guarantee. Artinya kalau default yang tanggung jawab bank lokal sendiri. “
“ Artinya mereka yang kasis credit atas SBLC itu , dan mereka juga yang tanggug resiko. Hebat sekali. “
“ Ya. Karena setelah selesai proses akuisisi, SPC melakukan trasfer right ke perusahaan sponsor yang tidak terlibat sama sekali secara hukum dalam hutang bank. Rencananya utang itu akan di refinancing melalui pelepasan saham kepada pihak jepang. Yang sudah berminat sudah ada. Dari sini akan dapat melunasi hutang ke Bank lokal dan juga untung besar, diperkirakan 3 kali lipat untungnya. “ 

Esther tersenyum penuh artinya. “ OK saya akan coba bantu. Deal yang bagus “

Sorenya Robi meeting dengan pihak sponsor. Robi mengatakan siap untuk provide SBLC. “ Tapi saya barusan dapat telp dari Jakarta. Bank lokal engga bisa kasih redit. Mereka engga punya likuiditas sebesar yang diperlukan. “ 
“ Saya bisa bantu. Ada solusi. “ Kata Robi.
“ Gimana ? Pihak sponsor terkejut dan senang.
“ Bank lokal transfer SBLC itu ke bank Singapore. Saya pastikan dapat uang cash mudah.” 
“Wah hebat. Terimakasih.”
“  Tetapi itu confirmed LC ya.” Kata Robi menegaskan.
“ Tentu.”

Sebulan kemudian proses penyediaan SBLC dan pendanaan selesai. Robi bisa menyelesaikan tugasnya. Dia dapat fee dari para sponsor. 

***
Tapi apa yang terjadi kemudian ? Janji Perusahaan Rimba itu akan dijual kepada Jepang tidak dilaksanakan oleh Adik pak Bonanza. Exit strategy yang bertumpu kepada exit buyer tidak dilaksanakan. Ini sama saja meniupkan angin tornado ke Bank lokal yang teracam harus membayar hutang ke Bank di Singapore karena SBLC dari bank asing sebagai collateral resikonya dijamin oleh bank lokall sendiri. Benarlah, setahun kemudian, ada tagihan antar bank ke bank lokal  dan BI menyatakan posisi transaksi antar bank itu adalah potential loss. BI langsung mendebit rekening Bank lokal untuk melunasi komitmen ke bank di Singapore. Dampaknya Dirut Bank Lokal berurusan dengan kejaksaan dan beberapa direksi diberhentikan. Sementara SBLC yang diterbitkan oleh bank asing itu tidak bisa di call. Karena hanya credit enhancement.

Nama Adik Pak Bonanza dan Pak Bonanza  bersih dari hukum pidana atas kasus default itu. Karena yang melakukan perikatan hukum adalah SPC dimana baik Adik Pak Bonanza  maunpun Pak Bonanza tidak ada namanya di SPC itu. Triliunan uang mengalir sangat mudah ke kantong orang yang terhormat. Hidup mereka glamor setelah itu.  Punya rumah besar dan pesawat jet pribaid. Sementara para direksi SPC dan Bank masuk penjara.

Sampah adalah bisnis bagus.



Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Sampah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud padat atau semi padat berupa zat organik dan atau anorganik , bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai, yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Sumber limbah padat perkotaan berasal dari permukiman, pasar, kawasan pertokoan dan perdagangan, kawasan perkantoran dan prasarana umum, kawasan industri, peternakan hewan dan fasilitas umum lainnya.  

Jenis sampah perkotaan terdiri atas 2 bagian yaitu, sampah organik dan non organik. Sampah organik adalah sampah yang mempunyai komposisi kimia mudah terurai oleh bakteri (biodegradable) misalnya sisa makanan, sayur mayur, daun-daunan, kayu dan lainnya. Sedangkan sampah non organik adalah sampah yang mempunyai komposisi kimia sulit untuk diuraikan atau membutuhkan waktu yang lama (non biodegradable) misalnya sampah plastik, kaleng, besi, kaca dan lainnya. Masalah sampah di kota-kota besar bukan lagi masalah baru dan masalah ini menjadi masalah kota menengah dan kecil di negara sedang berkembang pada umumnya dan negara Indonesia pada khususnya. Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial karena dampaknya terkena berbagai sisi kehidupan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Palembang, Makassar dan Medan.

Di Guangzhou ( China ) kalau anda datang ketempat pembuangan akhir (TPA) sampah kota, maka anda tidak akan menemukan tempat di mana banyak tumpukan sampah yang menimbulkan aroma busuk yang menyengat. Di tempat itu berdiri bangunan layaknya sebuah manufaktur yang berada di tengah tengah taman yang indah. Ada ratusan truk sampah yang baknya tertutup rapat memasuki tempat itu. Truk itu menumpahkan sampah ke conveyor yang menuju bunker bawah tanah. Ukuran luas bunker ini diperkiran panjang 100 meter lebar 50m dan tinggi 50 meter. Perhari sedikitnya 6000 ton sampah kota dibuang ketempat ini. 

Sampah yang ada di bawah tanah ini akan terbakar karena proses permentasi. Hasil pembakaran ini akan menimbulkan panas. Energi panas inilah yang akan digunakan untuk mendidihkan ketel berisi air agar menimbulkan tenaga uap. Tenaga uap digunakan untuk menggerakan turbin penghasil tenaga listrik. Kemudian listrik didistribusikan melalui jaringan transmisi. Semua gas dari proses pembakaran dikumpulkan, disaring, dan dibersihkan dengan teknologi pengendalian pencemaran udara  sebelum dilepaskan ke atmosfer. Residu gabungan bisa digunakan kembali atau digunakan untuk pupuk. Dari tekhnologi ini , untuk 1000 ton sampah perhari bisa menghasilkan 24 MW atau kalau 6000 Ton sampah maka energi listrik yang bisa disuplai sebesar 140 MW. Listrik dengan kapasitas 140 MW bisa mencukupi kebutuhan listrik kota.

Negara maju termasuk China sampah dikelola dengan cara modern untuk energi alternatif dan produk daur ulang. Program pengelolaan sampah ini didukung oleh UU secara nasional dan diterapkan seluruh kota. Sehingga masalah sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga tanggung jawab masyarakat. 

Bagaimana pengelolaan sampah yang modern? Dimulai dari cara mengurangi timbunan sampah domestik (limbah rumah tangga), menggunakan kembali sampah domestik yang masih layak digunakan (reuse) dan mendaur ulang sampah domestik (recycle) sehingga sampah tersebut dapat bernilai ekonomi. Untuk itu Pemda harus mengedukasi masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya dan sosialisasi tentang pemilahan sampah menjadi berbagai jenis. Seperti pemisahan sampah organik dan anorganik (kertas, plastik kertas dan logam ).

Selain itu, tempat sampah yang sudah ada di tempat umum harus di design ulang agar berfungsi secara efektif sesuai dengan jenis sampah.  Pada TPS ( Tempat Pembuangan Sementara) yang tersebar di beberapa kelurahan Kota harus sudah terpisah sampah itu sesuai dengan jenisnya. Sehingga truk pengangkut akan membawa sampah dari TPS ke TPA yang sesuai dengan tujuan penggunaan sampah : Untuk sampah organik dikirim ke pembangkit listrik biomass. Untuk sampah anorganik dikirim kepusat daur ulang sampah. 

Dari setiap sampah yang dipasok oleh Pemda,itu semua menghasilkan uang tidak sedikit. Mengapa ? semua sampah yang berhasil dikumpulkan itu adalah uang. Pemda berhak menjualnya. Karena bisnis yang menggunakan sampah sebagai fuel energi ( biomass ) dan daur ulang seperti besi, plastik, kertas dll adalah bisnis yang mendatangkan laba tidak kecil. Ini bisnis yang sangat menguntungkan. 

Jadi apabila pemda dapat mengelola sampah dengan baik maka bukan hanya membuat kota bersih dan nyaman namun juga sebagai sumber penerimaan ( PAD ) bagi Pemda untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sayangnya, sistem pengelolaan sampah di Kota kota di Indonesia dapat dikatakan masih tergolong tradisional yang menganut konsep kumpul, angkut dan buang. Sistem ini masih terus digunakan dan karenanya sampah menjadi masalah serius bagi kota kota besar di Indonesia. Semoga di era pemerintahan mendatang, pengelolaan sampah dapat dilakukan secara modern.

Saturday, November 20, 2010

Keadilan sosial dan bisnis


Teman saya punya Toko di Tanah Abang. Satu kios dia beli hampir Rp, 1 miliar rupiah. Apakah itu didapatnya dengan mudah ? tidak. Awalnya karena dia tidak punya pendidikan tinggi. Hanya tamatan SMU. Keluarganya juga miskin. Dia memulai hidupnya sebagai tukang jahit konveksi. Dia dapat bayaran satu kodi hanya Rp 15.000 atau satu potong di bayar hanya Rp. 500. itu tahun 1990. Profesi itu ditekuninya dengan sabar. Setiap dapat upah bulanan dia tabung sebagian dan karena itu dia harus hidup sangat prihatin. Rumah ngontrak hanya satu kamar. Setelah dua  tahun, dia dapat membeli mesin jahit dua unit. Dari mesin jahit itu dia memperkerjakan satu orang untuk membantunya. Kalau tadi dia sebagai buruh tapi sekarang dia sebagai penjual jasa. Dia menerima jasa jahitan dari pengusaha konveksi. Sampai lima tahun dia sudah punya mesin jahit 40 unit.

Kalau tadi dia hanya menjual jasa, maka selanjutnya dia menjadi pengusaha konveksi dengan menjual pakaian kodian ke toko yang ada di tanah Abang. Bahan tekstil dia dapat dari grosir di Tanah Abang dengan cara membayar mundur selama 3 bulan. Untuk sampai dapat kepercayaan seperti itu tidak mudah. Butuh waktu lama sampai dia percaya. Dari semua proses itu, obsesinya adalah dia ingin punya kios sendiri di Pasar Tanah Abang. Setiap laba dia tabung dengan menekan selera. Sampai akhirnya dia bisa membeli kios di tanah abang seharga Rp 1 miliar rupiah. Kini dia punya empat kios di tanah Abang dan juga konveksi dengan memperkerjakan 50 orang. 

Kalau sampai dia punya kios di Tanah Abang dengan standar modern dan aman, serta formal maka itu tidak didapat dengan mudah. Lewat proses kerja keras dan hemat bertahun tahun. Dari itu dia berhak mendapatkan keadilan berupa tempat usaha yang formal dari pemerintah. Begitulah seharusnya keadilan sosial itu ditegakan. Dia yang tadinya miskin tidak pernah terjangkau langsung tangan pemerintah. Tapi sistem memungkinkan dia mampu meraih keadilan itu. Caranya? pemerintah hanya memberikan kanal dimana barang tersedia dan pasar tersedia. Selanjutnya tugas dia mendapatkannya untuk berkembang karena waktu. 

Tentu tidak semua orang seperti dia mendapatkan keadilan , tapi itu bukan berarti pemerintah tidak adil bagi yang lain. Itu karena yang lainnya memang tidak menginginkan keadilan bagi dirinya dengan cara berlelah. Mereka menginginkan too good to be true, dengan menyerobot tanah negara untuk dagang kaki lima. Dengan cara itu, justru merekalah yang menciptakan ketidak adilan itu. Mengapa ? karena orang lain berlelah dan berkorban dengan waktu lama untuk dapat akses dagang di tanah Abang, sementara mereka dengan hanya membayar ala kadarnya dapat akses dengan merampas lahan negara. Dan anehnya cara cara ini didukung oleh kekuatan informal seperti preman, dan lambat laun laun dilegitimasi oleh pejabat tingkat kelurahan, dan kini gubernur melegitimasinya. Maka sistem pun runtuh. Negara jadi belantara.

Di China hampir tidak ada pedagang kaki lima menggunakan bahu jalan apalagi jalan raya untuk berdagang. Walau penduduk china lebih dari 1 miliar orang, namun negara hadir memastikan keadilan itu tegak. Pemda menyediakan kios dan peluang pasar dengan aturan yang memungkinkan terjadinya kosentrasi orang ke pasar tersebut. Tapi untuk mendapatkannya tidak dengan mudah. Setiap orang dipaksa berkompetisi untuk bisa berhak atas fasilitas yang disediakan pemda. Artinya mereka harus kerja keras dan berproses dari kecil menjadi besar. Disinilah peran negara untuk memastikan pertumbuhan itu terjadi by natural atau bahasa romantisinya adalah sunatullah.

Salah satu teman pejabat China berkata kepada saya “ kalau sampai orang begitu mudahnya menguasai lahan negara seperti jalan raya untuk berdagang dengan alasan keadilan maka sebetulnya mereka merampas keadilan bagi orang lain. Jalan itu dibiayai oleh pembayar pajak. Untuk bisa bayar pajak maka harus untung, Untuk untung maka harus hemat. Bayangkan , bagaimana negara bisa punya muka kepada pembayar pajak bila ada orang tidak pernah bayar pajak, tidak mau kerja keras, lantas berhak atas jalan raya yang justru dibayar dari keringat orang yang bayar pajak. Kami komunis tapi tidak mengakui sama rata sama rasa. Itu masa lalu china. Kini china punya prinsip keadilan sosial bukan keadilan populis..