Wednesday, December 8, 2021

Sistem pembayaran

 




Ada kekawatiran pakar terhadap terjadinya Bank central shadow atau bank central bayangan. Kekawatiran itu karena adanya sistem pembayaran digital. Saya melihat kekawatiran itu lebih karena pengaruh teori konspirasi. Secara tekhnis mereka yang kawatir itu tidak paham bagaimana system perbankan bekerja. Disamping itu mereka juga tidak paham makna uang dan cara beroperasi uang dalam sistem moneter. Jadi benar benar kekawatiran itu seperti orang buta menilai gajah. Apapun yang mereka raba, pasti salah kalau ingin menyimpulkan seperti apa ujud gajah.


Bagaimanapun system pembayaran pasti berurusan dengan Bank Central. Karena menyangkut uang. Mau sistem apapun, ya peran bank central tidak bisa dihapus atau di-shadow.  Mengapa? mereka otoritas menentukan uang itu halal atau haram. Asli atau palsu. Boleh atau tidak. Kecuali anda ciptakan sendiri uang. Seperti uang kripto. Itupun dengan syarat pakai sendiri saja.  Engga usah libatkan orang lain. Karena trust uang itu berkat legitimasi negara.  Sampai di sini paham ya. Baik saya jelaskan secara sederhana teknis kerja sistem perbankan dalam konteks sistem pembayaram.


Anda mungkin akrab dengan sistem pembayaran menggunakan kartu seperti debit card, credit card,  ATM. Ada juga uang elektronik seperti Server to server dan Chip. Benar, keliatannya tidak ada peran BI. Toh itu bisa real time kok. Tetapi tahukah anda?, bahwa penggunaan kartu ataupun uang elektronik, tidak akan bisa berjalan kalau tidak bisa melewati sistem yang ada di BI, seperti BI-RTGS, ( BI-Real Time Gross settlement ), SKNBI ( sistem klearing nasional BI), Gerbang Pembayaran Nasional ( GPN). Jadi mau model apapun pembayaran kartu atau elektrionik, harus bisa melewati sistem itu. Engga bisa, ya ditolak secara otomati.


Gimana kerjanya ? 


Ketika anda melakukan transaksi menggunakan kartu atau elektronik via mobile banking atau internet banking atau QR Code ( quick response ) proses secara IT di BI terjadi. Bagaimana terjadinya ? pertama,  data  masuk ke terminal BI dalam bentuk pre-transaction. Kedua, proses otorirasi.  Kalau ada sistem pembayaran yang tidak sesuai dari platform BI, maka otorisasi gagal. Transaksi juga gagal. Ketiga, proses clearing. Maklum setiap rekening bank itu tercatat di BI. Jadi kalau ada pengeluaran bank lebih besar daripada saldo bank yang tercatat oleh BI, maka proses transaksi gagal. Bank harus tambah saldo. Kalau engga, dianggap “kalah klearing “ Transaksi bisa gagal. Keempat, barulah terjadi penyelesaian trasaksi atau settlement. Sehingga terjadi proses debit kredit atau posting pada rekening nasabah.


Keliatanya ruwet ya prosesnya?. Padahal perasaan kita tahunya kalau trasaksi menggunakan sistem digital itu baik melalui merchant atau ATM,  sangat cepat sekali. Itu terjadi berkat adanya IT system. Kecepatan proses sangat tinggi. Mendekati kecepatan cahaya. Atau real time. Mengapa ? Secara tekhnis arsitektur IT sistem pembayaran itu terintegrasi dengan payment gateway yang dimiliki BI dan kemudian terhubung dengan switching provider, Clearing service provide, settlement service provider. Gimana mau jadi shadow bank central? Ya engga mungkinlah.


Kalau dalam sistem pembayaran itu secure dan otoritas negara tak tertandingi. Namun aja juga sisi lemahnya. Apa itu ? Jenis transaksi. Itu tidak ada urusan dengan BI. Itu ranah OJK. Seperti terjadinya transaksi secara financial technology untuk loan dan pembelian kredit atau pembeian surat berharga atau fund provider. Ini berbahaya kalau izin disalah gunakan untuk operasi cuci uang atau fraud. Apalagi penyelenggara Fintech terafiliasi dengan bank. Itu akan berdampak kepada pengurangan penerimaan pajak dan bisa juga merugikan publik. Solusinya ? larang aja akun orang asing/badan usaha asing terlibat dalam fintech. Selesai.

No comments: