“ Aku ingin bertemu dengan papa “ Kataku kepada mama.
” Kan mama sudah bilang , papa kamu sudah meninggal. ” jawab mama tegas. Mama berusaha memalingkan wajah ke tempat lain dengan air mata berlinang.
” Ma, aku sudah dewasa. Tidak perlulah ditutupi terus tentang Papa. Dan lagi , dua bulan lagi aku akan menikah. Aku butuh Papa mendampingiku atau setidaknya aku dapat meminta restu kepada papa. Itu saja ” Kataku dengan lembut. Kusadari bahwa masalah ini sangat sensitip apalagi menyangkut soal papa. Dari dulu, setiap aku menanyakan tentang papa , mama selalu marah dan setelah itu menangis.
” Mama engga ngerti kenapa sekarang kamu jadi lain. Ngotot sekali ingin ketemu Papa kamu. Mengapa kamu begitu peduli dengan papamu yang tidak pernah mau tahu dengan kamu. Sejak kamu lahir , papa kamu pergi meninggalkan mama. Itu harus kamu ngerti. ” Mama mulai menangis. Aku hanya terdiam. Kucoba untuk memeluk mama untuk meredam rasa sesak didadanya.
” Ma...terimalah ini "Kuserahkan amplop besar yang kudapat dari tante Mia. Didalam amplop itu berisi sebuah kebenaran yang selama ini tak dapat kutemukan tentang papa " Mama baca dan kemudian tentukan sikap mama. ” lanjutku seakan berbisik. ” Maafkan aku bila akhirnya aku harus berseberangan dengan mama soal papa. ” Kupeluk mama dan kutinggal mama seorang diri. Akupun kembali kesingapore.
***
Aku memang sejak lahir tidak pernah mengenal papa. Sejak kanak kanak aku tinggal berpindah pindah. Pernah 5 tahun tinggal di rumah Om di Malang. Istri om sangat baik sekali, Namun setelah kelahiran putrinya, dia semakin kurang perhatiannya kepada ku. Makanya , om kirim aku lagi ke rumah tante di Jakarta. Ini berlangsung sampai aku tamat SD. Karena Jakarta bukanlah tempat yang aman bagi ku, maka mama mengirimku ke singapore untuk tinggal dengan adik mama yang paling bungsu. Tante Mia. Dia sangat sayang padaku. Juga suaminya. Mereka tidak mempunyai anak. Hingga akulah satu satunya yang dianggapnya sebagai anak mereka. Sampai akhirnya aku dapat menyelesaikan perguruan tinggi dan bekerja di Singapore.
Sejak SMP, aku sudah mengerti sedikit tentang kehidupan. Keluarga besarku membenci papa,dan menanamkan kebencian itu kepadaku. Wajar bila akupun terlanjur membenci papa. Apalagi keluarga mama adalah penganut agama kristiani yang taat sementara papa adalah muslim. Hanya saja tante Mia tidak pernah cerita negatif tentang papa. Mungkin karena pendidikan tante paling tinggi diantara keluarga mama. Tante Mia juga kristiani yang taat. Jadi lebih mengerti untuk bersikap bijak.
Dari tante Mia dan suaminya aku mulai memahami kebijakan, terutama tentang agama. Tante tidak pernah memaksaku untuk menentukan agama yang tepat untukku. Baginya agama itu soal privasi yang tak perlu diperdebatkan. Yang penting adalah bagaimana kita bisa menggunakan agama itu sebagai jalan hidup dan membuat siapapun yang dekat dengan kita merasa nyaman. Agama tidak menanamkan kebencian tapi kasih sayang. Agama tidak mempersulit tapi mempermudah. Agama itu adalah ajaran memberi, bukan meminta.
Tapi soal Papa. Aku larut dalam kebencian terhadap Papa. Apalagi kutahu , dua kali mama menikah dengan pria lain , selalu mengalami kegagalan walau itu dijodohkan oleh keluarga mama yang taat beragama. Selanjutnya mama bekerja keras dan hidup sendirian. Laki laki macam apa ini ? .Yang telah membiarkan wanita seperti mama dan aku hidup tanpa perlindungan dari seorang pria yang seharusnya bertanggung jawab disaat kami membutuhkannya.
Ada hembusan pencerahan dalam hidupku ketika aku mulai menjalin hubungan serius dengan seorang pria yang tidak seiman denganku. Dia seorang muslim yang taat. Pria itu sangat baik dan sopan. Dia tidak pernah menyentuhku selama kami pacaran. Selalu bisa mengerti perasaanku dan tidak pernah memaksaku untuk mengikuti agamanya. Tapi kepribadiannya membuatku mulai luluh untuk memeluk agama Islam. Pacarku dengan sabar menjelaskan semua hal tal tentang Islam. Duh, indahnya ajaran agama ini. Di mana kesederhanaan adalah pakaian kesehariaan, Keikhlasan adalah kepribadian dalam bersikap dan bertindak. Lemah lembut terpancar untuk saling menjaga dan menghormati. Antara wanita dan pria saling menjaga atas dasar saling hormat untuk beribadah kepada Allah. Agamaku mendidik kasih sayang dan islam menerapkannya dengan sempurna, setidaknya itu yang kurasakan dalam hubungan dengan pacarku. Maka akupun semakin membulatkan tegad untuk menjadi muslimah.
Tapi bagaimana bisa meyakinkan keluarga mama tentang niatku untuk pindah agama, tentang hubunganku dengan orang tidak seiman. Inilah yang sulit. Apalagi mereka sangat trauma dengan kehidupan mama yang menikah dengan pria tidak seiman. Pernah ini ku sampaikan kepada om di Malang. Karena dia kakak tertua mama dalam keluarga besar.
” Tidak Lin ! " Teriak Om " Semua orang tahu bahwa Om ini aktifis geraja dan juga mama kamu. Apa kata orang nanti bila mengetahui kamu menikah dengan pria tidak seiman. Bercerminlah dengan mama kamu yang menikah dengan pria tidak seiman. Akhirnya ditinggal pergi ketika mama kamu tidak mau mengikuti agamanya. Mereka kejam sekali, Lin. Mereka dapat menghalalkan apa saja demi agamanya. Carilah pria seiman dengan kamu..”
Begitupula ketika hal ini kusampaikan kepada Tante di Jakarta. Jawabannya sangat tegas. ” Kalau kamu menikah dengan pria tidak seiman maka putus hubungan keluarga kita. ”
Aku terhempas. Jangankan mau pindah agama , menikah dengan orang tak seiman saja sudah prahara bagi mereka. Semua menjadi kebencian ketika menyangkut perbedaan agama. Mengapa ini bisa terjadi.? Apakah agama memang mengajarkan peperangan karena perbedaan ? Aku rasa tidak. Hanya cara menyikapi dan merasa paling benar inilah yang membuat prasangka buruk terbentuk. Membuat kedamaian menjadi sesuatu yang mewah. Seharusnya orang beragama adalah orang yang menempatkan prasangka baik kepada siapapun dan berserah diri kepada Tuhan.
Terakhir aku berbicara dengan tante Mia dan meminta pendapatnya tentang rancanaku untuk menikah dengan pria tidak seiman. Tante menatapku dengan seksama” Menikahlah karena cinta dan siaplah berkorban untuk itu. Tante tidak bisa memberikan penilaian masalah perbedaan agama. ” Kata tante dengan lembut sambil membelai kepalaku.
" Benarkah , papa itu jahat tante ? Mengapa mereka membenci Islam hanya karena mereka tidak menyukai papa. Sejahat itukah Papa bagi keluarga kita. Pacarku sangat baik dan aku sangat mencintainya. Tidak ada satupun hal buruk seperti yang digambarkan om tentang Islam " Kataku.
Kemudian tante masuk kedalam kamar dan keluar membawa sesuatu di tangannya. ” Terimalah ini ” kata tante sambil menyerahkannya kepadaku. ” Itu buku tabungan tante selama 12 tahun. Jumlahnya sama dengan semua kebutuhan biaya kamu selama tinggal dan sekolah di singapore. Tapi tante tidak pernah ambil satu senpun. Kamu sudah tante anggap sebagai anak kandung tante. Sekarang itu menjadi milikmu.” kata tante dengan air mata berlinang.
” Dari mana tante dapatkan uang sebanyak ini” Kataku heran
” Ini bukti transfer uangnya ” kata tante sambil membuka amplop besar. Begitu banyak lembaran kertas warna merah muda sebagai bukti transfer. Tertulis disitu nama pengirim – Rahmat Subarja –
” Siapa Rahmat Subarja itu ? ”
" Papa kamu. ..” kata tante dengan suara lambat.
" Jadi selama ini semua telah berbohong tentang papaku. Akte kelahiranpun falsu ? "aku terkejut dan sedikit marah.
"Setiap bulan , selama dua belas tahun , dia tidak pernah lupa barang sekalipun mengirimi uang kepada tante untuk biaya hidup kamu. " Kata tante tanpa peduli kemarahanku.
” Papa ?" aku terkejut.
” Ya. " Jawab tante. Kemudian tante memberikan satu lembar amplop putih kepadaku. Di dalamnya ada surat dan juga photo pria. ” Ini ada surat dari papamu. Dia berharap agar tante memberikan surat ini kepadamu pada saat yang tepat. Khususnya ketika kamu akan menikah. “
Aku pandang photo itu. Nampak seorang pria gagah dan berwibawa di balik senyum. Aku terhenyak memandang photo itu. Lama aku memperhatikan photo itu. Baru kemudian aku membaca surat itu . :
Anaku, Kamu adalah anakku. Buah hatiku. Secara agama dan sudah dibuktikan dalam ilmu pengetahuan bahwa ayah itu pembawa factor keturunan. Artinya pemilik syah anak secara batin maupun biologis adalah ayah. Tapi ibu berperan besar dalam proses terjadinya takdir hingga kamu terlahirkan kedunia ini. Ibu kamu pula yang telah mengorbann segala galanya untuk sesuatu yang bukan miliknya. Yang pasti keberadaan kamu karena bertemunya syariat kasih sayang diantara dua anak manusia untuk meyakini hakikat keberadaan sang pencipta yang maha pengasih lagi penyayang.
Makanya tidak ada alasan apapun bagi Papa untuk membenci mamamu. Sangat berat hidup berpisah dengan seseorang yang kita cintai. Namun itu semua harus kita korbankan untuk cinta yang sesungguhnya dari pemberi cinta. Allah. Kami bertemu disaat kami tak bisa menjaga diri kami dan akirnya berpisah diluar kekuatan kami. Kini , Pinta papa hanya satu :izinkan papa menikahkan mu dengan pria yang kamu cintai. Papa percaya dengan apapun pilihanmu. Anakku..Masa lalu kami bukan hal yang baik untuk dicontoh tapi bagaimanapun kamu tetaplah anak kami. Semoga Allah pula yang akan mempersatukan kita. Papa yakin bahwa bila kita cnta Allah maka kehendak Allah pula yang berlaku dan itu pasti yang terbaik untuk kita....”
Aku terduduk dan mataku berat seakan ingin menumpahkan airmata. Namun kucoba tegar. Kutatap tante yang sedari tadi memperhatikanku. ” Ketika kamu datang ke singapore. Papamu mendatangi tante. Kebetulan tempat kerja om kamu punya hubungan business dengan papa kamu. Papamu minta agar masalah ini dirahasiakan dari siapapun. Termasuk kepada mama dan yang lainya. Papamu hanya ingin kamu bahagia di bawah naungan ibumu dan kami. Itu saja. ”
” Apakah papa sudah menikah lagi ? ” tanyaku.
” Papamu pengusaha yang sukses. Tidak sulit baginya untuk menikah lagi.Tapi dia tetap berharap suatu saat bisa bersama mamamu lagi. Sampai sekarang dia belum menikah. Seminggu lalu , kami bertemu dengan dia di Hotel ketika dia mampir untuk ke Eropa. Dia selalu menanyakan perkembanganmu. Sangat antusias mendengar cerita tentangmu."
” Mengapa dari dulu , tante tidak pernah kenalkan papa dengan ku ?”
” Hanya ketika kamu akan menkah maka rahasia ini boleh dibuka”
” tapi mengapa ?
” Tante tidak tahu. Tapi begitulah cara papa kamu bersikap. ” Aku terdiam.
Aku membayangkan bahwa pria yang aku kenal sebagai papaku ini ternyata seorang pria sejati. Juga seorang yang ikhlas menerima takdirnya untuk tetap istiqamah dengan keimanannya walau cintanya terpasung dengan seseorang yang tidak seiman. Dia ikhlas untuk memendam rindu kepada manusia yang dicitainya demi cintanya kepada Allah. Ini yang sangat sulit bagi semua orang yang mangaku beriman. Apalagi tidak ada benci dari semua ini.
Tanggung jawabnya karena Allah tak pernah dilalaikannya. Terbukti semua kebutuhanku dipenuhinya. Yang lebih lagi adalah keikhlasannya untuk tidak dikenal oleh anak kandungnya sendiri demi menjaga keadilan dan perasaan dari seorang ibu yang melahirkan anaknya. Kalaupun dia ingin bertemu maka itupun karena printah Allah yang mengharuskan ayah menikahkan anak gadisnya. Jadi ,tidak ada alasan untuk membenci pria ini. Seperti yang selama ini dikatakan oleh keluarga mama.
***
Di Changi Airport, Singapore..
“ Kami menikah tanpa restu orang tua. Ketika itu kami masih sangat muda. Papa mu berusia 19 tahun. Dia masih kuliah tingkat satu. Sementara mama masih duduk di SMA kelas 2. Enam bulan setelah menikah , kamupun lahir. Tidak ada yang salah tentang papa kamu. Namun , satu hal yang tidak pernah mempersatukan kami , yaitu agama. Kakek kamu memaksa mama untuk pergi meninggalkan papa ketika papamu minta agar mama memeluk agama Islam. Padahal sebelumnya diapun sudah diasingkan oleh keluarganya karena menikah dengan mama yang tidak seiman, ...” Kata mama dengan air mata berlinang.
Kugenggam jemari mama. Seakan ingin menguatkan batin mama. " Yang mama sedihkan adalah begitu keluarga kami sangat membencinya namun kecintaannya kepada mama tidak pernah surut dan tanggung jawabnya kepadamu tidak pernah hilang. " Sambung mama lagi.
Ada sesal yang tak bisa diungkapkan dengan mudah. Namun airmata mama sudah cukup menggambarkan semua itu. Kini aku hanya ingin memastikan bahwa aku mempunyai seorang papa yang akan mendampingiku dalam acara pernikahan.
Di sini, di Bandara kami berdua sedang menanti kedatangan pria yang kami sangat rindukan dan hilang dari kehidupan kami hanya karena ego dari sebuah perbedaan. Dengan semua yang kutahu belakangan tentang papa , maka lengkaplah kebanggaanku tentang papa ketika mama berkata ” Sekarang mama sadar bahwa kemuliaan hatinya adalah cermin dari kemuliaan ajaran agama yang diyakininya. Mama sadar ,kita mengagungkan tentang cinta kasih sementara kita masih punya rasa benci. Kitalah sebetulnya jahat. Tidak ada yang salah dari agama papamu. Mamalah yang salah dari semua ini karena begitu saja larut bersama kebencian keluarga mama terhadap papamu... “
Demikian sebuah kejujuran terungkap setelah bertahun tahun , setelah kemarin mama menerima Aplop berisi semua tetang papa, akhirnya mamapun luluh untuk menerima kenyataan.
Dari speaker terdengar pengumuman kedatangan pesawat yang membawa papa kepada kami di sini. Jantungku berdetak kencang. Mama berkali kali memegang ujung tali tasnya. "Mama tetap cantik kok. Aku yakin , papa tetap mencintai mama" Kataku menghibur mama yang nampak gugup untuk menemui pria yang pernah bersemayam di hatinya.
Selang kemudian mama nampak tersenyum kearah seorang pria yang berjalan menuju kuridor kedatangan.. Pria itu berusia empat puluhan namun nampak lebih muda dari umurnya. Gagah sekali dengan setelan jas. Aku sempat ragu untuk mendekatinya. Ketika kulihat mama berjabat tangan dengan ragu namun senyum menghias di wajahnya. Begitupula pria itu. Mama melirik kearahku....” Bang, itu Lina...” Pria itu mendekatiku dengan seksama. Matanya memancar keteduhan yang sangat dan ada terselip kerinduan , kelelahan. Dia memberikan isyarat untuk memelukku dan entah mengapa dengan begitu saja aku menghambur dalam pelukannya...
” Papa...lina kangen papa...” Kataku dengan air mata berurai. Aku tahu papapun ingin menangis namun papa tetap tegar dengan airmata mengambang di pelupuk matanya. Tak ada kata kata yang keluar dari papa. Dia perhatikan dengan seksama wajahku. Aku tahu papa sangat merindukanku. dan akhirnya dia melepaskan pagutanku ” Papa juga kangen, sayang...Maafkan papa ya..”
No comments:
Post a Comment