Saturday, June 15, 2013

Tahu berterimakasih...



Darus , itulah namanya. Tidak ada istimewa tentang dia. Ibunya pembantu rumah tanggaku. Tadinya Darus tinggal dengan nenek dari ayahnya. Tapi ketika ayahnya meninggal, Darus dibawa ibunya tinggal bersama kami. Orang tuaku dapat menerima itu. Maka jadilah Darus anggota keluarga kami. Usia Darus barulah 7 tahun ketika itu. Nampak kurus dan kumel. Darus tinggal di paviliun rumah kami bersama ibunya. Usiaku ketika itu 5 tahun. Ketika aku masuk sekolah TK, Darus sekolah Dasar. Kedua orang tuaku memperlakukannya layaknya anak sendiri.

Berjalannya waktu, Darus dan aku semakin akrab. Apalagi ketika aku mulai masuk sekolah dasar. Setiap aku belajar di ruang tengah, Darus selalu di sampingku. Tugasnya menjagaku dari sengatan nyamuk. Bukan itu saja, Darus selalu siap untuk kusuruh apa saja. Entah mengapa , Darus mempehatikan dengan seksama setiap aku belajar. Aku bisa membaca dan menulis, karena Darus rajin mengajariku. Darus memang cerdas. Setiap aku ada PR, maka Darus lah yang membantu mengerjakan dan hasilnya selalu dapat nilai sepuluh di sekolah. Bila aku diganggu oleh teman teman pria dis ekolah, maka Darus diminta oleh orangtuaku untuk melindungiku

Setamat SMU Darus membantu Ayah berdagang dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Pergaulankupun semakin penuh warna ketika di SMU. Karena orang tuaku sangat disiplin menjagaku dan memberi uang belanja. Untuk memenuhi kebutuhan uang belanja bersama teman teman, acap secara diam diam aku mencuri uang ayah dari dompetnya ketika lagi tidur dikamar. Lambat laun ayah mulai curiga dan akhirnya inilah yang tak pernah kulupakan. Ayah marah besar mengetahui uang di dompetnya selalu hilang. Ayah berteriak keras memanggil aku dan Darus

“ Di rumah ini hanya ada kalian berdua. “ Kata ayah sambil menatap kami berdua dengan mata garang. Pandangannya di arahkan kepada Darus “ Apakah kamu mencuri uang ayah di dompet “ bentak Ayah kearah Darus namun juga mengarah kepadaku dengan cepat. Ibu cepat merangkulku untuk melindungiku. “ tak mungkin Lina mencuri uang. Tak mungkin” Kata ibu sambil menatap Darus.

“ Kamu !” Bentak Ayah kepada Darus. Seketika itu juga ibuku bersimpuh di lantai memegang kaki ayah “ Jangan dipukul Darus , Yah. Maafkan dia kalau benar dia mencuri” Kata ibuku yang segera memeluk Darus..

“ Aku ingin tahu jawaban Darus. Apakah benar kamu mencuri uang saya ! Jawab !” Kembali suara ayah menggelegar. Kulihat Darus menatapku. Aku segera menunduk. Karena aku lah sebetulnya yang mencuri itu. Tapi aku tidak sanggup mengakui itu. Melihat wajah garang ayah bagaikan singa lapar yang siap menerkam mangsanya. Apalagi ayah sudah membuka tali pinggangnya yang siap diayunkan.

“ Benar ,Yah. Saya yang mencurinya “ Kata Darus dengan suara sayup sayup. “Pang “ terdengar suara tali pinggang ayah beradu dengan punggung Dayuh. Dayuh terduduk di lantai. Dia mengapit kedua kakinya ketika ayunan tangan tali pinggang ayah menghantam kakinya. Entah berapa kali ayunan tali pinggang itu hinggap di tubuh Darus. Kulihat Ibu Darus berlinang air mata sambil menyandar kedinding melihat buah hatinya dipukul. Ayah baru berhenti mengayunkan tangannya setelah ibuku memeluk Darus “ Sudah , sudah, Yah. Maafkan Darus. Pukul sajalah aku. “ Kulihat ibuku sedang berusaha melindungi Darus…

Ayah terduduk di korsi sambil menatap Darus “ Kamu mau jadi preman ya di rumah ini. Dasar anak tidak tahu diuntung. Sudah dipelihara tapi tidak ada terimakasihnya. “

“ Maafkan Darus Pak. Kami akan keluar dari rumah ini. Kami akan pulang kampong. “ Kata Ibu Darus.

Ayah terkejut dengan sikap Ibu Darus. “ yaa , sudah, Aku maafkan. Jangan ulang sekali lagi ya.” Suara ayah melembut. “ Jangan keluar. Sudah lupakan. “ sambung ayah

“ Iya jangan keluar dari rumah ini. Jangan “ Kata ibuku.

“ TIdak, Pak, Bu. Kami tetap akan keluar dari rumah ini “ Kata ibu Darus dengan air mata berlinang.

“Kenapa ?

“ Saya malu pak. Malu..Darus telah mengecewakan bapak. Kami memang tidak pantas tinggal terhormat di rumah ini. Kami memang tidak bisa berterima kasih, “

Lama ayah terdiam. AKhirnya “ ya sudah. Besok saja pulangnya. Karena hari sudah malam. Besok pagi saya antar ke stasiun. “ Kata Ayah sambik masuk kedalam kamar.

Kutatap Darus yang masih dalam pelukan ibunya. Hatiku rasanya tercabik cabik dengan keadaan Darus. Karena membelaku , dia mengorbankan diri. Tak ada keluhan dan tidak ada bantahan apapun. Padahal Darus tahu pasti bahwa akulah yang mencuri uang ayah. Bahkan berkali kali Darus mengingatkanku untuk membatasi pergaulan dengan teman teman tapi aku tidak peduli. Kulihat di kamar ibunya, punggunnya sedang diminyaki karena bekas sabetan tali pinggang membekas garis merah merah. Ketika aku masuk kek amarnya Darus hanya tersenyum’ Engga apa apa kok Lin. Aku baik baik aja” Katanya. AKupun menangis dikamar itu. Aku berjanji akan merubah kelakuanku.

Keesokan harinya Darus pergi meninggalkan rumah kami bersama ibunya. Aku tak sanggup melepasnya. Semua sudah terjadi karena sikapku. Pria yang begitu hormat kepada keluarga kami , yang begitu mencintai ibunya dan ibuku. Tapi karena ulahku, dia telah mengecewakan ibunya, mengecewakan keluargaku. Manusia apa aku ini.?

Setamat SMU aku melanjutkan ke Universitas di kota lain. Kejadian dua tahun lalu di kotaku masih tersimpan dalam memoriku. Aku tidak tahu bagaimana keadaan Darus di kampung. Akupun menyibukkan diri dengan kuliah ku. Tahun ketiga , ayah dipanggil oleh Allah.Akupun yatim. Ibu tak sanggup lagi membiayai kebutuhanku. Tapi untuk berhenti kuliah dan pulang kerumah, aku tak sanggup. Ibu dapat menerima itu. “ peninggalan Ayahmu tak banyak.Karena dua tahun ayah mu sakit stroke telah menghabiskan uang tidak sedikit. Ibu akan berusaha menyelesaikan kuliahmu dengan sisa harta peninggalan ayahmu. Tapi ibu tidak tahu sampai kapan ini bisa bertahan”” Itulah surat ibu kepadaku.

Rasanya jantungku berhenti berdetak ketika memandang pria tepat di depan pintu kamar kosku. Teman temanku satu kos melihat kedatang Darus. Pria dengan pakaian lusuh dan besandal jepit datang menemuiku “ Darus…”

“ ya, Lin. Kamu sehat ? “

“ Sehat. “

“ Aku dapat kabar Ayah meninggal. Aku diminta ibu untuk menemuimu. Ini terimalah uang. Aku janji setiap bulan akan datang untuk membantu uang biaya kuliah kamu. “ Kata Darus dengan tersenyum.

Darus cepat berlalu. Aku tahu Darus menjaga perasaanku yang malu didatangi pria kampong yang kumuh. Memang ada sebersit rasa maluku kepada teman teman karena punya teman pria yan tak berkelas. Tapi dengan cepat aku mengatakan kepada teman temanku bahwa Darus adalah pembantu rumah tanggaku yang ditugaskan oleh ibuku untuk mengirim uang kepadaku.

Sejak itu setiap awal bulan, Darus datang membawa uang untukku. Selalu cepat berlalu dan tak banyak bicara. Akupun menerimanya dan terus asik dengan kuliah dan teman temanku. Sampai aku diwisuda, Ibu datang mendampingiku pada acara wisuda. Setelah itu akupun pulang ke kotaku bersama ibu dengan title sarjana. Pikiranku kepada Darus. Ada keinginan untuk ke kampungnya. Tapi niat itu tak pernah terlaksana. Apalagi aku sudah menjalin hubungan dengan seorang pria yang kucintai. Tak berapa lama akupun menikah dan diboyong oleh suamiku kekotanya. Akupun tak lagi memikirkan tentang Darus.

Hanya satu tahun setelah pernikahan, suamiku sudah menunjukan sifat dasarnnya. Dia pemarah dan acap memukulku. Hanya masalah sepele dia bisa marah besar dan memakiku. Dua tahu setelah perkawinan indah, akupun memilih untuk bercerai dan suamiku menerima permintaaku. Akupun dipulangkan kerumah ibuku. Dua wanita di rumah, satu janda ditinggal mati dan satunya lagi janda dicerai suami tanpa anak. Kehidupan kami semakin sulit sejak ayah meninggal. Aku berencana untuk membuka salon tapi tak ada modal. Ibu menjual rumah peninggalan ayah untuk modalku membuka salon. Hanya dua tahun berlansung dan setelah itu usaha salonku bangkrut. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya melindungi ibu yang sudah semakin tua. Sementara aku tidak punya penghasilan dan tak tahu bagaimana membayar uang sewa rumah.

Pagi hari seusai sholat subuh, aku dikejutkan dengan kehadiran Darus di rumah. Penampilannya tidak lagi kumuh. Pakaiannya rapi dan wajahnya bersih. Dia tersenyum menyapaku. “ Lin. Gimana kabar kamu. Sehat ?

“ ya sehat. “

Ketika melihat ibu, Darus segera mencium tangan ibuku . Kulihat ibu tersenyum cerah melihat kedatangan Darus. “ Tiga hari lalu ibu kirim surat ke Darus. Anak ibu yang satu ini selalu datang kalau ibu perlukan. ” kata ibu sambil memegang kedua pipinya. Darus tersenyum.

“ Bu, Aku sudah beli rumah yang agak besar di kecamatan. Ibu dan Lina tinggal bersamaku saja , ya. Aku hanya sendiri di rumah sejak Ibu meninggal tiga tahun lalu“ Kata Darus kepada ibu. Kulihat ibu menatapku untuk mendengar tanggapanku.

Aku tersentak dengan sikap Darus yang selalu hadir disaat kami membutuhkan. Aku tak bisa segera menjawab tawaran Darus. Aku membayangkan sikapku selama ini kepadanya. Membayangkan betapa rendahnya aku sebagai manusia. Aku tak sanggup untuk terus menerima kebaikannya.

“ Lin, “ Seru Darus , yang seakan menangkap kegalauan hatiku “ Di dunia ini , aku punya dua ibu, yaitu ibu kamu dan ibu yang melahirkanku. Dua orang wanita ini sangat berarti bagiku. Dan kamu adalah adiku yang akan selalu kulindungi dengan segenap jiwa dan ragaku. “

“ Tapi aku tidak mau memberati kamu. Ini masalah keluargaku dan akulah yang harus bertanggung jawab.” Kataku.

“ Masalah kamu adalah masalahku. AKu tidak akan merasa diberati “ kata Darus dengan wajah teduh. Dia nampak berwibawa sebagai pria yang perkasa dan siap untuk memanggul beban berat. Tempat teraman bagi setiap wanita untuk berlindung.

Akupun luluh. Barulah kutahu ternyata usaha Darus berkembang baik sebagai pedagang hasil bumi dan pengusaha tambak udang. Dia memang cerdas dan itu kutahu betul sejak kecil. Aku tidak pernah mencintai Darus tapi berjalannya waktu, benih cinta itu datang dan tunbuh subur dihatiku. tapi aku tak sanggup untuk membiarkan benih cinta itu tumbuh. AKu hanya seorang janda yang miskin dan hidup menumpang. Darus ,pria gagah, pengusaha dan tentu akan sangat mudah mendapatkan wanita cantik dan perawan. Apalagi dikotaku dia dikenal sebagai pengusaha yang demawan. Tak ada satupun orang tua wanita yang tak memimpikan dia menjadi menantu.

Tapi, Subhanallah. Darus membaca tanda itu. Suatu hari , Darus melamarku menjadi istrinya. Tak ada rasa sungkannya untuk bersanding dengan seorang janda. Dari keikhlasan cinta ibuku kepada Darus, akupun mendapatkan berkah untuk menjadi seorang istri. Ya, Istri seorang pria yang tak pernah mengeyam perguruan tinggi tapi mempunyai hati untuk ikhlas berbuat dan selalu pandai berterima kasih. Maka Allah akan menjaganya dari fitnah dunia, Menjaganya dari kekufuran. Karena hidupnya bukan untuk dirinya sendiri tapi hidup dipersembahkan untuk orang orang terdekatnya dan berkorban untuk itu.

No comments: