Monday, March 14, 2022

Soft Bank keluar dari proyek IKN


 

Reuters dan Bloomberg memberitakan bahwa SoftBank, Masayoshi Son pull out dari proyek IKN. Berita ini bagi saya tidak mengejutkan. Karena semua trader tahu siapa itu soft bank. Dari awal waktu Soft bank gandeng IDFC untuk mendukung pembiayaan IKN, saya terseyum sendiri. Mengapa ? Sejak dia semakin dekat ke politik dan  masuk dalam jaringan IDFC, dan kemudian dapat akses mengelola dana kelola abadi ( SWFs) dari Arab dan UEA, saya yakin, ini akan menjadi masalah besar dikemudian hari.


“ Investor sudah banyak yang mulai hati hati beli saham Softbank." Kata teman saya. Dalam laporan yang dirilis bulan februari, tahun 2019 Vision Fund mengalami kerugian hingga US$ 2 miliar alias Rp 27 triliun. Penyebabnya portfolionya mengalami kerugian. Bahkan tiga perusahaan andalannya yakni OYO, CloudMind, dan WeWork melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Tahun 2021 akibat tekanan China atas bisnis IT, Son suffering USD 54 miliar. Track record Son sekian tahun belakangan, ternyata mengubur dia sendiri.


Skema yang diajukan oleh Son untuk IKN sudah bisa ditebak. Dia memanfaatkan sumber daya keuangan dari IDFC yang bisa tekan dana kelola abadi ( SWFs) dari Arab dan UEA. Tetapi sebagaimana skema sebelumnya, dia korbankan Arab dan UEA. Dan kini dia akan korbankan Indonesia lewat skema pembiayaan IKN. Lagi lagi dia gunakan IDFC (AS)  untuk tekan pemerintah. Engga tanggung tanggung tawaran dana sebesar USD 100 miliar atau Rp. 1400 triliun. Begitu mempesonanya. Sampai sampai Jokowi tunjuk dia dan gank nya sebagai dewan pengarah IKN.


Tapi apa yang terjadi ?  setelah mendengar pendapat ahli, Jokowi menolak skema itu. Mengapa? skema itu melibatkan jaminan negara atas SDA strategis, Jokowi tolak karena UU kita tidak mengizinkan  skema pembiayaan dengan link terhadap SDA strategis. Kekecewaan Son sudah berembus sejak UU IKN masuk pembahasan ke DPR. Dia tahu IDFC macan ompong di hadapan pemerintah. Para proxy yang dibayarnya tidak mampu menggoyangkan pemerintah. 


Namun saat pembahasan UU IKN itu, gank makelar kodok masuk titip pasal agar  memungkinkan adanya skema rente atas pengadaan tanah. Ternyata tanah itu sudah dikaveling oleh pengusaha rente. Tapi untunglah ada yang lapor ke KPK, dan KPK cepat bergerak. Mereka yang terlibat Rente itu sudah jadi target KPK, dan sekarang sedang proses penyidikan. Jokowi sudah perintahkan KPK agar terus kawal proyek IKN ini dari pengusaha rente. 


Mengapa ? kalau tanah sudah dikaveling. Maka tidak akan ada real investor masuk ke IKN, yang ada malah APBN dibancakin. Ingat kasus Kereta Cepat jakarta bandung. Jadi selagi IKN tidak ada rente, real investor akan antri masuk ke IKN. Investor kaleng kaleng kelaut aja.***


Skema pembiayaan IKN.

Sebenarnya masalah pembiayaan pembangunan IKN itu bukan masalah besar. Yang jadi masalah besar itu adalah bagaimana melahirkan RUU IKN jadi UU. Nah setelah melalui proses Politik selama dua tahun, masalah UU sudah selesai. Kelembagaan sudah ada. Sistemnya sudah ada. Orang yang bertanggung jawab atas IKN sudah ditunjuk presiden minggu lalu. Secara simbolik dimulai pembangunan IKN hari ini sudah dilakukan oleh Jokowi. Jadi sekarang tinggal kerja. 


Yang jadi masalah adalah pembiayaan. Darimana? UU sudah mengatur tentang sumber pendanaan. Yaitu dari apbn dan dari KBPU ( kerjasama sama Pemerintah dan Badan Usaha) atau sumber lain yang dibenarkan UU. Jokowi telah menegaskan bahwa pembangunan IKN yang rencananya menelan anggaran mencapai total Rp485,2 triliun. APBN nantinya akan menyumbang sekitar 19,2 persen atau setara RRp. 93,5 T dianggarkan secara multiyear. Tahun 2020 hanya dialokasikan sebesar Rp. 2 triliun. Dana ini untuk membangun infrastruktur dasar seperti pembukaan lahan, jalan, jembatan, dan Istana presiden. Lantas darimana sisanya ? Perhatikan skema sebagai berikut.


Lahan.

Karena semua lahan di ibukota baru seluas 180 ribu hektar milik negara maka negara bukan hanya sebagai regulator tetapi juga sebagai pemilik. Lahan itu sebelum ada infrastruktur dasar tentu tidak ada harganya. Tetapi setelah disediakan infrastruktur dasar maka harga tanah akan naik valuenya. Nah seluas 30.000 hektar lahan itu akan dijual kepada publik. Rencana harganya beragam namun maksimum Rp 2 juta per M2.


Infrastruktur umum.

Nah untuk pembangunan Bandara, pembangkit listrik, backbone IT dan telekomunikasi, water supply ( PDAM), MRT, rumah sakit, Universitas, pemerintah menerapkan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Artinya Swasta ( lokal maupun asing ) atau BUMN boleh membangun proyek infrastruktur dengan uang mereka sendiri dan berhak mengelola itu sebagai konsesi bisnis dalam jangka waktu tertentu. Artinya setelah rentang waktu konsesi habis, harus kembali kepada negara. Kalau mereka untung, mereka harus bayar pajak. Sementara tarif tetap ditentukan oleh pemerintah sesuai UU. Tentu akan ada investor biding nanti untuk skema KPBU.


Untuk membangun kantor pemerintahan dan lembaga tinggi negara, diterapkan dengan skema Kerjasama Pemanfaatan (KSP). Lahan dan bangunan yang ada di Jakarta di KSO kan dengan swasta dengan kewajiban Swasta membangun gedung pemerintahan di Ibukota Baru. Walau ibukota pindah, Jakarta tetap sebagai kota bisnis. Lahan di semua gedung pemerintahan yang ada di Jakarta sekarang berada di kawasan emas. Ini pasti menarik bagi investor mengikuti tawaran kersama. Sementara gedung yang ada di Jakarta akan meningkatkan PAD PBB bagi Jakarta.


Sementara untuk membangun perumahan karyawan bagi ASN, Pusat komersial, Hotel, Mall, negara menjual lahan kepada developer seharga Rp. 2 juta per M2. Tentu harga ini bervariasi tergantung peruntukannya. Negara bisa tentukan harga yang flexible agar harga proporsional dengan kelas penghuni. Jadi adil. Dari penjualan lahan ini negara sedikitnya dapat uang sebesar Rp. 400 triliun. Hampir semua developer besar tertarik mendapatkan peluang dari proyek ini. Mengapa ? Karena capital City itu Iconic kawasan termahal.


***

Saya tidak meragukan VISI pak Jokowi membangun IKN. Yang saya ragukan adalah kemampuan pembantunya dan DPR menterjemahkan VISI itu. Khususnya berkaitan dengan aspek hukum. Dalam pelaksanaannya, benar kan. Visi itu terganjal dengan aspek hukum. Akibatnya aspek tekhnis juga mengalami kendala serius. Walau Badan Otorita sudah dibentuk, sampai kini berjalan lambat sekali prosesnya. Saya akan tinjau dari sisi bisnis saja. Karena 80% anggaran IKN dari investor.


Pertama. Setiap proyek kawasan, yang utama adalah adanya Icon sebagai daya tarik atau marcusuar. Jadi kebut aja pembangunan Istana negara berserta fasilitas infrastruktur yang menjadi bagian negara sebesar 20% dari total anggaran. Itu artinya Rp. 100 triliun. Kalau itu dilaksanakan. Akan menimbulkan trust bagi investor mau masuk. Tapi nyatanya anggaran itu keluarnya seret. Tahun 2022 alokasi APBN sebesar Rp. 12 triliun. Itu dengan asumsi tidak akan ada kenaikan biaya. Biasanya kalau APBN, realisasinya jadi berbeda dari anggaran.


Kedua, sampai saat ini belum ada PP soal KPBU bagi swasta, BUMN/BUMD yang mau terlibat sebagai investor. Keliatannya melambatnya proses PP ini karena faktor politik. Karena kalau berdasarkan UU No. 3 /2022, sangat sulit menarik investor. Walau ada janji akan memberikan HGB selama diatas 100 tahun.Itu belum menarik bagi investor. Bagi mereka yang penting itu adalah soal keamanan IRR. Siapa yang jamin? Untuk apa lama HGB kalau tekor.


Ketiga, koalisi pemerintah tidak lagi solid mendukung Jokowi terutama dalam kontelasi politik menuju pemilu 2024. Maklum Pemilu 2024, tidak ada petanaha. Semua nol. Antar partai koalisi berusaha saling bargain. Apalagi soal IKN ini sudah ada UU. Kemungkinan besar, partai oportunis mengarahkan IKN sebagai ibukota negara saja. Sementara pemerintah tetap di Jakarta. Sehingga pembiayaan semua dari APBN.


Keempat, Defisit APBN terus melebar. Ini sangat renta terhadap Fiskal kita. Kalau dipaksakan intervensi APBN, akan menyulitkan pemerintah melakukan ekspansi sosial untuk menghadapi resesi tahun depan. Ini tidak diperhitungkan ketika rencana IKN disusun.


No comments: