Friday, December 3, 2010

Pencuri yang terhormat


Tahun 2001. Jam 7 malam Robi kedatangan tamu di kantornya di kawasan Kuningan. Tamu itu pria tengah baya. Robi sudah kenal sebelumnya pria itu. Namun tidak begitu akrab. Dia menerima di kamar kerjanya. Hanya sebentar basa basi, pria itu menawarkan peluang bisnis untuk pengambil alihatan aset di BPPN.

“ Ini ada asset Group perusahaan yang sekarang di bawah penguasaan BPPN. Saya tawarkan anda ikut kerjasama dalam proses lelang di BPPN. “ 

“ Mengapa ?

“ Karena anda punya akses ke pembiayaan dari luar negeri.” 

“ Coba jelaskan ke saya, mengapa sampai ada kesimpulan begitu? 

“ Begini. Total asset group perusahaan ini berdasarkan laporan keuangan yang belum di audit mencapai Rp. 10 triliun. Dari Rp. 10 triliun itu, 40% atau Rp. 4 triliun utang ke Bank. Dan sisanya Rp. 6 triliun adalah utang ke vendor , leasing, pemasok dll.”

“ Nilai realnya berapa ? Tanya Robi dengan berkerut kening.

“ Rp. 4 triliun.

“ OK. lanjut “

“ Kita akan tawarkan dua skema. Pertama, untuk utang ke bank dibayar 60% atau Rp 2,4 triliun. Jadi kita minta diskon 40%. Kedua, untuk utang ke konsorsium kita tawarkan solusi dalam bentuk obligasi tanpa bunga. Jadi kita ambil alih utang group itu dalam bentuk penerbitan surat utang. Maka 100% group itu dapat kita ambil alih. Robi terdiam. Skema ini terkesan too good to be true. Apa iya pemerintah sebodoh itu.

“ Anda yakin proposal ini bisa diterima BPPN? Tanya Robi.

“ Yakin.”

“ Mengapa ?

“ Ada macan besar di belakang transaksi ini. “

“ Siapa ? 

“ Pak Bonanza. Dia punya koneksi kuat di politik. Anda juga tahulah siapa dia. “

“ OK saya paham.”

“ Nah apakah anda bisa bantu?. Kami butuh pendanaan dari luar negeri. Karena pemerintah larang akuisisi pakai utang bank dalam negeri. “ 

“ Ok saya akan pelajari proposal ini. Kita akan meeting lagi di Singapore minggu depan biar lebih detail bicaranya. Saya minta semua pihak yang akan terlibat juga hadir.

“ Ok pak Robi. “
***
Bertempat di Cafe Fountain Grand Hyatt , Robi menanti kedatangan Pak Darto. Dia kenal Darto sebagai politisi dan sekarang jadi Menteri. Lima menit duduk di cafe, nampak Pak Darto datang dengan langkah tegas. Seraya menebar senyum dia menyalami Robi. “ Rob, dengan kabar kamu gabung dengan perusahaan investasi dari Singapore. Engga ikut ramein tender BPPN. “

“ Enggalah. Kita hanya terima muntahan aja pak. Ada orang menang lelang, engga duit kita ambil. Gitu aja. Engga mau repot ikut tender. Pusing “ Kata Robi ramah.

“ Oh gitu.”Darto tersenyum seraya menepuk pundak Robi.

“ Pak..saya mau tanya. Kenal dengan Pak Bonanza engga ?

“ Ya semua kenal lah. Siapa yang engga kenal dia. Dia kan Pati dan populer ketika menjelang kejatuhan Presiden Orba. Ada apa ?

“ Maksud saya. Apa iya dia bisa bisnis ?

“ Itu engga tahu saya.Tetapi dia kan punya adik yang jago bisnis. Tentu bisa bantu dia. Ada apa sih ?

“ Gini, ada yang datang ke saya, dia tawarkan kerjasama ambil alih group perusahaan dari BPPN. Bisa tahu kenapa dia tertarik ?

“ Oh itu. Saya tahu. Dengar kabar dia tidak ingin asset itu jatuh ke asing. Dia ingin perusahaan itu dikuasi oleh orang indonesia sendiri”

“ Dia bilang begitu ? Robi berkerut kening. Sepertinya informasi yang dia terima kemarin tidak valid.

“ ya itu saya dengar dalam rapat kabinet. “ 

“ Apa pemerintah mendukung ?

“ ya jelas dukung dong. Itu nasionalis namanya. Harus didukung “

“ Ok pak. Jadi kalau dia ikut tender ,pasti menang.?

“ Pasti, kalau memang dia ada duit dan ikuti aturan.”

“ Terimakasih Pak. “ Kata Robi seraya menyalami pak Darto.

***
Sesuai jadwal, rapat diadakan di Hotel Mandarin Mauritius Singapore. Yang hadir dari pihak pemrakarsa akuisisi ada 4 orang. Walau tidak pernah deal dalam bisnis, namun Robi mengenal baik mereka. Robi di dampingi oleh Fund Manager dari investement banker dari Amerika, yang punya kantor perwakilan di Singapore.

“ KIta butuh USD 200 juta atau sekitar Rp. 2,4 triliiun untuk ambil asset group perusahaan yang dikuasai bank sebagai collateral. Bank kasih haircut 60%”

“ Jaminannya apa ? Kata Robi.

“ Ya asset itu sendiri. Toh nilai assetnya 2 kali lipat dari utang bank.”

‘ Itu saya paham. Tetapi kan itu setelah lelang menang. Sebelum itu apa jaminannya ? tanya Robi dengan hati hati.

“ Kita ada kontrak dengan salah satu konsorsium jepang yang mau abil alih asset group perusahaan seharga 4 kali dari nilai asset. “ kata salah satu mereka sambil menyerahkan MOU kepada salah satu konsorsium. Robi hanya melihat sekilas MOU itu. 

“ Bagus. Tetapi tetap saja akan ada deal kalau lelang menang. Kalau gagal gimana ?“

“ Lelang pasti menang. Kami hanya butuh sekarang keseriusan dukungan pembiayaan dalam bentuk Bukti dana. INi penting sebagai prasyarat ikut lelang “

“ Oh artinya anda butuh credit enhancement dari kami. Tanpa itu anda tidak bisa menang.” Kata Robi dengan wajah srigala. 

Mereka semua terdiam. Saling pandang.

“ Saya rasa ini deal yang bagus dan aman. Semoga anda bisa pertimbangkan.” Kata salah satu dari mereka. 

“ Baik saya akan pertimbangkan. Apakah saya bisa pelajari semua dokumen itu. Saya akan tanda tangani kerahasiaan informasi” Kata Robi. 

Mereka mengangguk. 

“ OK kasih waktu saya seminggu untuk pelajari. Kalau ok. saya akan putuskan mendukung. Untuk sementara tidak ada komiment apapun.” Kata Robi mengakhiri meeting.

Usai meenting dilanjutkan dengan makan malam. Saat itu Pak Bonanza bicara berapi api bagaimana idealismenya untuk menyelamatkan asset agar tidak jatuh ke asing. Robi melihat salah satu dari mereka tidak begitu antusias mendengar celoteh Pak Bonanza. Terutama adiknya. Ketika usai makan malam, adiknya berbisik “ Apakah kita bisa bicara secara pribadi. Berdua saja. “ 

‘ Boleh. “Kata Robi.

“ Gimana kita bicara di kamar anda “ 

“ Engga ada masalah.” Kata Robi mengajar Adik Pak Bonanza naik ke kamarnya.

Di kamar, Adiknya Bonanza bicara. Menurut Robi, dia lebih business mindset. Pikiranya terguka. 
“ Sebetulnya kami hanya ingin dapatkan uang dari transaksi ini. Engga ada niat untuk lanjutkan bisnis itu. Kita beli terus kita preteli untuk dijual lagi. Dapat untung ya kita bagi. Sederhana kan. “
“ Tapi kakak anda…”
“ Ah engga usah dengar dia. Dia memang begitu. Semua saya yang atur.” 
“ Ok. Gimana rencana anda ?
“ Anda bantu saya dapatkan dukungan pendanaan dari Bank di sini. Tidak perlu uang cash. Hanya bukti dana atau dukungan resmi saja. Setelah itu urusan saya dapatkan uang cash untuk ambil alih aset itu ?
“ Konkrit nya ?
“ Pertama anda bantu mendapatkan bukti dana dari lembaga keuangan kepada perusahaan yang saya tunjuk. Bukti itu akan saya gunakan untuk ikut lelang mengambil seluruh aset group perusahaan. Baik yang ada di bank maupun utang kepada konsorsium kreditur lainnya. Setelah lelang menang, saya akan tarik gunakan bank di Indonesia sebagai channeling fund” 
“ Maksud anda ?
“ Ya bank dalam negeri hanya sebagai channeling fund. Sumber dana dari luar negeri. “
“ Termasuk bayar utang kepada konsorsium kreditur ?
“ Oh engga. Kalau kita sudah lunasi utang bank, kreditur kita bayar pakai obligasi aja. Mereka mau kok. Mereka semua berpikir positip. Berharap perusahaan itu jalan lagi. 
“ OK. So… ?
“ Anda bantu lagi saya untuk dapatkan non cash loan dari bank di luar negeri. “
“ Itu sama saja denga uang. Resiko tetap ada pada bank yang luar negeri.”
“ Agar tidak ada resiko non cash loan itu sifatnya best effort. Artinya tidak dijamin sepenuhnya. Resiko ada pada channeling fund”
“Kalau default kan tetap aja ada masalah.”
“ Engga usah kawatir. Saya punya exit. ?
“ Saya butuh kepastian. Karena kalau engga, resiko nya besar. Akan jadi kasus hukum. Saya menolak itu.”
“ Kan sudah ada MOU dengan exit buyer yang mau beli 4 kali lipat”
“ Itu hanya MOU. Apa mereka mau keluarkan payment guarantee ?
“ Sulit. ? Katanya dengan wajah lesu..
“ Artinya bukan solusi yang bagus. “ Kata Robi mengangkat bahu
“ Bantulah saya” Katanya memelas.
“ Saya tertarik dengan rencana anda. Saya akan pelajari. Ini semakin menarik.”
“ OK selanjutnya kita bahas ini berdua saja. “
“ Deal.”

***
“ Masih ingat saya engga “ tanya seseorang ketika bertemu dengan Robi di cafe Sheraton Hotel Singapore. Robi perhatikan dengan seksama. Namun belum bisa menebak pasti siapa orang yang ada di hadapannya. Seorang pria dengan pakaian parlente.
“ Mungkin anda lupa.” kata pria itu. “ Saya masih ingat, tahun 1996 kita ketemu di Shangrila hotel Jakarta. Waktu itu anda sedang sama Mr. Baskoro Direktur Bank BUMN dan satu lagi politisi dari partai penguasa. Saya tidak lupa karena anda membuat kami semua tertawa. Anda masih ingat joke tentang Hartono yang melarang penjaga kebunnya di Tapos untuk berhenti merokok. Tetapi dijawab oleh Penjaga kebunnya, lebih baik saya mati daripada berhenti merokok. Pak Hartono jawab, benar kamu. Perokok aja milih mati daripada berhenti merokok. Apalagi saya di suruh berhenti jadi presiden.”
“ Ahaa..saya ingat sekarang. Anda kan temannya David, Ya kan.”
Pria itu mengangguk sambil tersenyum.
“ Ya. Benar. Nama saya Sunyata.”
“ Ya pak Sunyata. Gimana kabar David ? Kata Robi yang ingin tahu nasip sahabatnya.
“ Engga tahu saya. Setelah pak Hartono jatuh, tahun 1999 dia keluar negeri. Engga tahu lagi di mana keberadaannya.”
“ Apa dia tersangkut kasus BLBI ?
“ Mungkin saja. Setahu saya dia ada partners dengan keluarga Hartono.”
“ Oh gitu. “ 
“ Anda lagi sendirian ? Kata Pak Sunyata dengan ramah.
“ ya lagi tunggu teman. “
“ Boleh saya duduk sebentar.”
“ Silahkan.” kata Robi seraya berdiri menyorong korsi untuk Sunyata. “ Ada apa di Singapore?
“ Saya tinggal di Singapore sejak tahun 1998. Anak anak sepertinya trauma sejak tragedi Mei 1998. Mungkin mereka butuh waktu untuk berdamai dengan keadaan. Tetapi tahun ini putra sulung saya berangkat ke Amerika untuk sekolah. Yang bungsu rencana juga mau lanjutkan SMU nya di Shanghai.”
“ Ya saya maklum. Yang penting utamakan keluarga dulu lah. Bisnis juga di Jakarta lagi engga bagus. Wait and see dulu lah. Setidaknya gunakan waktu lebih banyak untuk keluarga. “
“Benar anda.” kata pria itu dengan senyum. Wajahnya lebar dan mata sipit. Sikap ramahnya terkesan memang sudah nature dia.
“ Pernah dengan nama Perusahaa Rimba lestari Group ? “ kata pria itu. Robi terkejut. Mengapa pria ini tanya soal grup perusahaan itu”
“ Mengapa anda tanya itu ?
“ Sejak tahun lalu ada beberapa orang datang ke Singapore untuk cari pendanaan pengambil alihan group perusahaan itu. Tetapi susah deal karena masih belum menang lelang. Masih recana mau ikut lelang.”
“ Diantaranya siapa yang sedang cari funding itu ?
“ Orang malaysia bersama partner nya dari Jakarta. Mereka memang pebisnis kawakan dalam industri kertas. Rencana mereka ambil itu grup perusahaan untuk mensuplai bahan baku pabrik kertas di Malaysia dan China. Mereka punya kontrak dalam jumlah miliran dollar. Nah lahan HTI yang ada di grup Rimba Lestari di Kalimantan dan Aceh itu lebih dari cukup untuk memenuhi kontrak itu.” 
“ Bukannya Grup itu punya pabrik kertas juga ?
“ Ya tapi salah dalam proses pembelian mesin. Makanya engga efisien. Lebih untung jual bahan baku kayu ke pabrik kertas di Malaysia dan China daripada produksi sendiri.”
“ Kenapa sampai salah beli mesin ?
“ Maklum lah bisnis era Hartono. Kalau engga KKN engga kantao namanya. Itu dulu kan permainan pemilik lama dapatkan kredit investasi dari bank untuk pembelian mesin. Harga di mark up untuk bobol bank. Salahnya karena beli dari broker di Singapore. Di kerjain dia. Dia bobol bank, agent singapore bobol dia. Ya uang hantu dimakan setan. “
“ Wowww. “
“ Anda mau ketemu dengan mereka ?Kata Pak Sunyata ramah
“ Anda kenal ? Robi mengerutkan kening.
“ Kenal. Saya bisa atur pertemuan dengan anda. Siapa tahu ada jalan keluar. Anda masih main bisnis soft loan ?
“ Ya masih tetapi sekarang focus ke kredit ekspor aja. Itu yang ada peluangnya sekarang.”
“ Tetapi relasi banker anda masih kuat kan.”
“ Biasa aja. “

Pembicaraan terhenti karena Esther sudah datang. Dia permisi undur diri seraya menyerahkan kartu namanya. 
“ Rob, kayaknya gua kenal tuh sama orang tadi. “
“ Siapa coba namanya ?
“ Sunyata. Kalau engga salah dia pemegang saham Hotel ini dech. Dia partners sama Jepang.”
" Kok elo tahu ?
“ Gua kan banker. Walau engga kelas atas tetapi tahulah.”
“ Jam berapa datang dari Hong Kong”
“ Jam 2 sore. Sempat mandi dan tidur sebentar di kamar.”
“ Pantes…”
“ Pantes apaan?
“ jelek. “
“ Biarin. Gua kan jomblo. Apa pusing gua dibilang jelek. Ada masalah apa lue undang gua weekend ke sini.”
“ Kenalin gua sama pemain hedge fund yang bisa terbirkan prove of fund.”
“ Untuk apa ?
“ Nanti gua jelasin. Bisa bantu engga ?
“ Apa yang engga bisa kalau lu minta. Tetapi apa dulu ceritanya?

***
“ Gua minta tolong elu provide SBLC. Tetapi hanya credit enhancement. Ini hanya solusi dapat uang untuk akuisisi lewat lelang BPPN “ Kata Robi ketika berbicara di kamar hotel Esther.”

“ Risk management nya gimana ?

“ SBLC diterbitkan atas nama SPC lokal. Bank lokal memberikan jaminan stop loss guarantee. Artinya kalau default yang tanggung jawab bank lokal sendiri. “
“ Artinya mereka yang kasis credit atas SBLC itu , dan mereka juga yang tanggug resiko. Hebat sekali. “
“ Ya. Karena setelah selesai proses akuisisi, SPC melakukan trasfer right ke perusahaan sponsor yang tidak terlibat sama sekali secara hukum dalam hutang bank. Rencananya utang itu akan di refinancing melalui pelepasan saham kepada pihak jepang. Yang sudah berminat sudah ada. Dari sini akan dapat melunasi hutang ke Bank lokal dan juga untung besar, diperkirakan 3 kali lipat untungnya. “ 

Esther tersenyum penuh artinya. “ OK saya akan coba bantu. Deal yang bagus “

Sorenya Robi meeting dengan pihak sponsor. Robi mengatakan siap untuk provide SBLC. “ Tapi saya barusan dapat telp dari Jakarta. Bank lokal engga bisa kasih redit. Mereka engga punya likuiditas sebesar yang diperlukan. “ 
“ Saya bisa bantu. Ada solusi. “ Kata Robi.
“ Gimana ? Pihak sponsor terkejut dan senang.
“ Bank lokal transfer SBLC itu ke bank Singapore. Saya pastikan dapat uang cash mudah.” 
“Wah hebat. Terimakasih.”
“  Tetapi itu confirmed LC ya.” Kata Robi menegaskan.
“ Tentu.”

Sebulan kemudian proses penyediaan SBLC dan pendanaan selesai. Robi bisa menyelesaikan tugasnya. Dia dapat fee dari para sponsor. 

***
Tapi apa yang terjadi kemudian ? Janji Perusahaan Rimba itu akan dijual kepada Jepang tidak dilaksanakan oleh Adik pak Bonanza. Exit strategy yang bertumpu kepada exit buyer tidak dilaksanakan. Ini sama saja meniupkan angin tornado ke Bank lokal yang teracam harus membayar hutang ke Bank di Singapore karena SBLC dari bank asing sebagai collateral resikonya dijamin oleh bank lokall sendiri. Benarlah, setahun kemudian, ada tagihan antar bank ke bank lokal  dan BI menyatakan posisi transaksi antar bank itu adalah potential loss. BI langsung mendebit rekening Bank lokal untuk melunasi komitmen ke bank di Singapore. Dampaknya Dirut Bank Lokal berurusan dengan kejaksaan dan beberapa direksi diberhentikan. Sementara SBLC yang diterbitkan oleh bank asing itu tidak bisa di call. Karena hanya credit enhancement.

Nama Adik Pak Bonanza dan Pak Bonanza  bersih dari hukum pidana atas kasus default itu. Karena yang melakukan perikatan hukum adalah SPC dimana baik Adik Pak Bonanza  maunpun Pak Bonanza tidak ada namanya di SPC itu. Triliunan uang mengalir sangat mudah ke kantong orang yang terhormat. Hidup mereka glamor setelah itu.  Punya rumah besar dan pesawat jet pribaid. Sementara para direksi SPC dan Bank masuk penjara.

No comments: