Monday, February 8, 2021

China dan ekspor paham komunis?

 




Ketika Dengxioping berkuasa. UUD China diamandemen, itu berkaitan dengan mengubah prinsip sosialis tertutup menjadi terbuka. Sehingga memungkinkan paham kapitalis masuk. UUD China melarang pemerintah mengkspor paham komunis keluar negeri. Kerjasama bilateral tidak berkaitan dengan geopolitik. Hanya sebatas geostrategis saja namun secara tekhnis negara tidak boleh terlibat langsung dalam investasi. Untuk kerjasama bilateral pun harus atas dasar untuk kepentingan domestik. Tidak ada kaitanya dengan hegemoni international. Harus bersifat B2B.


Dengan perubahan UUD ini, reformasi ekonomi Deng punya bentuk jelas, bahwa China menganut sistem ekonomi terbuka. Namun dikelola dengan metode Komunisme.  Mereka hanya menjadikan komunisme sebagai metodelogi mencapai tujuan. Bukan menerapkan ajarannya. Itu sebabnya China bisa kerjasama dengan semua negara yang berbeda paham dan idiologi.



Untuk menerapkan kerjasama ekonomi itu, China punya lembaga keuangan. Yang merupakan gabungan dari sumber daya keuangan China. Seperti China Development Bank  (CDB),  CIC ( China investment Corporation), Social Secutity Fund,  China Export and Credit Insurance Corporation (SINOSURE). Tetapi kekuatan utama ada pada  China Investment Corporation (CIC) didirikan pada tahun 2007 dengan modal disetor  $ 200 miliar.  CIC berinvestasi dalam jangka panjang di aset publik dan swasta di seluruh dunia. Dalam operasinya CIC memiliki tiga anak perusahaan: CIC International Ltd., CIC Capital Corporation, dan Central Huijin Investment Ltd. 



CIC International, anak perusahaan yang didirikan pada tahun 2011, berinvestasi di luar negeri dalam ekuitas pasar modal  dan surat berharga fixed income, hedge funds, private equity, real estate, and venture capital.  CIC Capital, didirikan pada tahun 2015, melakukan investasi langsung (aset alternatif tidak termasuk  pooled vehicles). Central Huijin, entitas yang awalnya bagian dari CIC tetapi kemudian dibuat terpisah, mengambil saham ekuitas di lembaga keuangan milik negara dan menjalankan hak sebagai pemegang saham, bila perlu, untuk mendorong perubahan guna memperkuat stabilitas dan kinerja mereka.


China juga menggandeng negara ASIA untuk bergabung dalam pembangunan infrastruktur. Tujuanya adalah menciptakan ASIA sebagai pusat pertumbuhan baru menyaingi Eropa dan AS. Mereka mendirikan The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Di era Jokowi, Indonesia salah satu pemegang saham AIIB. 


Skema Sovereign Wealth Fund China menggunakan BUMN nya  yang bergerak berbagai bidang sebagai mitra dengan BUMN negara lain. Kalau skema pinjaman, biasanya two step loan. Pinjaman diberikan kepada BUMN mereka dan kemudian BUMN itu memberikan pinjaman kepada mitranya di luar negeri. Namun pinjaman itu tidak diberikan dalam bentuk uang tapi inkind loan ( barang atau proyek). Jadi tetap saja BUMN mereka dapat proyek sebagai EPC dan pemegang saham pada konsorsium, tentu dapat bunga dari revenue proyek. Tujuan mendapatkan pasar tercipta dengan sendirinya.


Itu sebabnya China tidak masuk dalam daftar 5 negara yang terlibat dalam INA /LPI yang kita bentuk. Karena nuansanya politik.  UUD China melarang. Namun nanti setelah unit bisnis LPI terbentuk , China akan berpartisipasi lewat skema B2B. Sumber daya uang dan tekhnologi China besar sekali. Itu sudah dibuktikan dimana  investasi CIC  1,3 kali dari total investasi 7 SWF dunia.

No comments: