Friday, June 11, 2021

Bahaya Taper Tantrum

 





Dalam hal sistem moneter, AS itu negara adidaya. Itu harus diakui. Karena suka tidak suka bahwa mata uang dolar sudah menjadi mata uang dunia. Kalau bicara economy recovery  AS ya, tidak bisa dilepaskan dari recovery dunia. Sebelumnya semua tahu, AS mengalami krisis financial sejak tahun 2008. Setelah itu terus menghadapi goncangan, terutama  semakin menciutnya dunia usaha akibat ekpansi produk China yang mengalahkan produksi domestik AS.  Kemudian berlanjut dengan perang dagang China-AS yang berdampak luas kepada negara  mitra dagang AS lainnya. Dollar semakin tertekan dan defisit anggaran AS juga semakin melebar. 


Atas dasar itulah AS mengeluarkan senjata ampuhnya dalam menyelamatkan ekonominya. Yaitu dengan mencetak uang secara tidak langsung. Gimana caranya? Yaitu melalui skema QE ( Quantitative Easing ) Pemerintah AS menerbitkan surat utang ( US treasury). Surat utang ini tidak dijual kepada publik. Tetapi dijual kepada The Fed ( bank Central). Darimana the Fed dapatkan uang? ya the fed cetak uang. Nah uang inilah yang dipompa ke sektor perbankan agar perbankan ada darah untuk mendorong dunia usaha melakukan ekspansi. Kalau dunia usaha ekspansi, maka angkatan kerja terserap dan otomatis konsumsi meningkat. Ekonomi pulih.


Tapi bukan itu saja. Uang yang dipompa oleh the Fed juga dipakai untuk  menstabilkan mata uang dollar di negara manapun. The fed mengeluarkan berbagai fitur kepada negara yang mempunyai cadangan dolar tinggi agar bisa mengamankan kursnya. Misal, Bank Indonesia dapatkan fasilitan REPO line dari The fed senilai USD60 miliar. ini akan memperkuat second line of defense BI teradap gejolak Rupiah. Kebijakan suku bunga the fed akan mempengaruhi aliran modal. Kalau suku bunga rendah, maka uang akan mengalir ke luar AS untuk masuk ke pasar modal dan pasar uang di negara lain. Karena spread yang lebar itu menguntungkan daripada simpan di AS. 


Nah apa jadinya kalau the Fed membuat kebijakan menaikkan suku bunga? Itu artinya sinyal perbaikan ekonomi AS sedang berlangsung dengan ditandai inflasi naik. Tentu dollar akan pulang kampung. Ini berhaya bagi negara lain yang likuiditasnya tergantung kepada dollar. Likuiditas mengering akan membuat index pasar modal jatuh. Pasar obligasi juga kering. Ekspasi bisnis dan investasi lewat hutang sudah semakin sulit.  Rupiah akan dihajar pasar. Terjadi aksi jual obligasi Valas kita dipasar dan harga akan semakin jatuh. Tetapi bisa saja suku bunga tidak naik tetapi the fed mengurangi pembelian surat utang. Ini sangat berhaya. Karena kebijakannya adalah melawan hantu, yaitu inflasi. 


Solusi bagi pemerintah mengantisipasi dampak mengeringnya likuiditas adalah  Bank Indonesia (BI) harus menaikkan suku bunga acuan, yang saat ini sudah mencapai level terendah dalam sejarah yaitu 3,5%. Dan Menteri kabinet harus pastikan konsumsi domestik terjaga, baik dari sisi permitaan maupun supply. Yang utama adalah jaga kebutuhan pokok ( Pangan dan energi). Dan Pak Buwas itu tugasnya sangat penting menjaga sembako aman. Pertamina harus mulai perpanjang kontrak forward future atau stok BBM sebanyak mugkin. Berdasarkan pengalaman sebelumnya tahun 1998, 2008, kita selalu bisa berselancar digelombang krisis. Sekali ini saya yakin kita lebih dewasa menghadapinya dan ketahanan fundametal ekonomi kita juga lentur.  Kita akan baik baik saja. Asalkan berhenti rakus.

No comments: