Kejayaan China, India dan Rusia.
Tahun 2018, sahabat saya dari dari Fidelity Investment berkunjung ke Hong Kong. Dia minta traveling secara bebas. Berdua saja dengan saya. “ syaratnya kita lepaskan semua protokol standar hidup kita. Kita membaur dengan msyarakat tanpa palladium di dompet. Mau? Kata saya.
“ Siapa takut. Ok “ Katanya. Kami bersahabat lebih dari 10 tahun. Dia mengawali karir sebagai analis dan selama itu dia jarang sekali keluar dari Boston. Kalaupun ke luar negeri. Hanya datang, lihat dan pulang. Rambutnya pendek. Jadi dengan celana pendek dan ransel, tinggi, dada kecil. Sekilas dia pria yang rupawan. Selama 4 hari jalan jalan ke Guangzhou dan Shanghai. Menyelusuri kehidupan kelas menengah bawah. Berada di tempat tempat yang jarang dibayangkan. Dia terpesona.
“ Mereka memang berubah. Kami tertinggal lebih dari 1 abad dari China. Sulit untuk mengejarnya. Walaupun kami berlari.” Katanya. Padahal, abad 18 lahir revolusi Perancis. Abad 19 lahir revolusi industri inggris. Abad 20 AS menjadi pemenang perang. Selama 300 tahun Perancis memimpin perubahan budaya dunia, Inggris memimpin perubahan industri dan AS menguasai dunia. Masuk abad 21, China, Rusia dan India mulai bergerak. “Lanjutnya dengan jujur.
“ Hal ini tidak disadari oleh Eropa dan AS. Malah, dicibirkan oleh AS, Eropa? apa pasal? Karena China, Rusia dan India menolak standar AS dan Eropa dalam membangun demokrasi, ekonomi dan sains. “ Kata saya.
“ Kami tidak pernah percaya bahwa China, Rusia, India akan mampu mengatasi masalah sosial dan politik, apalagi dengan jumlah penduduk besar. Cara mereka berpikir sangat terbelakang. Budaya mereka tidak bisa beradabtasi dengan masyakat modern. Tidak punya standar ilmiah. “ Katanya waktu diskusi dengan saya di Financial Club.
Namun berlalunya waktu, kami tidak habis pikir. Bagaimana bangsa yang tidak pernah bisa bersih toiletnya, sulit diatur antri, tidak menghargai HAM dan demokrasi. Tidak menghargai akreditas akademis. Ternyata tiba tiba bangkit. Mengejutkan kami. IBM korporat kebanggaan AS diakuisisi oleh Lenovo China. Bank of America Asia diakuisisi oleh China Contruction Bank. Kemudian, China sudah pemegang saham pengendali HSBC bank kebanggaran Inggris.
Bagaimana mungkin USSR yang tahun 1991 dimana idiologi komunis bangkrut, ternyata kini telah menjadi negara industri yang tangguh dan industri jasa yang berkembang pesat. Rusia telah menjadi pengendali harga baja , gandum dunia, menguasai tekhnologi explorasi Gas dan Minyak. Mengalahkan AS dan Eropa dalam hal riset alat tempur canggih. Berkali kali krisis tetapi selalu cepat recovery, Itu karena sektor agronya sangat kuat dan lentur.
Bagaimana mungkin India, negara yang hidup bergantung kepada agriculture, kini telah menjelma menjadi negara jasa. Telah menggeser AS dan Eropa dalam hal kemampuan menjadi supply chain global industry dibidang industri digital. Tingkat penyerapan angkata kerja yang lebih besar dibanding revolusi inggris negara yang pernah menjajahnya. Riset inovasi yang bersaing dengan AS, dan unggul dalam design teknologi Digitai. Mengapa ? Katanya.
“ Yang patut kamu perhatikan dari kebangkitan China, India , Rusia bahwa mereka tidak percaya dengan standar AS dan Eropa. Memang mereka belajar banyak dari Eropa dan AS tetapi mereka terapkan dengan standar mereka sendiri. Dan itu terbukti lebih baik. Ketika AS dan ERopa menerapkan standar pendidikan nasional. India, China dan Rusia memberikan indedepensi sekolah dan kampus menentukan standar sendiri sendiri. Ketika AS dan Eropa menerapkan standar kesehatan nasional. India, China dan Rusia punya standar sendiri yang lebih utamakan kearifan lokal.
Hebatnya, Baik China, India, Rusia, lambat laun semakin maju ekonominya semakin mereka membangkitkan budaya lokal dan meninggalkan budaya sesuai standar Eropa dan AS. Kebebasan sosial media dikendalikan lewat tekhnologi yang mereka kuasai. Walau rakyat memiliki kebebasan, tetapi tekhnologi membatasi mereka, dan harus patuh kepada standar moral lokal. Pasar domestik untuk consumer goods mereka semakin kokoh. Karena produksi dalam negeri. Beda dengan AS dan Eropa yang tergantung impor.
Pemerataan ekonomi bukan seperti AS dan Eroipa yang lewat bursa sistem spread ownership, tetapi lewat dukungan UMKM yang luas, memastikan peluang bagi semua. Konglomerasi dikendalikan negara untuk kemakmuran dan keadilan sosial bagi semua. Mata uang dikendalikan dengan kontrol ketat cross border transfer ke luar negeri kecuali dengan underlying properly. Bagi mereka uang bukan segala galanya, tetapi uang yang mengutamakan produksi dan berbagi dalam bentuk kolaborasi dan sinergi. “ Kata saya.
Dia terdiam lama. Dan akhirnya tersenyum.
“ 15 tahun lalu saya kenal kamu, saya masih sebagai analis. Dan kini saya sudah direktur, kamu tidak berubah. Penuh percaya diri dan bersemangat. Tidak ada kesan inferior di hadapan saya. Walau kita hidup dengan standar berbeda. Tetapi pria Asia memang ngangenin. Penuh cinta dan respect.” Katanya senyum penuh arti. " Masa depan peradaban ada di ASIA. Bagaimana dengan Indonesia ?
Dibonsai oleh sistem
Ada teman mau buat produk minuman ringan. Ini sebenarnya minuman orang kampung. Dari Cincau saja. Ya sekelas minuman herbal, Kata nenek kita, itu obat panas dalam. Dia ajukan izin ke Kementerian perindustrian. Disodori lengkapi prasyarat. Standar lab. Rekomendasi dari menteri pertanian. Maklum bahan baku dari tanaman. Dia datangi menteri pertanian. Diminta lengkapi proses tanam dan kemitraan dengan petani. Dan diminta rekomendasi tekhnologi pengolahan dari Lembaga riset dan pastikan lolos BPOM. Dia mondar mandir dari satu instansi ke instansi lain. Tiga bulan lewat. Antar kantor saling jerat.
Akhirnya teman saya itu terbang ke Malaysia. Dia ajukan izin. Seminggu izin keluar. Dia hanya buat pernyataan bahwa dia bertanggung jawab secara hukum kalau produk itu beresiko kepada konsumen. Tapi pernyataan itu dasarnya kepatuhan dia melengkapi sarana produksi yang menjamin kebersihan. Izin keluar satu pintu dari kantor investasi. Dalam tiga bulan pabrik sudah berdiri di kawasan industri. Kemudian, distributor indonesia impor produknya. Lucunya BPOM keluarkan izin. Lucu ya. Padahal awal dia mau buat pabrik di Indonesia dihambat.
Mengapa? karena distributor atau importir indonesia itu sudah punya koneksi kuat dengan BPOM. Apapun dia bisa impor dan pasti lolos BPOM. Coba kalau distributor atau importir yang engga kuat. Mana bisa gampang dapat izin pasarkan produk makanan dan minuman di Indonesia. Setelah itu , teman saya dapat kabar, sudah ada orang indonesia yang buat pabrik cincau. Ya dia ajukan lagi izin. Sejak tahun lalu sampai kini izin belum juga keluar. Saya senyum aja kegigihannya. Karena yakin era Jokowi ada perubahan.
Makanya jangan kaget. Harga barang impor itu murah saja di luar negeri. Tapi masuk pasar dalam negeri jadi mahal. Mahal, karena rente izin. Budaya impor ini telah membuat orang cepat kaya. Hidup hedonis. Makanya jangan kaget generasi milenial terpancing untuk jadi kaya cepat lewat mindset importir.
10 tahun era SBY kita mengalami deindustrialisasi. Kita kehilangan 10 tahun era emas untuk jadi negara besar setelah krismon. Yang difocuskan adalah perluasan lahan sawit dan tambang batu bara. Ekspor komoditas alam yang tingkat tradeble nya rendah sekali. Makanya jangan kaget Bahwa Gini rasio pertanahan saat ini ( 2017) sudah 0,58. Apa artinya ? , hanya sekitar 1 persen penduduk yang menguasai 58 persen sumber daya agraria, tanah, dan ruang.
Data dari Publikasi Perkumpulan Transformasi Untuk Keadilan (TUK) menyebutkan, 25 grup usaha besar menguasai 51 persen atau 5,1 juta hektar lahan kelapa sawit di Indonesia. Luas tersebut hampir setara dengan luas setengah Pulau Jawa. Belum lagi lahan untuk IUP. Indonesia memang tidak di design sebagai negara modern. Tetap dengan mindset menjajah dan terjajah. Mau gimana lagi.? Udah takdir. Negara lemah bukan karena pemerintah tetapi rakyatnya dungu. Karena memilih orang bego jadi wakilnya di DPR.
Dukungan kemandirian yang buruk
Saya masih ingant ketika lapor sekolah saya banyak merah. Papa saya marah. Dia pukul kaki saya pakai sapu lidi. Saya dapat nilai buruk saja sudah malu. Apalagi dipukul depan adik adik saya yang nilainya bagus. Tetapi ibu saya peluk saya dengan cinta. “ Aku bodoh ya mak. “ Kata saya. Ibu saya peluk saya dengan segenap cinta. “ Engga. Zeli anak amak. Anak papa. Zeli pintar. “ Kata ibu saya.
Waktu tamat SMA, saya gagal masuk semua universitas. Ibu saya berkata” Orang hebat karena dia punya akal. Dan orang kuat karena dia punya iman. Kalau zeli anggap hanya ijazah sarjana yang membuat zeli hebat, itu artinya zeli tidak berakal. Gunakan akal, maka abaikan semua hambatan apapun. Yakinlah, dengan iman. hanya Tuhan yang maha besar. Selainnya kecil. Dengan iman, itu zeli terlalu kuat untuk dikalahkan oleh mereka yang sarjana. Semua yang sulit akan jadi mudah” Itu kalimat terusun rapi di buku harian ketika saya berangkat merantau.
Tahun 2005 saya berjuang masuk ke pasar Korea dengan produksi dari pabrikasi China. Sebagai maklon ( pengusaha tanpa pabrikan) saya berusaha meyakinkan agar pabrikan LCD China mau mengubah proses produksi dengan tekhnologi Jepang.
“ Apa dasar kamu mengusulkan itu? tanya periset China academy sains”
“ Untuk kemandirian, harus ada keberanian mencontoh dan belajar. Pasar domestik china sangat besar. Mengapa tidak digunakan sebagai peluang untuk kemandirian. Ketika pasar dikuasai, anda bisa kendalikan tekhnologi darimanapun sumbernya.” Kata saya.
Dia tersenyum.
Saya dapat rekomendasi beli mesin dari Jepang. Padahal engga mudah beli tekhnologi dari Jepang. Bahkan China memberi saya fasilitas kredit ekpor untuk beli mesin itu. Apa yang terjadi? kini CHina leading di pasar dunia dalam tekhnologi elektro khususnya monitor TV/Komputer/smartphone. 80% suply chain global elektro berasal dari China.
Saya teringat. Tahun 90an saya buat pabrik modem mesin tekstil. Kandas karena tidak sesuai dengan SNI. Padahal saya sudah masuk ke pasar dalam negeri. Harga saya lebih murah dari buatan impor. Bahkan lebih kuat. Tetapi karena gagal dapatkan sertifkasi SNI, pemerintah larang saya jual lagi. Pabrik kecil saya digusur. Sayapun bangkrut. Selanjutnya modem mesin tekstil tergantung impor. Sampai kini masih impor.
Jadi sebenanya , banyak sekali inovasi dan kreatifitas anak bangsa ini, tergusur oleh mindset rente dan korup. Makanya jangan kaget bila sampai kini udah 7 presiden berganti tidak terjadi transformasi ekonomi kita. Tetap jadi negara yang bergantung kepada komoditas alam. Kita tidak punya produk industri kebanggaan, kecuali hanya jadi konsumen saja. Terjajah secara sitematis akibat mindset perbudakan. Andaikan tahun 2003 saya tidak hijrah ken china, mungkin kini saya jadi penjaga pintu kereta. Karena hanya itu yang pantas bagi saya yang tamatan SMA
Mindset kurcaci
Organisasi profesi seperti Lawyer atau dokter atau lainnya punya tujuan sebenarnya adalah menyamakan standar etika dan moral diantara mereka dalam melaksanakan profesinya. Etika dan moral itu hanya berhubungan dengan pelayanan dan interaksi mereka dengan clients. Maklum mereka melayani market yang sama. Valuenya ada pada profesi muiia mereka. Semua sepakat menjaga value itu. Apa standar etika dan moral itu? ya hospitality ( keramah tamahan), Itu sebabnya diluar negeri Rumah sakit disebut hospital.
“ Dalam hal profesi selain dokter itu biasa saja. Tetapi untuk profesi dokter lain. Dokter juga bagian dari sistem pemasaran industri pharmasi. Industri butuh pengakuan dari profesi semacam dokter. Industri pharmasi ya tetaplah bekerja sebagai sebuah industri. Kadang karena motif bersaing mereka menggunakan organisasi profesi sebagai pintu masuk mematikan pesaingnya dan mengejar hegemoni. Dan ini memungkinkan sistem kesehatan yang terikat dengan standar kapatuhan medis yang ditetapkan WHO.” Kata teman saya kemarin waktu kemarin bertemu.
Makanya jangan kaget bila profesi dokter sudah menjadi bagian dari mesin kapitalis industri. Dokter yang bukan ilmuwah riset diharuskan patuh dengan produk obat dan alkes berbasis riset. Metodelogi riset itu standarnya WHO. Padahal sains itu yang katanya berbasis riset itu tidak seutuhnya benar. Mengapa ? Setiap observasi ilmiah dapat dilihat dari berbagai perspektif berbeda. Bahkan setiap teori dapat saja dibelokkan dengan sudut pandang yang baru. Apapun yang katanya ilmiah itu bukan kebenaran dan kepastian.
Engga percaya? cobalah kalau teori klasik Newton itu dianggap kebenaran yang final. Saya yakin tidak akan ada perubahan. Tetapi karena banyak yang kritik dan membantah, teori itu berkembang terus sampai dengan munculnya sebuah paradigma relativitas yang dipelopori oleh Albert Einstein. Tahun 2013 saya kena jantung coroner. Dokter di Penang-malaysia, nasehati saya untuk minum jamu. Kalau tidak sembuh juga dalam sebulan. Saya disarankan kembali ke dia untuk dioperasi. Ternyata sebulan makan jamu itu, keluhan tidak ada. Saya general Check up di RS, saya bebas dari jantung coroner.
Nah andaikan dokter Malaysia itu patuh dengan standar kesehatan berbasis riset, saya yakin saat itu dia sarankan saya dioperasi. Tetapi dia utamakan hospitality. Bukankah menghormati kearifan lokal juga adalah bagian dari hospitality. Sampai kini diusia mendekati 60 tahun saya tetap sehat tanpa obatan berbasis riset. Tetapi dengan jamu saja. Alhamdulilah saya bebas dari penyakit gula, asam urat, kolestrol, jantung, darah tinggi. Ke RS tiap tiga bulan hanya untuk general check up. Semua clean.
Dan lagi yang membuat tidak terjadi kemajuan dan perubahan yang lebih baik dari zaman ke zaman ya hanya agama. Mengapa? karena orang dipaksa percaya dan patuh. Maka matilah nilai esensi spirit manusia, apa itu? kebebasan. Dan kalau profesi dokter mengaminin standar WHO dan fatwa WHO, maka dia sama seperti agama, IDI tak ubahnya dengan MUI. Lembaga yang tidak boleh disalahkan. Paling suci. Namun faktanya fatwa juga ternyata adalah bagian dari bisnis.
Indonesia itu adalah negeri yang dibancakin oleh sistem kesehatan international. Sistem dan prosedur yang ditetapkan WHO kita aminkan begitu saja.NATO, no alternatif to objection. Bayangkan. Penduduk terbesar ke empat di dunia, kita tidak mampu membuat vaksin sendiri. Jadi sistem keamanan nasional kita memang sangat renta. Terlelau beresiko hidup kita di negeri ini. Para pemimpin kita sejak era awal merdeka sampai kini hanya omong doang. Karena mereka juga kumpulan orang lemah.
Jangan kata produk vaksin anak negeri, untuk hal yang sederhana saja, Mengutamakan obat herbal bagi sisakit, dan menempatkan herbal dalam deretan obat premium, engga berani. Pasti alasannya akademis. Tapi tahu dampak dari alasan akademis itu ? 97% obat-obatan yang di jual di Indonesia adalah produk impor. Hanya 3% obat-obatan yang kini di produksi di dalam negeri. Benar benar, negara kita terbelakang dalam hal management national interest.
Saya yakin karena alasan akademis, sampai mati kita tidak akan mandiri dalam hal pharmasi. Itu sudah sama dengan Standar Industri Nasional, yang bikin keok inovasi rekayasa industri lokal. Akhirnya lebih 1000 triliun rupiah uang APBN dan BUMN belanja impor. Jadi sebenarnya secara esensi kita tidak bergerak kemana mana sejak merdeka. Kita hanya jadi negara konsumen. Terjajah secara intelek dan mindset. Mengapa ? karena negara dikelola dengan visi sebesar sempak. Hanya banyak onani dan retorika doang.
Makanya , saya tidak terkejut bila Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) merekomendasikan ke IDI agar Dokter Terawan dipecat sebagai dokter. HEbatnya keputusan itu dasarnya sikap Dr, Terawan sejak tahun 2018. Itu saat dia masih jadi Menteri Kesehatan. Kalau ditanya apa alasannya? pasti benar secara akademis dan procedural. Tetapi faktanya karena alasan akademis dan procedural itu sejak awal merdeka sampai kini, kita tidak bisa mandiri.
Lantas apa arti akademis dan procedural, bila kita tidak bisa mandiri. Hanya menjadikan kita terjajah secara sistem global. Mau protes? Lah gimana? IDI itu organisasi profesi yang diberikan kewenangan cukup luas oleh UU Praktik Kedokteran. Tapi sebagaimana kekuasaan. Tidak selalu utopia. Kekuasaan tetaplah kekuasaan. Semua karena terisolasi oleh asas normatif dan procedural. Sehingga niat baik terabaikan. Niat baik kemandirian, tidak penting. Inovasi omong kosong dihadapan kartel obat.
Tidak merdeka berpikir
Saya ngobrol saat buka puasa dengan teman. Dia berkata “ Jokowi terlalu focus kepada pembangunan infrastruktur. Sementara basic pembangunan itu tidak didukung oleh riset yang kuat. Akibatnya pembangunan itu, menimbulkan over cost dan tidak efisien. Apa yang kita dapat dalam jangka panjang? tetap saja ketergantungan tekhnologi”
Kalau anda pergi ke Meseum kendaraan, kata saya. Anda akan lihat fakta sejarah perkembangan tekhnologi kendaraan dari masa ke masa. Begitu juga meseum kereta api dan pesawat terbang. Saat pergi ke meseum itu, yang saya pikirkan hanya satu. Karya itu lahir dari pemikiran yang diimplementasikan. Karena itu proses berjalan, perubahan terjadi dari waktu ke waktu. Andaikan mereka tidak berani berbuat dan hanya berpikir. Saya yakin, sampai kini kita tidak akan menikmati kemajuan tekhnologi transfortasi.
“ Tapi kan tindakan itu harus dipikirkan secara matang. Engga bisa main eksekusi saja”
Sulitnya kita menjadi negara modern, kata saya. Adalah karena budaya berpikir yang miskin tindakan. Ini sudah berlangsung sejak awal merdeka. Padahal ada jutaan sarjana yang dilahirkan oleh kampus. Apa yang kita hasilkan? peniti aja masih impor. Mengapa ? karena pengetahuan yang kita punyai menjebak kita ragu bertindak. Kita terjebak dengan standar pendidikan yang segala sesuatu harus teruji sesuai standar asing. Kita jadi bangsa gagap bersikap mandiri.
Apa yang terjadi ? Bayangin aja. Sejak merdeka negeri ini, belum punya kendaraan rekayasa buah karya anak negeri. Yang ada hanya merek indonesia, namun isinya semua asing. Walau pabriknya ada di Indonesia, namun standar pabrikasi asing. Itu belum lagi dalam hal rekayasa kimia dan biotek. Ah terlalu jauh say.
“ Ya memang standar ilmiah itu harus dijadikan dasar berbuat. Agar ada tangung jawab akademi. Engga bisa main eksekusi begitu aja” Katanya kemudian.
Menurut saya, tanggung jawab kaum terpelajar itu ada pada perbuatan dan produksi. Apa artinya cara berpikir akademis, kalau faktanya kita tidak bisa berbuat apa apa. Faktanya sampai kini 90% obat dan bahan baku obat masih tergantung impor.
“ Ah itu karena kamu gagal jadi sarjana. Terlalu merendahkan sarjana. Padahal sistem kita kuat sekarang karena para sarjana itu”
Menurut saya, kita kuat karena kita bagian dari ekosistem produksi global dan kita merasa terhormat sebagai pemakai saja. Saya menghormat sarjana dan akadamis. Tetapi rasa hormat itu kalau mereka berbuat dengan standar mereka sendiri untuk berkreasi dan berkompetisi dengan pihak asing. Tanpa ada rasa inferior dan ragu untuk exist. Kuncinya ada pada kebebasan berpikir atau open minded. Dan keberanian pemerintah mengeluarkan anggaran riset sedikitnya 5% dari PDB.
Saya merasa cukup hanya tamatan SMA, walau saya hanya bisa produksi sempak. Lumayanlah untuk ukuran tamatan SMA.
Tidak berdaya...
“ Hebat ya Pah, anggota DPR kita luar biasa vokalnya dalam rapat kerja. Mereka memang bersuara atasnama rakyat dan selalu ada dipihak rakyat” Kata Oma. Saya senyum saja. Karena chanel youtube memang menghibur kalau lihat anggota DPR bersuara. Mereka paham sekali kalau rakyat menontonnya. Tapi tidak lebih hanya sandiwara aja. Yang panggung teater lah.
Misal kasus minyak goreng. Sehebat itu suara mereka, toh harga minyak goreng tetap naik dan harga tidak bisa dikendalikan pemerintah. Yang katanya ada mafia, dan janji menteri mau ungkapkan. Nyatanya sampai sekarang tidak ada cerita lanjutnya. Kasus Dokter Terawan, sehebat itu suara anggota DPR membela Terawan. Toh ketua IDI keluar dari sidang dengan tersenyum. Dengan sesumbar bahwa kekuatan mereka dihadapan UU sangat kuat dan sudah dikukuhkan oleh MK.
“ Itu hanya opera sabun” Kata saya kepada Oma.
“ Mengapa ? tanya Oma terkejut.
“ Sebenarnya baik DPR maupun menteri, bahkan sistem negara ini tidak berdaya terhadap kartel bisnis.”
“ Kartel bisnis ? apa iya ada? segitunya kuat mereka?
“ Perhatikan fakta. Kekuasaan itu ada pada pemerintah. Tetapi UU memberikan hak kepada IDI untuk menerbitkan rekomendasi legitimasi profesi dokter. Tanpa rekomendasi IDI, pemerintah tidak bisa keuarkan izin praktek dokter. SDM dokter itu ada pada IDI dan sistem kesehatan tanpa dokter engga jalan. Distribusi obat obatan tergantung dokter. Sertifikasi obat ada pada BPOM. Nah IDI dan BPOM itu ada karena UU yang dicreate DPR. Paham ya gimana kartel mencengkram leher pemerintah dan DPR”
“ Ya kenapa sampai segitu kuatnya kartel itu?
“ Ya sama dengan Migor. Mereka sudah terlalu besar untuk bisa dikendalikan negara. Mau gimana lagi. Udah nasip bangsa kita sejak dulu tidak pernah lepas dari penjajahan.”
“ Oh gitu.” Kata Oma lemah.
“ Lucunya demi membela kartel, para anggota DPR dan pemerintah berbagi peran. DPR berperan sebagai pihak kritis dan pemerintah berperan pihak yang dikritik. Nanti setelah tirai ditutup. Acara selesai. Semua kembali seperti semula. Katel bisnis juga yang menang, begitu kan” Kata saya.
“Apa iya sih pah..Jokowi selemah itu?
“ Engga tahu kalau Jokowi. Kita lihat aja nanti. Berani engga Jokowi perintahkan reformasi IDI atau lepaskan peran IDI memberikan rekomendasi atas izin praktek dokter. Ya seperti kasus MUI dimana Jokowi lucuti hak MUI memberikan sertifikasi Halal. Kalau engga, ya sudah, terima aja nasip” Kata saya. Oma sudah tertidur. Dia harus bangun sawur nanti.
No comments:
Post a Comment