Thursday, April 8, 2021

Rakyat bukan aset tapi beban.

 




Waktu JF Kennedy ingin mencalonkan diri sebagai Capres AS. Ayahnya bertanya. “ Apa yang akan kamu tawarkan kepada rakyat? 

“ Meminta rakyat menerima tantangan “

“ Apa itu ?

“ Jangan tanya apa yang dilakukan oleh negara untukmu, tapi tanyalah apa yang kamu bisa lakukan untuk negara ( Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country.)

“ Tapi apa yang kamu berikan kepada rakyat ?

“ Rasa hormat bagi diri mereka sendiri. 


Riset terhadap tingkat ketergantungan rakyat kepada pemerintah berkorelasi dengan kekuatan ekonomi dan daya tahan bangsa itu, karena menyangkut mereka membayar pajak. Pajak yang dimaksud sebagai indikator adalah pajak penghasilan atau pajak langsung, bukan pajak tidak langsung sepeti PPN, PPB, cukai dan PpnBM, Pajak kendaraan. Data tahun 1962, 23,7 % dari populasi yang tidak bayar pajak. Sampai dengan tahun 1970 disaat era JF Kennedy dan Richard Milhous Nixon 12% yang tidak bayar pajak. Era inilah puncak kemandirian bangsa AS. Era partisipasi publik terhadap negara sangat dominan.





Sebagai Presiden ke-35 Amerika Serikat, Kennedy berperan penting dalam membawa negara keluar dari stagnasi setelah Perang Dunia Kedua. Reformasi ekonominya, dukungan kuat terhadap hak-hak sipil, dan komitmennya pada program eksplorasi ruang angkasa membuatnya mendapatkan popularitas yang cepat di negara ini. Tahun 1980an masih relatif rendah yang tidak bayar pajak. Namun pada tahun 2000 yang tidak bayar pajak 34%. Saat itulah pemerintah AS mulai berhutang keluar negeri untuk tutupi defisit APBN nya. Puncaknya tahun 2009 setelah krisis Lehman, yang tidak bayar mencapai 49,5.%. Kini diperkirakan yang tidak bayar pajak diatas 60%. Makanya ekonomi AS sangat renta. Mudah chaos soal hal sepele.


Saya membayangkan dalam Pilpres atau Pilkada ada calon pemimpin berani ngomong” Jangan berharap subsidi dari negara, tetapi berusahalah memberi subsidi kepada negara lewat produksi dan pajak.” Saya yakin, 90% tidak akan memilihnya. Data tahun 2019, persentase yang bayar pajak yaitu sebesar 12,3 juta atau 95% dari populasi 260 juta tidak bayar pajak. Yang bayar hanya 5%. Artinya 95% rakyat itu bukan asset tetapi beban atau ongkos bagi negara. Padahal 85% penerimaan negara dari pajak. Jadi benar benar pemerintah di Indonesia itu jadi sapi perahan rakyatnya. Yang lebih konyol  adalah udah engga bayar pajak, sok ngatur dan sok protes kepada pemerintah. Engga ada terimakasih nya. Engga tahu malu.


Orang indonesia itu sebagian besar sampai pada titik nadir semangat struggle nya. Jangan kaget partisipasi pemilu tertinggi di dunia adalah indonesia. Itu mengindikasikan tingkat harapan kepada pemerintah sangat tinggi.  Itu juga menunjukan tingkat ketergantungan kepada politik semakin besar. Itu juga menunjukan ada yang belum final tentang sistem politik. Padahal semakin tinggi ketergantungan rakyat kepada pemerintah, semakin rentan secara politik negara itu.  Karena semakin besar yang tidak bayar pajak. Semakin tinggi potensi chaos sosial. 


Solusinya bukan dalam hal ekonomi. Tetapi soal perubahan mindset atau mental rakyat Indonesia. Nah yang jadi masalah kita adalah tidak punya pemicu untuk terjadinya perubahan mental sebagai bangsa. Karena Pancasila tidak lagi sakral untuk jadi pendorong. Bahkan banyak orang tidak hapal Pancasila. RUU Haluan Idiologi Pancasila terpaksa ditarik dari DPR karena dapat penolakan dari Ormas NU dan Muhamadiyah. Termasuk semua partai berbasis islam menolak. Sementara agama sebagai pemicu perubahan mental malah dirusak oleh  jargon politik identitas yang menyalahkan semua yang tidak sesuai dari syariat Islam dan mengusung politik populis, sangat kotrandiktif dengan etos kerja yang harus ada sebagai modal membangun negara.


Kalau tokoh masyarakat dan elite politik tidak menyadari kerentanan kita sebagai bangsa, maka masa depan bukan lagi harapan tetapi ancaman. Semoga suatu saat muncul tokoh nasional yang bisa mengubah mindset bangsa ini. Tidak perlu banyak kata. Cukup dengan kalimat singkat bisa mengubah segalanya. Tentu kalau itu disampaikan oleh orang yang punya reputasi dan dedikasi kebangsaan yang tinggi. Kalau cuma tukang pidato bermain kata kata, ya hancurlah.

No comments: